BAB IV GEA
-
Upload
dita-ayu-widyasari -
Category
Documents
-
view
27 -
download
3
description
Transcript of BAB IV GEA
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.
Buang besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization global
guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang
cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang
dari 14 hari.
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria
mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3
minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari
15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi
penyebab diare dengan lebih tepat.
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan
dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare
kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare
noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus
tersebut.
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik,
bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak
ditemukan penyebab organik.
12
4.2. Epidemiologi
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap
tahunnya yang merupakan penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas
di seluruh dunia. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik.
Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut : adanya traveling
(domestik atau internasional), kontak personal, adanya sangkaan food-
borne transmisi dengan masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada
demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin. Sebaliknya,
bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih panjang, ini karakteristik
suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (seperti E.coli 0157:H7) membutuhkan beberapa hari
masa inkubasi.
4.3. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi
(bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-
lain.
a. Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio
cholera, Yersinia entero colytica, Compylobacter jejuni,
V.parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus aureus,
Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi
yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri
ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin
(heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan
sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery
diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border
atau menginvasi mukosa.
13
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare
belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel
usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang
akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas
disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat
pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan
morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare
masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang
peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia
mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan
penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi
verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin
yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon.
Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic
syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel
epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya
ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor
virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu
proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang
bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan
watery diarrhea.
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi
melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing,
kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui
makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.
Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak
14
langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan
diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar. Ada 2
tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile
enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan
proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan
yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera.
Penularan melalui person to person jarang terjadi. V.cholerae
melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin
kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari
ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera
enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua
toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel
epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare.
Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan
terjadi bloody diarrhea
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
Cytomegalovirus (CMV), echovirus. Virus-virus tersebut
merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).
Rotavirus: yang sering dijumpai adalah serotype 1,2,8,dan 9 :
terdapat pada manusia, Sedangkan serotype 3 dan 4 didapati
pada hewan dan manusia, serta serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat
food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi
penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa.
15
Parasit: - protozoa: Entemoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus.
Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai
mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.
Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi, endemisitas, dan status
imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis
dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau
tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat
terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan
anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan fatty
stools, nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini
bervariasi, namun penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya
meningkat dengan bertambahnya umur, dan terutama pada laki-
laki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik. Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten
sampai disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang,
cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi
biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak
yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut
dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited.
Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh
seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten
terhadap beberapa jenis antibiotik.
16
Worm: A.lumbrocoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura,
S.strercoralis, cestodiasis dll.
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat
cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai
manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunum, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili
dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum,
dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody
diarrhea dan nyeri abdomen.
Fungus: Kandida/moniliasis
2. Parenteral :
Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diarrhea:
E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.
Makanan:
Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung
logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium
perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus
lyticus dll.
Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,
laktosa, galaktosa), disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai
panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue
gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin
dan mineral.
17
b. Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia
(Bruton), penyakit grnaulomatose kronik, defisiensi IgA,
imunodefisiensi IgA heavycombinationa.
c. Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antacid dll.
d. Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi
terapi radiasi.
e. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati
diabetik)
4.4. Patofisiologi/Patomekanisme
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih
patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut: 1). Osmolaritas intraluminal
yang meninggi, disebut diare osmotik; 2). Sekresi cairan dan elektrolit
meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak; 4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit
aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6).
Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare
inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan
osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat
kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan
efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,
malabsorbsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya
sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada
diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang
banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan
puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit
yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs
garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).
18
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini
didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan
penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.
Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di
enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport
aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini
disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan
motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan
permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi
membrane epitel spesifik pada usus halus.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini
disebabkan adanya kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga
terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit
kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus
halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis
ulseratif dan penyakit crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering
dari diare. Dari sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-
invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri
noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri
tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera.
Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan
protein yang dapat menempel pada epitel usus, lalu membentuk adenosin
monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi
aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan
kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh
19
meninggginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion
bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian
larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.
4.8. Patogenesis
Dua hal umum yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut
karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).
Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis
seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup
lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp. terbukti
dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan
kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus
pada infeksi usus dapat memperpanjang waktu diare dan gejala penyakit,
serta mengurangi absorbsi elektrolit dan mengurangi kecepatan eliminasi
sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya
frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA, demikian
pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan
imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang
oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah
daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus.
Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat
menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan
menjadi:
A. Infeksi Non-Invasi
20
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare
sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh
bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak
mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01
atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap.
aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan
toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah
diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang
berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik
AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam
lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan
kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme
pompa Na tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion
HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya
absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3- dan Cl-). Kompensasi ini
dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara
aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air,
sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi
oralit per oral pada kolera. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa
air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak
(voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik
voluminal (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT)
dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus
halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim
adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan
E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
21
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan
keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip
enterotoksin kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.
B. Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare
inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia,
C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile,
Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus
berupa nekrosis dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan
diare dapat bercampur dengan lendir dan darah. Walaupun demikian,
infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu
diare sekretorik. Pada pemeriksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel
eritrosit dan leukosit.
