LP JIWA
-
Upload
faisal-affandi -
Category
Documents
-
view
11 -
download
5
description
Transcript of LP JIWA
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA Dr. AMINO GONDHUTOMO
Disusun Oleh :Muhammad Faisal AffandiPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXVJURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/ baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri (Budi Anna Keliat, 2005). B. PROSES TERJADINYA MASALAHSecara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri (self esteem) dan keutuhan keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman terhadap harga diri dan keutuhan keluarga meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi, mengenal perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun, sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak efektif lagi. Hal ini mengakibatkan lebih sukar lagi membedakan mana rangsangan yang berasal dari pikirannya sendiri dan mana yang dari lingkungannya.
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain masalah-masalah harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart dan Laraia, 2001). Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.Sedangkan menurut Rawlins (2003) klien dengan halusinasi cenderung disebabkan karena menarik diri Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. C. TANDA DAN GEJALAPasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tibatiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi:
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkanGejala klinis:
Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa bicara
Gerakan mata cepat
Bicara lambat
Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkanGejala klinis :
Cemas
Konsentrasi menurun
Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
Cenderung mengikuti halusinasi
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
Pasien mengikuti halusinasi
Tidak mampu mengendalikan diri
Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Budi Anna Keliat, 2005).D. AKIBATKlien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, mebunuh orang lain bahkan merusak lingkungan (Budi Anna Keliat, 2005).1. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
NoMasalah KeperawatanData subyektifData obyektif.
1Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain Klien mengungkapkan takut, cemas dan khawatir
Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar mengancam dan membuatnya takut Wajah klien tampak tegang
Mata merah dan melotot
Rahang mengatup
Tangan mengepal
Mondar-mandir
2Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Klien mengatakan melihat makhluk gaib
Klien mengatakan mendengar suara suara yang membisikinya untuk.
Dan lain - lain Tersenyum sendiri
Tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Diam dan asyik sendiri.
3Isolasi Sosial Menarik diriKlien mengatakan lebih suka menyendiri
Kurang spontan
Hanya duduk duduk saja
Apatis
Ekspresi sedih
Komunikasi verbal kurang
Aktivitas menurun
Posisi janin pada saat tidur
Menolak berhubungan
Kurang memperhatikan kebersihan
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
a. Isi halusinasi yang dialami oleh klien
b. Waktu dan frekuensi halusinasi
c. Situasi pencetus halusinasi
d. Respon klien
E. Diagnosa Keperawatan1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi.
2. Perubahan sensori perseptual: halusinasi. berhubungan dengan menarik diri.F. Rencana Tindakan Keperwatan
Diagnosa I
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan:
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara:
a. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. perkenalkan diri dengan sopan
c. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. jelaskan tujuan pertemuan
e. jujur dan menepati janji
f. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Rasional : kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saing percaya, juga dapat memutuskan halusinasinya, mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat melakukan intervensi
Tindakan:
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Rasional : upaya untuk memutuskan siklus halusinasi tidak berlanjut, reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri pasien dan memberikan alternatif pilihan bagi klien untuk mengontrol halusinasinya
Tindakan:
3.1 identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. katakan saya tidak mau dengar
b. menemui orang lain
c. membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Rasional: untuk mendapatkan bantuan dari keluarganya dalam mengontrol halusinasi dan mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan pengetahuan keluarga tentang halusinasi
Tindakan:
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a. gejala halusinasi yang dialami klien
b. cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
c. cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d. beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : hausinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Rasional: dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahapTindakan:
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Diagnosa II
a. Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi .
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
1.2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
1.3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rasional: Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaaan menarik diri
Tindakan :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2.2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahu; keuntungan dari bergaul dengan orang lain.
Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri.
Tindakan:
3.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.1.1 beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
3.1.2 diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3.1.3 beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
3.2.1 beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
3.2.2 diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3.2.3 beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Rasional:
Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan.
Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan destruktif.
