GEA Responsi 3.docx
-
Upload
mega-malynda -
Category
Documents
-
view
159 -
download
13
Transcript of GEA Responsi 3.docx
REFERAT
GASTROENTEROLOGIS AKUT
(GEA)
Disusun oleh :
Mega Malynda, S.Ked 07700228
PEMBIMBING :
dr. Donny Valiandra, Sp.PD
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN/SMF ILMU
PENYAKIT DALAM
RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi
insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5
orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke
praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh
karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan
bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap
tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara
berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari
beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, M akasar dan Batam
yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae
01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella
typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.
1.2 Pembatasan Masalah
Referat ini hanya membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit Gastroenterologis Akut (GEA).
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk:
1. Memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis penyakit Gastroenterologis Akut (GEA).
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa
literatur.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak a,dalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.
2.2. Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta
penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama pada
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal
didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang
tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya
sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat
pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena
infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli,
dan Yersinia berkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan
makanan. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut
karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa
yang datang berobat ke rumah sakit.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan
antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi
pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.
2.3. Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-
sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting
yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit
pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang
menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery
diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi
mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan
dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan
aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa
usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin
memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam
sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1
dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan
perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-
uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang
masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth
lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin
serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin)
yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery
diarrhea
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak
langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan
feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan
air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to
person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus
halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan
heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan
proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui
person to person jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat
mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya
enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti
accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT).
Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan
mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
2. Parasit
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis
masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme
asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah
dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik,
diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas
rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan
gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik
yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari
kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan
asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa
diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada
penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita
AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang
lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
3. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan
dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
4. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa
dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan
perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea
dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
Tabel 2 :
Tipe Diare Yang Ditimbulkan
Oleh Enteropatogen (Modifikasi
dari 9) Enteropatogen
Acute Watery Dysentry Persistent
Bakteri :
V.cholerae
ETEC, EPEC
EIEC
EHEC
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
Shigella,Salmonella
C.jejuni,Y.enteroclitica
C.defficile
M.tuberculosa
Aeromonas
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Virus :
Rotavirus
Adenovirus (type 40,41)
Smaal Bowel Structured
virus
Cytomegalovirus
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Protozoa :
G.lamblia
E.histolytica
C.parvum
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatenensis
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Cacing :
Strongyloides stercoralis
Schistosoma spp
Capilaria philippinensis
Trichuris trichuria
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan
waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni,
Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara
berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V. cholerae
2.4. Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar
(diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian
besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya
sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus
besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk
tinja.
Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain,
misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara
mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu
henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan
makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain
terganggu.
2.5.Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi
mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan
infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V.
cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit,
serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi
sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis
pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita
HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat
menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:
Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery
diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang
bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01
atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus
15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang
berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan
kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium
dan kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa Na tidak terganggi,
karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh
meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.
Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-.
Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras
dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial
(watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT
bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang
terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan
E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan
menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare
yang singkat dan dahsyat.
Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri
invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V.
parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C.
difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan
lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi
sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan
leukosit.
Karakteristik Pada 3 Tipe Diare Akut
Karakteristik Inflamatory Non-Inflamatory Penetrating
Gambaran Tinja Berdarah, mukus
volume sedang
Leukosit PMN
Berair
Volume>>>
Leukosit (-)
Mukus
Volume sedikit
Leukosit MN
Demam + - +
Nyeri Perut + - ±
Dehidrasi + +++ ±
Tenesmus + - -
Komplikasi Toksik Hipovolemik Sepsis
(Zein, 2004)
2.6.Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare
atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja
manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari
manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui
aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare
sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam
yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair.
Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman
yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam
karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas
agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt,
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada
pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru-paru.
Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan
gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai
darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan
berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan
anamnesis/observasi bentuk diare.
Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan
nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis
akut.
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiter’s
syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella,
Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic
syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain
hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.
Tabel Epidemi Diare Akut
Sarana Bakteri Patogen
Air Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia, Cryptospordium
(termasuk makanan yang dicuci dengan air tersebut).
Makanan
Unggas Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Sapi, juice buah yg tidak
dipasteurisasi
Enterohemoragic escherichia coli
Babi Cacing pita (tape worm)
Sea food dan kerang V. cholerae non 01, V. parahaemolyticus; vibrio spp,
Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis A,B,C.
Keju, susu Listeria spp.
Telur Salmonella spp.
Mayoinase + makanan &
cream
Staphylococcus dan Clostridium
Nasi goreng Bacillus cereus
Berrie segar Cycklospora spp.
Sayuran atau buah-buahan
kaleng
Clostridium spp.
Kecambah Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Lingkungan
Hewan ke manusia Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium, Giardia spp.
Manusia ke manusia
(termasuk seksual kontak)
Semua bakteri enterik, virus, parasit.
Rumah sakit/antibiotik C. difficile
Kolam renang Giardia dan Crytosporodium spp.
Wisatawan asing E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Giardia,
Entamoeba histolytica.
2.7.Pemeriksaan Penunjang
Darah
- Darah perifer lengkap
- Ureum, kreatinin
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa
(pernafasan Kussmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa
(Giardia, E. histolytica)
Feses
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatory diarrhea;
parasit: amoeba bentuk tropozoit)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi, karena
dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif.
2.8.Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi
klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena
keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada
feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB).
Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
2.9.Penatalaksanaan
Terapi untuk GEA merupakan terapi untuk diare akut sebagai manifestasinya. (Farthing,
2008; DuPont, 1997)
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitif
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan,
tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak
diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan memakai cara:
BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor
sebagai berikut:
Pemeriksaan Skor
Rasa haus/muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma2
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
Turgor kulit menurun 1
Facies cholerica/wajah keriput 2
Ekstremitas dingin 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat
melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl
per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok
teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus
jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk
mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ
plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni
untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2. Memberikan terapi simptomatik
Obat anti diare:
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang
dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3
– 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas
dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui
efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia),Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak
dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari
dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces
boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan
keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
3. Memberikan terapi definitif
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40%
kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian
antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x
3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau
golongan Fluoroquinolon.
- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau
Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x
500 mg selama 14 hari.
- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau norfloxacin
oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.
- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-
50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama
5-7 hari.
- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.
- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr
selama 5 hari.
- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
- Virus: simptomatik dan suportif.
2.10. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak
sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-
14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karenaCampylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
2.11. Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
BAB III
Kesimpulan & Saran
3.1.Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi
bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
3.2.Saran
Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan
menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada
buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk
susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan
dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi,
setelah jatuh dan terkena kotoran ternak. Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare
infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu
efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif,
dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif
dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %,
hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid
oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Daftar Pustaka
1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
2. Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai Penerbit UI, 2000.
3. Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2007.
4. Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku: Text book of Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams & Wiekeins Philadelphia. USA. 2003.