LP Asfiksia

20
RENCANA KEGIATAN MINGGUAN, LAPORAN PENDAHULUAN, DAN LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA Periode : 17 – 22 Agustus 2015 Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Pediatri di Ruang Edelweis RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Oleh : ANGGRAENI CITRA S. NIM. 105070200131007 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

LP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP AsfiksiaLP Asfiksia

Transcript of LP Asfiksia

Page 1: LP Asfiksia

RENCANA KEGIATAN MINGGUAN,

LAPORAN PENDAHULUAN,

DAN LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA

Periode : 17 – 22 Agustus 2015

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen

Pediatri

di Ruang Edelweis RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

Oleh :

ANGGRAENI CITRA S.

NIM. 105070200131007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

Page 2: LP Asfiksia

ASFIKSIA

1. PENGERTIAN

Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernapas spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,2005).

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bagi bayi baru lahir yang gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga dapat

menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk

dalam kehidupan lebih lanjut. Adanya perubahan pertukaran gas dan transport

O2 selama kehamilan dan persalinan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh

mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sel.

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak

Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir

atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh

kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:

1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis

2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3

3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia

ensefalopati)

4. Gangguan multiorgan sistem.

(Prambudi, 2013).

2. KLASIFIKASI

Menurut Mochtar (2008), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu

sebagai berikut :

a) Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-

biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung

reguler, prognosis lebih baik.

b) Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat,

tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung

irreguler, prognosis jelek.

Page 3: LP Asfiksia

Berikut ini adalah tabel APGAR score untuk menentukan Asfiksia (Ghai,

2010).

Menurut Mochtar (2008) setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai

APGAR, tabel tersebut di atas dapat digunakan untuk menentukan tingkat

atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat dengan

klasifikasi sebagai berikut:

1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen

terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung

100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks

iritabilitas tidak ada.

2) Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat

bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih

dari 100X/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas

tidak ada.

3) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-10)

Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

3. FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya

asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya:

1) Faktor Ibu

a. Umur Ibu

Page 4: LP Asfiksia

Umur, tinggi badan dan berat badan wanita merupakan faktor risiko

kehamilan. Wanita yang berumur 15 tahun atau lebih muda meningkatkan

risiko preeklamsi (sebuah tipe tekanan darah tinggi yang berkembang

selama kehamilan). Wanita yang berumur 35 tahun atau lebih

meningkat risikonya dalam masalah-masalah seperti tekanan darah

tinggi, gestasional diabetes (diabetes yang berkembang pada saat

kehamilan) dan komplikasi selama kehamilan (Bobak, 2005). Pada umur

kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan

sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan mudah

mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-

otot perut belum bekerja secara optimal (Saifuddin, 2006).

b. Hipertensi pada Kehamilan

c. Pendarahan antepartum

Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan di atas

22 minggu hingga menjelang persalinan yaitu sebelum bayi

dilahirkan. Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah

perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan

keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke

plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok

intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterine. Bila janin

dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal

napas dan komplikasi asfiksia (Wiknjosastro, 2005).

d. Solusio Plasenta

Terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta, pada lokalisasi yang

normal, sebelum janin lahir pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih.

Atau terlepasnya plasenta pada fungus/korpus uteri sebelum janin

lahir. Pasien yang mengalami resiko tinggi adalah kehamilan tua,

multiparitas, hipertensi, eklamsi, preklamsi dan perokok. Komplikasi

pada solusio plasenta biasanya adalah berhubungan dengan

banyaknya darah yang hilang, infeksi, syok neurogenik oleh karena

kesakitan, gangguan pembekuan darah dan gagal ginjal akut. Pada

janin akan terjadi asfiksi, prematur, infeksi dan berat badan lahir

rendah (Farrer, 2001).

Page 5: LP Asfiksia

2) Faktor plasenta

Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalam

bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral dan zat lain dan membuang sisa

metabolisme janin dan O2. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi

oleh luas kondisi plasenta. Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan

menyebabkan asfiksia janin. Fungsi plasenta akan berkurang sehingga tidak

mampu memenuhi kebutuhan O2 dan memberikan nutrisi pada metabolisme

janin. Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta.

Kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup

sehingga metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis

dan PH darah turun (Mochtar, 2008). Dapat terjadi pada situasi :

- Lilitan tali pusat

- Tali pusat pendek

- Simpul tali pusat

- Prolapsus tali pusat

3) Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

WHO (2001) menyebutkan bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi

prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu dengan berat lahir di

bawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat

tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim.

Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang

sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum

berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem

pernafasan maka terjadilah asfiksia.

b. Berat Bayi Lahir (BBL)

c. Kelainan bawaan (kongenital), misalnya hernia diafragmatika,

asfiksia/stenosis pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Janin yang

mengalami hipoksia atau gangguan suplai oksigen dapat menyebabkan

meningkatnya gerakan usus sehingga mekonium (tinja janin) akan

dikeluarkan dari dalam usus ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi

bayi di dalam rahim. Mekonium ini kemudian bercampur dengan air

Page 6: LP Asfiksia

ketuban dan membuat ketuban berwarna hijau dan kekentalan yang

bervariasi.

4) Faktor neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa

hal, yaitu:

a. Pemakaian obat analgesi/ anastesi yang berlebihan sehingga ibu

secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan

janin.

b. Trauma persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.

4. PATOFISIOLOGI

Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin

pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan

asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang

hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang

pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada

penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam

periode apneu. Pada tingkat ini di samping penurunan frekuensi denyut jantung

(bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas

(flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak

menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan

pertukaran gas/transpot O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya

menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan

terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik,

selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan

kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana

kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele)

(Depkes RI, 2005).

5. MANIFESTASI KLINIS

Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan

tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini:

a) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.

b) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.

Page 7: LP Asfiksia

c) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ

lain

d) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen

e) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen

pada otot-otot jantung atau sel-sel otak.

f) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,

kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke

plasenta sebelum dan selama proses persalinan.

g) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru

atau nafas tidak teratur/megap-megap.

h) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen di dalam darah.

i) Penurunan terhadap spinkter

j) Pucat

(Depkes RI, 2007)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Palpasi : kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong dan punggung di kiri

atau kanan.

2) Auskultasi: Denyut Jantung Janin (DJJ) paling jelas terdengar pada

tempat yang lebih tinggi dari pusat.

3) Pemeriksaan dalam: dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus,

kadang-kadang kaki.

4) Pemeriksaan abdomen: perasat Leopold I – IV

5) USG: USG idealnya digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi

bokong dan, bila mungkin, untuk mendeteksi anomali janin.

6) Foto sinar-X (rontgen) : bayangan kepala di fundus.

(Manuaba, 2007)

7. PENATALAKSANAAN

Asfiksia bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin.

Resusitasi dapat dilihat dari berat ringannya derajat asfiksia, yaitu dengan cara

menghitung nilai APGAR (Novita, 2011).

Menurut Novita (2011), prinsip melakukan tindakan resusitasi yang perlu

diingat adalah :

Page 8: LP Asfiksia

a. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran

pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu

agar oksigen dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukan

usaha pernapasan lemah.

c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.

d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

Menurut Ilyas (2004), alat-alat resusitasi yang perlu dipersiapkan meliputi

sebagai berikut :

a. Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat.

b. Guling kecil untuk menyangga/ekstensi

c. Lampu untuk memanaskan badan bayi

d. Penghisap slim

e. Oksigen

f. Spuit ukuran 2,5 cc atau 10 cc

g. Penlon back atau penlon masker

h. ETT (endo trakheal tube)

i. Laringoskop

j. Obat-obatan (natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrose 40%, kalsium

glukonas, dekstrose 5%, dan infus set).

Menurut Novita (2011), resusitasi dilakukan sesuai dengan derajat asfiksia.

Penatalaksanaan penanganan bayi dengan asfiksia bertujuan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa.

a. Asfiksia ringan-bayi normal (skor apgar 7-10)

Tidak memerlukan tindakan yang istimewa, seperti pemberian lingkungan

suhu yang baik pada bayi, pembersihan jalan napas bagian atas dari

lendir dan sisa-sisa darah, jika diperlukan memberikan rangsangan,

selanjutnya observasi suhu tubuh, apabila cenderung turun untuk sementara

waktu dapat dimasukan kedalam inkubator.

b. Asfiksia sedang (skor apgar 4-6)

Menerima bayi dengan kain yang telah dihangatkan, kemudian

membersihkan jalan nafas. Melakukan stimulasi agar timbul refleks

pernapasan. Bila dalam 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan,

Page 9: LP Asfiksia

ventilasi aktif harus segera dimulai.Ventilasi yang aktif yang sederhana

dapat dilakukan secara ‘frog brething’. Cara tersebut dikerjakan dengan

meletakan kateter O2 intranasal dan O2 dialirkan dengan 1-2 liter/menit.

Agar saluran napas bebas, bayi diletakan dalam posisi dorsofleksi kepala.

Apabila belum berhasil maka lakukan tindakan rangsangan pernapasan

dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga maka

pasang penlon masker kemudian di pompa 60x/menit. Bila bayi sudah

mulai bernafas tetapi masih sianosis, berikan kolaborasi terapi natrium

bikarbonat 7,5% dengan dosis 2-4 cc/kg berat badan bersama dektrose

40% sebanyak 1-2 cc/kg berat badan dan diberikan melalui umbilikalis.

c. Asfiksia berat (skor apgar 0-3)

Menerima bayi dengan kain hangat, kemudian membersihkan jalan nafas

sambil memompa jalan nafas dengan ambu bag. Berikan oksigen 4-5

liter/menit. Apabila tidak berhasil biasanya dipasang ETT (endo tracheal

tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT. Bila bayi

bernafas namun masih sianosis maka berikan tindakan kolaborasi berupa

natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc dan dektrose 40% sebanyak 4cc.

Bila asfiksia berkelanjutan, maka bayi masuk ICU dan infus terlebih

dahulu.

Page 10: LP Asfiksia

INTERVENSI

No.Diagnosa Keperawatan

dan TujuanIntervensi Rasional

1. Bersihan jalan nafas tidak

efektif b.d produksi

mukus banyak

Tujuan : Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan, bersihan

jalan nafas kembali

efektif.

Dengan kriteria hasil :

a. Tidak menunjukkan

demam

b. Tidak menunjukkan

cemas

c. Rata-rata repirasi

dalam batas normal

d. Pengeluaran sputum

melalui jalan nafas

e. Tidak ada suara nafas

tambahan

f. Mudah dalam

bernafas.

g. Tidak menunjukkan

kegelisahan.

h. Tidak adanya

sianosis.

i. PaCO2 dalam batas

normal.

j. PaO2 dalam batas

normal.

k. Keseimbangan perfusi

ventilasi

1. Tentukan

kebutuhan oral/

suction tracheal.

2. Auskultasi suara

nafas sebelum

dan sesudah

suction.

3. Beritahu

keluarga tentang

suction.

4. Bersihkan

daerah bagian

tracheal setelah

suction selesai

dilakukan.

5. Monitor status

oksigen pasien,

status

hemodinamik

segera sebelum,

selama dan

sesudah suction

1. Untuk memungkinkan

reoksigenasi.

2. Pernapasan bising, ronki

dan mengi menunjukkan

tertahannya secret.

3. Membantu memberikan

informasi yang benar

pada keluarga.

4. Mencegah

obstruksi/aspirasi.

5. Membantu untuk

mengidentifikasi

perbedaan status oksigen

sebelum dan sesudah

suction.

Page 11: LP Asfiksia

2. Pola nafas tidak efektif

b.d hipoventilasi/

hiperventilasi

Tujuan : Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama

proses keperawatan

diharapkan pola nafas

menjadi efektif

Kriteria hasil :

a. Pasien menunjukkan

pola nafas yang

efektif

b. Ekspansi dada

simetris

c. Tidak ada bunyi nafas

tambahan

d. Kecepatan dan irama

respirasi dalam batas

normal

1. Pertahankan

kepatenan jalan

nafas dengan

melakukan

pengisapan

lender

2. Auskultasi jalan

nafas untuk

mengetahui

adanya

penurunan

ventilasi

3. Berikan

oksigenasi

sesuai

kebutuhan

1. Untuk menghilangkan

mucus yang terakumulasi

dari nasofaring, tracea.

2. Bunyi nafas menurun/tak

ada bila jalan nafas

obstruksi sekunder. Ronki

dan mengi menyertai

obstruksi jalan nafas

/kegagalan pernafasan.

3. Memaksimalkan bernafas

dan menurunkan kerja

nafas.

3. Kerusakan pertukaran

gas b.d

ketidakseimbangan

perfusi ventilasi

Tujuan : Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama

proses keperawatan

diharapkan pertukaran

gas teratasi

Kriteria hasil :

a. Tidak sesak nafas

b. Fungsi paru dalam

batas normal

1. Kaji bunyi paru,

frekuensi nafas,

kedalaman

nafas dan

produksi sputum

2. Pantau saturasi

O2 dengan

oksimetri

1. Penurunan bunyi nafas

dapat menunjukkan

atelektasis. Ronki, mengi

menunjukkan akumulasi

secret/ketidakmampuan

untuk membersihkan jalan

nafas yang dapat

menimbulkan peningkatan

kerja pernafasan.

2. Penurunan kandungan

oksigen (PaO2) dan/atau

saturasi atau peningkatan

PaCO2 menunjukkan

kebutuhan untuk

intervensi/perubahan

Page 12: LP Asfiksia

3. Berikan oksigen

tambahan yang

sesuai.

program terapi.

3. Alat dalam memperbaiki

hipoksemia yang dapat

terjadi sekunder terhadap

penurunan

ventilasi/menurunnya

permukaan alveolar paru.

4. Risiko cedera b.d anomali

kongenital tidak terdeteksi

atau tidak teratasi

pemajanan pada agen-

agen infeksius

Tujuan : Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama

proses keperawatan

diharapkan risiko cidera

dapat dicegah

Kriteria hasil :

a. Bebas dari cidera/

komplikasi

b. Mendeskripsikan

aktivitas yang tepat

dari level

perkembangan anak

c. Mendeskripsikan

teknik pertolongan

pertama

1. Cuci tangan

setiap sebelum

dan sesudah

merawat bayi

2. Pakai sarung

tangan steril

3. Lakukan

pengkajian fisik

secara rutin

terhadap bayi

baru lahir,

perhatikan

pembuluh darah

tali pusat dan

adanya anomali

4. Ajarkan

keluarga tentang

tanda dan gejala

infeksi dan

melaporkannya

pada pemberi

pelayanan

kesehatan

5. Berikan agen

imunisasi sesuai

indikasi

1. Mengurangi kontaminasi

silang.

2. Mencegah penyebaran

infeksi/kontaminasi silang.

3. Untuk mengetahui apakah

ada kelainan pada bayi.

4. Membantu keluarga untuk

mendapatkan pendidikan

dan pengetahuan yang

benar tentang tanda dan

gejala infeksi begitu juga

dengan penanganan yang

benar.

5. Membantu memberi

kekebalan anak terhadap

agen infeksi.

Page 13: LP Asfiksia

(imunoglobulin

hepatitis B dari

vaksin hepatitis

B bila serum ibu

mengandung

antigen

permukaan

hepatitis B (Hbs

Ag), antigen inti

hepatitis B (Hbs

Ag) atau antigen

E (Hbe Ag).

5. Risiko

ketidakseimbangan suhu

tubuh b.d kurangnya

suplai O2 dalam darah

Tujuan : Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama

proses keperawatan

diharapkan suhu tubuh

normal

Kriteria hasil :

a. Temperatur badan

dalam batas normal

b. Tidak terjadi distress

pernafasan

c. Tidak gelisah

d. Perubahan warna kulit

e. Bilirubin dalam batas

normal

1. Hindarkan

pasien dari

kedinginan dan

tempatkan pada

lingkungan yang

hangat.

2. Monitor

temperatur dan

warna kulit.

3. Monitor TTV.

4. Jaga temperatur

suhu tubuh bayi

agar tetap

hangat.

5. Tempatkan BBL

pada inkubator

bila perlu.

1. Menghindari terjadinya

hipitermia.

2. Mengetahui terjadinya

hipotermi.

3. Perubahan tanda-tanda

vital yang signifikan akan

mempengaruhi proses

regulasi ataupun

metabolisme dalam tubuh.

4. Menghindari terjadinya

hipitermia.

5. Mambantu BBL tetap

berada pada keadaan

yang sesuai dengan

keadaannya.

Page 14: LP Asfiksia

DAFTAR PUSTAKA

Fatkhiyah. 2008. Hubungan Antara Persalinan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian

Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. STIKES Bhamada

Slawi

Prawirohardjo, Sarwono (2001), PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN

NEONATAL, JNPKKR-POGI , Edisi 4, Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono (2002), ILMU KEBIDANAN, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo, Edisi 3, Jakarta.

Carpenito, Linda Jual (2001), DIAGNOSA KEPERAWATAN, EGC, Jakarta.

Depkes, (2000), PELATIHAN ASUHAN BERSIH DAN AMAN, KANWIL DEPKES

PROP. JAWA TIMUR, Jakarta