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
K P
K P P lain
K P P lain K lain
K Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Rasional: Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Rasional: memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
salam, perkenalan diri
jelaskan tujuan
buat kontrak
eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
perilaku menarik diri
penyebab perilaku menarik diri
akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa,Edisi 2 Jakarta : EGC, 2005
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2006
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2009
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
A. PENGERTIAN
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998). Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung
A. PENYEBAB Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur, bentuk dan ffungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. B. TANDA DAN GEJALA
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20), tanda dan gejalanya :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
C. AKIBAT
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
1. Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri
Core Problem
Berduka disfungsional
2. Masalah dan data yang perlu dikaji
NoMasalah KeperawatanData SubyektifData Obyektif
1Isolasi sosial : menarik diri Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
Ekspresi wajah kosong
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
Suara pelan dan tidak jelas
2Gangguan konsep diri : harga diri rendah Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak tidur
3MK : Penyebab Tidak efektifnya koping individu Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang lain
Mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu Tampak ketergantungan pada orang lain
Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
Wajah tampak murung
4Berduka disfungsional Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
Mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain karena diceraikan suaminya
Dan lain lain Ekspresi wajah sedih
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
Suara pelan dan tidak jelas
Tampak menangis
Masalah keperawatana. Isolasi sosial : menarik diri
b. Keputusasaan
c. Perilaku kekerasan
d. Perubahan penampilan peran
e. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
D. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
E. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1.1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
1.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2.Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3.Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Azis R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric Nursing: Contemporary Practice. Philadelphia: Lipincott-Raven Publisher. 1998
Keliat BA. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung: RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN MENARIK DIRI
A. PENGERTIAN
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993). Menurut Townsend, M.C (1998) Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Sedangkan menurut Dekes RI (1989) Penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap. Jadi menarik diri adalah keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
B. RENTANG RESPON
2. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan sesuatu yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu bentuk cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
3. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
4. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
5. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
6. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
8. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
9. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
C. PENYEBAB
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap dirinya sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352)Faktor predisposisiBeberapa faktor predisosisi (pendukung) terjadi gangguan hubungan sosial yaitu:
1. Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi bisa menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari orang tua atau pengasuh akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa tidak percaya.
2. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosialnya).
Stressor Presipitasi1. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang labil, yang dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri).D. PROSES TERJADINYA MASALAH
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
E. TANDA DAN GEJALA
2). Kurang spontan
3). Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan)
4). Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)
5). Afek tumpul
6). Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
7). Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
8). Mengisolasi diri (menyendiri).
9). Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
10). Pemasukan makan dan minuman terganggu
11). Retensi urin dan feses.
12). Aktivitas menurun.
13). Kurang energi
14). Harga diri rendah.
15). Posisi janin pada saat tidur
16). Menolak berhubungan dengan orang lain.
1. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .....
Gangguan konsep diri: harga diri rendah2. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan sensori persepsi : Halusinasi Data obyektif :
Berbicara dan tertawa sendiri, tersenyum, bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu, berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatudisorientasi, menggerakkan bibir tanpa suara, diam dan asyik sendiri.
Data subyektif :
Mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata, melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata, mencium bau tanpa stimulus, takut pada suara/bunyi/gambaran yang didengar, ingin memukul/melempar barang barang2. Isolasi sosial: menarik diri
Data obyektif :
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
Data subyektif :
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.3. Harga diri rendah
Data obyektif :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
Data subyektif :Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh/tidak tahu apa -apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri.2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.G. PERENCANAAN
Diagnosa 1
a Tujuan umum: tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi .
b Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan/janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
1.2. Beri perhatian dan penghargaan : temani kilen walau tidak menjawab
1.3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburuburu, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1. Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
2.2. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
3.2. Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.
4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klienperawat, klienperawatklien lain, perawat-klienkelompok, klienkeluarga.
Tindakan:
4.1. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat yang sama.
4.2. Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
4.3. Tingkatkan interaksi secara bertahap
4.4. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
4.5. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
4.6. Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
5.Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan:
5.1. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
6.Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
6.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
6.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.Diagnosa 2
a. Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1.Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2.Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
2.3.Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :
3.1.Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
3.2.Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampun yang dimiliki
Tindakan :
4.1.Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2.Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
4.3.Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan :
5.1.Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2.Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3.Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
6.1.Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang bagaiman merawat klien dengan harga diri rendah
6.2.Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
6.3.Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.H. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan intervensi keperawatan berfokus pada perawat dan klien.
Fokus pada perawat:
1. Evaluasi diri sendiri (self evaluation).
2. Supervisi oleh perawat lain yang berpengalaman.
Fokus pada klien:
1. Perilaku klien berubah, validasi dengan klien.
2. Dengan komunikasi non verbal : kontak mata, sentuhan.3. Klien dapat memulai percakapan.
4. Klien mampu mengambil keputusan dan mengemukakan pendapat sehingga harga diri dan rasa percaya diri klien meningkat.
5. Klien menggunakan sumber koping yang adekuat.DAFTAR PUSTAKAHttp: // library. Usu.ac.id/download/fk/keperawatan-mahuum.pdf
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta: FIK UI. 1999Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1998).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif, seperti memukul orang lain, membanting barang-barang atau mencederai diri sendiri atau orang lainB. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Mal adaptif
* * * * *
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau terhambat.
