LP DHF.docx
Transcript of LP DHF.docx
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Infeksi Dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh Virus Dengue (DEN),
yang terdiri dari empat serotype yaitu, DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.
Sedangkan vector dari infeksi ini adalah nyamuk Aedes, terutama Aedes aegypti.
Spesies nyamuk Aedes lainnya yang pernah dilaporkan sebagai penyebab wabah
dengue pada wilayah tertentu adalah Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
Aedes scutellaris complex.
B. Etiologi
Penyakit DBD/DHF pertama kai di Indonesia ditemukan di Surabaya pada
tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologist baru di dapat pada tahun 1972. Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980
seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadic selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB DBD/DHF terbesar terjadi pada tahun
1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk. Timbulnya
penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-
akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda. Hal ini
kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain
itu berdasarkan macam manisfestasi klinik yang timbuldan tatalaksana DBD secara
konvensional.
Penyakit DBD/DHF disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN
2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne
viruses (Alboviruses). Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus
dengue tipe 1 dan tipe 3.
1
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus (betina). Kedua jenis nyamuk ini mepunyai daerah
distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun merupakan vertor yang
sangat baik untuk virus dengue, biasanya Aedes albopictus merupakan verktor
apidemi yang kurang efisien dibandingkan Aedes aegypti. Orang-orang beresiko
terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh.
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD, antara lain faktor
host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu
kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu
kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembapan,
musim), kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial
ekonomi penduduk). Jenis nyamuk agent yaitu sifat virus penyakit juga ikut
berpengaruh. Faktor agen yaitu sifar virus dengue, yang hingga saat ini telah
diketahui ada 4 jenis senotipe.
C. Patofisiologi
Patogenesisi DBD/DHF tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua
perubahan patofisiologis yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler
yang menyebabkan bocornya plasma, hipovilemia dan terjadi syok. Pada DBD
terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam). Hemostatis
abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati,
mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivitas sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Mekanisme
aktivitas komplemen tersebut belum diketahui. Adanyakompleks imun telah
dilaporkan pada DBD, namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai
penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. Selama ini diduga bahwa
derajar keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan Demam Dengue (DD)
dijelaskan dengan adanya pemacu dari multipliksdi virus dalam makrofag oleh
antibody heteropatiksebagai akibat infeksi Dengue sebelumnya. Namun demikian,
2
terdapat bukti bahwa faktor virus serta respon imun cell-mediated terlibat juga dalam
pathogenesis DBD.
Penyakir DBD sering salah didiagnosis (racun) dengan penyakir lain seperti
flu atau tipus, hal ini disebabkan karena virus dapat masuk bersaan ke dalam tubuh
manusia dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Dalam praktek sehari-
hari, pada saat pertamakali pasien/penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk
memprediksikan apakah penderita DBD tersebut akan bermanifestasi ringan atau
berat. Manifestasi virus dengue bervariasi bisa bersifat asimtomatik (tidak jelas
gejalanya) sampai pada Dengue Shock Syndroma (berat).
Klasifikasi dari Dengue adalah :
1. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket
positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan
di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
3. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi
dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
4. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi
tak teraba.
Tiga fase perjalanan penyakit infeksi dengue, yaitu fase demam (febrile
phase), fase kritis (critical phase) dan fase reabsorbsi (teabsorption phase).
1. Fase demam
Pada fase ini, pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba selama 2
sampai 7 hari, muka meraah, nyeri/linu seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri
sendi, sakit kepala, dan eritemia pada kulit. Pasien juga dapat mengalami
anoreksia, mual, daan muntah.
3
Mafestasi klinis yang mungkin timbul dalam tahap ini adalah dehidrasi,
dan pada anak-anak, demam tinggi dapat menyebabkan gangguan syaraf
dan kejang demam.
2. Fase kritis
Fase ini biasanya ditandai denganpenurunan suhu menjadi 37,5-38℃ atau
kurang, dan akan terus bertahan dibawah temperature tersebut. Pasien
dalam tahap ini memiliki risiko tertinggi terhadap segala manifestasi
klinis akibat kebocoran plasma daan perlu dimoditor dengan seksama.
Tetapi yang tepat untuk mengganti kekurangan cairan dan menstabilkan
volume intravaskuler sangat penting. Kebocoran plasma yang signifikan
biasanya berlangsung 24-28 jam. Kebocoran plasma biasanya diikuti
dengan penurunan cepat jumlah platelet, penurunan suhu, peningkatan
hematokrit (> 20% dari baseline), trombositopenia (<100.000 sel/mm3),
hipokolesterolemia, hipoalbuminemia, efusi pleura, dan adanya asites.
3. Fase reabsorbsi
Tahap ini dimulai jika pasien dapat bertahan dari fase kritis. Pada fase ini
kebocoran plasma berhenti dan cairan dari ruang intravaskuler diserap
kembali, kondisi pasien meningkat, nafsu makan berangsur-angsur
kembali normal, dan adanya peningkatan pengeluaran urin.
Pasien juga dapat mengalami ruam yang cukup khas. Masalah klinis yang
berhubungan dengan fase ini biasanya terkait dengan manajemen cairan
intavena. Hipovilemia atau fluid overload dapat terjadi jika cairan IV yang
diberikan terlalu banyak atau waktu pemberiannya terlalu panjang.
D. Gambaran Klinik
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38℃ - 40 ℃).
2. Manifestasi pendarahan (hidung, gusi, mimisan, kulit lengan).
3. Hepatomegali (pembesaran hati).
4. Syok, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, tekanan sistolik sampai kurang dari 80
mmHg.
5. Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan trombosit dibawah 100.00/mm3.
4
6. Gejala klinik lain : lemah, mual, muntah, sakit perut diare kejang dan sakit
kepala.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Seseorang yang terinfeksi virus demam berdarah biasanya menunjukkan
criteria laboratois yaitu mengalami Trombositopeni (trombosit <100.000/ml), dan
hemokonsentrasi (kenaikan Ht >20%).
Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) ditegakkan berdasarkan criteria
menurut WHO tahun 1997, terdiri dari gejala klinis dan criteria laboratorium.
Penggunaan criteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan
(overdiagnosis).
Diagnosis dapat juga dikonfirmasi dengan sejumlah uji antobodi di IgM.
Enzim otot meningkat (CK, laktat dehidrogenase [LDH], asparat transferase [AST]
pada penyakit berat dan dapat menjadi penanda berkembangnya DHF.
F. Penatalaksanaan
Penyakit ini sampai sekarang belum diketahui obatnya, banyak orang yang
mengatakan ekstrak jambu Bangkok merupakan salah satu obat yang bisa diberikan
tetapi jambu Bangkok sendiri saat ini masih dalam taraf penelitian. Pengobatan
penderita DBD dilakukan untuk mengganti cairan tubuh dengan cara penderita diberi
minum sebanyak 1,5 liter – 2 liter dalam 24 jam (air the dan gula, sirup atau susu)
atau bisa juga menggunakan Gastroenteritis oral solution/Kristal diare yaitu garam
elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit. Pasien dianjurkan
istirahat ditempat tidur, selama masih demam.
Pengobatan bersifat simtomatik, aspirin tidak boleh diberikan karena sifat
antiplateletnya. Kelambu nyamuk mengurangi penularan dirumah sakit. Nyamuk
Aedes adalah penggigit siang hari. Mortalitas kurang dari 1%.
Terapi fase demam, untuk menurunkan suhu menjadi <39 ℃, diberikan obat
parasetamol. Asetosal/silisilat, dan ibuprofen tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan gaskritis, perdarahan atau asidosis.
