LP DM TIPE II

27
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DM TIPE II & KOMA HIPOGLIKEMIA OLEH : NADIA OKTIFFANY PUTRI K3LN / 2011 115070201131017 JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

description

ok

Transcript of LP DM TIPE II

Page 1: LP DM TIPE II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DM TIPE II & KOMA HIPOGLIKEMIA

OLEH :

NADIA OKTIFFANY PUTRI

K3LN / 2011

115070201131017

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: LP DM TIPE II

DM TIPE II

1. DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan

menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang

tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum

dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang

merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan gangguan fungsi insulin.

Diabetes melitus tipe 2 – yang dahulu disebut diabetes melitus tidak tergantung

insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau diabetes onset

dewasa – merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah

yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif (Kumar,

2005). Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan dari diabetes melitus

tipe 1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di

pankreas(Shoback, 2011).

Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga

penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif.

Diabetes tipe 2 terjadi karena penurunan produksi insulin dalam tubuh sehingga

fungsinya tidak maksimal atau tubuh mulai menjadi kurang peka terhadap insulin.

Reaksi ini dikenal dengan istilah resistansi terhadap insulin. Jenis ini biasanya

menyerang orang-orang berusia di atas 40 tahun. Tetapi usia pengidapnya akhir-

akhir ini bertambah muda. Diabetes tipe 2 juga lebih sering dialami oleh etnis Asia

dibanding etnis lain.

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas

sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam

rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka

diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) (Corwin, 2001).

Page 3: LP DM TIPE II

2. KLASIFIKASI DM

a. Diabetes Tipe 1, DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas

(reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM

mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada

dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang

menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses

autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1 idiopatik. Sebagian besar (75%)

kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk

klasifikasi.

b. Diabetes Tipe 2, DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal

sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi

penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan

disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang

cukup untuk mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini menyebabkan

terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering

berhubungan dengan kondisi ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar

insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung

pada pemberian insulin.

c. DM Dalam Kehamilan, DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)

adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu

hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM,

kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya

hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu

GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan

makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat

risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.

d. Diabetes Tipe Lain, Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia

akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit

Cushing’s , akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta

(dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan

infeksi/sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).

Page 4: LP DM TIPE II

3. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan

resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini

sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat

dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada

rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β

pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya

dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95% dari

keseluruhan populasi penderita DM. Umumnya berusia diatas 45 tahun. Faktor

genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan DM tipe 2,

antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.

Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare,

2002) antara lain:

a. Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes,

karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan

baik.

b. Usia

Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara

drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka

yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.

c. Gaya hidup stress

Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis

untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek

penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak

berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.

d. Pola makan yang salah

Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang

dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan

karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah

konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan

Page 5: LP DM TIPE II

didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka

yang tergolong gemuk.

4. PATOFISIOLOGI

Terlampir

5. MANIFESTASI KLINIS

Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi

buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan

tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada

penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30

tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan

remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan

akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak

disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula (Smeltzer &

Bare, 2002). Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.       Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

2.       A1C

3.       Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)

4.       Kreatinin serum

5.       Albuminuria

6.       Keton, sedimen dan protein dalam urin

7.       Elektrokardiogram

8.       Foto sinar-x dada

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis diabetes melitus tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Guna penentuan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah yang

dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah

plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler

tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik

yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan

Page 6: LP DM TIPE II

hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah

kapiler.

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan

klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan pemeriksaan

glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien

serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes melitus.

Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan

spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki

keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam

praktek sangat jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes melitus,

maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil

yang diperoleh.

TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

Gejala diabetes melitus ditambah gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) atau

glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) atau glukosa darah 2 jam

sesudah beban glukosa (GD 2 jam PP)  ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan tes

toleransi glukosa oral (TTGO).

TTGO: beban glukosa = 75 gr glukosa anhidrous (gula) dicairkan dalam air TTGO

tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin. Kriteria tersebut harus dikonfirmasi

pada hari berikutnya.

Kategori yang berhubungan dengan nilai GDP:

1. GDP < 110 mg (6,1 mmol/l) = normal

2. GDP ≥ 110 mg (6,1 mmol/l) dan < 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = Glukosa Puasa

Terganggu (Impaired Fasting Glucose/IFG)

3. GDP ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = DM

Page 7: LP DM TIPE II

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus :

1) Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk

mencapai tujuan berikut :

Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)

Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

Memenuhi kebutuhan energi

Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara

yang aman dan praktis

Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

Perencanaan makan pada penderita diabetes mellitus terdiri dari :

Perencanaan makan unsur karbohidrat: Tujuan diet ini adalah meningkatkan

konsumsi karbohidrat kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti : roti

gandung utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari

gandum. Disamping itu, penggunaan sukrosa dengan jumlah yang sedang

kini lebih banyak diterima sepanjang pasien masih dapat mempertahankan

kadar glukosa serta lemak (mencakup kolesterol dan trigliserida) yang

adekuat dan mampu mengendalikan berat badannya.

Perencanaan makan unsur protein: Rencana makan dapat mencakup

penggunaan beberapa makanan sumber protein nabati untuk membantu

mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh.

Perencanaan makan unsur lemak: Perencanaan makan yang mempunyai

kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup penurunan persentase total

kalorinya yang berasal dari sumber lemak hingga kurang 30 % total kalori dan

pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10 % total kalori. Selain itu juga

pembatasan asupan kolesterol hingga kurang dari 300 mg/ hari sangat

dianjurkan.

Perencanaan makan unsur serat: Tipe diet ini berperan dalam penurunan

kadar total kolesterol dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dalam

Page 8: LP DM TIPE II

darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki

kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi

2) Latihan

Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.

Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi

darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara

melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan

dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate).

Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat

badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan

juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol

dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini

sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko

untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.

Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari

250 mg/ dl (14 mmol/ L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh

melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menjadi negative dan kadar

glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah yang

tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin.

Peningkatan hormone ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga

terjadi kenaikan kadar glukosa darah.

Pedoman umum latihan pada diabetes :

Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki lainnya

Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin

Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan

Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk

Pemantauan Kadar Glukosa Darah

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG;

Self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur

terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini

Page 9: LP DM TIPE II

memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemiadan

berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan aka

mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.

4) Terapi

Obat hipoglikemik oral (OHO) seperti sulfonylurea, biguanid, inhibitor alfa

glukosidase dan insulin sensitizing agen

Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka

panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat

hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian

pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah

dengan diet atau dengan obat oral kadang membutuhkan insulin secara

temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau

beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua

kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan

kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis

insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa

darah yang akurat sangat penting.

5) Pendidikan Kesehatan

Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan

mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar keterampilan

untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar

glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam

gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat ditimbulkan

dari penyakit diabetes mellitus.

Apabila terjadi luka maka Penatalaksanaan adalah :

1) Debridemen

Debridemen merupakan eksisi pada kulit yang terdapat luka dengan jaringan

yang telah rusak. Hal tersebut dikerjakan dengan tujuan untuk mempercepat

proses penyembuhan luka dan mempercepat pembentukan jaringan baru

pada luka. Pembedahan debridemen diindikasikan untuk klien dengan ulkus

yang sangat luas dan dalam yang disertai dengan adanya jaringan mati pada

luka, serta pada klien yang mempunyai risiko terjadinya syock septicemia.

Pembedahan debridemen dilakukan tergantung dari luas dan kedalaman

Page 10: LP DM TIPE II

ulkus serta dengan mempertimbangkan kemungkinan banyaknya kehilangan

darah saat pembedahan. Dokter bedah dapat melakukan debridemen diruang

tindakan ataupun diruang operasi.

2) Grafting

Grafting merupakan pencakokan atau penanaman jaringan kulit kepada jaringan

kulit lain dengan tujuan untuk menumbuhkan jaringan kulit yang baru sehingga

luka dapat menutup secara signifikan.

3) Terapi Pengobatan

Agen antibakterial topikal sering diindikasikan untuk mengontrol pertumbuhan

bakteri pada luka dengan nekrosis yang sangat luka atau pada keadaan daya

immunitas jaringan luka yang terganggu. Untuk menghindari infeksi pada

jaringan luka, penggunaan antibiotic profilaksis biasanya dihindari karena

bahaya dari perkembangan strain bacterial yang resisten.

