LP DM+KAD

35
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS DENGAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM I. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS (DM) 1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009). 2. Etiologi Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut. Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang

description

DM + KAD

Transcript of LP DM+KAD

Page 1: LP DM+KAD

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS DENGAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

I. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS (DM)

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi

insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah

(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma

klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara

absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes

mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan

kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang

dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009).

2.     Etiologi

Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi

terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas

glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.

Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,

aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta,

penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi

insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa

keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.

Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia

lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena

mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan

penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi

Page 2: LP DM+KAD

terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum

dapat digolongkan ke dalam dua besar :

a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,

penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga

insulin tidak berfungsi dengan baik).

b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,

minum alkohol, dan lain-lain.)

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab

terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan

keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk

mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air

kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak

diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal

tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

3.     Klasifikasi

a.     Diabetes melitus tipe I

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui

proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:

1) Mudah terjadi ketoasidosis

2) Pengobatan harus dengan insulin

3) Onset akut

4) Biasanya kurus

5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda

6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4

7) Didapatkan antibodi sel islet

8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

b.      Diabetes melitus tipe II :

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

Page 3: LP DM+KAD

Karakteristik DM tipe II :

1) Sukar terjadi ketoasidosis

2) Pengobatan tidak harus dengan insulin

3) Onset lambat

4) Gemuk atau tidak gemuk

5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun

6) Tidak berhubungan dengan HLA

7) Tidak ada antibodi sel islet

8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

9) ± 100% kembar identik terkena

4.    Patofisiologi

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin

adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin

tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap

berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan

predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu

oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin

itu sendiri.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin

normal  tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang

sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi

meningkat

5.    Manifestasi Klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia

umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang

ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau

bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,

akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi

Page 4: LP DM+KAD

polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu

pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah

dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga

gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan

komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan

penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot

(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan

lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering

ditemukan adalah :

a. Katarak

b. Glaukoma

c. Retinopati

d. Gatal seluruh badan

e. Pruritus Vulvae

f. Infeksi bakteri kulit

g. Infeksi jamur di kulit

h. Dermatopati

i. Neuropati perifer

j. Neuropati viseral

k. Amiotropi

l. Ulkus Neurotropik

m. Penyakit ginjal

n. Penyakit pembuluh darah perifer

o. Penyakit koroner

p. Penyakit pembuluh darah otak

q. Hipertensi

Page 5: LP DM+KAD

6.    Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :

penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.

Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:

a.    Obat Hipoglikemik oral

1)  Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat

golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat

golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh

sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM

tipe II dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari

kelompok ini adalah:

(a) Glibenklamida (5mg/tablet).

(b) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).

(c) Glikasida (80 mg/tablet).

(d) Glikuidon (30 mg/tablet).

2)    Golongan Biguanid / Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki

ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat

tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.

3)  Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran

pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.

Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.

b.      Insulin

1)    Indikasi insulin

Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human

Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar

adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe

II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan

penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau

mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami

ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi

Page 6: LP DM+KAD

sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional

yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.

2)   Jenis Insulin

(a)Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink,

dan semilente.

(b)Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine

Hagerdon)

(c)Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc

Insulin)

Sedangkan unuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:

a.       Diet

Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah

mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak

melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang,

dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein.

Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan

tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi

karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.

b.      Olahraga

Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja

lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat

jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur

akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat

7.    Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah sewaktu

a. Kadar glukosa darah puasa

b. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

Page 7: LP DM+KAD

c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

8.    Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang

termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),

dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam

komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,

dislipidemia, dan hipertensi.

a.       Komplikasi akut

1)      Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada

jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive

terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)

b.      Komplikasi kronis:

1)  Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat

pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon

terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi

pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat

mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio

retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.

2)  Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular

yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.

Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.

Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

3)    Neuropati

Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang

paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.

4)  Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

Page 8: LP DM+KAD

5)   Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,

mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa

menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan

ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit

makrovaskular.

6)   Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan

sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki

mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan

makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,

iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.

7)   Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang

merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab

hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau

hipoglikemik oral.

