LP Hipertensi
-
Upload
rahmad-chenoa -
Category
Documents
-
view
11 -
download
1
Transcript of LP Hipertensi
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM
PREKLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES PAYUNG NEGERI
Nama Mahasiswa : Ayu Astuti
NIM : 08.3.0.1.0042
Tanggal : 02 Februari 2011
Ruang Praktik : Murai II
I. Diagnosa medis : Hipertensi
II. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner & Sudderth,
2001)
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan di klasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai
hipertensi maligna. (Doenges, 2001).
III. Klasifikasi hipertensi :
1. Stadium 1 (ringan)
Sistolik : 140-159
Diastolik : 90-99
2. Stadium 2 (sedang)
Sistolik : 160-179
Diastolik : 100-109
3. Stadium 3 (berat)
Sistolik : 180-209
Diastolik : 110-119
4. Stadium 4 (sangat berat)
Sistolik : ≥210
Diastolik : ≥120
IV. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi, dapat diklassifikasikan sebagai :
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak disebabkan
oleh adanya gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung. Hipertensi ini
dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti factor keturunan, pola
hidup yang tidak seimbang, umur, dan ras. Sikap yang dapat menyebabkan
hipertensi seperti konsumsi tinggi lemak, alcohol, merokok dan kafein.
Sebagian besar hipertensi disebabkan oleh stress.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang disebabkan oleh gangguan ginjal, endokrin, dan kekakuan
dari aorta. Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,
karena saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran
beberapa hormone yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh
darah, dan pengeluaran cairan lambung yang berlebihan akibatnya
seseorang akan mengalami mual, muntah, nyeri lambung yang berulang,
dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan
komplikasi hipertensi pula. Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan
sikap hidup yang tidak tepat komposisi antara asupan makanan , olahraga
dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang
selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain seperti gangguan jantung.
Konsumsi garam yang berlebihan , dapat menimbulkan darah tinggi
diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung
membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai
kejaringan paling kecil.
Kebiasaan konsumsi alcohol, kafein, merokok dapat menyebabkan
kekakuan dari pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat
mengalami tekanan yang tinggi menjadi hilang.
V. Patofisiologi (WOC)
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
nermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis ditoraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Beberapa factor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokonstriksi. Imdividu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriksor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan penuruna aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone
ini menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh
jantung ( volume secukupnya ), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
W O C HIPERTENSI
Obesitas Merokok umur Ggn emosi Ggn ginjal
Elastisitas
Penumpukan Penumpukan plak kecemasan% Ggn penyaring
Lemak di PO dr nikotin ketakutan
Resistensi grm
Penyempitan orterosklerosis merangsang
PO %lumen adrenalin endapan air
Hilangnya elas pe vasokontriksi volume
Tisitas jrgn ikat PO darah
Pe relaksasasi Pelepasan renin
Otot polos PO
Angiotensin I
Angiotensin II
hipertensi
penyempitan PO pe pd dinding
pe curah jantung PD dotak(serebral)
Aliran darah ke MK:pe curah
Ginjal(-) jantung pe suplay O2 Robek/rupture PD
Ginjal melpskan di otak
Rennin pe suplay O2 pompa jantng
Angiostensin I ke jaringan (kompensasi) Stroke prdarahn
Angiostenin II jaringan ke(-) ggn pem.darah di otak
Gagal ginjal suplai O2 jantung
Kelemahan pe suplay O2 ssk nafas MK:prdr
MK:intoleransi Infark miokard
Aktifitas
Nyeri dada
VI. Manifestasi klinis
1. Sakit kepala
2. Sesak nafas
3. Mudah lelah
4. Produksi angiotensin
5. Pelepasan rennin
6. Mual dan muntah
7. Kunang- kunang
8. Terkadang disertai nyeri dada ( Brunner & Suddarth, 2001)
VII. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring
terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apeks
kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksaan
berdiri disebelah kanan penderita. Memperhatikan bentuk apakah normal,
mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan
pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dab
kanan dapat terjadii akibat kelainan congenital.