8. KOMPLIKASI

Diabetes tipe 2 merupakan penyakit kronik yang berhubungan dengan harapan

hidup sepuluh tahun lebih pendek.[6] Hal ini sebagian disebabkan oleh berbagai

komplikasi yang menyertai penyakit ini seperti: dua sampai empat kali lipat risiko

penyakit kardiovaskular, antara lain penyakit jantung iskemik dan stroke, 20 kali lipat

kemungkinan amputasi tungkai bawah, dan meningkatnya angka perawatan rumah

sakit. Di negara maju, dan mulai diikuti di negara lainnya, diabetes tipe 2 merupakan

penyebab utama kebutaan non-traumatik dan gagal ginjal (Ripsin, 2009). Penyakit ini

juga banyak dihubungkan dengan meningkatnya risiko disfungsi kognitif dan

demensia melalui proses penyakit seperti penyakit Alzheimer dan demensia vaskular

(Pasquier, 2010). Komplikasi lain meliputi: akantosis nigrikans, disfungsi seksual,

dan sering mengalami infeksi.

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar glukosa

darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin

atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau

karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang

atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan, khususnya jika makan

yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.

2) Diabetes Ketoasidosis

Page 11: LP DM TIPE II

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah

insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes

ketoasidosis :

(1) Dehidrasi

(2) Kehilangan elektrolit

(3) Asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan

berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua

faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk

menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama-

sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh

urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan

elektrolit.

Page 12: LP DM TIPE II

KOMA HIPOGLIKEMIA

1. DEFINISI

Hipoglikemia adalah kadar glukosa puasa yang lebih rendah dari 70 mg/dl.

Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai

akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.

Hipoglikemia dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan

dan latihan jasmani serta obat yang digunakan. Pengobatan terbaik hipoglikemia

adalah mencegah terjadinya hipoglikemia.

Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar

glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena

ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan

yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain

penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap,

berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran

(syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009).

Hipoglikemia dapat diartikan sebagai kadar glukosa darah di bawahharga normal.

Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi biladibanding kadar glukosa darah

keseluruhan karena eritrosit mengandungkadar glukosa yang relatif lebih rendah.

Kadar glukosa arteri lebih tinggidibandingkan dengan vena, sedangkan kadar

glukosa darah kapiler di antarakadar arteri dan vena.

2. KLASIFIKASI

Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut :

Ringan

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari – hari

yang nyata

Sedang

Page 13: LP DM TIPE II

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari –

hari yang nyata

Berat

Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri karena adanya

gangguan kognitif :

1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan terapi parenteral

2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler atau intravena)

3. Disertai kejang atau koma

American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia mengklasifikasikan

kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut :

Severe hypoglycemia

Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan dari orang lain

Documented symptomatic hypoglycemia

Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl disertai gejala klinis hipoglikemia

Asymptomatic hypoglycemia

Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl tanpa disertai gejala klinis hipoglikemia

Probable symptomatic hypoglycemia

Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai pengukuran kadar gula darah plasma

Relative hypoglycemia

Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran kadar gula darah plasma ≥

70 mg/dl dan terjadi penurunan kadar gula darah

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:

§   Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas

§   Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada

penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya

§   Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal

§   Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.

Adapun penyebab Hipoglikemia yaitu :

1.      Dosis suntikan insulin terlalu banyak.

Page 14: LP DM TIPE II

Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda

suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak

dapat memantau kadar gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang

disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila

menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki monitor atau alat pemeriksa gula

darah sendiri.

2.      Lupa makan atau makan terlalu sedikit.

Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua

kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam

darah harus seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda

konsumsi kurang maka keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.

3.      Aktifitas terlalu berat.

Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat

anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga

kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik

untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.

4.      Minum alkohol tanpa disertai makan.

Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah

akan menurun.

5.      Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.

Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda mengkonsumsi

obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda

salah mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di

malam hari maka saat bangun pagi, anda akan mengalami hipoglikemia.

6.      Penebalan di lokasi suntikan.

Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi

suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang

sama akan menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan

penyerapan insulin menjadi lambat.

7.      Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.

Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda

harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau

diminum sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.

8.      Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.

Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa

oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan

Page 15: LP DM TIPE II

dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa

darah menurun sebelum glukosa yang baru menggantikannya.

9.      Gangguan hormonal.

Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon

ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka

pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.

10.   Pemakaian aspirin dosis tinggi.

Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.

11.   Riwayat hipoglikemia sebelumnya.

Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam

beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum

menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.

4. PATOFISIOLOGITerlampir

5. MANIFESTASI KLINISHipoglikemi terjadi karena adanya kelebihan insulin dalam darah sehingga

menyebabkan rendahnya kadar gula dalam darah. Kadar gula darah yang dapat

menimbulkan gejala-gejala hipoglikemi, bervariasi antara satu dengan yang lain.

Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah

dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung

saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi

jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat,

kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar).

Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan

menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa,

tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia

yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala

yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara

perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang

memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas

penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman,

terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum

Page 16: LP DM TIPE II

sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu,

tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.

Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain:

1.      Fase pertama yaitu gejala- gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di

hipotalamus sehingga dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi,

keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50 mg

%).

2.      Fase kedua yaitu gejala- gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya      

gangguan fungsi otak, gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman

mental menurun, hilangnya ketrampilan motorik yang halus, penurunan kesadaran,

kejang- kejang dan koma (glukosa darah 20 mg%)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Kadar glukosa darah (GD) ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati ,C- peptide.

Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa.

Gula darah puasa

Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa

75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.

Gula darah 2 jam post prandial

Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam

HBA1c

Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar

gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil

tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin

terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka

akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko

terjadinya komplikasi.

Elektrolit

Terjadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu

Leukosit

Terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

Prosedur khusus

Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa postpradial oral 5    jam

menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5 jam.

Page 17: LP DM TIPE II

Pemeriksaan laboratorium

Glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin dua kali negatif terhadap glukosa.

EKG

Takikardia

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada stadium permulaan (sadar), diberikan gula murni 30 gram (sekitar 2 sendok

makan) atau sirup/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula

diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat. Obat hipoglikemik

dihentikan sementara. Glukosa darah sewaktu dipantau setiap 1-2 jam. Bila

sebelumnya pasien tidak sadar, glukosa darah dipertahankan sekitar 200 mg/dl dan

dicari penyebab hipoglikemia.

Pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia),

diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena dan

diberikan cairan dekstrosa 10% per infus sebanyak 6 jam per kolf. Glukosa darah

sewaktu diperiksa. Jika GDS < 50 mg/dl, ditambahkan bolus dekstrosa 40% 50 ml

secara intravena; jika GDS < 100 mg/dl ditambahkan bolus dekstrosa 40% 25 ml

intravena. GDS kemudian diperiksa setiap 1 jam setelah pemberian dekstrosa 40%,

jika GDS < 50 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 50 ml intravena; jika

GDS < 100 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena; jika GDS

100-200 mg/dl maka tidak perlu diberikan bolus dekstrosa 40%; jika GDS > 200

mg/dl maka dipertimbangkan untuk menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%. Jika

GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan setiap

2 jam dengan protokol sesuai di atas. Jika GDS > 200 mg/dl, pertimbangkan

mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%. Jika GDS > 100 mg/dl

sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan setiap 4 jam dengan

protokol sesuai di atas. Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut,

dilakukan sliding scale setiap 6 jam dengan regular insulin.

Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti

adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg iv/im. Jika pasien belum

sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dl, diberikan hidrokortison 100 mg per 4 jam

selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan

manitol 1,5-2 g/kgBB iv setiap 6-8 jam dan dicari penyebab lain penurunan

kesadaran. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan

bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah makanan

Page 18: LP DM TIPE II

(karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar glukosa darah, tanda dini

hipoglikemia, dan cara penanggulangannya.

8. KOMPLIKASI

Kerusakan otak

Koma

Kematian

Page 19: LP DM TIPE II

DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay; Fausto, Nelson; Abbas, Abul K.; Cotran, Ramzi S. ; Robbins, Stanley L.

(2005). Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease (7th ed.). Philadelphia, Pa.:

Saunders. pp. 1194–1195.

Shoback, edited by David G. Gardner, Dolores (2011). Greenspan's basic & clinical

endocrinology (9th ed.). New York: McGraw-Hill Medical. pp. Chapter 17.

Corwin, E. J. (2001).Patofisiologi.Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo...(dkk), EGC,

Jakarta

Ripsin CM, Kang H, Urban RJ (January 2009). "Management of blood glucose in type 2

diabetes melitus". Am Fam Physician 79 (1): 29–36

Pasquier, F (2010 Oct). "Diabetes and cognitive impairment: how to evaluate the cognitive

status?". Diabetes & metabolism. 36 Suppl 3: S100–5.