Attachment 1447640469453 Koma KAD-Prilia
description
Transcript of Attachment 1447640469453 Koma KAD-Prilia
Tatalaksana Kegawatdaruratan Ketoasidosis
Diabetik
Prilia Pratiwi Munda
(102010150)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Pendahuluan
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.1
KAD hampir selalu hanya dijumpai pada pengidap DM tipe 1. Ketoasidosis diabetik
dapat terjadi setelah stres fisik seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma. Kadang-kadang
ketoasidosis diabetik merupakan gejala adanya diabetes tipe 1.
Pada KAD, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat glukoneogenesis dan
peningkatan penguraian lemak yang progresif. Terjadi poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga
meningkat (ketosis) akibat penggunaan asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP.
Keton keluar melalui urin (ketonuria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis,
pH turun dibawah 7,3. pH rendah menyebabkan asidosis metabolik dan menstimulasi
hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kussmaul, karena individu berusaha untuk mengurangi
asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksida (asam volatil). Individu dengan ketoasidosis
diabetik sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat terjadi muntah, yang memperparah
dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar kalium total tubuh turun akibat poliuria dan muntah
berkepanjangan dan muntah-muntah.
1
Ketoasidosis diabetes adalah keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan
di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya.
Pemberian insulin diperlukan untuk untuk mengembalikan hiperglikemia. Karena kepekaan
insulin meningkat seiring dengan penurunan pH, dosis dan kecepatan pemberian insulin harus
dipantau secara hati-hati. Penelitian memperlihatkan bahwa analog insulin kerja-cepat disebut
lispro (Humalog) efektif dan mengurangi biaya pengobatan untuk ketoasidosis diabetik
dibandingkan jenis insulin lainnya.2
Skenario 5
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke RS oleh keluarga karena tak sadarkan diri.
Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan muntah-muntah,
namun tidak mau berobat ke dokter.
Pembahasan
Anamnesis
Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemik, disertai
efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsia, nokturia), efek samping diabetes
pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular perifer, neuropati perifer), atau komplikasi
akibat meningkatnya kerentanan terhadap infeksi(misalnya ISK, ruam candida). Keadaan ini juga
bisa ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan pemeriksaan darah atau urin.3
Langkah-langkah anamnesis:
Identitas Pasien
Keluhan Utama: penurunan kesadaran
Keluhan Penyerta: penurunan berat badan, mudah lelah, polidipsi, poliuria
Riwayat Penyakit Sekarang:
Berapa lama keluhan utama terjadi?
Berapa banyak frekuensi berkemih dalam 1 hari? Berapa banyak volumenya?
Apakah sering berkemih pada malam hari?
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes
2
Riwayat persalinan dan imunisasi
Riwayat Pengobatan
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sosial-Lingkungan
Bagaimana pola makan dan minum? Berapa banyak volume cairan yang dikonsumsi tiap
hari?4
Pada anamnesis tidak terdapat riwayat hipertensi pada pasien, terdapat riwayat diabetes
melitus sejak 3 tahun yang lalu namun tidak berobat.
Pemeriksaan Fisik
Hipotermia sering ditemukan pada KAD. Adanya panas merupakan tanda adanya infeksi dan
harus diawasi; Hiperkapnia atau pernapasan Kussmaul, berkaitan dengan beratnya asidosis;
Takikardia sering ditemukan, namun tekanan darah masih bisa normal kecuali terjadi dehidrasi
yang berat; Napas berbau buah; Turgor kulit menurun, beratnya tergantung dari beratnya
dehidrasi; Hiporefleksi (akibat hipokalemia).
Pada KAD berat dapat ditemukan hipotonia, stupor, koma, gerakan bola mata tidak
terkoordinasi, pupil melebar, dan akhirnya meninggal. Tanda lainnya sesuai dengan penyakit/
factor pencetus.5
Pada skenario. pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nafas
cepat & dalam 24x/menit, nadi 100x/menit, pada palpasi terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan labiratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah
dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan konsentrasi glukosa darah
dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan menggunakan urine strip untuk melihat
secara kualitatif jumlah glukosa , keton, nitrat, dan leukosit dalam urine. Pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi
konsentrasi HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan konsentrasi
AcAc dan laktat serta 3HB.
