LP Hipertensi

17
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM PREKLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES PAYUNG NEGERI Nama Mahasiswa : Ayu Astuti NIM : 08.3.0.1.0042 Tanggal : 02 Februari 2011 Ruang Praktik : Murai II I. Diagnosa medis : Hipertensi II. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner & Sudderth, 2001) Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan di klasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari

Transcript of LP Hipertensi

Page 1: LP Hipertensi

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM

PREKLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES PAYUNG NEGERI

Nama Mahasiswa : Ayu Astuti

NIM : 08.3.0.1.0042

Tanggal : 02 Februari 2011

Ruang Praktik : Murai II

I. Diagnosa medis : Hipertensi

II. Definisi

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas

140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner & Sudderth,

2001)

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,

Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan

yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan di klasifikasikan sesuai derajat

keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai

hipertensi maligna. (Doenges, 2001).

III. Klasifikasi hipertensi :

1. Stadium 1 (ringan)

Sistolik : 140-159

Diastolik : 90-99

2. Stadium 2 (sedang)

Sistolik : 160-179

Page 2: LP Hipertensi

Diastolik : 100-109

3. Stadium 3 (berat)

Sistolik : 180-209

Diastolik : 110-119

4. Stadium 4 (sangat berat)

Sistolik : ≥210

Diastolik : ≥120

IV. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi, dapat diklassifikasikan sebagai :

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak disebabkan

oleh adanya gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung. Hipertensi ini

dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti factor keturunan, pola

hidup yang tidak seimbang, umur, dan ras. Sikap yang dapat menyebabkan

hipertensi seperti konsumsi tinggi lemak, alcohol, merokok dan kafein.

Sebagian besar hipertensi disebabkan oleh stress.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi yang disebabkan oleh gangguan ginjal, endokrin, dan kekakuan

dari aorta. Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,

karena saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran

beberapa hormone yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh

darah, dan pengeluaran cairan lambung yang berlebihan akibatnya

seseorang akan mengalami mual, muntah, nyeri lambung yang berulang,

dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan

komplikasi hipertensi pula. Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan

sikap hidup yang tidak tepat komposisi antara asupan makanan , olahraga

dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang

selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain seperti gangguan jantung.

Page 3: LP Hipertensi

Konsumsi garam yang berlebihan , dapat menimbulkan darah tinggi

diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung

membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai

kejaringan paling kecil.

Kebiasaan konsumsi alcohol, kafein, merokok dapat menyebabkan

kekakuan dari pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat

mengalami tekanan yang tinggi menjadi hilang.

V. Patofisiologi (WOC)

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

nermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis ditoraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Beberapa factor seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsangan vasokonstriksi. Imdividu dengan hipertensi sangat sensitive

terhadap norepinefrin, hal tersebut bias terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi

kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriksor

pembuluh darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan penuruna aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone

Page 4: LP Hipertensi

ini menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional

pada system pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan

darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan

daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh

jantung ( volume secukupnya ), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

Page 5: LP Hipertensi

W O C HIPERTENSI

Obesitas Merokok umur Ggn emosi Ggn ginjal

Elastisitas

Penumpukan Penumpukan plak kecemasan% Ggn penyaring

Lemak di PO dr nikotin ketakutan

Resistensi grm

Penyempitan orterosklerosis merangsang

PO %lumen adrenalin endapan air

Hilangnya elas pe vasokontriksi volume

Tisitas jrgn ikat PO darah

Pe relaksasasi Pelepasan renin

Otot polos PO

Angiotensin I

Angiotensin II

hipertensi

penyempitan PO pe pd dinding

pe curah jantung PD dotak(serebral)

Aliran darah ke MK:pe curah

Ginjal(-) jantung pe suplay O2 Robek/rupture PD

Ginjal melpskan di otak

Rennin pe suplay O2 pompa jantng

Angiostensin I ke jaringan (kompensasi) Stroke prdarahn

Angiostenin II jaringan ke(-) ggn pem.darah di otak

Gagal ginjal suplai O2 jantung

Page 6: LP Hipertensi

Kelemahan pe suplay O2 ssk nafas MK:prdr

MK:intoleransi Infark miokard

Aktifitas

Nyeri dada

VI. Manifestasi klinis

1. Sakit kepala

2. Sesak nafas

3. Mudah lelah

4. Produksi angiotensin

5. Pelepasan rennin

6. Mual dan muntah

7. Kunang- kunang

8. Terkadang disertai nyeri dada ( Brunner & Suddarth, 2001)

VII. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi

Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring

terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apeks

kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksaan

berdiri disebelah kanan penderita. Memperhatikan bentuk apakah normal,

mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan

pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dab

kanan dapat terjadii akibat kelainan congenital.

