LP GEA

23
Laporan Pendahuluan GASTROENTERITIS AKUT ( GEA ) I. Pengertian Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6- 8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.

description

askep gea

Transcript of LP GEA

Page 1: LP GEA

Laporan Pendahuluan

GASTROENTERITIS AKUT ( GEA )

I. Pengertian

Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus

maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius

umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana

pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi

sangat tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda.

Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah

anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini

ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal

dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera

(kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung

menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada

ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon

biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan

cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat

menimbulkan kematian.

Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau

tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan

berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat

(Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul secara mendadak dan

berlangsung terus secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).

Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan

dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada

masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang

hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai diare (Andrianto,

1995 dalam Nurmasarim 2010).

Page 2: LP GEA

II. Epidemiologi/insiden kasus

Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun.

Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia

merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak. Rotavirus

adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 %

disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih

jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007

dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka

kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua

golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita.

Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati,

2008).

Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab

utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama pada

anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto,

2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare menyebabkan 1

milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya. Pada tahun 1995

Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada

anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Data

statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk

Indonesia, dan dua pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari

600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut

karena infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang

datang berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun

selalu berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau

internasional), kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi

pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin (Zein

dkk., 2004).

Page 3: LP GEA

III. Penyebab/Faktor Predisposisi

Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini

dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

A. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:

a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:

1. Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.

2. Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.

3. Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.

b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,

makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa

dingin, alergi.

B. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :

a. Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).

b. KKP (Kekurangan Kalori Protein).

c. BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono

dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)

IV. Patofisiologi Penyakit

Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena

infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan

sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan

keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada

sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan

keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang

adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,

Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli,

Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa

Page 4: LP GEA

mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin

atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada

Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita

ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan

minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah

gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic

dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam

rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan

gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit

meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan

hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan

elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan

Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan

sirkulasi darah.

V. Klasifikasi

Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:

1. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan

Enterotolitis nektrotikans.

2. Diare non spesifik : diare dietetis.

B. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :

1. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan

oleh bakteri, virus dan parasit.

2. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:

diare karena bronkhitis.

C. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat

mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari.

Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan

hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.

Page 5: LP GEA

2. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi

Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,

disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu

atau lebih

(Sunoto, 1990).

VI. Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa

waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena

kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena

gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan

seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang

pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini

disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan

bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan

merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam

(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH

dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,

bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan

tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena

kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan

darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini

tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti

pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik

menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang

Page 6: LP GEA

lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan

edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

VII. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis

sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.

B. Pemeriksaan sistematik :

Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus

kemerahan.

Perkusi : adanya distensi abdomen.

Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.

Auskultasi : terdengarnya bising usus.

VIII. Pemeriksaan diagnostic/penunjang

Pemeriksaan laboratorium.

a. Pemeriksaan tinja.

b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila

memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau

astrup,bila memungkinkan.

c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.

Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau

parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak

membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

IX. Diagnosis/Kriteria Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya

belum bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka

dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel

darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah,

Page 7: LP GEA

makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah diagnosa

menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :

1) Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare

2) Pemeriksaaan fisik

3) Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi

4) Foto

5) Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro Duodenoscopy).

X. Terapi/Tindakan Penanganan

Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu

dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan,

sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi

antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara

parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011).

Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :

1. Pengobatan Cairan

Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus

diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah cairan yang

telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous Water Losses)

ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan

NWL (Normal Water Losses). cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang

masih terus berlangsung CWL (Concomitant water losses)

(Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)

Ada 2 jenis cairan yaitu:

a) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS,

tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori

85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20

mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada

beberapa cairan rehidrasi oral:

Page 8: LP GEA

b) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,

yang dikenal dengan nama oralit.

c) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas

misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-

lain, disebut CRO tidak lengkap.

d) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan

rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap

jam perlu dilakukan evaluasi:

Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah

Perubahan tanda-tanda dehidrasi

(Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).

2. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,

karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti

biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda

diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi

dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,

diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare

Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari,

3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,

Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).

3. Obat anti diare

− Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas

racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim

enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga

keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.

− Kelompok opiat

Page 9: LP GEA

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi

difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg

3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari.

Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan

absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi

frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman

dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan

gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

− Kelompok absorbent

Page 10: LP GEA

− Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit

diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius

atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar

kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Page 11: LP GEA

− Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,

Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat

membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi

frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan

cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan

dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

− Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran

cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan

reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan

mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

XI. Komplikasi

Dehidrasi

Renjatan hipovolemik

Kejang

Bakterimia

Malnutrisi

Hipoglikemia

Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dehidrasi ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit

kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.

2. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit

buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.

3. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran

klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,

apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

Page 12: LP GEA

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian (data subjektif dan objektif)

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah.

Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji data

menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :

1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit

terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut

dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.

4. Riwayat penyakit keluarga.

5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi intravena,

dan antibiotic.

6. Pemerikasaan fisik.

Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan

menurun,anus kemerahan.

Perkusi : adanya distensi abdomen.

Palpasi : Turgor kulit kurang elastic

Auskultasi : terdengarnya bising usus.

7. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui

penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.

B. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan

kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus, kelemahan, membrane mukosa kering,

peningkatan hematokrit.

2. Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga

kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.

Page 13: LP GEA

3. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan makan kontaminan ditandai

dengan nyeri abdomen, distensi abdomen, diare, perubahan bising usus, mual, muntah.

4. Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan melaporkan mual, rasa asam

di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap makanan.

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan perubahan selera

makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri,

melaporkan nyeri secara verbal

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor

biologis ditandai dengan nyeri abdomen, diare, bising usus hiperaktif, ketidakmampuan

mencerna makanan, kurang minat pada makanan, membrane mukosa pucat.

7. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.

8. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah

dan menyadari gejala fisiologis.

3.   Rencana Asuhan Keperawatan (terlampir)

DIAGNOSIS KEPERAWATAN EVALUASI

Diare berhubungan dengan kontaminan

ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya

tiga kali buang air besar cair per hari, ada

dorongan.

S : pasien tidak mengeluh nyeri abdomen

berlebihan saat eliminasi dan dorongan

berkurang

O : karakteristik feses berbentuk dan tidak

cair, tidak terdapat nanah/darah, berwarna

kuning kecoklatan.

A : terapi hidrasi dilanjutkan sampai

keadaan umum pasien baik.

P : anjurkan pasien untuk menjaga pola

makan pasca kesembuhan.

Nyeri akut berhubungan dengan agen

cedera kimia ditandai dengan perubahan

selera makan, mengekspresikan perilaku,

perilaku berjaga-jaga atau melindungi area

S : pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak

mengeluh gangguan tidur.

O : pasien tidak meringis, dan tidak

memegangi daerah yang nyeri.

Page 14: LP GEA

nyeri, melaporkan nyeri secara verbal A : terapi farmakologi dihentikan, terapi

nonfarmakologi dilanjutkan.

P : ajarkan keluarga pasien terapi

nonfarmakologi.

Hipertermia berhubungan dengan

peningkatan laju metabolism ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh di atas

kisaran normal, kulit terasa hangat.

S : pasien tidak gelisah dan tidak merasa

demam.

O : suhu tubuh saat dikaji dalam rentang

normal.

A : antipiretik dihentikan. Berikan kompres

terlebih dahulu, apabila demam kembali

muncul.

P : edukasikan pasien untuk tidak mandi

atau kontak dengan air terlalu sering.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: LP GEA

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America : Mosby.

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United States

of America : Mosby

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011.

Jakarta : EGC.

Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut (GEA) Pada

Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari -

Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 :

http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)

Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek

RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember

2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)

Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut Pada Pasien

Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa

Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 :

etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).

Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk

Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 :

www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).

Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara.

Universitas Sumatra Utara. . (Diakses 12 Desember 2011 :

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).