3
1. Glukosa
Glukosa serum biasanya diatas 300mg/dL. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan
cairan ekstraselular. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal menurun
dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi dan hiperosmolaritas. Pada KAD, derajat
hiperglikemia mencerminkan peningkatan osmolaritas serum (umumnya sampai 340
mOsm/kg), tetapi tidak pada koma hiperosmolar nonketotik (sampai 450 mOsm/kg).
2. Keton
Tiga benda keton utama adalah: betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton
total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah
sampai 0.15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun
berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis.
Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD
ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
3. Asidosis
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum dibawah 15 mEq/l dan pH arteri
dibawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan
asetoasetat di dalam serum.
4. Elektrolit
Kadar natrium serum dapat rendah, normal atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan
masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia
walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga
menyebabkan menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga bisa rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan
perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravascular. Karena hal
diatas dan yang lainya, kadar kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat
diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan
harus dikelola dengan cepat.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit, seperti kadar kalium,
tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan fosfat
4
intraselular ke ruang ekstraselular sebagai bagian dari keadaan katabolic. Fosfat kemudian
hilang lewat urine akibat diuresis osmotic.
5. Lain-lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl, mencerminkan hilangnya
volume sedang. Leukositosis sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD,
karenanya tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase serum
dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari pankreas (namun tidak
terbukti ada pankreatitis) atau dari kelenjar ludah. Transaminase juga dapat meningkat.5
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan GDS = 400 mg/dL, keton darah (+), SGOT = 64,
SGPT = 67
Diagnosis Kerja : Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis dapat
dipakai dengan kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis.1
Tabel 1. Kriteria Diagnosis KAD
Kadar glukosa >250 mg%
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif
Diagnosis Banding
- Koma hiperosmolar non ketotik
Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi akut/
emergensi Diabetes Melitus (DM). Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia,
hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat,
hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya
ketosis.
5
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa
hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus.
Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan suatu spektrum
dekompensasi metabolik pada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), derajat
dehidrasi, dan beratnya ketosis. (Tabel 2)1
Tabel 2. Perbandingan KAD dengan HHNK
- Pankreatitis
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Secara klinis pakreatitis akut ditandai
oleh nyei perut yang akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan
penyakitnya sangat bervariasi dari ringan yang self limited sampai sangat berat yang disertai
dengan renjatan dengan gangguan ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal.
Pada pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahan-
bahan toksik lainnya keluar dari saluran-saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang
pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac
dan rongga peritoneum. Bahan-bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Penyulit
yang serius dapat timbul seperti kehilangan cairan yang banyak mengandung protein (masuk
ke rongga ke-3), hipovolemia, dan hipotensi.
6
Bahan-bahan tersebut dapat memasuki sirkulasi umum melalui jalur getah bening
retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal
pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardiovaskular.1
- Krisis Tiroid
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun jarang terjadi.
Hampir semua kasus diawali oleh factor pencetus. Tidak satu indikator biokimiawipun
mempu meramalkan terjadinya krisis tiroid, sehingga tindakan kita didasarkan pada
kecurigaan atas tanda-tanda krisis tiroid membakat, dengan kelainan yang khas maupun yang
tidak khas. Pada keadaan ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Karena
mortalitas amat tinggi, kecurigaan krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan
agresif. Hingga kini patogenesisnya belum jelas: free-hormon meningkat, naiknya free-
hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan
sebagainya. Faktor risiko krisis tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik,
belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik serta psikologik, infeksi dan sebagainya).
Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat triad 1). Menghebatnya tanda
tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun dan 3). Hipertermia. Apabila terdapat triad maka kita
dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky.
Skor menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia dan disfungsi susunan saraf.
Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi, >45 highly suggestive, 25-44 suggestive of
impending storm, dibawah 25 kemungkinan kecil.1
Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut
atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.1
Patofisiologi KAD
7
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relative dan
peningkatan hormone kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia
sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis
KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra regulator terutama
epinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis
meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik
asidosis. Benda keton utama ialah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB);
dalam keadaan normal konsntrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda
keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh
masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak
(menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta
mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.
Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia,
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.1
Penatalaksanaan Emergency KAD
Begitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengobatan KAD
tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan terapi titerasi, sehingga
sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah: 1).
Penggantian cairan dan garam yang hilang; 2). Menekan lipolisis sel lemak dan menekan
8
glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin; 3). Mengatasi stres sebagai pencetus KAD;
4). Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta
penyesuaian pengobatan.
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan; 5 diantaranya ialah:
cairan, garam, insulin, kalium, dan glukosa. Sedangkan yang terakhir tetapi sangat menentukan
adalah asuhan keperawatan. Disini diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD
teratasi dan stabil.1
Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunkaan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan
hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama
diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada
KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila
kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa
(dekstrosa 5 % atau 10 %).
Insulin
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara pemberian insulin
secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu paruh sekitar 2–4 jam. Insulin infus
intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous infusion of low dose insulin) merupakan
standar baku pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis.
Infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan komplikasi metabolik seperti
hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan
disequilibrium osmotik yang lebih jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan
dosis besar secara berkala atau intermiten.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan intravena.
Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi
dengan cairan intravena atau suplemen kalium harus diberikan lebih dahulu sebelum infus
insulin dimulai. Insulin infus intravena 5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar
glukosa darah sebesar 50–75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan
ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati.
9
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain penyebab
penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan penurunan kadar glukosa darah
kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain
dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi yang kurang
adekuat dan asidosis yang memburuk.
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus dikurangi
menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan. Pada tahap ini,
insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin harus dilanjutkan paling
sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan kerja pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH
ringan dapat diterapi dengan insulin subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin
infus intravena, subkutan, dan intravena intermiten pada pasien KAD dan SHH ringan tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan penurunan kadar glukosa dan
keton pada 2 jam pertama.
Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia yang fatal sangat
jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada
elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat
segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama pengobatan
KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke
luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit K yang terjadi selama KAD
diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K kembali mempertahankan
kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal
serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram,
pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi glukosa
sekitar 60 mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa mencapai <200 mg% maka dapat dimulai
infus mengandung glukosa. Perlu ditekankan disini bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk
menormalkan konsentrasi glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.
10
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa tahun. Pemberian
bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian
bikarbonat adalah:
- Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
- Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
- Hipertonis dan kelebihan natrium
- Meningkatkan insidens hipokalemia
- Gangguan fungsi serebral
- Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi
asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian
bikarbonat.1
Penatalaksanaan Lanjutan
Pengobatan Umum
Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting. Pengobatan umum
KAD, terdiri atas:
- Antibiotika yang adekuat
- Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
- Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)
Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian
terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan:
- kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer
- elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan.
11
- Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1,
selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil
- Vital Sign tiap jam
- Keadaan hidrasi, balance cairan
- Waspada terhadap kemungkinan DIC
Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis
yang baku.1
Komplikasi 5
Dalam pengobatan KAD dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa(adult respiratory distress syndrome, ARDS). Pathogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan pancreatitis akut. Pada evaluasi lebih lanjut keadaan ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik selama KAD.
Infark miokard akut dapat merupakan factor pencetus KAD, tetapi dapat juga terjadi pada saat pengobatan KAD. Hal ini sering pada pasien usia lanjut dan merupakan penyebab kematian yang penting.
Selain itu masih ada komplikasi iatrogenic, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.
Prognosis 5
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi. Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam darah (ketosis). Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darah menurun atau disebut sebagai asidosis. Keduanya disebut sebagai ketoasidosis.
Oleh karena itu prognosis pada KAD masih tergolong dubia, tergantung pada usia, adanya infark miokard akut, sepsis, syok. Pasien membutuhkan insulin dalam jangka panjang dan kematian pada penyakit ini dalam jumlah kecil sekitar 5%.
12
Kesimpulan
Prinsip pengobatan KAD ialah pemberian cairan, menekan lipolisis dan glukoneogenesis
dengan pemberian insulin, mengatasi stress, serta pemantauan yang ketat. Komplikasi iatrogenik
dapat dicegah dengan pemantauan cermat dengan menggunakan lembar penatalaksanaan
ketoasidosis metabolik yang baku. Program edukasi DM, khususnya bagaimana penyandang DM
menghadapi sakit akut, dapat mencegah KAD ataupun KAD berulang.
Daftar Pustaka
1. Soewondo P. Buku ajar ilmu penyakit dalam: ketoasidosis diabetik. Edisi 5. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
h.1906-10.
2. Gleadle J. History and clinical examination at a glance. 3rd ed. Oxford: Wiley
Blackwell.2012.p.91-2.
3. Corwin JC. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Dalam: Subekti, editor. Jakarta: EGC; 2009.
h.635
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam: Safitri A, editor. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2007. h.138
5. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat dibidang penyakit dalam. Jakarta: EGC; h.113.
13