Kad Case New

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kegawatdaruratan bidang endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan komplikasi akut diabetes mellitu s yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolism protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolism yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin. Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun.Ketoasidosis diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Surveillance Diabetes Nasional Program Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa ada 115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika Serikat, sedangkan pada tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD per 100.000 pasien diabetes menurun antara tahun 1985 dan 2002 dengan pengurangan kematian terbesar di antara mereka yang berusia 65 tahun ataulebih tua dari 65 tahun. 1

description

scs

Transcript of Kad Case New

Page 1: Kad Case New

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kegawatdaruratan bidang endokrinologi

yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis

diabetik  juga merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan

dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis.

Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan disertai

gangguan metabolism protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan

gangguan metabolism yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.

Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun.Ketoasidosis

diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-

laki. Surveillance Diabetes Nasional Program Centers for Disease Control (CDC)

memperkirakan bahwa ada 115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika

Serikat, sedangkan pada tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD

per 100.000 pasien diabetes menurun antara tahun 1985 dan 2002

dengan pengurangan kematian terbesar di antara mereka yang berusia 65 tahun

ataulebih tua dari 65 tahun. Kematian di KAD terutama disebabkan oleh penyakit

pengendapan yang mendasari dan hanya jarang komplikasi metabolic hiperglikemia

atau ketoasidosis.

Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis

diabetic manakala terjadi diabetic tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan

jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak

terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau

tekanan emosional. Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain

meliputirehidrasi, pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin.

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah

edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, dan komplikasi iatrogeni.

Komplikasi iatrogenic tersebut ialah hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan

hipokalsemia.

1

Page 2: Kad Case New

1.2 Tujuan

Tujuan dari laporan kasus ini untuk menjadi pembelajaran dalam mengenali

KAD dan menatalaksana KAD dengan cepat.

1.3 Manfaat

Mengetahui KAD dari definisi sampai tatalaksana.

1.4 Metode Penulisan

Laporan kasus ini ditulis berdasarkan penemuan pada pasien yan dirawat di

bngsal penyakit dalam RSUD Pariaman dan tinjauan pustaka dari berbagai

literatur.

2

Page 3: Kad Case New

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketoasidosis Diabetikum

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi

kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias:

- Hiperglikemia

- Asidosis

- Ketosis

terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.

2.2 Epidemiologi Ketoasidosis Diabetikum

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa

insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok

umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar

13.4/1000 pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan insiden KAD

sebesar 4.6-8/100 pasien DM per tahun. KAD dilaporkan bertanggung jawab

untuk lebih dari 100,000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat.

Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di

Indonesia tidak sebanyak di negara barat. Laporan insiden KAD di Indonesia

umumnya berasal dari data rumah sakit terutama pada pasien DM tipe II.

2.3 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan

peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis

merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi

bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormone). Kedua hal tersebut

mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan

meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat

3

Page 4: Kad Case New

peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan

glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.

Peningkatan glukoneogenesis akibat dari itngginya kadar substrat

nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada

ginjal) dan peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol poruvat

karboksilase/PEPCK, fruktosa 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase).

Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang

bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien KAD.

Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi

menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan

penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan

memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan

produksi benda keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi defisiensi insulin

dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi

hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini

akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty

acid). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk

glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang

berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid.

Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetikum

Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM

untuk pertamakalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM

sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20%

lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya.

Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan diperkirakan

sebagai pencetus lebih dari 50% kasus KAD.6-8 Pada infeksi akan terjadi

peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar

gula darah yang bermakna. Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident,

alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma, pheochromocytoma, obat,

DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi

insulin inadekuat.

4

Page 5: Kad Case New

Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan

faktor komorbid penderita. Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus

KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi

yang diketahui paling sering mencetuskan KAD adalah infeksi saluran kemih

dan pneumonia. Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat mempengaruhi

oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu diperhatikan

sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik

dari asidosis metabolik.

Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion atau infeksi

tenggorokan. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat

seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti

dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan KAD. Obat-obat lain yang

diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta bloker, obat antipsikotik,

dan fenitoin, Pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis

yang disertai kelainan makan memberikan kontribusi pada 20% KAD

berulang. Faktor yang memunculkan kelalaian penggunaan insulin pada

pasien muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan dengan

perbaikan kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia, dan stres

akibat penyakit kronik. Namun demikian, seringkali faktor pencetus KAD

tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20 " 30% dari semua kasus KAD,

akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat KAD

itu sendiri.

5

Page 6: Kad Case New

2.4 Diagnosis Ketoasidosis Diabetikum

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama

memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan

kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat

menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan,

sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.

6

Page 7: Kad Case New

Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam

beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak

dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan seluruh

gejala dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak

menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya. Gambaran klinis

klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan berat

badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan

akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun,

respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok, dan

koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi muntah-muntah yang tampak

seperti kopi. Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien dengan hipotermia

karena menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demikian pula pasien

dengan abdominal pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah

indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda. Evaluasi lebih lanjut

diperlukan jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan

asidosis metabolik.

7

Page 8: Kad Case New

2.5 Tatalaksana Ketoasidosis Diabetikum

Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan

pendekatan terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Terdapat

banyak sekali pedoman penatalaksanaan KAD pada literatur kedokteran, dan

hendaknya semua itu tidak diikuti secara ketat sekali dan disesuaikan dengan

kondisi penderita. Dalam menatalaksana penderita KAD setiap rumah sakit

hendaknya memiliki pedoman atau disebut sebagai integrated care pathway.

Pedoman ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka

mencapai tujuan terapi. Studi terakhir menunjukkan sebuah integrated care

pathway dapat memperbaiki hasil akhir penatalaksanaan KAD secara

signifikan.

Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,

hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi

komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus.

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan KAD.

1. Terapi cairan

8

Page 9: Kad Case New

Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan.

Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi

dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah

menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam

pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh

rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus dipahami

adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan

yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi

ginjal, dan intake cairan penderita. Hal ini bisa diperkirakan dengan

pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

9

Page 10: Kad Case New

Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi

adalah dengan menghitung osmolalitas serum total dan corrected serum

sodium concentration.

10

Page 11: Kad Case New

Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan

1,6 mEq/l tiap kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100

mg/dl. Nilai corrected serum sodium concentration >140 dan osmolalitas

serum total > 330 mOsm/kg air menunjukkan deÞ sit cairan yang berat.

Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan,

namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk

menentukan derajat dehidrasi adalah:

- 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia

- 10% : capillary refill time >3 detik, mata cekung

- > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria

Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya

adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-12

jam pertama dan sisanya dalam 12-16 jam berikutnya. Menurut perkiraan

banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD sebesar 100 ml/kgBB,

atau sebesar 5-8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal langsung

diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan ekstravaskular dan

menjaga perfusi ginjal. Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan

yang dipergunakan. Tidak ada uji klinik yang membuktikan kelebihan

pemakaian salah satu jenis cairan. Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian

cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan.

Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15-20

ml/kgBB/jam atau lebih selama jam pertama (± 1-1,5 liter). Sebuah sumber

memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada

jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam

sampai pasien terehidrasi. Sumber lain menyarankan 1-1,5 lt pada jam 11

Page 12: Kad Case New

pertama, selanjutnya 250-500 ml/jam pada jam berikutnya.2 Petunjuk ini

haruslah disesuaikan dengan status hidrasi pasien. Pilihan cairan selanjutnya

tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine.

Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan jika kadar natrium serum tinggi

(> 150 mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi peningkatan kadar Na+

serum (corrected serum sodium) dengan kecepatan 4-14 ml/kgBB/jam serta

agar perpindahan cairan antara intra dan ekstraselular terjadi secara gradual.

Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada

pemakaian normal saline dan berdasarkan strong-ion theory untuk asidosis

(Stewart hypothesis). Sampai saat ini tidak didapatkan alasan yang

meyakinkan tentang keuntungan pemakaian RL dibandingkan dengan NaCl

0,9%. Jika kadar Na serum rendah tetaplah mempergunakan cairan NaCl

0,9%. Setelah fungsi ginjal dinilai, infus cairan harus mengandung 20-30

mEq/l Kalium (2/3 KCl dan1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat makan.

Keberhasilan terapi cairan ditentukan dengan monitoring hemodinamik

(perbaikan tekanan darah), pengukuran cairan masuk dan keluar, dan

pemeriksaan klinis.

Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan

dalam jangka waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak

melebihi 3 mOsm/kgH2O/jam. Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung

atau hati terutama orang tua, harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum

dan penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang

berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload

cairan iatrogenik. Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure (CVP)

monitor dapat sangat menolong. Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl,

cairan diganti atau ditambahkan dengan cairan yang mengandung dextrose

seperti (dextrose 5%, dextrose 5% pada NaCl 0,9%, atau dextrose 5% pada

NaCl 0,45%) untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi kemunginan

edema serebral akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat.

12

Page 13: Kad Case New

2. Terapi Insulin

Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan

rehidrasi yang memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin

dimulai setelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian cairan telah 13

Page 14: Kad Case New

dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon,

sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak

bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan

meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970-an

penggunaan insulin umumnya secara bolus, intravena, intramuskular,

ataupun subkutan.

Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan

drip insulin intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular.

Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin,

menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat

menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi

hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Pemberian insulin dengan

infus intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang

disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan insulin

intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan.

Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan

insulin regular 0,15 u/kgBB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam

(5-7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu

untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan

aritmia jantung. Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula darah

dengan kecepatan 50-75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis

lebih tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai

awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi

mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam sampai

tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75 mg/dl/jam. Ketika

kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi

0,05-0,1 u/kgBB/jam (3-6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5-10%.

Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau konsentrasi dextrose harus

disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis

membaik. Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat

diberikan, maka insulin diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB

yang terbagi menjadi setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi

14

Page 15: Kad Case New

secara subkutan atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara

intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/jam, selanjutnya protokol

penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.

Pada KAD ringan, insulin regular dapat diberikan secara subkutan atau

intramuskular setiap jam dengan efektifitas yang sama dengan pemberian

intravena pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies yang

rendah. Efektifitas pemberian insulin dengan intramuskular dan subkutan

adalah sama, namun injeksi subkutan lebih mudah dan kurang

menyakitkan pasien. Pasien dengan KAD ringan harus mendapatkan

“priming dose” insulin regular 0,4-0,6 u/kgBB, setengah dosis sebagai

bolus dan setengah dosis dengan subkutan atau injeksi intramuskular.

Selanjutnya diberikan insulin subkutan atau intramuskular 0,1

u/kgBB/jam.

Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah < 200 mg/dl,

serum bikarbonat ≥18 mEq/l, pH vena > 7,3, dan anion gap ≤12 mEq/l.

Saat ini, jika pasien NPO, lanjutkan insulin intravena dan pemberian

cairan dan ditambah dengan insulin regular subkutan sesuai keperluan

setiap 4 jam. Pada pasien dewasa dapat diberikan 5 iu insulin tambahan

setiap kenaikan gula darah 50 mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl dan

dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah ≥300 mg/dl. Ketika pasien dapat

makan, jadwal dosis multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi

dosis short atau rapid acting insulin dan intermediate atau long acting

insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol glukosa darah.

3. Natrium

Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium

serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap

peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium

diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur.

Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah

penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600

mg/dl danlevel natrium yang diukur 130, maka level natrium yang

15

Page 16: Kad Case New

sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga tidak memerlukan

koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl

0,9%). Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan

resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki

kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu

disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular

sehingga akan meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang lebih

tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.

4. Kalium

Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh

(sampai 3-5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali

terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh

karena asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi

insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan

menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia,

penggantian kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0,

sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20-30 mEq kalium

(2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk

memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4-5 mEq/l. Kadang-

kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus

tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l,

dan terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk

menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan.

Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak

dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau

kadar kalium > 6 mEq/l.

5. Bikarbonat

16

Page 17: Kad Case New

Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,

pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki

ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah

gagal menunjukkan baik keuntungan atau kerugian pada perubahan

morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD

dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak didapatkan studi random prospektif yang

mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH < 6,9.

Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular

yang tidak diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa

pada pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat

ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan

kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9-7,0, 50 mmol natrium

bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan

kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0.

Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium

serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara

intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena

diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi

setiap 2 jam jika perlu.

6. Penatalaksanaan terhadap Infeksi yang Menyertai

Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor

pencetus terjadinya KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat

ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.