Garis anatomis pada permukaan badab yang penting dalam melakukan

pemeriksaan dada adalah :

a. Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)

b. Garis tengah klavikula mid clavikular line/ MCL)

Page 7: LP Hipertensi

c. Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)

d. Garis parasternal kiri dan kanan (parasternal line/(PSL)

2. Palpasi

Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium

dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse). Lokasi point

ofmaksimal impulse, normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira

1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada

bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI

medial dari garis midklavikular, srdang pada bentuk dada yang lebih

pendek lebar, letak iktus kordis agak kelateral. Pada keadaan normal lebar

iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2.

3. Perkusi

Cara perkusi batas atau tepikiri pekak jantung yang normal terletak

pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung

absolute perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada

kordiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan kekanan. Dilatasi

ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah.

Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis

parasternal kiri.

4. Auskultasi

Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendenngar

bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan

kegiatan jantung dan kejadian hemodinamik darah dalam jantung.

VIII. Pemeriksaal Laboratorium & Diagnostik penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

2. Pemeriksaan retina

Page 8: LP Hipertensi

3. Pemeriksaan fungsi ginjal

4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

6. foto dada dan CT scan

IX. Penatalaksanaan

1. Istirahat

2. Diet ( BB di turunkan bagi yang obesitas, rendah garam, alcohol dan

kolesterol)

3. Medikamentosa

Obat pertama :

Deuretik : HCT, furosemid, spironolakton

4. latihan dan relaksasi

X. Komplikasi

Kondisi hipertensi yang berkepanjangan menyebabkan gangguan pembuluh

darah di seluruh organ tubuh manusia. Angka kematian yang tinggi pada

penderita darah tinggi terutama disebabkan oleh gangguan jantung.

Organ jantung : Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat

hipertensi berupa penebalan otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil

rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin

membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya

gangguan pembuluh darah jantung (koroner) akan menimbulkan kekurangan

oksigen dari otot jantung dan menyebabkan nyeri.

Apabila kondisi ini dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan kegagalan

jantung untuk memompa dan menimbulkan kematian.

Page 9: LP Hipertensi

Sistem saraf : Gangguan dari system saraf terjadi pada system retina (mata

bagian dalam) dan system sraf pusat (otak). Didalam retina terdapat

pembuluh-pembuluh darah tipis yang akan melebar saat terjadi hipertensi dan

memungkinkan terjadi pecah pembuluh darah yang akan menyebabkannn

gangguan penglihatan.

Sistem ginjal : Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan

dari pembuluh darah ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat

racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik, akibatnya terjadi penumpukan

zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain terutama

otak.

XI. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung b/d vasokonstriksi, iskemia miokard

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan

oksigen

3. Nyeri b/d peningkatan vaskuler serebral

XII. Intervensi keperawatan dan rasional

Dx : Penurunan curah jantung b/d vasokonstriksi, iskemia miokard

Intervensi

1. Pantau TD, ukur pada kedua lengan atau paha untuk evaluasi awal.

Gunakan ukuran menset yang tepat dan teknik yang akurat.

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih

lengkap tentang keterlibatan atau bidang masalah vaskuler.

2. Catat keberadaan kualitas denyutan sentral dan perifer.

Rasional : Denyut karotis, jugularis radialis dan femoralis mungkin

teramati atau terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun

mencerminkan efek dari vasokonstriksi dan kongesti vena.

3. Catat edema umum atau tertentu

Page 10: LP Hipertensi

Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau

vaskuler.

4. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas keributan

lingkungan.

Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan

relaksasi.

5. Lakukan tindakan yang nyaman se[erti pijatan punggung dan leher,

meninggikan kepala tempat tidur.

Rasional : Mengurangi ketodaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang

simpatis.

6. Amati warna kulit, kelembaban suhu dan masa pengisian kapiler.

Rasional : Adanya pucat, dngin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler

lambat, mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan

penurunan curah jantung.

Dx : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplay dan

kebutuhan oksigen.

Intervensi

1. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, misalnya

menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir atau menyikat

gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.

Rasional : Membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan.

2. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih

dari 20x/menit di atas frekuensi istirahat : peningkatan TD nyata

selama atau sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg,

tekanan diastolic meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada,

keletihan dan kelemahan yang berlebihan.

Rasional : Membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress

aktivitas dan merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan

dengan tingkat aktifitas.

Page 11: LP Hipertensi

3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat di

toleransi, beri bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : Mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.

Dx : Nyeri b/d peningkatan vaskuler serebral.

Intervensi

1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional : meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.

2. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,

misalnya kompres dingin, pijat punggung dan leher.

Rasional : Menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat

respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan

komplikasi.

3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan .

Rasional : Mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

4. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila

terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung untuk menghentikan

perdarahan.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung agar

mengganggu menelan atau membutuhkan nafas dengan mulut.

XIII. Daftar pustaka

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. (2005). Konsep Klinis Proses=Prose

Penyakit. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Doenges Marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC