Presus Oem Kad

43
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS Nama : Ny. A Umur : 28 tahun Jenis kelamin : perempuan Alamat : Kel. Jatiluhur RT 3 RW 2 Kec. Rowokele Ka. Keumen A!ama : "slam #tatus : menikah $eker%aan : iu rumah tan!!a Tan!!al masuk R# : & 'ei 2()* No.+' : 2&,,,- II. ANAMNESIS (Alloanamnesis tanggal 8 Mei 2014 jam 10.15 i I!U" ). Keluhan utama : keluar cairan ari lian! telin!a kanan 2. Keluhan tamahan : nyeri telin!a kanan/ penurunan pen en!aran/ penurunan kesa aran nyerikepala/ mual/ muntah/ an a an lemas. 3. Riwayat penyakit sekaran! : $asien atan! iantar keluar!anyake "01 R# $KU 'uhamma iyah 0omon! pa a tan!!al & 'ei 2()* %am (8.(( en!an keluhan utama keluar cairan ari lian! telin!a kanan se%ak seelum masuk R#. +airan terseut erwarna putih kental/ er keluar terus menerus. Keluhan lain yaitu nyeri an penurunan pen en! telin!a kanan. #aat atan! ke "01 pasien alam kon isi sa ar penuh. er asarkan keteran!an ari ayahnya/ semin!!u seelum masuk R# pasien men!alami emam. #ekitar 2 hari seelum masuk R# pasien men!eluh nyeri kepala/ mual/ muntah/ an a an lemas. $asien irawat an!sal arokah an men!alami penurunan kesa aran tan!!al , 'ei 2()* %am (,.)& lalu ipin ah ke "+U. Ke%an! . *. Riwayat $enyakit 1ahulu a. Riwayat tekanan arah tin!!i : isan!kal .Riwayat 1' : isan!kal c. Riwayat penyakit %antun! : isan!kal . Riwayat penyakit !in%al: isan!kal )

description

interna

Transcript of Presus Oem Kad

BAB I

STATUS PASIENI. IDENTITAS

Nama

: Ny. AUmur

: 28 tahun

Jenis kelamin

: perempuanAlamat

: Kel. Jatiluhur RT 3 RW 2 Kec. Rowokele

Kab. KebumenAgama

: Islam

Status

: menikah

Pekerjaan

: ibu rumah tanggaTanggal masuk RS: 5 Mei 2014No.CM

: 256669II. ANAMNESIS (Alloanamnesis tanggal 8 Mei 2014 jam 10.15 di ICU)1. Keluhan utama: keluar cairan dari liang telinga kanan2. Keluhan tambahan : nyeri telinga kanan, penurunan pendengaran, penurunan kesadaran nyeri kepala, mual, muntah, dan badan lemas.3. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RS PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 5 Mei 2014 jam 08.00 dengan keluhan utama keluar cairan dari liang telinga kanan sejak dua hari sebelum masuk RS. Cairan tersebut berwarna putih kental, berbau dan keluar terus menerus. Keluhan lain yaitu nyeri dan penurunan pendengaran telinga kanan. Saat datang ke IGD pasien dalam kondisi sadar penuh. Berdasarkan keterangan dari ayahnya, seminggu sebelum masuk RS pasien mengalami demam. Sekitar 2 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh nyeri kepala, mual, muntah, dan badan lemas. Pasien dirawat di bangsal Barokah dan mengalami penurunan kesadaran tanggal 6 Mei 2014 jam 06.15 lalu dipindah ke ICU. Kejang -.4. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat tekanan darah tinggi: disangkalb. Riwayat DM

: disangkal

c. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

d. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

e. Riwayat stroke

: disangkal

f. Riwayat penyakit telinga

: disangkalg. Riwayat penyakit cacar air: sebulan yang lalu

h. Riwayat alergi

: disangkali. Riwayat operasi

: seksio sesarea 4 Januari 2014; rehecting post SC 17 Januari 2014j. Riwayat pengobatan

: belum pernah mengkonsumsi obat DM

belum pernah berobat untuk keluhan telinganya

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat tekanan darah tinggi: nenek pasienb. Riwayat DM

: disangkal

c. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

d. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

e. Riwayat penyakit stroke

: nenek pasien6. Riwayat Sosial Ekonomia. Diet

Sebelum pasien sakit, biasanya pasien makan 3 kali dalam sehari dan tidak rutin mengkonsumsi sayur dan buah. Kebiasaan makan makanan manis tidak diketahui.b. Drug

Pasien tidak pernah meminum obat untuk DM dan belum pernah berobat untuk keluhan telinganya.c. KebiasaanKebiasaan mengorek telinga tidak diketahui.III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 8 Mei 2014 jam 10.15 di ICU)Keadaan umum

: tampak lemahKesadaran/ GCS

: apatis/ E2 M4 V2Vital sign

: Tekanan darah: 98/67 mmHg

Nadi

: 112 x/menit, reguler

Frekuensi pernapasan: 23 x/menit, reguler

Suhu

: 36,5 0C per aksilaTinggi badan

: 155 cm

Berat badan

: 43 kg

Indeks massa tubuh: 17,89 kg/m2 (underweight)A. Status Generalis

1. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala: mesocephal, simetris, venektasi temporal (-)Rambut : warna hitam, tak mudah dicabut, distribusi merataMata : simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,

refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mmHidung

: discharge -/-, deformitas -/-Mulut

: bibir sianosis -2. Pemeriksaan telinga

a. Auricula

DEKSTRA

SINISTRATumor

(-)

(-)Hematom

(-)

(-)Tragus pain

(+)

(-)Antitragus pain

(+)

(-)b. Meatus acusticus eksternusDEKSTRA

SINISTRAEdema

(+)

(-)

Hiperemis

(+)

(-)Serumen

(-)

(-)Otorea

Sekret mukopurulen (+) (-) Jaringan nekrotik

(+)

(-)Ulkus

(+)

(-)

c. Membran timpani

DEKSTRA

SINISTRARefleks cahaya

sulit dinilai

(+)Intak/tidak

kesan intak

intakHiperemis

sulit dinilai

(-)d. Retroauricula

DEKSTRA

SINISTRAHiperemis

(-)

(-)Nyeri tekan

(-)

(-)

Gambar 1. Ulkus disertai jaringan nekrotik yang tertutup sebagian sekret mukopurulen di meatus akustikus eksternus dekstra

3. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfonodi, JVP 5+2 cm H2O, kaku kuduk (-)4. Pemeriksaan thoraks

a. Paru

Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-)Palpasi : fokal fremitus paru kanan = paru kiri

ketinggalan gerak (-)

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi: SD vesikuler +/+, RBH -/-, RBK -/-, Wheezing -/-b. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

ictus cordis kuat angkat (-)Perkusi: batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kanan bawah SIC IV LMCD

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)

5. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi

: datarAuskultasi: bising usus (+) normalPerkusi : timpaniPalpasi

: supel, nyeri tekan -, turgor kulit < 1 detik6. Pemeriksaan ekstermitas

Superior : edema (-/-), pucat (-/-), sianosis (-/-), capillary refill S2, regular, murmur (-), gallop (-)

Auricula dekstra: sekret mukopurulen +, CAE edem + hiperemis +

Laboratorium

Jam 09.52 Hb 12,8 g/dl; Leukosit 15.360 /ul; Ht

38,9%; Trombosit 526.000/ul; GDS 426 mg/dl; Widal S. typhi H -, O +1/80

A : Ketoasidosis diabetik, otitis media akut dextra O2 3 lpm (nasal kanul)

IVFD NaCl 0,9% loading 500cc lanjut 20 tpm

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Ondansentron 3x4 mgInj. Dexamethason 3x5 mgParacetamol 3x500 mg (prn)Betahistin 3x6 mg (prn)Insulin 4 iu (iv)

Cek GDS ulang 3 jam

SELASA, 6/5/2014

Jam 06.15 (Barokah)S : penurunan kesadaran, badan lemas, nyeri dan

keluar cairan di telinga kanan.O : KU: tampak lemah. Kesadaran : somnolen.

GCS : E3 M5 V4

Vital sign : TD : 100/70 mmHg N: 100 x/menit

RR: 28 x/menit Suhu 37,4 oC

Auricula dekstra: sekret mukopurulen +, CAE edem + hiperemis +

Laboratorium

Jam 06.15 GDS 589 mg/dlJam 08.36 Urin Rutin

Warna: kuning muda jernih, pH 5, berat jenis 1,020, leukosit -, nitrit -, protein ++, reduksi +++, keton +++, urobilinogen normal, bilirubin -, darah +/-. Sedimen urin leukosit 1-2/lpb, eritrosit > 200/lpb, epitel skuamosa +1, kristal -, silinder -

Jam 13.43 GDS > 600 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik, otitis media akut dextra

Jam 14.00 (ICU)

S: Penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan

O: Kesadaran : Coma GCS: E1 M1 V1

Vital sign : TD : 99/60 mmHg N: 135 x/menit

RR: 27x/menit Suhu 36,0 oC

Auricula dekstra: sekret mukopurulen +, CAE edem + hiperemis +, membran timpani sulit dinilai.

Laboratorium

Jam 16.12 GDS 520 mg/dlJam 17.10 Urin Rutin

Warna: kuning keruh, pH 6, berat jenis 1,020, leukosit -, nitrit -, protein +++, reduksi ++, keton ++, urobilinogen normal, bilirubin -, darah +++. Sedimen urin leukosit 1-2/lpb, eritrosit 2-3/lpb, epitel skuamosa +1, kristal -, silinder Jam 19.00 GDS 268 mg/dl

Jam 23.00 GDS 95 mg/dl

A : Ketoasidosis diabetik, otitis media akut dextraO2 3 lpm (nasal kanul)

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Ondansentron 3x4 mg

Inj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Metronidazol 3x500 mg (drip)

Inj. Insulin sliding scale per 6 jam mulai 15 iu (subkutan)

Inj. Dexamethason stop

Paracetamol 3x500 mg (prn)Betahistin 3x6 mg (prn) Pasang DC, NGT

Pasang BSM.

Inj. insulin 20 iu (subkutan)

Saran: masuk ICU

Konsul Sp THT dan Sp PD

Instruksi Sp PD dan Sp THT

O2 3 lpm (nasal kanul)IVFD NaCl 0,9% loading 1 liter lanjut 20 tpm

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Ondansentron 3x4 mg

Inj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Metronidazol 3x500 mg

Paracetamol 3x500 mg (prn)Betahistin 3x6 mg (prn)Reguler Insulin 50 iu dalam 50 cc NaCl 0,9% (syringe pump) kecepatan 4 cc/jam ( cek GDS perjam Jika GDS 250 mg/dl ( 2 cc/ jam

Spooling NaCl 0,9%, tampon betadin + salep klorampenikol + hidrokortison 2,5% 3x/hari

RI 1,7 cc/ jam

RI stop

RABU, 7/5/2014 (ICU)

Jam 11.00

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan.O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E3 M5 V3

Vital sign :

TD : 115/88 mmHg N: 102 x/menit

RR: 18 x/menit Suhu 36,8 oC

Auricula dekstra: sekret mukopurulen +, CAE edem + hiperemis +, membran timpani kesan intak.Edema ekstrimitas bawah +/+Laboratorium

Jam 03.00 GDS 119 mg/dlJam 06.29 GDS 161 mg/dl; Ureum 76 msg/dl;

Kreatinin 2 mg/dl; Albumin 2,7 mg/dl Jam 07.25 GDS: 119 mg/dl

A : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna

maligna dekstra, hipoalbuminO2 3 lpm (nasal kanul)IVFD RL 20 tpm

Inj. Rantidin 2x50 mg

Inj. Ondansentron 3x4 mg

Inj. Ciprofloxacin 2x400 mg (drip)

Inj. Ceftriaxon & metronidazol stop

Paracetamol 3x500 mg (prn)Betahistin 3x6 mg (prn)Spooling NaCl 0,9%, tampon betadin + salep klorampenikol 3x/hari (auricula dextra)Jika GDS 250 mg/dl ( RI 2 cc/ jam

KAMIS, 8/5/2014 (ICU)

Jam 10.00

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan.O : KU : tampak lemah, gelisah. Kesadaran : apatis GCS: E2 M4 V2

Vital sign : TD : 98/67 mmHg N: 112 x/menit

RR: 23x/menit Suhu 36,5 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik +, sekret mukopurulen +, CAE terbuka + hiperemis +, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis. Edema ekstrimitas bawah +/+Jam 07.50 GDS > 600 mg/dlJam 10.00 GDS 563 mg/dl, leukosit 10.600/ uL

Jam 14.00 GDS 188 mg/dlJam 18.00 GDS 181 mg/dlJam 23.00 GDS 251 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna

maligna dekstra (perbaikan), hipoalbumin O2 3 lpm (nasal kanul) IVFD RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Ondansentron stopInj. Ciprofloxacin 2x400 mg

Paracetamol 3x500 mg (prn)Betahistin 3x6 mg (prn)Spooling NaCl 0,9%, tampon betadin + salep klorampenikol 3x/hari (auricula dextra)Cek GDS per 4 jam

RI 4 cc/jamRI 3,7 cc/jam

RI 1,2 cc/jam

RI 1,2 cc/jam

RI 1,6 cc/jam

JUMAT, 9/5/2014 (ICU)

Jam 16.00

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan.O : KU : tampak lemah, gelisah. Kesadaran : apatis GCS: E3 M5 V2 Vital sign : TD : 102/75 mmHg N: 101 x/menit

RR: 23x/menit Suhu 36,3 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik +, sekret mukopurulen +, CAE terbuka + hiperemis +, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis. Edema ekstrimitas bawah +/+

LaboratoriumJam 03.00 GDS 93 mg/dl

Jam 07.00 GDS 241 mg/dlJam 10.40 GDS 265 mg/dlJam 15.00 GDS 244 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra, hipoalbumin O2 3 lpm (nasal kanul) IVFD RL 20 tpm

Inj. Ciprofloxacin 2x400 mg

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. RI 4x8 iu (subkutan)

Paracetamol 3x500 mg (prn)

Betahistin 3x6 mg (prn)Rawat luka dg kassa yang dibasahi NaCl 0,9% 500 cc + gentamisin 2 amp 3x/hariCek GDS per 6 jam

SABTU, 10/5/2014 (ICU)

Jam 13.00

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan.O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E3 M5 V2 Vital sign : TD : 122/90 mmHg N: 127 x/menit

RR: 20x/menit Suhu 35,4 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik +, sekret mukopurulen +, CAE terbuka + hiperemis +, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekstrimitas atas & bawah +/+

Dekubitus + di regio vertebraeLaboratorium

Jam 23.00 GDS 440 mg/dl

Jam 05.30 GDS 376 mg/dlJam 11.40 GDS 384 mg/dl, ureum 169 mg/dl,

kreatinin 3,8 mg/dlJam 17.00 GDS 397 mg/dl

Jam 23.00 GDS 118 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus, nefropati DMO2 3 lpm (nasal kanul) IVFD RL 20 tpm

Inj. Lasix 1x1 amp jika TD 110/80

Inj. RI 4x10 iu (subkutan) jika GDS 150 mg/dl

Paracetamol 3x500 mg (po)

Betahistin 3x6 mg (po)

Rawat luka dg kassa yang dibasahi NaCl 0,9% 500 cc + gentamisin 2 amp 3x/hari

Konsul Sp THT:

Urin tampung perhari

Bila mungkin (tidak ada kontraindikasi) ( inj. Lasix (usul)

Konsul Sp PD:

RI 4x10 iu (subkutan)

Cek GDS per 6 jam

Usul: mengganti antibiotik yang relatif aman untuk nefropati

MINGGU, 11/5/2014 (ICU)

Jam 13.30

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan.O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E3 M5 V2 Vital sign : TD : 121/87 mmHg N: 114 x/menit

RR: 18x/menit Suhu 36,6 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekstrimitas atas & bawah +/+

dekubitus + di regio vertebrae

Laboratorium

Jam 06.00 GDS 366 mg/dlJam 13.00 GDS 301 mg/dl

Jam 19.30 GDS 305 mg/dl A : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus, nefropati DMO2 3 lpm (n.k.)

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

Inj. Ciprofloxacin 2x400 mg

Inj. Rantin 2x50 mgInj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI 4x10 IU (jika GDS 150)Paracetamol 3x500 mg (po)

Betahistin 3x6 mg (po)

Cek GDS per 6 jam

Rawat luka dg kassa yang dibasahi NaCl 0,9% + gentamisin 2 amp 3x/hari

Pindah ruang Barokah jam 13.00

Monitoring keadaan umum, kesadaean, vital sign dengan bedside monitor

SENIN, 12/5/2014 (BAROKAH)

Jam 05.00

S : penurunan kesadaran, gelisah, nyeri, keluar cairan di telinga kanan.O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E2 M4 V2 Vital sign : TD : 101/74 mmHg N: 90 x/menit

RR: 24x/menit Suhu 36,5 oCAuricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekstrimitas atas & bawah +/+

dekubitus + di regio vertebrae Laboratorium

Jam 05.00 GDS > 600 mg/dl

Jam 07.18 GDS > 600 mg/dl

Jam 13.30

S : penurunan kesadaran, gelisah, nyeri, keluar cairan di telinga kanan.O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E3 M5 V2 Vital sign : TD : 122/90 mmHg N: 90 x/menit

RR: 20x/menit Suhu 36,8 oCAuricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekstrimitas atas & bawah +/+

dekubitus + di regio vertebraeLaboratorium

Jam 13.15 GDS 349 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus, nefropati DMIVFD NaCl 0,9% loading 1 literRI 10 iu subkutan

Cek 1 jam kemudian

Konsul Sp PD :

Inj. RI 4x12 iu (subkutan)

Cek GDS per 6 jam

O2 3 lpm (n.k.)

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

Inj. Ciprofloksasin 2x400 mg

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI 4x12 iu (subkutan)

Paracetamol 3x500 mg (po)

Betahistin 3x6 mg (po)

Cek GDS per 6 jam

Rawat auricula dextra dg kompres gentamisin 3x/hari

SELASA, 13/5/2014 (BAROKAH)

Jam 13.30

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan.O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E3 M4 V2

Vital sign : TD : 120/90 mmHg N: 96 x/menit

RR: 24x/menit Suhu 37 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekst atas & bawah +/+ berkurang dekubitus + di regio vertebrae berkurang

LaboratoriumJam 10.00 GDS 438 mg/dl

A : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus (perbaikan), nefropati DMO2 3 lpm (n.k.)

IVFD NaCl 0,9% 20 tpmInj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Ciprofloksasin tunda

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI 4x12 iu

Paracetamol 3x500 mg (po)

Betahistin 3x6 mg (po)

Cek GDS per 12 jam

Rawat auricula dextra dg kompres gentamisin 3x/hari

RABU, 14/5/2014 (BAROKAH)

Jam 13.30

S : penurunan kesadaran, nyeri, keluar cairan di

telinga kanan (berkurang)O : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatis

GCS: E3 M4 V2

Vital sign : TD: 115/85 mmHg N: 105 x/menit

RR: 20x/menit Suhu 36,7 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekst atas & bawah +/+ berkurangdekubitus + di regio vertebrae berkurang LaboratoriumJam 09.52 GDS 215 mg/dlJam 13.00 GDS 438 mg/dl

A : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus (perbaikan), nefropati DMIVFD NaCl 0,9% 20 tpmInj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI 4x12 iu

Paracetamol 3x500 mg (po)

Betahistin 3x6 mg (po)

Rawat auricula dextra dg kompres gentamisin 3x/hari

KAMIS, 15/5/2014 (BAROKAH)

Jam 13.30

S : keluar cairan di telinga kanan (berkurang)O : KU : tampak lemah Kesadaran : composmentis

GCS: E4 M6 V5 Vital sign : TD : 120/80 mmHg N: 96 x/menit

RR: 18x/menit Suhu 36,8 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekst atas & bawah +/+ berkurangdekubitus + di regio vertebrae berkurang Laboratorium

Jam 09.30 GDS 440 mg/dl

Jam 13.30 GDS 215 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik (perbaikan), otitis

eksterna maligna dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus (perbaikan), nefropati DMO2 3 lpm (n.k.)IVFD NaCl 0,9% 16 tpmInj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI 4x12 iu (subkutan)

Paracetamol 3x500 mg (po)

Betahistin 3x6 mg (po)

Rawat auricula dextra dg kompres gentamisin 3x/hari

JUMAT, 16/5/2014 (BAROKAH)

Jam 06.30

S : keluar cairan di telinga kanan (berkurang)O : KU : tampak lemah Kesadaran : composmentis GCS: E4 M6 V5 Vital sign : TD : 120/80 mmHg N: 96 x/menit

RR: 20x/menit Suhu 36,8 oCAuricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.

Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekst atas & bawah +/+ berkurangdekubitus + di regio vertebrae berkurangJam 16.50S : penurunan kesadaran, keluar cairan di telinga

kanan (berkurang)O : KU : tampak lemah. Kesadaran : sopor

GCS: E3 M2 V1

Vital sign : TD : 110/80 mmHg N: 92 x/menit

RR: 20x/menit Suhu 36,6 oC

Laboratorium

Jam 10.10 GDS 97 mg/dl, albumin 1,9 mg/dlJam 16.40 GDS 51 mg/dl ()A: Hipoglikemia, hipoalbumin

Jam 18.33

S: penurunan kesadaran, keluar cairan di telinga

kanan (berkurang), demamO : KU : tampak lemah. Kesadaran : apatisGCS: E2 M4 V2Vital sign : TD : 114/62 mmHg N: 92 x/menit

RR: 20x/menit Suhu 38,3 oC

Laboratorium

Jam 18.30 GDS 354 mg/dl ()A: Hiperglikemia, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus (perbaikan), nefropati DMO2 3 lpm (n.k.)IVFD NaCl 0,9% 16 tpmInj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI tunda, cek GDS besok pagi

Paracetamol 3x500 mg (prn)

Betahistin 3x6 mg (prn)

Rawat auricula dextra dg kompres gentamisin 3x/hari

Tunda RI

Bolus D40% 1 flash

IVFD D5% 16 tpm

Cek GDS 1 jam kemudian

SABTU, 17/5/2014 (BAROKAH)

Jam 05.10

S : penurunan kesadaran, keluar cairan di telinga

kanan (berkurang)O : KU : tampak lemah. Kesadaran : sopor

GCS: E1 M2 V1

Vital sign : TD : 124/70 mmHg N: 110 x/menit

RR: 26x/menit Suhu 37,5 oC

Auricula dekstra: ulkus +, jaringan nekrotik + berkurang, sekret mukopurulen + berkurang, CAE terbuka + hiperemis + berkurang, membran timpani kesan intak.Nyeri tekan tragus +. Nyeri tekan mastoid -.

Retroauricula dextra tidak hiperemis.Edema ekst atas & bawah +/+ berkurangdekubitus + di regio vertebrae berkurangLaboratorium

Jam 10.15 GDS 543 mg/dlJam 17.45

S : penurunan kesadaran, demamO : KU : tampak lemah. Kesadaran : sopor

GCS: E2 M2 V1

Vital sign : TD : 156/72 mmHg N: 100 x/menit

RR: 28x/menit Suhu 39 oC

GDS 524 mg/dlA : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus (perbaikan), nefropati DMO2 3 lpm (n.k.)IVFD NaCl 0,9% 16 tpmInj. Ceftriaxon 2x1 gram

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Inj. Lasix 1x1amp (jika TD 110)

Inj. RI 4x10 iu (subkutan), cek GDS ulang 1 jam kemudian

Paracetamol 3x500 mg (prn)

Betahistin 3x6 mg (prn)

Spooling NaCl 0,9%, tampon betadin + salep klorampenikol 3x/hari (auricula dextra)Saran: konsul Sp PD

O2 3 lpm (n.k.)IVFD NaCl 0,9% 16 tpmInj. RI 10 iu

Inj. Santagesic 1 amp

Pasang NGT

Monitoring keadaan umum, kesadaran, vital sign

Instruksi Sp PD:

Rawat ICU tapi ICU penuh

MINGGU, 18/5/2014 (BAROKAH)

Jam 04.00S : penurunan kesadaran, henti napas & jantung

O : KU : tampak lemah. Kesadaran : coma

GCS: E1 M1 V1

Vital sign : TD : tidak terukur N: tidak teraba RR: apnea

Mata : Pupil midriasis maksimal

Refleks cahaya -/-EKG : asistol

A : Ketoasidosis diabetik, otitis eksterna maligna

dekstra (perbaikan), hipoalbumin, dekubitus (perbaikan), nefropati DMResusitasi Jantung Paru

Pasien dinyatakan meninggal dunia jam 04.10 oleh dokter

Edukasi keluarga

Perawatan jenazah

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam

: dubia ad malamAd Sanationam: dubia ad malamAd Functionam: dubia ad malamBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA

Gambar 2. Anatomi telinga

Secara umum telinga terbagi atas :

1. Telinga luar, terdiri dari daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.2. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus. Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi, dengan :

a. batas luar : membran timpani

b. batas depan : tuba eustachius

c. batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

d. batas belakang : aditus ad antrum os mastoid, kanalis fasialis pars vertikalis

e. batas atas : lantai fossa cranii media, tegmen timpani (meningen/otak)

f. batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap (round window), dan promontorium

Telinga tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah yaitu: a. Epitimpanum terletak di atas dari batas atas membran timpani.

b. Mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani.

c. Hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani. Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar. Gambar 3. Membran timpani dan cavum timpani

d. Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea.

Gambar 4. Telinga dalamII. OTITIS MEDIA

Definisi

Otitis media merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan prosesnya. Efusi dapat berupa supuratif maupun non supuratif, jangka waktunya dibagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). EtiologiPenyebab utama dari otitis media adalah urutan dari kejadian-kejadian: otitis media akut dimulai oleh adanya infeksi virus yang merusak mucosa siliar pada saluran nafas atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri patogen tersebut antara lain Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Stresptococcus grup A, Branhamella catarallis, Staphyllococcus aureus, Staphylococcus epidermidis.Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius.

KlasifikasiOtitis media dapat diklasifikasikan menjadi :1. Otitis media supuratif a. Otitis media supuratif akut/ otitis media akut (OMA) terdiri dari :

1) Stadium oklusi tuba Eustachius

Gambar 5. OMA stadium oklusi tuba EustachiusTerjadinya sumbatan tuba Eustachius ditandai oleh retraksi membran timpani akibat tekanan timpani negatif cavum timpani dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Demam tidak terjadi pada stadium tersebut.

2) Stadium hiperemis

Gambar 6. OMA stadium hiperemis

Pada stadium ini terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

3) Stadium supurasi

Gambar 7. OMA stadium supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.

Pasien akan tampak sangat sakit, merasa gelisah, tidak dapat tidur nyenyak, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat, dapat disertai gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. 4) Stadium perforasi

Gambar 8. OMA stadium perforasi

Stadium perforasi ditandai ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi. Stadium ini sering disebabkan terlambat pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.5) Stadium resolusi

Keadaan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

b. Otitis media supuratif kronik Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. OMSK dicirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani yang perforasi ataupun tympanostomy tube yang tidak respon dengan terapi medikamentosa. OMA yang gagal pada stadium resolusi akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1) Tipe tubotimpanal (tipe mukosa = tipe benigna), ditandai perforasi sentral atau pars tensa dengan gejala klinik bervariasi dari luas serta tingkat keparahan penyakit. Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten. Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.

Secara klinis terbagi atas:

a) Tipe aktif, terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai subtotal pada pars tensa.

b) Tipe tidak aktif, pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2) Tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna).

Pada tipe atikoantral ditemukan adanya kolesteatom yang berbahaya. Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat. Tipe tersebut lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang terdapatnya tumpukan keratin yang sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega dan berwarna putih. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

a) Kolesteatom kongenital, yang berkembang di belakang dari membran timpani yang masih utuh, tidak ada riwayat otitis media sebelumnya, dan pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

b) Kolesteatom didapat terbagi atas :

Primary acquired cholesteatoma terjadi pada daerah atik atau pars flaksida, tidak ditemukan riwayat otitis media atau perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba

Secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom terbentuk setelah perforasi membran timpani, akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama.Tabel 1. Perbedaan OMSK Benigna dan Maligna

Tipe sentral Tipe subtotal Tipe total Tipe atik Tipe marginal

Gambar 9. Perforasi membran timpani

2. Otitis media serosa

Otitis media serosa adalah peradangan non bakterial mukosa kavum timpani yang ditandai terkumpulnya cairan non purulen (serous atau mucus) sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani yang utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media efusi. Apabila efusi encer disebut otitis media serosa dan apabila kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).

Otitis media serosa dapat diklasifikasikan menjadi :a. Otitis media serosa akut

Gambar 10. Otitis media serosa akut

Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.

Gejala klinis yang dapat timbul antara lain penurunan pendengaran, telinga terasa penuh seperti terisi cairan, terdengar suara dalam telinga sewaktu menelan atau menguap, terkadang nyeri ringan dan tinitus. Otitis tersebut lebih sering terjadi pada dewasa. Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus dipikirkan kemungkinan karsinoma nasofaring. Pada otoskopi tampak membran timpani retraksi. Terkadang tampak gelembung udara (air bubles) atau permukaan cairan kavum timpani (air fluid level), refleks cahaya berubah atau menghilang. Penggunaan garpu tala dan audiogram untuk membuktikan tuli konduksi.

b. Otitis media serosa kronik

Gambar 11. Otitis media serosa kronik

Batasan antara kondisi otitis media kronik hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada kondisi kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama. Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak. Pada otitis media serosa tampak membran timpani utuh, retraksi, berwarna kekuningan. Sementara pada otitis media mukoid terlihat lebih kusam dan keruh. Maleus tampak lebih pendek, retraksi dan berwarna putih kapur. Terkadang tinggi cairan atau gelembung otitis media serosa tampak lewat membran timpani yang semitransparan. Membran timpani dapat berwarna biru, kuning kemerahan atau keunguan bila ada produk darah dalam telinga. Penggunaan garpu tala dan audiogram untuk membuktikan tuli konduksi.

III. OTITIS EKSTERNADefinisiOtitis eksterna merupakan suatu peradangan liang telinga bagian luar yangdapat menyebar ke pinna, periaurikular, atau ke tulang temporal.

EtiologiEtiologi otitis eksterna dapat berupa bakteri patogen maupun jamur. Bakteri patogen pada otitis eksterna antara lain Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, S. albus, Proteus sp., dan bakteroides. Jamur yang menyebabkan otomikosis antara lain Pityrosporum, Aspergillus (A. niger, A. flavus) dan Candida albicans.Faktor Predisposisi1. Perubahan pH kulit kanalis yang biasanya asam menjadi basa.

2. Perubahan lingkungan terutama peningkatan suhu dan kelembaban.

3. Trauma ringan karena berenang atau membersihkan telinga berlebihan.Faktor-faktor tersebut menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan tersebut mengakibatkan bakteri dapat masuk melalui kulit, terjadi proses inflamasi dan menimbulkan eksudat.

PatofisiologiSaluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari membran timpani melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengancotton bud(kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah membran timpani sehingga kotoran menumpuk.

Penimbunan sel-sel kulit mati dan serumen menyebabkan penimbunan air yang masuk dalam saluran saat mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi bakteri atau jamur.

Klasifikasia. Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkulosis)

Gambar 12. Otitis eksterna sirkumskripta

Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang telinga yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau S. albus dan menimbulkan furunkel di liang telinga 1/3 luar. Infeksi ini terbatas pada bagian kartilaginosa meatus akustikus eksternus. Pada kasus yang lebih berat, selulitis pada jaringan sekitar dapat meluas melampaui daerah ini. Nyeri dapat cukup hebat karena terbatasnya ruangan untuk perluasan edema pada daerah tersebut. Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ditarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga. MAE dapat edem, eritema, tampak tegang. Dapat terjadi trismus, tuli konduksi sampai limfadenitis.b. Otitis Eksterna Difus

Gambar 13. Otitis eksterna difus

Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri. Infeksi ini dikenal juga dengan nama swimmers ear. Biasanya terjadi pada cuaca yang panas dan lembab, terutama disebabkan oleh kelompok Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan Enterobacter aerogenes. Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Gambaran diagnostik otitis eksterna difus antara lain nyeri tekan tragus, kanalis auricula eksterna terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas, serta tidak terdapat furunkel (bisul). Kadang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan ditemukan pada kasus otitis media. Pendengaran dapat normal atau sedikit berkurang. Dapat terjadi demam dan limfadenitis.c. Otomikosis Gambar 14. Otomikosis

Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi. Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua jenis jamur yang paling sering ditemukan adalah Pityrosporum dan Aspergillus (A. niger, A. flavus). Jamur Pityrosporum dapat hanya menyebabkan sisik superfisial yang menyerupai ketombe di kulit kepala atau dapat menyertai dermatitis seboroika yang meradang, atau dapat menjadi dasar berkembangmya infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau perubahan ekzematosa. Demikian pula halnya dengan jamur Aspergillus. Jamur ini kadang-kadang didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga, atau dapat berupa peradangan yang menyerang epitel kanalis atau membran timpani dan menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat pula ditemukan Candida albicans. Gejalanya berupa gatal dan rasa penuh di liang telinga, pendengaran berkurang dan tinitus, tetapi sering pula tanpa keluhan. Pada otoskop tampak MAE eritema, udem ringan, debris jamur berwarna putih, abu-abu atau hitam. Secara mikroskopis tampak mycelium, hyphae dan spora.PenatalaksanaanTabel 2. Obat-obatan topikal untuk terapi otitis eksternaNama ObatSpektrum Organisme