II. KONSEP DASAR KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

A. Pengertian

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah suatu keadaan dimana terdapat

defisiensi insulin absolute atau relative dan peningkatan hormon kontra legulator

(glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan), yang menyebabkan

keadaan hipergilkemi (Brunner and Suddart, 2002).

Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan darurat akibat gangguan

metabolic diabetes mellitus berat yang disifati oleh adanya trias hiperglikemi,

asidosis, dan ketonemi (Adam, 2001). Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan

salah satu kompliasi akut DM akibat defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal

dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabkan kematian (Arif

Mansjoer, 2001).

Page 9: LP DM+KAD

B. Etiologi

Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya

jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.

2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis,

iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai

resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional),

terjadi peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin,

norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini

akan meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu

penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara

melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam

keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat

berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.

3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan

tidak diobati.

(Brunner and Suddart, 2002)

C. Patofisiologi dan Pathway

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak

cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting

pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan

berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.

Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk

mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan

glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis

osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan

dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat

kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium

serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)

menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah

Page 10: LP DM+KAD

menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda

keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal

akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila

bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolic

(Brunner and Suddart, 2002)

Pathway

Page 11: LP DM+KAD

D. Tanda dan Gejala

1. Poliuria

2. Polidipsi

3. Penglihatan kabur

4. Lemah

5. Sakit kepala

6. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau >

pada saat berdiri)

7. Anoreksia, Mual, Muntah

8. Nyeri abdomen

9. Hiperventilasi

10. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)

11. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)

12. Terdapat keton di urin

13. Nafas berbau keton

14. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic

15. Kulit kering

16. Keringat dingin

17. Pernapasan kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisa darah

Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu

pH rendah (6,8 -7,3)

PCO2 turun (10 – 30 mmHg)

HCO3 turun (<15 mEg/L)

Keton serum positif, BUN naik

Kreatinin naik

Ht dan Hb naik

Leukositosis

Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330

mOsm/l

Page 12: LP DM+KAD

2. Elektrolit dalam darah

Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan

yang hilang (dehidrasi).

Fosfor lebih sering menurun

3. Urinalisa

Leukosit dalam urin

Glukosa dalam urin

4. EKG gelombang T naik

5. MRI atau CT-scan

6. Foto thorax

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

Pertahankan jalan nafas

Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker

Jika syok berikan larutan isotonik (normal saline 0,9%) 20cc/kgBB

Bila terdapat penuruna kesadaran perlu pemasangan naso gastrik tube

untuk menghindari aspirasi lambung.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Penilaian klinis awal : pemeriksaan fisik (BB, TD, tanda sidosis,

GCS, derajat dehidrasi), dan konfirmasi biokimia (analisa darah dan

urinalisa), (Dunger DB, 2004).

Pemantauan status volume cairan : pemeriksaan TTV (termasuk

memantau perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi

jantung), pengkajian paru, dan pemantauan asupan serta haluan

cairan.

Pemantauan kalium

(Brunner and Suddart, 2002)

3. Penatalaksanaan Medis

Elekrtolit :

Kadar potasium mulai menurun saat diberikan insulin, oleh

karena itu pemberian potasium dimulai saat dimulainya

pemberian insulin, terkecuali pada penderita dengan kadar

potasium > 6,0 mEg/L, mereka yang anuri dan penderita gagal

Page 13: LP DM+KAD

ginjal kronik yang biasanya sudah disertai poatsium serum yang

tinggi. Potasium diiberikan dengan dosis 10 – 30 mEg/jam,

semakin rendah kadar potasium serum semakin besar dosis yang

diberikan sambil memantau kadar dalam serum. Kadar potasium

serum harus dipertahankan >3,5 mEg/L.

Pemberian sodium bikarbonat diberikan saat pH <7,0, kadar

bikarbonat <5,0 mEg/L, hiperkalemia berat >6,5 mEg/L.

Pemberian bikarbonat dosis 100 – 250 mEg dalam 100 – 250 ml

0,45%NaCl, diberikan antara 30 – 60 menit. Pemberian

bikarbonat harus disertai dengan pemantauan pH arteri, dan

dihentikan apabila pH >7,1.

(Adam JMF, 2002)

Rehidrasi : NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya

hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya

diperlukan 1 – 2 liter dalam jam pertama, bila kadar glukosa <200

mg% maka perlu diberikan larutan ynag mengandung glukosa

(dektrosa 5% atau 10%).

Insulin : baru diberikan pada jam kedua. Sepuluh unit diberikan

bolus intravena, disusul dengan infus larutan insulin regular dengan

laju 2 – 5 U/jam. Sebaiknya larutan %U insulin dalam 50 ml NaCl

0,9%, bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju

tetesnya secara terpisah. Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl

atau kurang, laju insulin dikurangi menjadi 1 – 2 U/ jam dan larutan

rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan

lagi, diberikan sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa

porsi. Insulin regular diberikan subkutan 3 kali sehari secara bertahap

sesuai kadar glukosa darah.

Pemberian antibiotika yang adekuat.

Pemberian oksigen : bila PO2 <80 mmhg.

Heparin : bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).

(Arif Mansjoer, 2001)

G. Komplikasi

Page 14: LP DM+KAD

1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)

Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi

yang berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler

paru.

2. DIC (disseminated intravascular coagulation)

3. Edema otak

Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus

menerus akan beresiko terjadinya edema otak.

4. Gagal ginjal akut

Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.

5. Hipoglikemia dan hiperkalemia

Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebiahan dan tanpa

pengontrolan.

III. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian KAD pada KGD didasarkan pada prinsip – prinsip skala

prioritas: Airway (A), Breating (B), Circulation (C), dan pengkajian esensial

yang lain.

1. Anamnesa

2. Keluhan utama

Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Polifagi; lemas,

luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab

tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau

retinophati, serta penyakit pembuluh darah.

3. Riwayat penyakit sekarang

Berapa berat keluhan yang dirasakan

4. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis. Penyakit

hipertensi dan pankreatitis kronik.

5. Riwayat penyakit keluarga

DM dan penyakit jantung pada anggota keluarga.

6. Riwayat psikososial spiritual

Page 15: LP DM+KAD

Persepsi klien tentang penyakitnya

Apakah penyakit tersebut menggangu jiwanya

Pengkajian pola fungsional

1. Aktivitas / istirahat

S : lemah, lelah, kejang otot, gangguan istirahat tidur

O : Takhikardi, tachipneu saat istirahat / aktifitas, koma, penurunan

kekuatan otot.

2. Sirkulasi

S : Riwayat hipertensi, penyembuhan luka yang lambat

O : Takhikardi, hipertensi, penurunan nadi, disritmia, kulit kering

3. Eliminasi

S : Poliuri, nokturia, nyeri BAK, diare

O : Oliguri/ anuri, urin keruh, bising usus turun

4. Makanan/ cairan

S : Anoreksia, mual, muntah, haus

O : Kulit kering, turgor turun, distensi abdomen, muntah

5. Respirasi

S : Batuk dengan atau tanpa sputum

O : Takhikardi, nafas kusmaul, nafas bau aseton

6. Neurosensori

S : Pusing, nyeri kepala, mati rasa, kelemahan otot, paratesia, gangguan

penglihatan

O : Disorientasi, letargi, stupor, koma, gangguan memori, kejang

7. Keamanan

S : Kulit kering, ulserasi kulit

O : panas, diaporesis, kulit pecah, penurunan ROM

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun,

2. Sistem pernafasan

Nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru.

3. Sistem integument

Turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering.

Page 16: LP DM+KAD

4. Sistem kardiovaskuler

Hipertensi

5. Sistem gastrointestinal

Nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia

6. Sistem neurologi

Sakit kepala, kesadaran menurun

7. Sistem penglihatan

Penglihatan kabur

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d dilatasi lambung ditandai dengan

asidosis metabolik.

2. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d peningkatan respirasi ditandai

dengan pernafasan kusmaul.

3. Gangguan keseimbangan cairan b/d dehidrasi ditandai dengan poliuri.

4. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

asidosis metabolik ditandai mual, muntah, anoreksia.

5. Gangguan persepsi sensori b/d viscositas mata turun ditandai dengan

penglihatan kabur.

6. Intoleransi aktifitas b/d dehidrasi ditandai dengan kelemahan dan sakit

kepala.

7. Resiko cedera b/d suplai O2 ke otak turun ditandai dengan kesadaran

menurun.

C. Rencana Tindakan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d dilatasi lambung ditandai

dengan asidosis metabolik.

Tujuan : Nyeri berkurang / hilang

KH : Nyeri berkurang hingga level terrendah

Intervensi :

a. Kaji nyeri, intensitas, karakteristik, skala, waktu

b. Monitor TTV

Page 17: LP DM+KAD

c. Anjurkan kurangi aktifitas yang dapat memperberat nyeri

d. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

e. Lakukan distraksi nyeri

f. Monitor keadaan umum klien

g. Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik

Rasional :

a. Mengidentifiakasi karakteristik nyeri merupakan faktor esensial

b. Observasi TTV dapat mengetaui keadaan umum klien

c. Penggunaan aktifitas dapat mengurangi nyeri

d. Nafas dalam adalah teknik relaxasi

e. Distraksi nyeri dapat menurunkan rangsangan nyeri

f. Keadaan umum klien dapat digunakan untuk indicator respon

g. Kolaborasi dapat mempercepat kesembuhan klien

2. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d peningkatan respirasi

ditandai dengan pernafasan kusmaul

Tujuan : Pola nafas teratur

KH : Pertahanan pola nafas efektif, tampak rilex, frekuensi nafas

normal, nafas kusmaul.

Intervensi :

a. Kaji pola nafas tiap hari

b. Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul

c. Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton

d. Pastikan jalan nafas tidak tersumbat

e. Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler

f. Berikan bantuan oksigen

g. Kaji Kadar AGD setiap hari

Rasional :

a. Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa,

status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan.

Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan

faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh

b. Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum

berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan

kemampuan menelan

Page 18: LP DM+KAD

c. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang

menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan

ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan

pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus

terkoreksi

d. Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan

nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan

jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi

e. Pada posisi semi fowler paru – paru tidak tertekan oleh diafragma

f. Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan

respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup

dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan

level CO2

g. Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk

evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan

oksigen

3. Gangguan keseimbangan cairan b/d dehidrasi ditandai dengan

poliuri

Tujuan : Kekurangan cairan teratasi

KH : TTV dalam batas normal, pulse perifer dapat teraba,

turgor kulit dan capillary refill baik , keseimbangan urin output, kadar

elektrolit normal

Intervensi :

a. Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare

b. Pantau tanda vital

c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana

mukosa

d. Ukur BB tiap hari

e. Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine

f. Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr

g. Kolaborasi

Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose

Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K

Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral

Page 19: LP DM+KAD

Berikan Bikarbonat

Pasang selang NG dan lakukan penghisapan

Rasional :

a. Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi

mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan

IWL

b. Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan

takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat

ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg

dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri

c. Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat

d. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang

sedang berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan

pengganti

e. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi

ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan

f. Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi

g. Kolaborasi

Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan

cairan dan respon pasien individual

Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel

(diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasi berat

atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron. Hiperkalemia

sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui

urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang

Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV.

Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl

berlebih dari cairan lain

Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis

Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah

4. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

asidosis metabolik ditandai mual, muntah, anoreksia

Tujuan : Nutrisi adekuat

Page 20: LP DM+KAD

KH : Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat,

menunjukkan tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau

penambahan sesuai rentang normal

Intervensi :

a. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi

b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan

dengan makanan yang dihabiskan

c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut

kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna,

pertahankan puasa sesuai indikasi

d. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan

pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi

e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi

f. Observasi tanda hipoglikemia

g. Kolaborasi :

Pemeriksaan GDA dengan finger stick

Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3

Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi

Berikan larutan dekstrosa dan setengah saline normal(0,45%)

Rasional :

a. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi

dan utilitasnya

b. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan

terapetik

c. Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat

menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus

paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.

d. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan

fungsi gastrointestinal baik

e. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan

nutrisi pasien

f. Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme

karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin , hal

Page 21: LP DM+KAD

ini secara potensial dapat mengancam kehidupan sehingga harus

dikenali

g. Kolaborasi:

Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine

untuk mendeteksi fluktuasi

Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol

Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan

menurunkan insiden hipoglikemia

Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula

darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat

mendekati normal perawatan harus diberikan untuk

menhindari hipoglikemia

5. Gangguan persepsi sensori b/d viscositas mata turun ditandai

dengan penglihatan kabur

Tujuan : Klien mampu beradaptasi dengan situasi

keterbatasan sensori penglihatan.

