LAPORAN PENDAHULUAN kad
-
Upload
dedemahmud -
Category
Documents
-
view
269 -
download
4
Embed Size (px)
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN kad

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETIK KETOASEDOSIS (DKA) / KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)
PADA ANAK
A. Pengertian
Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat
mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat.
Ketoasidosis diabetik adalah suatu gangguan metabolik karena adanya keton yang
diproduksi secara berlebihan dan mengancam kehidupan yang ditandai dengan hiperglikemia,
asidosis metabolik, dehidrasi dan perubahan tingkat kesadaran (Suriadi 2006).
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang
terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan
growth hormone. Hal ini akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal
disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan
hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton akan
menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan
menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
B. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan
bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah.
Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka
kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti,
yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun),
memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status sosial
ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik,
diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada
individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak
dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak
perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan
makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah
1

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu
terjadinya KAD.
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami episode
KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau pemberian
yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15% di Amerika
Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang kurang
memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal
sebelum mendapatkan terapi.
Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema
serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada
0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas
yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan
morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema serebri.
Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD
mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat, hematom,
trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan emfisema. Beberapa
sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi SSP mencakup insufisiensi
hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan defisiensi thyroid-stimulating hormone.
C. Etiologi
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah menghentikan atau mengurangi
dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
- Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
- Keadaan sakit atau infeksi.
- Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
D. Patofisiologi
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai
lanjutan dari kegagalan sel secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar
atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan
kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan
keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari glikogenolisis
maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara langsung, keadaan
ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis
2

osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan
hiperosmolaritas.
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan turut
memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton)
secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan
ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang
buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit
akan semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini
berlanjut membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan
progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan
dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut
menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi:
ringan (pH 7,2 – 7,3), moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).7
Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya didapatkan
pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat
pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat
defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan
magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat
osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar
natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan
osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas
intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat
memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian akan
memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi.
Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap
dengan monitoring ketat.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan
keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan
asidosis metabolic.
3

E. Pathway
4

F. Diagnosis
Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
Asidosis, bila pH darah < 7,3.
kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:
- Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
- Penglihatan yang kabur
- Kelemahan
- Sakit kepala
- Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada
saat berdiri).
- Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah
dan cepat.
- Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
- Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna
melawan efek dari pembentukan badan keton.
- Mengantuk (letargi) atau koma.
- Glukosuria berat.
- Asidosis metabolik.
- Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
- Hipotensi dan syok.
- Koma atau penurunan kesadaran.
5

H. Pemeriksaan Laboratoris
1. Gula darah
- Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama
terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
- Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara
progresif atau bila diberikan infus insulin.
- Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin
memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada
derajat dehidrasi.
- Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa
yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
2. Gas darah
- Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena
dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah
dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.
- Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH <
7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan
berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).
3. Kalium
- Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar
kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium
intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar
kalium mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan.
- Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring
EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.
4. Natrium
- Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia
- Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L
natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3
mmol/L glukosa).
6

- Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
- Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan
dengan peningkatan risiko edema serebri.
5. Ureum dan Kreatinin:
Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton, sehingga
memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi
yang terjadi pada KAD.
6. Kadar keton:
Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, dimana
nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang
dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1
mmol/L.
7. Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c):
Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes, terutama pada pasien yang tidak
mendapat penanganan sesuai standar. • Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar
leukosit sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi.
8. Urinalisis
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per 24 jam,
terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.
9. Insulin
Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana rendahnya
kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang
dapat memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.
10. Osmolaritas serum
Osmolaritas serum umumnya meningkat.
I. Pada pemeriksaan imaging (radiologis)
- CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma,
selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.
- Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.
- EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan
terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem.
Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu:
Interval QT memanjang
Depresi segmen ST
7

Gelombang T mendatar atau difasik
Gelombang U
Interval PR memanjang
Blok SA
Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG
sebagai berikut:
Kompleks QRS melebar
Gelombang T tinggi
Interval PR memanjang
Gelombang P hilang
Kompleks QRS difasik
Asistole
- Penilaian rutin derajat kesadaran:
Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak
yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian menggunakan
GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran.
Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan
kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri yang
semakin berat.
J. Prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD
- Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan, infus
insulin, drip, dan lain-lain.
- Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda syok
berat, dan adanya tanda asidosis berat.
K. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya
fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah.
Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
8

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan
berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada
pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan
mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa
nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa
darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan
kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-
kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
L. Penatalaksanaan
Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat
dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan
perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan
oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD harus terlibat
langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta dilakukan
berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah parameter
biokimia. Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi,
atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia
< 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak.
Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan
oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes
glukosa, dan pemeriksaan status mental.
9

Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:
- Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,
breathing, dan circulation.
- Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,
suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.
Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan laboratorium
adalah:
- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.
- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 – 300
mg/dL selama rehidrasi.
Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis dan
ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi glukosa darah
pada level 150 - 250 mg/dL.
MONITORING
Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup
medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.
Monitoring yang dilakukan harus mencakup:
- Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.
- Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat
gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.
- Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia
atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
- Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah
vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi
perifer yang buruk)
- Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus
diulangi setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.
Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda
infeksi.
- Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan adanya
tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang,
peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status neurologik
(gelisah, iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik dapat
ditemukan kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil.
10

CAIRAN DAN NATRIUM
Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan menyebabkan
pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa penelitian terhadap pasien dengan
IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan defisit cairan sebanyak kurang lebih 5L
bersamaan dengan kehilangan 20% garam natrium dan kalium. Pada saat yang sama, cairan
ekstraselular mengalami penyusutan. Keadaan syok dengan kegagalan hemodinamik jarang
terjadi pada KAD. Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat
penyusutan cairan ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] +
glukosa) pada saat yang sama berkisar antara 300 – 350 mOsm/L. Peningkatan ureum nitrogen
serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan ekstraselular.
Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang menyebabkan
penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam darah. Penelitian pada
manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja akan menyebabkan penurunan
kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar akibat peningkatan laju filtrasi
glomerulus.
Tujuan pemberian cairan dan natrium pada KAD, antara lain:
- Mengembalikan volume sirkulasi efektif.
- Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel.
- Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan keton
dari dalam darah.
- Menghindari edema serebri.
Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang
dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan
cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan
isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai
standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko
lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik.
Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan kristaloid dalam
tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih encer dari
larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang mengandung sejumlah besar cairan dan
elektrolit, dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu perpindahan
cairan ke dalam kompartemen intraselular.
11

Insulin Meskipun rehidrasi saja sudah cukup bermanfaat dalam menurunkan konsentrasi
glukosa darah, pemberian insulin juga tidak kalah penting dalam normalisasi kadar glukosa
darah dan mencegah proses lipolisis dan ketogenesis. Meskipun diberikan dengan dosis dan
cara yang berbeda (subkutan, intramuskular, intravena), telah banyak bukti yang menunjukkan
pemberian insulin intravena dosis rendah merupakan standar terapi efektif. Penelitian
fisiologis menunjukkan bahwa insulin pada dosis 0,1 unit/Kg/jam, yang akan mencapai kadar
insulin plasma 100 – 200 unit/mL dalam 60 menit, cukup efektif. Kadar ini cukup potensial
karena mampu mengimbangi kemungkinan resistensi insulin dan – yang paling penting –
menghambat proses lipolisis dan ketogenesis, menekan produksi glukosa, dan menstimulasi
peningkatan ambilan glukosa di perifer. Pemulihan asidemia bervariasi bergantung normalisasi
kadar glukosa darah.
Adapun pedoman pemberian insulin pada anak dengan KAD, antara lain:
- Insulin tidak diberikan sampai hipokalemia terkoreksi.
- Insulin diberikan 0,1 U/Kg secra bolus intravena, dilanjutkan dengan pemberian 0,1
U/Kg/jam intravena secara konstan melalui jalur infus.
- Untuk memberikan drip insulin, penambahan setiap unit regular insulin setara dengan Kg
berat badan pasien untuk setiap 100 mL salin. Pengaturan kecepatan infus adalah 10
mL/jam, sehingga didapatkan dosis 0,1 U/Kg/jam.
- Untuk menghindari keadaan hipoglikemia, dapat ditambahkan glukosa secara intravena
apabila glukosa plasma menurun hingga 250 – 300 mg/dL.
KALIUM
Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 – 6 mmol/Kg. Namun,
pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari intrasel adalah
hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hidrogen di dalam sel. Kadar kalium serum
pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang terjadi
berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi akibat
penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi kalium
masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum menurun.
Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:
- Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.
- Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.
- Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan,
dipertimbangkan pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair. Apabila
12

koreksi hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan pemberian harus
dikurangi.
- Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.
- Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, tambahkan 30 mEq/L
- Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, tambahkan 20 mEq/L
- Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan
preparat kalium ke dalam cairan intravena.
- Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil
hiperkalemia pada EKG.
FOSFAT
Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan
berkisar antara 0,5 – 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap.
Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan
pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular.
Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan gangguan metabolik dalam skala yang
luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi
jaringan. Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD
mengalami resolusi. Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya
keuntungan klinis yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam
upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman yang
dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari hiperkloremia.
ASIDOSIS
Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin
akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme.
Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi
asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi
jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik
dan mencegah asidosis laktat.
Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah ?-
hidroksibutirat dan asetoasetat.
Anion gap = [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]
Nilai Normal: 12 ± 2 mmol/L
13

Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian menelaah
pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak menunjukkan
adanya manfaat yang bermakna.
Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini
diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP
paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan menghasilkan
keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga terjadi hipertonisitas
serum. Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan keton oleh hepar, sehingga
memperlambat pemulihan keadaan ketosis.
Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru
memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang disertai
dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka pemberian terapi alkali
ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam jiwa.
EDEMA SEREBRI
Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul.
Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan
efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek
merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan
setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25
– 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan
respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah
pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30 menit dapat
digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai
kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait
dengan KAD.
M. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien
c. Mual muntah
d. Riwayat penyakit sekarang
e. Riwayat penyakit dahulu
14

f. Menderita Diabetes Militus
g. Riwayat kesehatan keluarga
h. Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi
pernapasan meningkat.
b. B2 (Blood)
- Tachicardi
- Disritmia
c. B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
d. B4 (Brain)
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang (tahap lanjut dari
DKA)
e. B5 (Bowel)
- Distensi abdomen
- Bising usus menurun
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
N. Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3. Kelelahan berhubungan dengan metabolisme sel menurun
4. Gangguan asam basa berhubungan dengan insufisiensi insulin.
15

O. Rencana Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal:
- Pulse perifer dapat teraba
- Turgor kulit dan capillary refill baik
- Keseimbangan urin output
- Kadar elektrolit normal
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual,
muntah dan berkemih berlebihan
2. Monitor vital sign dan perubahan
tekanan darah orthostatik
3. Monitor perubahan respirasi:
kussmaul, bau aceton
4. Observasi kulaitas nafas,
penggunaan otot asesori dan
cyanosis
5. Observasi ouput dan kualitas urin.
1. Membantu memperkirakan
pengurangan volume total. Proses
infeksi yang menyebabkan demam
dan status hipermetabolik
meningkatkan pengeluaran cairan
insensibel
2. Hypovolemia dapat dimanifestasikan
oleh hipotensi dan takikardia.
Hipovolemia berlebihan dapat
ditunjukkan dengan penurunan TD
lebih dari 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Pelepasan asam karbonat lewat
respirasi menghasilkan alkalosis
respiratorik terkompensasi pada
ketoasidosis. Napas bau aceton
disebabkan pemecahan asam keton
dan akan hilang bila sudah
terkoreksi
4. Peningkatan beban nafas
menunjukkan ketidakmampuan
untuk berkompensasi terhadap
asidosis
5. Menggambarkan kemampuan kerja
16

6. Timbang BB
7. Pertahankan cairan jika
diindikasikan
8. Ciptakan lingkungan yang nyaman,
perhatikan perubahan emosional
9. Catat hal yang dilaporkan seperti
mual, nyeri abdomen, muntah dan
distensi lambung
10. Obsevasi adanya perasaan kelelahan
yang meningkat, edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur
dan adanya distensi pada vaskuler
Kolaborasi:
- Pemberian NS dengan atau tanpa
dextrose
- Albumin, plasma, dextran
- Pertahankan kateter terpasang
- Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit
BUN/Kreatinin
Osmolalitas darah
ginjal dan keefektifan terapi
6. Menunjukkan status cairan dan
keadekuatan rehidrasi
7. Mempertahankan hidrasi dan
sirkulasi volume
8. Mengurangi peningkatan suhu yang
menyebabkan pengurangan cairan,
perubahan emosional menunjukkan
penurunan perfusi cerebral dan
hipoksia
9. Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, sering
menimbulkan muntah dan potensial
menimbulkan kekurangan cairan &
elektrolit
10. Pemberian cairan untuk perbaikan
yang cepat mungkin sangat
berpotensi menimbulkan beban
cairan dan GJK
- Pemberian tergantung derajat
kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual
- Plasma ekspander dibutuhkan saat
kondisi mengancam kehidupan atau
TD sulit kembali normal
- Memudahkan pengukuran haluaran
urin
Mengkaji tingkat hidrasi akibat
hemokonsentrasi
Peningkatan nilai mencerminkan
kerusakan sel karena dehidrasi atau
awitan kegagalan ginjal
Meningkat pada hiperglikemi dan
17

Natrium
Kalium
- Berikan Kalium sesuai indikasi
- Berikan bikarbonat jika pH <7
- Pasang NGT dan lakukan
penghisapan sesuai dengan indikasi
dehidrasi
Menurun mencerminkan
perpindahan cairan dari intrasel
(diuresis osmotik), tinggi berarti
kehilangan cairan/dehidrasi berat
atau reabsorpsi natrium dalam
berespons terhadap sekresi
aldosteron
Kalium terjadi pada awal asidosis
dan selanjutnya hilang melalui urine,
kadar absolut dalam tubuh
berkurang. Bila insulin diganti dan
asidosis teratasi kekurangan kalium
terlihat
- Mencegah hipokalemia
- Memperbaiki asidosis pada
hipotensi atau syok
- Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Kriteria hasil :
- Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi Rasional
1. Pantau berat badan setiap hari
atau sesuai indikasi
2. Tentukan program diet dan
pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan
yang dihabiskan
3. Auskultasi bising usus, catat
1. Mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
2. Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3. Hiperglikemia dan ggn keseimbangan
18

adanya nyeri abdomen/perut
kembung, mual, muntahan
makanan yang belum dicerna,
pertahankan puasa sesuai
indikasi
4. Berikan makanan yang
mengandung nutrien
kemudian upayakan
pemberian yang lebih padat
yang dapat ditoleransi
5. Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan sesuai indikasi
6. Observasi tanda hipoglikemia
7. Kolaborasi :
- Pemeriksaan GDA
dengan finger stick
- Pantau pemeriksaan
aseton, pH dan HCO3
- Berikan pengobatan
insulin secara teratur
sesuai indikasi
- Berikan larutan dekstrosa
dan setengah salin normal
cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
4. Pemberian makanan melalui oral lebih baik
jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal
baik
5. Memberikan informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi pasien
6. Hipoglikemia dapat terjadi karena
terjadinya metabolisme karbohidrat yang
berkurang sementara tetap diberikan
insulin , hal ini secara potensial dapat
mengancam kehidupan sehingga harus
dikenali
- Memantau gula darah lebih akurat daripada
reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
- Memantau efektifitas kerja insulin agar
tetap terkontrol
- Mempermudah transisi pada metabolisme
karbohidrat dan menurunkan insiden
hipoglikemia
- Larutan glukosa setelah insulim dan cairan
membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl.
Dengan mertabolisme karbohidrat
mendekati normal perawatan harus
diberikan untuk menhindari hipoglikemia
3. Kelelahan berhubungan dengan metabolisme sel menurun
19

Kriteria hasil :
- Mengungkapkan peningkatan energy
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan
Intervensi Rasional
1. Identifikasi aktifitas yang
menimbulkan kelelahan.
2. Berikan aktifitas alternative dengan
periode istireahat yang cukup/tanpa
diganggu.
3. Pantau nadi frekuensi pernafasan dan
tekanan darah sebelum/sesudah
aktifitas.
4. Diskusikan cara menghemat kalori
selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya.
5. Tingkatkan partisipasi px dalam
melakukan aktifitas sehari – sehari
sesui yang dapat ditoleransi.
1. Dapat memberikan motifasi untuk
meningkatkan aktifitas meskipun px
masih lemah
2. Mencegah kelelahan yang berlebihan
3. Mengindikasikan tingkat aktifitas
yang dapat ditoleransi
4. Pasien akan dapat melakukan lebih
banyak kegiatan dengan penurunan
kebutuhan akan energy pada setiap
kegiatan
5. Meningkatkan kepercayaan/harga diri
yang positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi px
4. Gangguan asam basa berhubungan dengan insufisiensi insulin
20

Kriteria hasil:
Klien memperlihatkan balance asam-basa.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan pemberian oksigen
2. Monitoring gas darah
3. Observasi adanya tanda
ketoasidosis; mual, muntah,
nyeri abdomen, kemerahan
wajah, nafas bau aseton, nafas
kusmaull
4. Monitoring bising usus tiap 8
jam, bila ada berikan makan
sesuai toleransi
1. Memaksimalkan untuk bernafas
2. Menunjukkan stabilitas/sebagai indikator
pH darah
3. Dengan mengetahui gejala lebih awal bisa
meminimalkan terjadinya ketoasidosis
diabetic
4. Penurunan atau hilangnya bising usus
merupakan indikasi adanya ileus paralitik
yang berarti hilangnya motilitas usus dan
atau ketidakseimbangan elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA
Beth, Cecyl & Sowden, Linda. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Suriadi, dkk. Askep Pada Anak Edisi I. 2001. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
www.ahmadrahmawan.blogspot.com. Ahmad Rahmawan. Ketoasidosis Diabetik Pada Anak. 16
Januari 2013
21