KolistinPseudomonas aeruginosaGolongan Klebsiella-Enterobacter

Escherichia coli

Polimiksin BPseudomonas aeruginosa

Golongan Klebsiella-Enterobacter

Escherichia coli

NeomisinStaphylococcus aureus atau S. albusEscherichia coli

Golongan Proteus

KloramfenikolStaphylococcus aureus atau S. albusGolongan Klebsiella-Enterobacter

Escherichia coli

Golongan Proteus

Nistatin

Klotrimazol

Mikonazol

Tolnaftat

Karbol-fuhsinOrganisme jamur

Timol/ alkohol

Asam salisilat/ alkohol

Asam borat/ alkohol

Asam asetat/ alkoholTerutama organisme jamur, namun dapat pula efektif pada infeksi bakteri dengan cara merendahkan pH kulit liang telinga

M-kresil asetat

Mertiolat akueus

Umumnya antiseptik

IV. OTITIS EKSTERNA MALIGNADefinisi

Otitis eksterna maligna (OEM) atau otitis eksterna nekrotikans merupakan infeksi telinga luar yang ditandai dengan adanya jaringan granulasi pada liang telinga dan nekrosis kartilago dan tulang liang telinga hingga meluas ke dasar tengkorak. Otitis eksterna ini maligna karena sifat kliniknya yang agresif, hasil terapi yang jelek dan tingginya mortality rate.

Gambar 15. Otitis eksterna maligna

Etiologi Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen penyebab yang lazim pada otitis eksterna maligna, meskipun sangat jarang juga dapat dijumpai S. aureus, Proteus dan Aspergillus.Faktor RisikoKeadaan ini sering didapati pada pasien usia lanjut dan menderita penyakit diabetes yang tidak terkontrol serta pasien dengan disfungsi imun selular. Faktor risiko lain yaitu pada pasien dengan adanya infeksi kronis, kondisi umum lemah, dan penyakit imunokompromis, seperti AIDS yang melibatkan populasi yang lebih muda.

Patofisiologi

Infeksi biasanya dimulai dari meatus akustikus eksterna (MAE) sebagai otitis eksterna akut (OEA) yang tidak ada respon terhadap terapi. Infeksi menyebar melalui fissura Santorini ke jaringan lunak dan pembuluh darah sekitarnya sampai ke tulang dasar tengkorak. Penyebaran infeksi melalui sistem Haversian tulang padat dapat menimbulkan osteomielitis, terbentuknya abses multipel, dan sekuestrasi tulang nekrotik. Infeksi dapat mengenai foramen stilomastoid sehingga terjadi paralisis N. VII, jika mengenai foramen jugularis akan terjadi paralisis N. IX, X, XI, jika ke apex petrosa mengenai N. V, VI, dan jika mengenai kanal hipoglosus akan terjadi paralisis N. XII.Patologi OEM melibatkan otitis eksterna yang berat, nekrosis kartilago dan tulang dari liang telinga hingga ke struktur sekitarnya yang meluas ke dasar tengkorak yang mengenai nervus kranial yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya lower cranial neuropathies, trombosis sinus lateral, sakit kepala yang berat, meningitis dan kematian.

PatogenesisSaat ini patogenesis terjadinya OEM masih belum jelas, beberapa faktor predisposisinya adalah mikroangiopati diabetik, faktor imun yang rendah, dan penyakit kronis. Lebih dari 90% kasus OEM terjadi pada penderita DM tipe 2. Mikroangiopati diabetik dengan kronik hipoperfusi dan resistensi lokal yang menurun akan meningkatkan risiko infeksi. Penderita biasanya datang dengan otalgi hebat, nyeri menjalar ke leher, otore dan pendengaran menurun.Manifestasi KlinisGejala yang dapat dijumpai antara lain nyeri di telinga yang berat, keluar cairan dari liang telinga, dan rasa penuh di dalam telinga. Tanda khas yang dijumpai dari otoskopi pada penyakit ini adalah otitis eksterna dengan jaringan granulasi sepanjang posteroinferior liang telinga luar (pada bonycartilaginous junction) disertai lower cranial neuropathies (n. VII, IX, X, XI) yang biasanya juga disertai dengan nyeri pada daerah yang dikenai (otalgia). Eksudat purulen pada liang telinga dan membran timpani intak. Terjadinya parese nervus fasialis merupakan tanda prognostik yang buruk.

Stadium Ada tiga stadium OEM yaitu :

a. Stadium 1 (stadium kardinal) didapatkan otore purulen, otalgi, granulasi MAE, tanpa paresis N.VII

b. Stadium 2 proses infeksi menyebar ke jaringan lunak dasar tengkorak, osteomielitis dan menekan nervus kranial posterior (N.XI, N.XII)

c. Stadium 3 sudah terjadi ekstensi intrakranial lebih lanjut yaitu meningitis, epidural empiema, subdural empiema atau abses otak.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan biopsi granulasi MAE perlu dilakukan untuk membedakan OEM dengan keganasan MAE atau osteomielitis karena Aspergillus. Pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab dan menentukan jenis antibiotik yang tepat.

Pemeriksaan tambahan CT Scan dan MRI dapat melihat adanya osteomielitis pada OEM. Gambaran radiologis yang didapatkan dari X-foto mastoid yaitu adanya perselubungan air cell mastoid dan destruksis tulang. Dengan CT Scan akan lebih teliti lagi untuk mendapatkan gambaran penyebaran OEM pada tulang. Sedangkan MRI lebih baik untuk melihat keterlibatan jaringan lunak sehingga komplikasi intrakranial dapat terdeteksi.Penatalaksanaan

Awalnya, pembedahan merupakan pilihan utama untuk penanganan pasien dengan otitis eksterna maligna. Tetapi sejak ditemukannya aminoglikosida, penisilin sintetik, generasi ketiga sefalosporin dan kuinolon, maka penggunaan antibiotik merupakan pilihan utama pengobatan. Sejak teknik pembedahan pada dasar tulang tengkorak berkembang, beberapa ahli otologi mulai melakukan teknik radikal sebagai pilihan terapi.

Prinsip terapi OEM adalah :1. Diagnosis dini pada populasi resiko tinggi. 2. Pemberian terapi antibiotik secara adekuat dalam waktu yang lama.

Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan resistensinya. Oleh karena kuman tersering adalah Pseudomonas aeruginosa, maka diberikan antibiotik dosis tinggi yang sesuai dengan Pseudomonas aeruginosa. Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan fluorokuinolon (ciprofloksasin) dosis tinggi peroral. Pada keadaan yang lebih berat diberikan antibiotika parenteral kombinasi golongan aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu. Pemberian antibiotik sistemik kini merupakan bentuk utama terapi untuk mencegah komplikasi dan morbiditas.

3. Debridemen dan pembersihan liang luar telinga.

Seringkali diperlukan tindakan debridemen secara radikal. Tindakan debridemen yang kurang bersih dapat menyebabkan semakin cepatnya penyebaran penyakit. Tindakan ini bertujuan untuk membersihkan sumber infeksi.4. Kontrol yang ketat terhadap diabetes mellitus.

5. Intervensi bedahPenatalaksaan pembedahan terkadang juga diperlukan dalam kondisi penderita yang buruk yaitu mastoidektomi dengan dekompresi N. VII atau petrosektomi subtotal atau bahkan reseksi parsial tulang temporal.

V. KETOASIDOSIS DIABETIKDefinisiKetoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan defisiensi insulin absolut atau relatif. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan syok.Angka kematian KAD menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia, dan kadar keasaman darah rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan tepat dan rasional, serta memadai sesuai dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu faktor penyakit dasarnya.

Faktor Pencetus

Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, antara lain :1. Infeksi

Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu difikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusititis, abses gigi, otitis).2. Infark Miokard Akut (IMA)Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis.

3. Pengobatan insulin dihentikanAkibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.

4. StresStres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.

5. Hipokalemia Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.

6. ObatBanyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol. Patofisiologi KAD

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan); produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontraregulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi sinyal untuk proses perubahan glukosa menjadi glukogen, menghambat lipolisis (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.

Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontraregulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitifitas insulin. Gambar 16. Patofisiologi KAD

Manifestasi klinis KAD

1. Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul) sebagai kompensasi terhadap asidosis metabolik. 2. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.

3. Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering). Kadang disertai hipovolemia sampai syok. 4. Derajat kesadaran bervariasi mulai composmentis, delirium, sampai koma.5. Demam terjadi jika ada infeksi

6. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.7. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.Kriteria DiagnosisPenderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini :1. Klinis: riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan sebagainya.3. Laboratorium :- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).- asidosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).- ketosis (ketonuria dan ketonemia).Prinsip PengobatanPengelolaan KAD dilakukan setelah diagnosis ditegakkan dan sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif karena merupakan terapi titrasi. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:

1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi).2. Penggantian cairan dan garam yang hilang.3. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin.

4. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

5. Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Tata Laksana1. Memonitor peningkatan serum glukosa setiap 2 jam. Peningkatan serum glukosa harus di monitor setiap 1 atau 2 jam ketika pasien menerima infus insulin secara terus-menerus

2. Mengganti apabila kekurangan cairan dan elektrolit yang dapat mengancam jiwa. Cairan yang digunakan biasanya NaCl 0,9% untuk mengganti kekurangan volum cairan ekstraselular. Berdasarkan perkiraan kehilangan cairan KAD mencapai 100 ml/kgBB, maka pada jam I diberikan 1-2 liter, jam II diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai protokol.3. Memonitor asidosis dengan menilai ABC. Memeriksa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akan memungkinkan ginjal untuk mempermudah bikarbonat dalam mengembalikan keseimbangan acied base. Penderita asidosis diberikan bikarbonat ketika pH serumnya 7,10 atau lebih.

4. Mengatur insulin secara cepat dan tanggap. Pengaturan insulin intravena harus rutin pada tingkat 0,1 sampai 0,2 u/kg/jam disarankan melalui infus terus-menerus untuk mencapai penurunan bertahap dalam serum glukosa.Tabel 3. Protokol terapi insulin intravena

PemeriksaanKadar gula darahTindakan

Periksa kadar glukosa darah saat pasien

masuk ICU> 220 mg/dLMulai insulin 2-4 unit/jam

110-220 mg/dLMulai insulin 1-2 unit/jam

< 110 mg/dLPeriksa glukosa darah tiap 4 jam, insulin tidak diberikan

Periksa glukosa darah tiap 1-2 jam sampai

kadar normal> 140 mg/dLNaikkan insulin 1-2 unit/jam

110-140 mg/dLNaikkan insulin 0,5-1 unit/jam

Bila tercapai kadar normalSesuaikan insulin 0,1-0,5 unit/jam

Periksa glukosa

setiap 4 jamBila kadar glukosa mendekati normalSesuaikan insulin 0,1-0,5 unit/jam

Insulin dipertahankan

Kadar glukosa normalTurunkan insuin setengahnya

Kadar glukosa darah turun bertahapTurunkan insulin, periksa glukosa darah tiap 1 jam

60-80 mg/dLStop insuin infus, periksa gula darah tiap 1

jam, berikan glukosa

40-60 mg/dL10 g bolus intravena

5. Memonitor jantung, paru-paru dan status neurologis.6. Memonitor keseimbangan elektrolit. IV sebagai pengganti kalium, fosfat, klorida, dan magnesium mungkin diperlukan. Diuresis osmotik dapat mengakibatkan defisit kalium. Jika tidak ada kontrindikasi seperti adanya penyakit ginjal maka penggantian kalium dimulai dengan terapi cairan yang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium serum dan urin.

7. Memeriksa timbulnya gejala biasanya terjadi infeksi

8. Menghindari komplikasi terapi.

Gambar 17. Tatalaksana KADPEMBAHASAN

I. DIAGNOSISPasien adalah seorang perempuan berusia 28 tahun yang datang ke IGD tanggal 5 Mei 2014 jam 08.00 dan didiagnosis otitis eksterna maligna dextra dan ketoasidosis diabetik. Dasar penegakan diagnosis tersebut adalah :

A. Otitis eksterna maligna (OEM) OEM merupakan infeksi telinga luar yang ditandai dengan adanya jaringan granulasi pada liang telinga dan nekrosis kartilago dan tulang liang telinga. Pasien tersebut mengalami nyeri pada telinga kanan yang disertai dengan keluarnya cairan berwarna putih kental berbau dan penurunan pendengaran sejak 2 hari sebelum masuk RS. Faktor risiko yang terdapat pada pasien adalah diabetes mellitus yang baru diketahui saat pasien masuk RS. Pada pemeriksaan fisik status lokalis auricula dekstra ditemukan tragus pain (+), antitragus pain (+) meatus acusticus eksternus (MAE): edema (+), hiperemis (+), sekret mukopurulen (+), jaringan nekrotik (+), ulkus (+), membran timpani kesan intak.

Diagnosis OEM ditegakkan tanggal 7 Mei 2014 saat pasien di ICU. Sebelumnya pasien didiagnosa otitis media dekstra karena dari anamnesis pasien mengeluh keluar cairan berwarna putih kental berbau disertai rasa nyeri dan penurunan pendengaran. Dari pemeriksaan fisik ditemukan sekret mukopurulen (+) yang memenuhi MAE sehingga permukaan mukosa MAE dan membran timpani tak tampak jelas. Namun setelah disuction, spooling menggunakan NaCl 0,9% lalu diberi tampon betadin + salep kloramfenikol + krim hidrokortison 2,5%, semakin tampak jelas adanya proses peradangan di MAE (edema + hiperemis + ulkus + jaringan nekrotik + sekret mukopurulen +) dan membran timpani terlihat kesan intak. Oleh karena itu diagnosis menjadi otitis eksterna maligna dekstra.B. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan defisiensi insulin absolut atau relatif. Pada pasien ini ditandai oleh kondisi hiperglikemia (GDS 426 mg/dl), ketosis (keton urin +++). pH darah dan bikarbonat tidak diperiksa. Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali, termasuk pasien ini. Faktor pencetus yang kemungkinan memicu berkembangnya KAD pada pasien ini adalah infeksi telinga berupa otitis eksterna maligna dekstra. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit yaitu 15.360 /ul.II. PENATALAKSANAAN

A. Otitis eksterna maligna (OEM) Prinsip terapi OEM pada pasien tersebut meliputi:

1. Pemberian terapi antibiotik secara adekuat dalam waktu yang lama.

Sejak diagnosis OEM ditegakkan, antibiotik pasien diganti menjadi ciprofloksasin yang diberikan secara intravena dengan dosis 2x400 mg. Hal ini dikarenakan bakteri tersering pada OEM adalah Pseudomonas aeruginosa. Pemberian antibiotik sistemik kini merupakan bentuk utama terapi untuk mencegah komplikasi dan morbiditas. Selain itu, pada pasien tersebut diberikan antibiotik topikal yaitu kloramfenikol.2. Debridemen dan pembersihan liang luar telinga.

Tindakan ini bertujuan untuk membersihkan sumber infeksi. Pada pasien ini dilakukan pembersihan liang telinga spooling larutan NaCl 0,9%, kemudian diberikan tampon betadin + salep klorampenikol + krim hidrokortison 2,5% selama 3 kali dalam sehari. Salep kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik topikal dan dikombinasikan dengan krim hidrokortison yang berfungsi sebagai antiinflamasi.

3. Kontrol yang ketat terhadap diabetes mellitus.

Pada pasien ini dilakukan monitoring terhadap kadar glukosa darah secara periodik untuk evaluasi respon terapi insulin. Kadar gula darah yang terkontrol diharapkan dapat memberikan respon yang baik pula pada terapi otitis eksterna maligna.4. Intervensi bedah

Adanya gangguan nervus cranialis pada pasien ini sulit dinilai karena pasien dalam kondisi penurunan kesadaran. Intervensi bedah belum diperlukan karena penatalaksanaan pasien saat ini terlebih dahulu ditujukan untuk memperbaiki keadaan umum.B. Ketoasidosis diabetik

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD antara lain:

1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi).2. Penggantian cairan dan garam yang hilang.3. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin.

4. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

5. Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Penatalaksanaan KAD pada pasien ini meliputi :

1. Rehidrasi awal dengan loading NaCl 0,9% sebanyak 1 liter saat di ICU.2. Memonitor peningkatan kadar glukosa darah.3. Pengaturan insulin intravena untuk mencapai penurunan bertahap glukosa darah. Saat di ICU insulin diberikan secara intravena Reguler Insulin (RI) 50 iu dalam 50 cc NaCl 0,9% (syringe pump) dimulai dari kecepatan 4 cc/jam saat GDS > 600 mg/dl. Titrasi dosis RI disesuaikan dengan hasil pemeriksaan glukosa darah.

4. Pencetus KAD pada pasien ini adalah otitis eksterna maligna dekstra, sehingga dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian antibiotik, debridemen, pembersihan liang telinga luar, dan monitoring terhadap respon terapi.

5. Monitoring keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, balance cairan, respon terapi, dan komplikasi pada pasien.DAFTAR PUSTAKAAboet, Askaroellah. 2006. Otitis Eksterna Maligna. Jurnal Kedokteran Nusantara Volume 39 No 3. Medan: FK USU.Austin FD. 1996. Disease of External Ear. In: Balengger JJ, Snow JB, editor. Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. Ed 15th. Philadelphia; Williams & Wilkins.Adams, George L., L.R. Boies, dan P. A. Higler. 1997. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Eko, Vincea. 2011. Terapi Diabetes Mellitus. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran Edisi 182.

Irawati dan Sri Harmadji. 2009. Penatalaksanaan Otitis Eksterna Maligna, Surabaya: Universitas Airlangga.

Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. 2009. Hyperglycaemic crisis in adult patients with diabetes. A Consensus statement from the American Diabetes Association. Diabetes Care; 32:1335-41. PERKENI. 2011. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Diabetes Mellitus. Jakarta: PERKENI.Sosialisman & Helmi. 2001.Kelainan Telinga LuardalamBuku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.

Suwondo P. 2009. Ketoasidosis Diabetik. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 1896-9.PRESENTASI KASUSOTITIS EKSTERNA MALIGNA DEKSTRA

DAN KETOASIDOSIS DIABETIK

Disusun oleh :

dr. Amalia Anita HawasNarasumber :

dr. Oke Kadarulah, Sp THTPendamping :Dr. Mardiati RahayuPROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

KEBUMEN JAWA TENGAH

2014BERITA ACARA PRESENTASI KASUS

Pada hari Selasa, 20 Mei 2014 telah dipresentasikan kasus oleh :

Nama

: dr. Amalia Anita Hawas

Judul/topik

: Otitis eksterna maligna dan ketoasidosis diabetik

Nama Pendamping: dr. Mardiati Rahayu

Nama wahana

: RS PKU Muhammadiyah Gombong

Daftar peserta yang hadir :

No.Nama peserta presentasiKeteranganTanda tangan

1.dr. Amalia Anita HawasPresentan

2.dr. Ary Nahdiyani AmaliaDokter internship

3.dr. Elok NurfaiqohDokter internship

4.dr. Hadis PratiwiDokter internship

5.dr. Ira Safrilia PriwindaDokter internship

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan sesungguhnya.

Dokter Pendamping

Presentan

dr. Mardiati Rahayu

dr. Amalia Anita Hawas

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I. STATUS PASIEN...1Identitas ..........1

Anamnesis.......1Pemeriksaan Fisik ......3

Resume ......6

Diagnosis ....7

Catatan Perkembangan ...7

Prognosis ......19BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..20Anatomi Telinga....20Otitis Media ......22Otitis Eksterna ..29Otitis Eksterna Maligna ....33Ketoasidosis Diabetik ...37BAB III. PEMBAHASAN...43Diagnosis ..43Penatalaksanaan ....44DAFTAR PUSTAKA..................46Jaringan lemak

Jaringan tepi

Hati

Hati

Glukagon

Insulin

Lipolisis

Ketogenesis

Glukoneogenesis

Penggunaan glukosa

Asidosis (ketosis)

Diuresis osmotik

Hipovolemia

Dehidrasi

48