5
G. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat terganggu tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes agypti. Pengendalian nyamuk tersebutdapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa lingkup yang tepat, yaitu dari sisi :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), meliputi :
o Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
o Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
o Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
o Mengubur kaleng-kaleng bekas, dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain-lain.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik nyamuk (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Pengendalian nyamuk secara kimiawi dapat dilakukan dengan :
o Pengasapan/foging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas
waktu tertentu.
o Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penaampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-
lain.
Cara paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”. Konsep 3M
yaitu menutup, menguras dan menimbun. Selain itu juga melakukan strategi “Plus”
seperti memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, mmenyemprot dengan insektisida,
6
menggunakan lotion anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala
sesuai dengan kondisi setempat.
7
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Data Dasar Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat
terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang
dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen),
observasi, konsultasi.
1. Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada
pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy,
1995 yaitu :
a. Lemah.
b. Panas atau demam.
c. Sakit kepala.
d. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
e. Nyeri ulu hati.
f. Nyeri pada otot dan sendi.
g. Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h. Konstipasi (sembelit).
2. Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien.
Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
a. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
b. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis, melena.
d. Hiperemia pada tenggorokan.
e. Nyeri tekan pada epigastrik.
f. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
8
g. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
a. Ig G dengue positif.
b. Trombositopenia.
c. Hemoglobin meningkat > 20 %.
d. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia,
peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
a. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
b. Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
c. Waktu perdarahan memanjang.
d. Asidosis metabolik.
e. Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
B. Penyipangan KDM
9
Infeksi virus dengue
Viremia Kompleks virus antibodi
Depresi sumsum tulang
Demam Mual, muntah
Dehidrasi
Gangguan rasa nyaman : Pusing
Gangguan
aktivitas
Resti ketidakseimbang
an cairan
Gangguan pemenuhan nutrisi
Aktivasi komplemen C3 – C5
Antihistamin dilepaskan
Permeabilitas membran meningkat
Kebocoran plasma hemokonsentrasi
Hipovolemia
Syok
Asidosis metabolik
Kematian
Trombositopenia
Resti perdarahan lebih lanjut
10
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
3. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume
cairan tubuh.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun.
5. Gangguan aktivitas sehari-hari b.d kondisi tubuh yang lemah.
6. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni).
7. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan
perdarahan.
D. Intervensi Keperawatan
1. DK : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal (36–37oC), Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
a. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.±7)
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
d. Berikan kompres hangat.
11
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan
yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
e. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
f. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tinggi.
2. DK : Resiko defisit cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma
Tujuan : Tidak terjadi defisit cairan, volume cairan terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji vital sign tiap 3 jam/lebih sering.
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, Berat
Jenis (BJ)
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.
12
3. DK : Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh.
Tujuan : TTV dalam batas normal, keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
c. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga
pasien tidak sampai syok hipovolemik.
d. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
e. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang.
f. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera
mungkin.
4. DK : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
13
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan
/dibutuhkan.
Intervensi :
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami
pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi
nafsu makan pasien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan .
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
e. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap
hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
g. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
5. DK : Gangguan aktivitas sehari-hari b.d kondisi tubuh yang lemah
Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah demam, kebutuhan sehari-hari
terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji keluhan pasien.
14
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
b. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh
pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
c. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari
sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami
ketergantungan pada perawat.
d. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh
pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa bantuan orang lain.
6. DK : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan
faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
a. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran
pembuluh darah.
b. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan perdarahan.
c. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan
lebih lanjut.
15
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
d. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis
yang diberikan.
7. DK : Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk
dan perdarahan
Tujuan : Kecemasan berkurang
Intervensi :
a. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
b. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
c. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan
dengan baik.
d. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
e. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada
pasien memberikan hasil yang efektif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alto A William. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Internasional. Jakarta : PT.
Indeks.
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Sukandar Elin Yuliana, dkk. 2011. ISO Farmakoterapi 2. Jakarta Barat : Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI).
Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.
17