LP DM SEMINAR.docx
-
Upload
arie-kusumodewi -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
Transcript of LP DM SEMINAR.docx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. “K”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS DI RUANG ICU RSUD
DR. M. SOEWANDHIE SURABAYA
Disusun Oleh :
Dedi Pransiska
Silvi Esmala
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURABAYA
2014
1
LAPORAN PENDAHULUAN
“DIABETES MELLITUS”
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik yang disertai berbagai
kelaianan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (Rendy, 2012).
Diabetes Militus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2006).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
2
B. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pylorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang kearah limpa dengan bagian ekornya
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis kelenjar pankreas terbentuk
dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
2) Pulau Lengerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukogen lansung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrin dari Pankreas terbesar
diseluruh Pankreas dengan berat hanya 1- 3% dari berat total Pulau Langerhans
terbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Jumlah semua pulau
Langerhans di Pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Pulau Langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama yaitu :
1) Sel (alpha) jumlahnya sekitar 20-40% memproduksi glukagon yang menjadi
faktor hiperglikemik. Suatu hormon yang mempunyai “anti insulin like activity”.
2) Sel (betha) jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
3) Sel (Deltha) jumlahnya sekitar 5-15% berfungsi memproduksi somatostatin.
Masing-masing sel tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Dibawah mikroskop pulau-pulau Langerhans ini nampak berwarna pucat
dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel betha ada
3
tetapi berbeda dengan sel normal dimana sel betha tidak menunjukan reaksi pewarnaan
untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin disisntesis betha pankreas dan pronsulin dan disimpan dalam butiran
berselaput yang berasal dan kompleks Golgi, pengaturan sekresi insulin dipengaruhi
efek umpan balik kodan glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa normal atau
rendah produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak dan
hormone gastroinfestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi
metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glokosa melalui
membrane sel ke jaringan terutama sel-sel otot, fibrioblas dan sel lemak.
C. Klasifikasi dan Etiologi
1. Diabetes melitus Tipe I : diabetes bergantung pada insulin (IDDM)
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes melitus tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen)tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
4
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel b pankreas, berdasarkan hasil
penelitian bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
dapat menimbulkan destruksi sel b pankreas (Rendy, 2012).
2. Diabetes Melitus Tipe II : diabetes melitus tidak bergantung insulin (NIDDM)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui secara pasti, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya defisiensi insulin. DM
tipe II ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
pasien dengan DM tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks
reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan glikemia.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah :
a. Usia : resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Gaya hidup
3. Diabetes Melitus Gestasional
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
5
D. Patofisiologi
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
6
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
7
8
Nutrisi sel turun
Faktor genetik Faktor imunologi Faktor lingkungan Usia Obesitas Gaya hidup Penyakit hormonal
Defisiensi insulin
Ambilan glukosa ke dalam sel menurun
Hiperglikemia
B1 : Breath
Disfungsi endotel microvasculer
Mikroangiopati
Nefropati diabetik
GGK
Sekresi eritopoetin turun
Produksi Hb menurun
Suplai O2 menurun
Ketidakefektifan pola nafas
B2 : Blood
Aterosklerosis
Makroangiopati
Penyumbatan pemdar perifer
Angiopati
Luka gangren
Aliran darah terganggu
Gangguan perfusi jaringan perifer
Neuropati diabetik
Terjadi Gg. sensorik
Luka gangren
Nyeri Ansietas
B3 : Blood B4 : Bladder
Glukosa sel menurun
Diuresis osmotik
Poliuria
Risiko defisit cairan
B5 : Bowel
Polifagia
Risiko gangguan nutrisi
B6 : Bone
Penyumbatan pemdar perifer
Angiopati Neuropati diabetik
Aliran darah ke kaki terganggu
Terjadi Gg. sensorik
Luka gangren
Adannya luka terbuka pada ekstremitas
Gangguan integritas jaringan
Pencegahan perluasan infeksi
Gambar 1.1 WOC Diabetes Melitus
E. Tanda dan Gejala
Gejala yang khas pada penderita Diabetes Melitus meliputi :
1. Poliuri : adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing dan mengeluarkan glukosa pada urine.
2. Polifagi : adanya defisiensi insulin maka glukosa darah tidak dapat dipertahankan
sehhingga menimbulkan keluhan sering lapar.
3. Polidipsi : akibat adanya keluhan sering kencing akan mengakibatkan penderita
cepat haus dan akan sering minum.
4. Berat badan menurun.
5. Mudah lelah.
6. Kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
7. Terjadi gangguan pengelihatan.
F. Komplikasi
1. Akut :
a. Koma hipoglikemi
b. Ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar non ketotik
2. Kronik :
a. Makroangiopati : mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak)
b. Mikroangiopati : mengenai penbuluh darah kecil (retinopati diabetik,
nefropati diabetik)
c. Neuropati diabetik
9
d. Rentan infeksi
e. Terjadi luka gangren
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan gula darah
Gula darah acak : > 200 mg/dl
Gula darah 2 jam pp : > 200 mg/dl
Gula darah puasa : > 125 mg/dl
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 100
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan pada pola aktivitas pasien.