Pasif : Respon lanjutan, dimana klien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol.
Perilaku kekerasan / amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, dimana kecemasan itu sendiri dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu mengungkapkan secara verbal, menantang dan menekan. Dari ketiga cara ini dengan mengungkapkan secara verbal adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan menantang, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif amuk yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Sedangkan perilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresif- kekerasan. Perilaku yang ditampakkan dimulai dari yang rendah sampai tinggi, yaitu :
Memperlihatkan permusuhan yang rendah
Keras dan menuntut
Mendekati orang lain dengan menantang
Memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Memberi kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Melukai dalam tingkat ringan tanpa membutuhkan perawatan medis
Melukai dalam tingkat serius dan memerlukan perawatan medis
C. PENYEBAB
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekersan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan dapat disebabkan adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi baik dengar, visual maupun lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang mengejeknya. Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungan, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dan lain-lain.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala marah dilihat dari aspek :
Fisik : Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat
Emosi : Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah, dendam, jengkel
Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan
Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan
Spiritual : Keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terlambat 1. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Core Problem
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
a). Klien mengatakan benci atau kesal dengan seseorang.
b). Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Data Obyektif :a). Mata merah, wajah agak merah.b). Pandangan tajamc). Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
d). Ekspresi marah saat membicarakan orange). Suka merampas barang-barang milik orang lainf). Merusak dan melempar barangbarang.b. Ganggun konsep diri : Harga diri rendah
Data subyektif:
a). Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri
b). Mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
a). Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
b). Klien menunjukkan bagian yang tidak disukai
E. Diagnosa Keperawatana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
F. Rencana TindakanDP I: Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
a. TujuanUmum :
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
c. Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
1.4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
1.5. Beri rasa aman dan sikap empati.
1.6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan penyebab jengkel / kesal.2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.3. Klien dapat mengidentifikasi tandatanda perilaku kekerasan.
Tindakan:
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel / kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.3.3. Simpulkan bersama klien tandatanda jengkel / kesal yang dialami klien.4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan:
6.1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
6.2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan / kejengkelannya.
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
7.2. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu klien untuk mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
8.1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.
8.2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
8.3. Jelaskan cara cara merawat klien :
Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan).
Tindakan:
9.1. Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
9.2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
9.3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
9.5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
9.6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
DP II : Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
1.2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
1.4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif 2.3. Utamakan memberi pujian yang realistis.3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
3.1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan:
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan:
5.1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
a. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKAStuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
yang benar
LAPORAN PENDAHULUANWAHAM
A. PENGERTIAN
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
B. PROSES TERJADINYA MASALAHWaham dapat dicetuskan oleh adanya tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya. Waham juga dapat menimbulkan terjadinya kerusakan komunikasi verbal.
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
C. PENYEBABPenyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginanD. AKIBATAkibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
1. Pohon masalah
2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan :
a). Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b). Kerusakan komunikasi : verbal
c). Perubahan isi pikir : waham
d). Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2.Data yang perlu dikaji :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
2). Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang.
b. Kerusakan komunikasi : verbal
1). Data subjektif
klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2). Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang
c. Perubahan isi pikir : waham ( .)
1). Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
d. Gangguan harga diri rendah
1). Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
2). Data objektif
klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidupE. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
c. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
F. Rencana Keperawatan
a. Tujuan umum : sesuai masalah (problem).
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimilikiTindakan :
2.1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2.2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
2.3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
2.4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
4.2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
4.3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
5.1. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
5.2. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
5.3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
6.1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
6.2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung: RSJP.2000
Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998
..Pelatihan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Semarang. 20 22 Novembr 2004. unpublishedLAPORAN PENDAHULUANDEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah Utama
Defisit perawatan diri: higiene B. Proses Terjadinya Masalah
Defisit perawatan diri: higiene adalah keadaan dimana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas kebersihan diri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang (higiene) antara lain:
a. Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif dan keterampilan.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.
C. 1. Pohon Masalah
Perawatan diri kurang: higiene
Isolasi sosial : menarik diri
2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan:
1). Defisit perawatan diri
2). Menurunnya motivasi perawatan diri
3). Isolasi sosial: menarik diri
b. Data yang perlu dikaji:
1). Data Subyektif:
Mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
2). Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat mandi.