4.9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik
tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah
banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorbsi, dan
dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon sering
berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah
dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah
tergantung bakteri pathogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus
halus tidak invasive, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasive.
Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi
22
toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala
prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam.
Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan
kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang
tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan
Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen
yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan,
perut bergas dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella,
dan organism yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile
dan enterohemorragic E.coli (serotype O157:H7) menyebabkan inflamasi
usus yang berat. Organism Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal
dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah,
menyerupai apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering
bermanifestasi sebagai diare, demam dan kadangkali kelumpuhan anggota
badan dan badan (Sindrome Guillain Barre). Kelumpuhan lumpuh pada
infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena
ketidaktahuan masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi
epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism
yang menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti
enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa organism
sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V
parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi
mukosa usus; pasien karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare
berdarah dalam beberapa jam atau hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik
(TTP) dapat timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik
dan Shigella, terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan
bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter (arthritis, uretritis, dan
konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam
23
enteric, disebabkan Salmonella typhi atau Salmonella parathypi,
merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai
demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik,
diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas
karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia.
Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya
jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat,
dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal
ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing
kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:
1) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok.
2) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak,
pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam
3) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku,
sianosis
Pemeriksaan Fisik
Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan
memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,
temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang
seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan
adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan
“clue” bagi penentuan etiologi.
24
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit,
hitung jenis leukosit, kadar elektrolit serum,
2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan
mineral tubuh.
3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit
dewasa.
4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi
giardiasis dan tes serologic amebiasis
5) Rektoskopi atau sigmoidoskopi
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan
hitung jenis leukosit normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi
bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki
leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul
pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare
akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses
rutin tidak menunjukkan adanya miroorganisme, maka diperlukan
pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu sesuai dengan
mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan
laboratorium rutin.
Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu
tubuh > 38,50C, adanya darah dan/atau lender pada feses, ditemukan
leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat
antibiotik.
Penentuan derajat dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:
1. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 – 1,032
25
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 – 1,028
2. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)
Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal
Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi
3. Skor penilaian klinis dehidrasi Metode Daldiyono
Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60> 2
Frekuensi nadi >120 x/mnt 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Frekuensi napas >30 x/mnt 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer womens hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 – 60 tahun -1
Umur >60 tahun -2
4.10. Penatalaksanaan
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa
komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa
pengobatan. Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau
mengobati sendiri dengan obat-obatan anti diare yang dijual bebas.
Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah
lebih dari 24 jam belum ada perbaikan dalam frekuensi buang air besar
ataupun jumlah feses yang dikeluarkan.
26
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:
A. Rehidrasi
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan
keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,
penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral
dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus
diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih praktis daripada
cairan intravena. Cairan oral antara lain: ringer laktat dll. Cairan
diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status
dehidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat
dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat.
Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5% dari BB. Sedang
bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien
kehilangan cairan 8-10% dari berat badan.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam – macam
pemberian cairan:
a. BJ plasma dengan rumus:
BJ plasma – 1,025
Kebutuhan cairan = ----------------------------- x Berat Badan x 4 ml
0,001
b. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.l.
skor
Kebutuhan cairan = ------------ x 10 % x kgBB x 1 liter
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih
atau sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena.
27
Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui
selang, nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya
pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah. Sedangkan
dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral
atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran
cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit
yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3.5 g NaCl, 2.5 g Natrium
bikarbonat dan 1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic, renalyte,
pharolit dll.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial); jumlah total kebutuhan
cairan menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan
langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat
mungkin.
b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono
kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan
cairan melalui tinja dan Insensible Water Loss (IWL).
B. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah
hebat. Pasien dianjurkan minum minuman sari buah, the, minuman tidak
bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup.
Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
C. Obat anti-diare
28
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling
efektif yaitu derifat opioid missal loperamid, difenoksilat-atropin dan
tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki
efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang
dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat
menimbulkan ensefalopati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya
harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi shigella)
bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan
penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite
3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c) obat
anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.
D. Obat antimikroba
Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self
limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik
tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan
pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare
turis, atau imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500
mg 2x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri patogen
invasive termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan
Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol
(trimetroprim/sulfametoksazol), 160/800 mg 2x/hari, atau eritromisin 250-
500 mg 4x/hari. Metronidazol 250 mg 3x/hari selama 7 hari diberikan bagi
yang dicurigai giardiasis.
4.11. Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,
penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini
termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya
selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah
pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena
makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
29
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan
diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air, air harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau
atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan
sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan,
saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat
digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan
dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel
terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,
tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,
vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin
kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan
untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70%
efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru
juga melindungi 7 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya
diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
4.12. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena
kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi syok
hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
30
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi
maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang
disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal
ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.
Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
4.13. Prognosis
Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti
kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak
dan pada lanjut usia. Pada negara Amerika Serikat, mortalits berhubungan
dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC
dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.
31