Penatalaksaan DM meliputi : perencanaan makan (diit), latihan jasmani, obat
antidiabetes, dan pendidikan kesehatan.
10
1. Perencaan makan (meal planning)
Prinsip diit DM adalah jumlah sesuai kebutuhan, jadwal diit ketat, dan jenis
makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi. Diet pada pasien dengan DM
biasanya disingkat dengan 3J yaitu :
J1 : Jumlah kalori harus sesuai
J2 : Jadwal harus ditentukan sesuai jam
J3 : Jenis makanan harus diperhatikan
2. Latihan jasmani
Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, dan renang.
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur, 3 – 4 kali seminggu yang sifatnya
CRIPE (continous, rhytmical, interval, progresive, endurance).
3. Obat antidiabetes
Tablet OAD (Oral Antidiabetes) meliputi : sulfanilurea, biguanida dan inhibitor
alfa glukosidase. Selain itu diberikan terapi insulin sesuai indikasi.
4. Pendidikan kesehatan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan pada penderita DM melalui berbagai macam media
misalnya : leaflet, poster, TV, kaset, diskusi kelompok, dan sebagainya.
11
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas penderita : resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun.
2. Keluhan utama
Sering kencing, merasa haus, merasa lapar terus.
3. Riwayat keluarga sekarang
Sering kencing, merasa haus, merasa lapar terus. Adanya rasa kesemutan pada
kaki atau tungkai bawah, adanya penurunan berat badan, kadang merasa sesak
serta upaya yang dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas maupun aterosklerosis. Tindakan medis yang perna didapat
maupun obat-obatan yang bisa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM dan penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita, tingkat kesadaran, nada
bicara, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda vital.
12
b. Body System (B1 – B6)
1) Sistem pernafasan (B1) : Breath
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, dan penderita DM rentan
terjadi infeksi.
2) Sistem kardiovaskuler (B2) : Blood
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, dan cardiomegali.
3) Sistem persarafan (B3) : Brain
Terjadi penurunan sensoris, parastesia, letargi, reflek lambat, disorientasi.
4) Sistem perkemihan (B4) : Bladder
Poliuria, retensi urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
5) Sistem pencernaan (B5) : Bowel
Terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, dan perubahan berat badan.
6) Sistem muskuloskletal (B6) : Bone
Merasa kesemutan di tungkai, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya luka
gangren di ekstremitas.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada penderita DM adalah sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Suplai O2 menurun
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah
ke daerah luka gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d diuresis osmotik.
13
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah
ke daerah luka gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
6. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstremitas.
7. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
9. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.
10. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi mukosa.
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Suplai O2 menurun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien
menunjukkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Suara nafas vesikular
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tensi : 120/80 mmHg
RR : 16 – 20x/menit
Nadi : 80 – 100x/menit
Suhu : 36.5C – 37.5C
Klien tidak sesak nafas
Rencana tindakan :
14
1) Observasi tanda-tanda vital
R/ Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.
2) Pantau pola pernafasan klien
R/ Membantu mengetahui adanya hiperventilasi pada klien saat respirasi.
3) Berikan posisi yang nyaman dengan posisi semi fowler
R/ Posisi semi fowler dapat memberikan kenyamanan untuk klien dengan sesak
nafas.
4) Lakukan tindakan kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat-obatan
R/ Pemberian terapi obat-obatan dapat mengurangi etiologi dari sesak nafas.
5) Berikan terapi O2 nasal sesuai dengan advis dokter
R/ Terapi O2 nasal membantu pemenuhan kebutuhan klien
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Kadar gula darah dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
R/ untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
15
R/ kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
R/ mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah
satu indikasi untuk menentukan diet).
4) Identifikasi perubahan pola makan.
R/ mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
R/ pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat
penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
3. Gangguan perfusi berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
Kriteria hasil :
Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
Warna kulit sekitar luka tidak pucat
Kulit sekitar luka teraba hangat
Odem tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
Sensorik dan motorik membaik
Rencanaa tindakan :
1) Anjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi tiap 2 jam
R/ dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
16
2) Anjurkan pasien untuk meninggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi
elevasi pada waktu istirahat.
R/ meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga terjadi odema
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : hindari diet tinggi
kolesterol, tehnik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
R/ kolesterol tinggi dapat mempercepat terjadinya ortenosklerusis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontraksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dan stress.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO)
R/ pemberian vasolidator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin
dapat mengetahui perkembangan dan terapi HBO untuk memperbaiki oksigenasi
daerah ulkus atau luka gangren.
17
DAFTAR PUSTAKA
Askandar. 2006. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Rendy, Clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Saryono, Hendi. 2012. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien DM.
http://www.hendisaryono.blogspot.com. Diakses tanggal 02 Maret 2014.
Wilkinson, Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
18