KH : Klien mampu mengenal lingkungan secara maksimal.

Intervensi :

a. Kaji ketajaman penglihatan

b. Identifikasi perbedaan lapangan pandang.

c. Orientasikan klien dengan lingkungan sekitarnya

Rasional :

a. Mengetahui sejauh mana gangguan ketajaman yang timbul

b. Mengetahui jarak lapang pandang klien sehinga dapat

meminimalkan terjadinya cedera

c. Meminimalkan klien cedera terhadap barang – barang yang

berada di sekitarnya

6. Intoleransi aktifitas b/d dehidrasi ditandai dengan kelemahan dan

sakit kepala

Tujuan : Kelemahan terhadap aktifitas minimal

KH : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap

aktifitas, mandiri dalam perawatan diri

Intervensi :

a. Monitor aktiitas, keluhan tentang kelemahan yang dirasakan

Page 22: LP DM+KAD

b. Evaluasi respon klien terhadap aktifitas

c. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

d. Anjurkan untuk mengurangi aktifitas, untuk menghemat energi

e. Dekatkan alat – alat dan kebutuhan klien

f. Diskusikan cara yang nyaman dalam perubahan posisi dari tidur,

duduk dan berdiri

g. Libatkan keluarga dalam perawatan dan pemenuhan kebutuhan

klien

Rasional :

a. Monitor aktifitas dan keluhan tentang kelemahan dapat

memudahkan intervensi berikutnya

b. Evaluasi respon terhadap aktifitas dapat diketahui sejauh mana

tingkat aktifitas klien

c. Lingkungan yang tenang dapat membuat klien nyaman

d. Pengurangan aktifitas dapat menghemat energi

e. Dengan didekatkannya alat – alat kebutuhan klien maminimalkan

terjadinya cedera

f. Perubahan posisi dapat meminimalkan terjadinya kram otot dan

membuat klien nyaman (meminimalkan nyeri kepala)

g. Keluarga sangat berpengaruh terhadap kesembuhan klien

7. Resiko cedera b/d suplai O2 ke otak turun ditandai dengan

kesadaran menurun

Tujuan : Tidak terjadi cedera

KH : Kesadaran composmentis, suplai O2 k otak terpenuhi

Intervensi :

a. Kaji tingkat kesadaran klien

b. Kaji faktor-faktor resiko yang mungkin timbul

c. Kaji tanda-tanda vital

d. Berikan lingkungan yang nyaman, bersih dan kering

Rasional :

Page 23: LP DM+KAD

a. Perubahan/dinamika derajad kesadaran dipengaruhi oleh level

dehidrasi, racun keton dan keseimbangan asam-basa sebagai

akumulasi gejala penyakit diabetik(hiperosmolar).

b. Resiko jatuh, resiko terluka dan resiko kerusakan jaringan kulit

merupakan hal yang perlu diperhatikan.

c. Tanda vital merupakan patokan umum kondisi dan keparahan

penyakit yang munkin muncul.

d. Resiko cidera dapat diakibatkan benda-benda tajam dan

berbahaya, adanya tempat tidur yang basah atau kotor serta tidak

rapi serta pengaman yang kurang kuat.

Page 24: LP DM+KAD

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media

Aesculpius.: Jakarta.

2. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC:

Jakarta.

3. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry

Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

4. Price, Sylvia. 1990. Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit . EGC:

Jakarta

5. Ikram, Ainal,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada

Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

6. Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien

Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.  Jakarta : EGC.

7. Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6

alih bahasa YasminAsih. Jakarta : EGC.

8. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I

Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.