17

Page 18: Kad Case New

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat pasien laki-laki berusia 62 tahun di bangsal Penyakit Dalam

RSUD Pariaman sejak tanggal 28 April 2013 sampai dengan sekarang dengan:

Keluhan Utama : Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 7 jam sebelum masuk

rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

18

Page 19: Kad Case New

Sesak nafas semakin meningkat sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit,

sesak nafas sudah dirasakan sejak 4 hari yang lalu, nafas cepat dan dalam,

sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan, sesak nafas tidak

berkurang dengan istirahat.

Demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam tidak tinggi,

tidak menggigil, demam turun ketika os minum obat turun panas, kemudian

demam lagi. Saat masuk rumah sakit os tidak demam lagi.

Pasien tidak nyambung komunikasi sejak 4 hari yang lalu.

Bengkak dan merah pada lengan kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah

sakit. Bengkak terasa panas dan nyeri. Pasien mengaku tertusuk duri di jempol

tangan kanan 1 minggu yang lalu.

Penurunan nafsu makan (+) sejak 1 minggu yang lalu. Mual (-), muntah (-)

Penurunan berat badan yang cepat (+).

Badan sering terasa lemas. Pasien sehari-hari sering merasa lapar dan haus,

sering minum, dan sering kencing terutama malam hari dengan frekuensi ± 3-

5 kali perhari dan semakin sering sejak pasien demam.

Pasien tidak meminum obat untuk penyakit gulanya dengan teratur, dan tidak

lagi meminum obat dari dokter sejak 1 tahun yang lalu. Pasien hanya

meminum obat herbal yang dibelinya sendiri.

BAK (+) N

BAB (+) N

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit serupa (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat DM (+)

Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Penyakit Ginjal (-)

Riwayat Hipertensi (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa

19

Page 20: Kad Case New

Riwayat Pekerjaaan, Sosial, Ekonomi dan Status Perkawinan

Os bekerja sebagai petani

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

Kesadaraan : Sopor Keadaan Umum : Lemah

Tekanan Darah : 180/120 mmHg BB : 50 kg

Frekuensi Nadi : 128 x/mnt TB : 170 cm

Frekuensi Nafas : 32 x/mnt BMI : 17.3 kg/m2

cepat dan dalam Kesan : Underweight

Suhu : 36,50C

Status Generalis

Kulit : Turgor kulit menurun (+) Ikterus (-),

Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : Normocephal

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak ada kelainan

20

Page 21: Kad Case New

Gigi dan Mulut : Caries (+)

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Kelenjar tiroid tidak membesar

Thoraks

Paru Depan

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis

Palpasi : Sukar dinilai

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Paru Belakang

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis

Palpasi : Sukar dinilai

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari madial LMCS RIC V

Perkusi : Batas Jantung kanan : LSD, Atas : RIC II, kiri : 1 jari

Madial LMCS RIC V, luas 1 jari, tidak kuat angkat,

Thrill (-), pinggang jantung (+)

Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, M1 > M2, P2 < A2,

Bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak membuncit, kolateral (-), sikatrik (-)

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi : Timpani, shiffting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Punggung : NT CVA (-), NT CVA (-)

Alat kelamin : Tidak diperiksa

Anus : Tidak diperiksa

Anggota Gerak : Gangren et Manus Digiti I Dekstra

21

Page 22: Kad Case New

Selulitis et regio Manus Dextra – Brakhialis Dekstra

Reflek fisiologis (+/+), Edema (-/-)

Laboratorium (28 April 2013)

Darah

Hemoglobin : 14.7 gr/dl Ureum : 84 mg/dl

Leukosit : 29.610/mm3 Kreatinin : 1,4 mg/dl

Hematokrit : 41%

Trombosit : 348.000/mm3

GDS : 411 mg/dl

Diagnosis Kerja

Diagnosis Primer : Penurunan kesadaran e.c suspek KAD

Diagnosis Sekunder :

- Sepsis e.c selulitis et regio Manus Dekstra – Brakhialis Dekstra

- Hipertensi stage II

Terapi :

Istirahat / NGT MC / O2 2L/menit

IVFD NaCl 0.9%

Jam I 2 L

Jam II 1 L

Jam III 1 L

Jam IV 500 cc

Jam V 500 cc

Jam VI dst. 6 jam/kolf

Ceftriaxone Inj. 2 x 1 gram IV

Ciprofloxacin Inj. 2 x 200 mg IV

Metronidazole Infus 300 mg

Ranitidin 3 x 1 amp. IV

Curcuma Tab 3x1 tab

22

Page 23: Kad Case New

Sliding Scale : cek GD / 4 jam

GDS Insulin

200 – 250 mg/dl 8 IU

250 – 300 mg/dl 12 IU

300 – 350 mg/dl 16 IU

>350 mg/dl 20 IU

Nonflamin 3 x 1 tab

Captopril 3 x 50 mg

Pasang kateter

Rencana pemeriksaan

Cek AGD

Urinalisa

EKG

Follow Up (29 April 2013)

S/ Penurunan Kesadaran

O/ Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Sopor

Tekanan Darah : 180/100

Nadi : 92 x/menit

Nafas : 26 x/menit

Temperatur : Afebris

Lab

Kimia Klinik

23

Jam Gula Darah Insulin

08.00 422 mg/dl 20 IU

18.30 493 mg/dl 20 IU

22.00 396 mg/dl 20 IU

Page 24: Kad Case New

Urinalisa

Makroskopis

Warna : kuning

Mikroskopis Kimia

Lekosit : 1-2/LPB Protein : (-)

Eritrosit : 0-1/LPB Glukosa : (++++)

Silinder : (-) Bilirubin : (-)

Kristal : (-) Urobilinogen : (+)

Epitel : (+) Benda Keton : (+++)

Analisa Gas Darah

pH : 7.31

pCO2 : 12 mmHg

pO2 : 158 mmHg

Na+ : 138 mmol/L

HCO3- : 5.7 mmol/L

Base(Ecf.ox) : - 19.2 mmol/L

sO2 : 99.4%

A/ Asidosis Metabolik

Sepsis e.c selulitis et regio Manus Dekstra – Brakhialis Dekstra

Hipertensi stage II

P/ Terapi lanjut

IVFD NaCl 0.45% 6 jam/kolf

Sliding Scale / 4 jam

Biknat Tab 3 x 1 tab

Rencana pemeriksaan

Cek AGD

Follow Up (30 April 2013)

S/ Penurunan Kesadaran

O/ Keadaan Umum : Lemah

24

Page 25: Kad Case New

Kesadaran : Sopor

Tekanan Darah : 130/80

Nadi : 90 x/menit

Nafas : 28 x/menit

Temperatur : Afebris

Lab

Ureum : 84 mg/dl

Creatinin : 1.4 mg/dl

Analisa Gas Darah

pH : 7.44

pCO2 : 29 mmHg

pO2 : 124 mmHg

Na+ : 159 mmol/L

HCO3- : 19.2 mmol/L

Base(Ecf.ox) : - 2.9 mmol/L

sO2 : 98.9%

A/ Asidosis Metabolik

Sepsis e.c selulitis et regio Manus Dekstra – Brakhialis Dekstra

Hipertensi stage II

P/ Terapi Lanjut

Follow Up (1 Mei 2013)

S/ Penurunan kesadaran (-)

25

Jam Gula Darah Insulin

06.00 430 mg/dl 20 IU

10.00 369 mg/dl 20 IU

15.30 353 mg/dl 16 IU

19.30 93 mg/dl 10 IU

Page 26: Kad Case New

Nafas sesak (-)

Keluar darah dari selang NGT

O/ Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 150/80 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Nafas : 28 x/menit

Temperatur : Afebris

A/ Asidosis metabolik dalam perbaikan

Sepsis e.c selulitis et regio Manus Dekstra – Brakhialis Dekstra

Hipertensi stage II

Stress Ulcer

P/ Terapi Lanjut

Gastrofer 1 x 1

Mucogard 3 x 1 C

BAB IV

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien pria umur 62 tahun diagnosis akhir :

Keto Asidosis Diabetik

Sepsis e.c selulitis et regio Manus Dekstra – Brakhialis Dekstra

Diabetes Melitus ditegakan berdasarkan anamnesa didapatkan gejala klasik

seperti poliuri, polidipsi, polifagia dan berat badan pasien yang menurun dalam 1

tahun terakhir. Berdasarkan literature diagnosis diabetes melitus ditegakan

berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah dimana pemeriksaan gula darah

sewaktu adalah besar dan sama 200 mg/dl. Pada pemeriksaan laboratorium pada

26

Page 27: Kad Case New

pasien ini didapatkan gula darah pasien 411 mg/dl. Diagnosa ketoasidosis diabetik

ditegakan berdasarkan gejala sesak nafas dengan nafas cepat dan dalam (tipe

pernafasan kusmaul), adanya demam sebelumnya walaupun saat masuk rumah sakit

os tidak demam lagi, adanya mual dan muntah dan penurunan kesadaran. Nafas bau

keton, turgor kulit yang menurun karena dehidrasi, leukositosis serta tachycardia.

Dari Laboratorium ditemukan hiperglikemi berat dimana pada pasien gula darah

randomnya adalah 493 mg% dan benda keton (+++)/ketonuria serta dari analisa gas

darah didapatkan tanda asidosis metabolik pada pasien ini digolongkan pada

ketoasidosis ringan dimana dari hasil Analisa Gas Darah didapatkan pH = 7.31 dan

bikarbonat 5.7 mEg/L. Ketoasidosis biasanya ditandai dengan trias;

1) Hiperglikemia ; glukosa darah ≥ 250 mg/dl

2) Ketonemia

3) Asidosis metabolik

Pada pasien ini diduga yang menjadi pencetus timbulnya KAD adalah

1. Adanya infeksi yang terlihat dari adanya leukositosis, sumber infeksi

pada pasien ini adalah dari selulitas pada tangan akibat tertusuk duri.

2. Pasien tidak rutin menggunakan insulin dalam setahun terakhir, os

memakai insulin tidak teratur dan diselingi dengan meminum obat

herbal yang dibeli os sendiri.

Penatalaksanaan terapi pada pasien ini berupa rehidrasi dan pemberian insulin,

elektrolit dan antibiotik. Pada awal masuk pasien dikelola sebagai pasien dengan

protokol KAD dan Sepsis.

Terapi rehidrasi yang diberikan berupa IVFD NaCl 0.9% sebagai berikut:

Jam I 2 L

Jam II 1 L

Jam III 1 L

Jam IV 500 cc

Jam V 500 cc

Jam VI dst. 6 jam/kolf

Kemudian cairan NaCl 0.9% diganti dengan NaCl 0.45% pada hari rawatan kedua

untuk koreksi Na.

Terapi insulin yang diberikan berdasarkan pemeriksaan GD / 4 jam.

27

Page 28: Kad Case New

GDS Insulin

200 – 250 mg/dl 8 IU

250 – 300 mg/dl 12 IU

300 – 350 mg/dl 16 IU

>350 mg/dl 20 IU

Sedangkan terapi untuk faktor pencetusnya diberikan 3 macam antibiotik

yaitu ceftriakson, ciprofloxacin, dan metronidazole, karena dicurigai terjadi sepsis

pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI : Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di

Indonesia, Jakarta 2006

2. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia, UKK

Endokrinologi, Jakarta 2000

3. Tanuwidjaja dkk, Diabetes Melitus tipe 1 dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi

Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad edisi ke 3, Bandung, 2005

4. Roger H and Daniel W.F, Diabetes Mellitus in Williams teksbooks of

Endokrinology, 9 th ed, Saunder 1991

5. Rosenbloom AL et al Emerging epidemic of type 2 diabetes in youth. Diabetes

Care 1999

28

Page 29: Kad Case New

6. Foster,DW: Diabetes Melitus,in Harrison’s Principles of Internal Medicine,vol

2,12 th ed, Edited by Wilson, J.D MC Graw HILL,Inc, New York 1991

7. Soewondo,P : Ketoasidosis Diabetik,Dalam : Penatalaksanaan kedaruratan di

Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan FKUI, Jakarta

2000

8. Sudoyo,AW. Dkk: Ketoasidosis Diabetik, Dalam : Kumpulan Kasus Menarik

Penyakit Dalam, Jilid II, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 1999

9. Soewondo, P : Ketoasidosis, Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III ed ke

IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2007

10. I Ketut Suastika dan In Dwi Sutanegara, Komplikasi Akut Diabetes Mellitus,

Dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit ECG, Jakarta 1999

29