C. Diagnosa keperawatan
1. Perawatan diri kurang: higiene berhubungan dengan menurunnya motivasi perawatan diri
2. Menurunnya motivasi perawatan diri berhubungan dengan menarik diri.
D. Rencana tindakan
a. Tujuan umum : klien mampu melakukan perawatan diri: higiene.
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat menyebutkan pengertian dan tandatanda kebersihan diri
Tindakan :
1.1.Diskusikan bersama klien tentang pengertian bersih dan tandatanda bersih
1.2.Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang positif.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri
Tindakan :
2.1.Bicarakan dengan klien penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri
2.2.Diskusikan akibat dari tidak mau menjaga kebersihan diri
3. Klien dapat menyebutkan manfaat higiene
Tindakan:
3. 1. Diskusikan bersama klien tentang manfaat higiene
3.2.Bantu klien mengidentifikasikan kemampuan untuk menjaga kebersihan diri
4. Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan diri
Tindakan:
4. 1. Diskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri: andi 2x sehari (pagi dan sore) dengan memakai sabun mandi, gosok gigi minimal 2x sehari dengan pasta gigi, mencuci rambut minimal 2x seminggu dengan sampo, memotong kuku minimal 1x seminggu, memotong rambut minimal 1 x sebulan.
4.2. Beri reinforcement positif bila klien berhasil
5. Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan minimal
Tindakan:
5. 1.Bimbing klien melakukan demonstrasi tentang cara menjaga kebersihan diri
5.2.Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan minimal
6. Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri
Tindakan:
6. 1.Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
6.2.Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah membersihkan diri
6.3 Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
6.4.Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur
7. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
7. 1.Beri pendidikan kesehatan tentang merawat klien untuk kebersihan diri melalui pertemuan keluarga
7.2.Beri reinforcement positif atas partisipasi aktif keluarga
LAPORAN PENDAHULUANRESIKO BUNUH DIRI
A. Masalah Utama: Resiko Bunuh Diri
B. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri:
a. Isyarat Bunuh Diri
Ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, pasien sudah mempunyai keinginan untuk mengakhiri kehidupannya namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
b. Ancaman Bunuh DiriDiucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati dan sudah menyiapkan alat untuk melaksanakan keinginan/ rencana tersebut. Pada kondisi ini, pengawasan harus dilakukan dengan ketat.
c. Percobaan Bunuh DiriPasien telah melakukan tindakan mencederai dirinya untuk mengakhiri hidupnya.C. Proses Terjadinya Masalah
Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam upaya bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa lingkungan terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak, menurut Stuart Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah tipe agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisocial. Anak akan lebih besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan alkoholisme.
Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang konstruktif, anak akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang memberinya rasa aman, menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja akan muncul bila stressor lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.D. Penatalaksanaan Observasi prilaku klien lebih sering melalui aktivitas dan interaksi rutin, hindari kesan pengamatan dan kecurigaan pada klien
Tetapkan kontak verbal dengan klien bahwa ia akan memintya bantuan jika keinginan untuk bunuh diri dirasakan (mendiskusikan perasaan ingin bunuh diri dengan orang yang dipercaya)
Jika mutilasi diri terjadi, rawat luka klien dengan tidak mengusik penyebabnya, jangan berikan reinforcement positive untuk prilaku tersebut (kurangnya perhatian untuk prilaku maladaptive dapat menurunkan pengulangan mutilasi).
Dorong klien untuk bicara tentang perasaan yang dimilikinya sebelum prilaku ini terjadi (agar memahami masalah)
Bertindak sebagai model dalam mengexpresikan kemarahan yang tepat (prilaku bunuh diri dipandang sebagai marah yang diarahkan pada diri sendiri)
Singkirkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien (keamanan klien merupakan prioritas perwatan)
Arahkan kembali prilaku mutilasi dengan penyaluran fisik (latihan fisik merupakan cara yang aman untuk menyalurkan ketegangan yang terpendam)
Komitment semua staf untuk memberikan spirit kepada klien
Berikan obat-obatan sesuai hasil kolaborasi, pantau keefektifan, dan efek sampin
Gunakan restrain mekanis bila keadaan memaksa sesuai prosedur tetap
Observasi klien dalam restrain tiap 15 menit/sesuai prosedur tetap dengan mempertimbangkan keamanan, sirkulasi darah, kebutuhan dasar (keamanan klien merupakan prioritas keperawatan)
E. 1. Pohon Masalah
Mengancam nyawa
Masalah keluarga/pribadi/ merasa bersalah3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan:Resiko bunuh diri
b. Data yang perlu dikaji:Pengkajian:1. Lingkungan dan upaya bunuh diriPerawat perlu mengkjai pristiwa yang menghina atau menyakitkan , upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.2. GejalaPerawat mencatat adaya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi, gelisah, insomnia menetap, bewrat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.3. Penyakit psikiatrik:
Upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi remaja, gangguan mental lansia.4. Riwayat psikososialBercerai, putus hubungan , kehilangan pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin, penyakit kronik.5. Faktor kepribadianImpulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kakuk, putus asa, harga diri rendah, antisocial6. Riwayat keluargaRiwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholismeD. Diagnosa KeperawatanResiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.Intervensi Keperawatana. Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin mencederai dirib. Sasaran jangka panjang : klien tidak akan mencederai diri1. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga
Klien bisa ditolong dengan terapi dan mencoba untuk mengungkapkan peasaannya, berikan dukungan agar dia tabah dsan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat. Buatlah lingkungannya seaman mungkin dan jauhkanlah dari alatttt-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.
2. Pahami persoalan dari kacamata mereka
Harus dihadapi dengan sikap menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh diri. Pada saat sedang menderita ia membutuhkan bantuan orang lain, ia butuh ventilasi untuk mengalirkan perasaan dan masalahnya. Namun ia biasanya takut untuk mencari pertolongan.
3. Pentingnya partisipasi masyarakat
Gangguan kejiwaan biasanya bisa sembuh hanya perlu terus dievaluasi karena sewaktu-waktu bisa kambuh, dalam hal ini dukungan keluarga sangat penting untuk upaya penyembuhan klien , keluarga perlu didukung masyarakat sekitarnya agar klien gangguan jiwa dianggap sama dngan penyakit-penyakit fisik lainnya.
4. Expess feeling
Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau curhat sehingga membantu meringankan beban yang menerpa, selain mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.
5. Lakukan implementasi khusus, seperti menjauhkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien, dan mengobservasi prilaku yang berisiko untuk bunuh diri
STRATEGI PENATALAKSANAAN 1ORIENTASI (PERKENALAN):
1. Salam Terapeutik
Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi bapak
perkenalkan nama saya feri fadhli biasa di panggil feri, saya perawat baru disini, kalau boleh tahu siapa nama Bapak ? biasanya senang dipanggil siapa?2. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apakah tidurnya bapak semalem nyenyak ? Apa yang bapak rasakan hari ini apakah ada keluhan hari ini? kalau ada mungkin saya bisa membatu ?3. Kontrak Waktu
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara yang selama ini Bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Berapa lama kita mau mengobrol pak? Bagaimana jika 20-30 menit?
KERJA:Apakah Bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering Bapak dengar suara? Berapa kali sehari Bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah waktu sendiri?
apa yang Bapak rasakan saat mendengar suara itu? Apa yang Bapak lakukan saat mendengar suara itu?apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
Bapak, ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara itu. Kedua, dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat, minum obat dengan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya sebagai berikut : saat suara-suara itu muncul, langsung Bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, ... saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Bapak peragakan! Nah begitu, ... bagus! Coba lagi! Ya bagus Bapak sudah bisa
TERMINASI:
1. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Bapak setelah peragaan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut
2. Evaluasi Obyektif
Ya Bapak sudah bisa memperagakan latihan tadi
3. Rencana Tindak Lanjut
bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja latihannya?
4. Kontrak
* Topik
bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara kedua?
* Waktu
Besok pagi jam 9 saya akan datang kesini. Bagaimana, Bapak mau kan?
* Tempat
besok saya akan ke ruangan ini lagi. Sampai jumpa ya
Wijayanti, Diyan Yuli. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa : Study Guide. PSIK FK Undip : Semarang.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
RENTANG RESPON SOSIAL
RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF
- Menyendiri - Merasa sendiri - Manipulasi
- Otonomi (loneliness) - Impulsif
- Bekerjasama (mutualisme) - Menarik diri - Narcissism
- Saling tergantung - Tergantung (dependen)
(interdependen)
Isolasi sosial: menarik diri
Core problem
Perilaku Kekerasan / Amuk
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi verbal
Perubahan proses pikir : waham
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Defisit Perawatan Diri
Resiko Bunuh Diri