BAB IV GEA

32
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Definisi Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. 12

description

BAB IV GEA

Transcript of BAB IV GEA

Page 1: BAB IV GEA

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai

kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.

Buang besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.

Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization global

guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang

cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang

dari 14 hari.

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria

mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3

minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari

15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi

penyebab diare dengan lebih tepat.

Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang

menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan

dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare

kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare

noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus

tersebut.

Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik,

bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak

ditemukan penyebab organik.

12

Page 2: BAB IV GEA

4.2. Epidemiologi

Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap

tahunnya yang merupakan penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas

di seluruh dunia. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik.

Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut : adanya traveling

(domestik atau internasional), kontak personal, adanya sangkaan food-

borne transmisi dengan masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada

demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin. Sebaliknya,

bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih panjang, ini karakteristik

suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh

mikroorganisme (seperti E.coli 0157:H7) membutuhkan beberapa hari

masa inkubasi.

4.3. Etiologi

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi

(bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-

lain.

a. Infeksi

1. Enteral

Bakteri: Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio

cholera, Yersinia entero colytica, Compylobacter jejuni,

V.parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus aureus,

Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.

Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi

yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri

ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin

(heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan

sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery

diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border

atau menginvasi mukosa.

13

Page 3: BAB IV GEA

Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare

belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel

usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang

akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas

disakaridase.

Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat

pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan

morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare

masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang

peranan.

Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia

mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan

penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.

Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi

verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin

yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon.

Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic

syndrome.

Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel

epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya

ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor

virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall

antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu

proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang

bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan

watery diarrhea.

Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi

melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing,

kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui

makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.

Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak

14

Page 4: BAB IV GEA

langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan

diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar. Ada 2

tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile

enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan

proses ulcerative colitis.

Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan

yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera.

Penularan melalui person to person jarang terjadi. V.cholerae

melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan

menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin

kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari

ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang

mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera

enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua

toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.

Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel

epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare.

Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan

terjadi bloody diarrhea

Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,

Cytomegalovirus (CMV), echovirus. Virus-virus tersebut

merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).

Rotavirus: yang sering dijumpai adalah serotype 1,2,8,dan 9 :

terdapat pada manusia, Sedangkan serotype 3 dan 4 didapati

pada hewan dan manusia, serta serotype 5,6, dan 7 didapati

hanya pada hewan.

Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat

food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi

penularan person to person.

Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa.

15

Page 5: BAB IV GEA

Parasit: - protozoa: Entemoeba histolytica, Giardia lamblia,

Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.

Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus.

Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai

mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.

Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite

dipengaruhi oleh umur, status nutrisi, endemisitas, dan status

imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis

dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau

tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat

terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan

manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan

anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan fatty

stools, nyeri perut dan gembung.

Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini

bervariasi, namun penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya

meningkat dengan bertambahnya umur, dan terutama pada laki-

laki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang

disebabkan oleh E.histolytica non patogenik. Amebiasis yang

simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten

sampai disentri yang fulminant.

Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang,

cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi

biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak

yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut

dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited.

Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh

seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan

reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten

terhadap beberapa jenis antibiotik.

16

Page 6: BAB IV GEA

Worm: A.lumbrocoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura,

S.strercoralis, cestodiasis dll.

Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat

cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.

Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada

berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai

manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus.

Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,

terutama jejunum, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili

dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.

Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum,

dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody

diarrhea dan nyeri abdomen.

Fungus: Kandida/moniliasis

2. Parenteral :

Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diarrhea:

E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.

Makanan:

Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung

logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium

perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus

lyticus dll.

Alergi: susu sapi, makanan tertentu.

Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,

laktosa, galaktosa), disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai

panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue

gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin

dan mineral.

17

Page 7: BAB IV GEA

b. Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia

(Bruton), penyakit grnaulomatose kronik, defisiensi IgA,

imunodefisiensi IgA heavycombinationa.

c. Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antacid dll.

d. Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi

terapi radiasi.

e. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati

diabetik)

4.4. Patofisiologi/Patomekanisme

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih

patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut: 1). Osmolaritas intraluminal

yang meninggi, disebut diare osmotik; 2). Sekresi cairan dan elektrolit

meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu,

malabsorbsi lemak; 4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit

aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6).

Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare

inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan

osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat

kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan

efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,

malabsorbsi glukosa/galaktosa.

Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya

sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada

diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang

banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan

puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek

enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit

yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs

garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).

18

Page 8: BAB IV GEA

Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini

didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan

penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.

Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di

enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport

aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini

disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga

menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan

motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.

Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan

permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi

membrane epitel spesifik pada usus halus.

Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini

disebabkan adanya kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga

terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit

kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus

halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis

ulseratif dan penyakit crohn).

Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering

dari diare. Dari sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-

invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri

noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri

tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera.

Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan

protein yang dapat menempel pada epitel usus, lalu membentuk adenosin

monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi

aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan

kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa

natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion

bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh

19

Page 9: BAB IV GEA

meninggginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion

bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian

larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.

4.8. Patogenesis

Dua hal umum yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut

karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).

Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri

terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas

faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis

seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup

lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.

Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp. terbukti

dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan

kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus

pada infeksi usus dapat memperpanjang waktu diare dan gejala penyakit,

serta mengurangi absorbsi elektrolit dan mengurangi kecepatan eliminasi

sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya

frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA, demikian

pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan

imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang

oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.

Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah

daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan

memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus.

Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat

menginduksi diare.

Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan

menjadi:

A. Infeksi Non-Invasi

20

Page 10: BAB IV GEA

Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare

sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh

bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak

mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01

atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap.

aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan

toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah

diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang

berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus,

sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik

AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam

lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan

kalium.

Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme

pompa Na tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion

HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya

absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3- dan Cl-). Kompensasi ini

dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara

aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air,

sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi

oralit per oral pada kolera. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa

air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak

(voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik

voluminal (watery diarrhea).

ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT)

dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus

halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim

adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan

E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.

21

Page 11: BAB IV GEA

Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan

keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip

enterotoksin kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.

B. Infeksi Invasif

Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare

inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC),

Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia,

C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile,

Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus

berupa nekrosis dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan

diare dapat bercampur dengan lendir dan darah. Walaupun demikian,

infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu

diare sekretorik. Pada pemeriksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel

eritrosit dan leukosit.

4.9. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik

tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung

kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah

banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorbsi, dan

dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon sering

berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah

dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif

datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen,

demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah

tergantung bakteri pathogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus

halus tidak invasive, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasive.

Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi

22

Page 12: BAB IV GEA

toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala

prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam.

Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan

kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang

tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan

Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen

yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan,

perut bergas dan kembung.

Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella,

dan organism yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile

dan enterohemorragic E.coli (serotype O157:H7) menyebabkan inflamasi

usus yang berat. Organism Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal

dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah,

menyerupai apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering

bermanifestasi sebagai diare, demam dan kadangkali kelumpuhan anggota

badan dan badan (Sindrome Guillain Barre). Kelumpuhan lumpuh pada

infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena

ketidaktahuan masyarakat.

Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi

epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism

yang menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti

enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa organism

sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V

parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi

mukosa usus; pasien karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare

berdarah dalam beberapa jam atau hari.

Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik

(TTP) dapat timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik

dan Shigella, terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan

bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter (arthritis, uretritis, dan

konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam

23

Page 13: BAB IV GEA

enteric, disebabkan Salmonella typhi atau Salmonella parathypi,

merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai

demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik,

diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas

karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia.

Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya

jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat,

dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal

ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing

kepala.

Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:

1) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor

kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok.

2) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak,

pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam

3) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang

ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku,

sianosis

Pemeriksaan Fisik

Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat

berguna dalam menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan

memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,

temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang

seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan

adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan

“clue” bagi penentuan etiologi.

24

Page 14: BAB IV GEA

Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit,

hitung jenis leukosit, kadar elektrolit serum,

2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan

mineral tubuh.

3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang

menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit

dewasa.

4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi

giardiasis dan tes serologic amebiasis

5) Rektoskopi atau sigmoidoskopi

Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan

hitung jenis leukosit normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi

bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki

leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul

pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare

akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses

rutin tidak menunjukkan adanya miroorganisme, maka diperlukan

pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu sesuai dengan

mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan

laboratorium rutin.

Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu

tubuh > 38,50C, adanya darah dan/atau lender pada feses, ditemukan

leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat

antibiotik.

Penentuan derajat dehidrasi

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:

1. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat

a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040

b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 – 1,032

25

Page 15: BAB IV GEA

c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 – 1,028

2. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)

Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal

Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi

3. Skor penilaian klinis dehidrasi Metode Daldiyono

Klinis Skor

Rasa haus/muntah 1

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1

Tekanan darah sistolik <60> 2

Frekuensi nadi >120 x/mnt 1

Kesadaran apatis 1

Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2

Frekuensi napas >30 x/mnt 1

Facies cholerica 2

Vox cholerica 2

Turgor kulit menurun 1

Washer womens hand 1

Ekstremitas dingin 1

Sianosis 2

Umur 50 – 60 tahun -1

Umur >60 tahun -2

4.10. Penatalaksanaan

Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa

komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa

pengobatan. Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau

mengobati sendiri dengan obat-obatan anti diare yang dijual bebas.

Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah

lebih dari 24 jam belum ada perbaikan dalam frekuensi buang air besar

ataupun jumlah feses yang dikeluarkan.

26

Page 16: BAB IV GEA

Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:

A. Rehidrasi

Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan

yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan

keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,

penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral

dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus

diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih praktis daripada

cairan intravena. Cairan oral antara lain: ringer laktat dll. Cairan

diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status

dehidrasi.

Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat

dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat.

Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5% dari BB. Sedang

bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien

kehilangan cairan 8-10% dari berat badan.

Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai

dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam – macam

pemberian cairan:

a. BJ plasma dengan rumus:

BJ plasma – 1,025

Kebutuhan cairan = ----------------------------- x Berat Badan x 4 ml

0,001

b. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.l.

skor

Kebutuhan cairan = ------------ x 10 % x kgBB x 1 liter

15

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan

cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih

atau sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena.

27

Page 17: BAB IV GEA

Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui

selang, nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya

pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah. Sedangkan

dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral

atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran

cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit

yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3.5 g NaCl, 2.5 g Natrium

bikarbonat dan 1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic, renalyte,

pharolit dll.

Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :

a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial); jumlah total kebutuhan

cairan menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan

langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat

mungkin.

b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan

berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan

rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono

kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.

c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan

cairan melalui tinja dan Insensible Water Loss (IWL).

B. Diet

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah

hebat. Pasien dianjurkan minum minuman sari buah, the, minuman tidak

bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup.

Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang

disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol

harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

C. Obat anti-diare

28

Page 18: BAB IV GEA

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling

efektif yaitu derifat opioid missal loperamid, difenoksilat-atropin dan

tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki

efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang

dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat

menimbulkan ensefalopati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya

harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi shigella)

bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan

penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite

3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c) obat

anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.

D. Obat antimikroba

Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self

limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik

tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan

pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare

turis, atau imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500

mg 2x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri patogen

invasive termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan

Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol

(trimetroprim/sulfametoksazol), 160/800 mg 2x/hari, atau eritromisin 250-

500 mg 4x/hari. Metronidazol 250 mg 3x/hari selama 7 hari diberikan bagi

yang dicurigai giardiasis.

4.11. Pencegahan

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,

penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini

termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya

selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah

pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena

makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

29

Page 19: BAB IV GEA

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan

makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan

diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air, air harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau

atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan

sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan,

saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.

Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat

digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging

dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi

dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan

dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel

terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,

tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,

vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin

kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan

untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70%

efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru

juga melindungi 7 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek

samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya

diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi

yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

4.12. Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi

utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena

kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi syok

hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial

mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.

30

Page 20: BAB IV GEA

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,

sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi

maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya

terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila

penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai

rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang

disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal

ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.

Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan

obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih

kontroversi.

4.13. Prognosis

Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya

sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti

kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak

dan pada lanjut usia. Pada negara Amerika Serikat, mortalits berhubungan

dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC

dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik

hemolitik.

31