Garis anatomis pada permukaan badab yang penting dalam melakukan
pemeriksaan dada adalah :
a. Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
b. Garis tengah klavikula mid clavikular line/ MCL)
c. Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
d. Garis parasternal kiri dan kanan (parasternal line/(PSL)
2. Palpasi
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium
dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse). Lokasi point
ofmaksimal impulse, normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira
1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada
bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI
medial dari garis midklavikular, srdang pada bentuk dada yang lebih
pendek lebar, letak iktus kordis agak kelateral. Pada keadaan normal lebar
iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2.
3. Perkusi
Cara perkusi batas atau tepikiri pekak jantung yang normal terletak
pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung
absolute perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada
kordiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan kekanan. Dilatasi
ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah.
Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis
parasternal kiri.
4. Auskultasi
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendenngar
bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan
kegiatan jantung dan kejadian hemodinamik darah dalam jantung.
VIII. Pemeriksaal Laboratorium & Diagnostik penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan fungsi ginjal
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. foto dada dan CT scan
IX. Penatalaksanaan
1. Istirahat
2. Diet ( BB di turunkan bagi yang obesitas, rendah garam, alcohol dan
kolesterol)
3. Medikamentosa
Obat pertama :
Deuretik : HCT, furosemid, spironolakton
4. latihan dan relaksasi
X. Komplikasi
Kondisi hipertensi yang berkepanjangan menyebabkan gangguan pembuluh
darah di seluruh organ tubuh manusia. Angka kematian yang tinggi pada
penderita darah tinggi terutama disebabkan oleh gangguan jantung.
Organ jantung : Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat
hipertensi berupa penebalan otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil
rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin
membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya
gangguan pembuluh darah jantung (koroner) akan menimbulkan kekurangan
oksigen dari otot jantung dan menyebabkan nyeri.
Apabila kondisi ini dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan kegagalan
jantung untuk memompa dan menimbulkan kematian.
Sistem saraf : Gangguan dari system saraf terjadi pada system retina (mata
bagian dalam) dan system sraf pusat (otak). Didalam retina terdapat
pembuluh-pembuluh darah tipis yang akan melebar saat terjadi hipertensi dan
memungkinkan terjadi pecah pembuluh darah yang akan menyebabkannn
gangguan penglihatan.
Sistem ginjal : Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan
dari pembuluh darah ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat
racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik, akibatnya terjadi penumpukan
zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain terutama
otak.
XI. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d vasokonstriksi, iskemia miokard
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan
oksigen
3. Nyeri b/d peningkatan vaskuler serebral
XII. Intervensi keperawatan dan rasional
Dx : Penurunan curah jantung b/d vasokonstriksi, iskemia miokard
Intervensi
1. Pantau TD, ukur pada kedua lengan atau paha untuk evaluasi awal.
Gunakan ukuran menset yang tepat dan teknik yang akurat.
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan atau bidang masalah vaskuler.
2. Catat keberadaan kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : Denyut karotis, jugularis radialis dan femoralis mungkin
teramati atau terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun
mencerminkan efek dari vasokonstriksi dan kongesti vena.
3. Catat edema umum atau tertentu
Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
4. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas keributan
lingkungan.
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan
relaksasi.
5. Lakukan tindakan yang nyaman se[erti pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.
Rasional : Mengurangi ketodaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang
simpatis.
6. Amati warna kulit, kelembaban suhu dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dngin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat, mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan
penurunan curah jantung.
Dx : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen.
Intervensi
1. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, misalnya
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir atau menyikat
gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan.
2. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih
dari 20x/menit di atas frekuensi istirahat : peningkatan TD nyata
selama atau sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg,
tekanan diastolic meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada,
keletihan dan kelemahan yang berlebihan.
Rasional : Membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress
aktivitas dan merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan
dengan tingkat aktifitas.
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat di
toleransi, beri bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
Dx : Nyeri b/d peningkatan vaskuler serebral.
Intervensi
1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
2. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya kompres dingin, pijat punggung dan leher.
Rasional : Menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat
respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan
komplikasi.
3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan .
Rasional : Mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
4. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung untuk menghentikan
perdarahan.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung agar
mengganggu menelan atau membutuhkan nafas dengan mulut.
XIII. Daftar pustaka
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. (2005). Konsep Klinis Proses=Prose
Penyakit. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
Doenges Marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC