Asfiksia Rev

28
MAKALAH ILMIAH ASFIKSIA ANNETTE REGINA BRAHMANA 070100113 ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR 070100093 SUPERVISOR: dr. H. MISTAR RITONGA, SpF DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of Asfiksia Rev

Page 1: Asfiksia Rev

MAKALAH ILMIAH

ASFIKSIA

ANNETTE REGINA BRAHMANA 070100113

ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR 070100093

SUPERVISOR: dr. H. MISTAR RITONGA, SpF

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2012

Page 2: Asfiksia Rev

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Asfiksia” ini

dapat diselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara-RSUP H. Adam

Malik Medan dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai

asfiksia yang berlandaskan pada teori yang ada.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan

terima kasih kepada dr. H. Mistar Ritonga, SpF selaku pembimbing penulisan

makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh dokter

di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara-RSUP H. Adam Malik Medan atas segala bimbingan

dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan

pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi

sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Medan, Agustus 2012

Penulis

Page 3: Asfiksia Rev

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. LATAR BELAKANG 1

1.1. TUJUAN 1

1.1. MANFAAT 1

BAB II PEMBAHASAN 2

2.1. ASFIKSIA 2

2.1.1. Defenisi2

2.1.2. Etiologi 2

2.1.3. Fisiologi 2

2.1.5. Gejala 4

2.1.6. Tanda Asfiksia padaPemeriksaan Jenazah 5

2.2. ASFIKSIA MEKANIK 6

2.2.1. Mati Gantung (Hanging) 7

2.2.1.1. Defenisi 7

2.2.1.2. Jenis Penggantungan 7

2.2.1.3. Penyebab Kematian 7

2.2.1.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 8

2.2.2. Penjeratan (Strangulation by Ligature)8

2.2.2.1. Defenisi 8

2.2.2.2. Jenis Penjeratan 9

2.2.2.3. Penyebab Kematian 9

2.2.2.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 9

2.2.3. Pencekikan (Manual Strangulation/Throttling) 10

2.2.3.1. Defenisi 10

Page 4: Asfiksia Rev

2.2.3.2. Penyebab Kematian 10

2.2.3.3. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 10

2.2.4. Pembekapan (Smothering) 11

2.2.4.1. Defenisi 11

2.2.3.2. Penyebab Kematian 11

2.2.4.2. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 11

2.2.5. Gagging & Choking 11

2.2.5.1. Defenisi 11

2.2.5.2. Penyebab Kematian 11

2.2.5.3. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 12

2.2.6. Asfiksia Traumatik (Burking) 12

2.2.2.1. Defenisi 12

2.2.6.2. Penyebab Kematian 12

2.2.6.3. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 12

2.2.7. Tenggelam (Drowning)13

2.2.7.1. Defenisi 13

2.2.7.2. Jenis Tenggelam 13

2.2.7.3. Penyebab Kematian 13

2.2.7.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah 13

BAB III KESIMPULAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16

Page 5: Asfiksia Rev

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan

pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)

disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian

organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi

kematian.1

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam

kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya

obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah

yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh

dan nyawa manusia.1

Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.1

1.2. Tujuan

Makalah ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior

di Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Forensikdan Medikolegal RSUP.H. Adam

Malik Medan.

1.3. Manfaat

Bagi penulis, penulisan makalah ini untuk menambah wawasan dan

pengetahuan dalam penerapan ilmu forensik khususnya mengenai Asfiksia yang

diperoleh semasa perkuliahan.

Page 6: Asfiksia Rev

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asfiksia

2.1.1. Defenisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan

pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)

disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian

organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia-hipoksik) dan terjadi

kematian.1

2.1.2. Etiologi

Dari segi etiologi (secara umum), asfiksia dapat disebabkan oleh hal

berikut: 1

1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan

seperti laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti

fibrosis paru.

2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;

sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.

3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya

barbiturat dan narkotika.

2.1.3. Fisiologi

Menurut Gordon, secara fisiologi bentuk anoksia dapat dibedakan atas: 2

1. Anoksia Anoksik

Pada tipe ini oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:

Tidak ada atau tidak cukup oksigen. Bernafas dalam ruangan tertutup,

kepala ditutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara

lembab, bernafas dalam selokan tetutup, atau di pegunungan yang tinggi.

Page 7: Asfiksia Rev

Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti

pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan, atau

korpus alienum dalam tenggorokan.

2. Anoksia Anemia

Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada

anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba.

3. Anoksia Stagnan

Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Hal ini bisa

dikarenakan gagal jantung, syok, dan sebagainya.

4. Anoksia Histotoksik

Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak

dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:

Ekstraseluler

Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan sianida

terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan

kematian segera. Pada keracunan barbiturat dan hipnotik lainnya,

sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.

Intraselular

Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan

permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang

larut dalam lemak seperti kloform, eter, dan sebagainya.

Metabolik

Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu

pemakaian oksigen oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.

Substrat

Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien,

misalnya pada keadaan hipoglikemia.

Page 8: Asfiksia Rev

2.1.4. Gejala

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat

dibedakan dalam empat fase, yaitu: 1,3

1. Fase Dispnea

Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbondioksida

dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata,

sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat,

tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada

muka dan tangan.

2. Fase Kejang

Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang),

yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik,

dan akhirnya timbul spasme opistotonik.

Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun. Efek ini

berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat

kekurangan oksigen.

3. Fase Kelelahan (Exhaustion phase)

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernapasan, otot menjadi lemah,

hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal

dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya

pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir

tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa

saat lagi.

4. Fase Apnea

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah

kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut

beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat

bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih

kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100%

Page 9: Asfiksia Rev

maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas

dan lengkap.

2.1.5. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu: 1,4

1. Sianosis

Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir

yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak

berikatan dengan oksigen).

2. Kongesti

Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan.

Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah

konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan

hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula

dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga

dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-

bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.

Gambar 2.1. Tardieu’s spot

3. Buih halus

Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan

aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran

napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit

akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat

pecahnya kapiler.

Page 10: Asfiksia Rev

4. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap

Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat.

Distribusi lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan

akitivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah

mengalir. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan, antara lain: 1,4

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer karena kadar karbondioksida

yang tinggi dan fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga

menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak

mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian

belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis

paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris,

kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa

epiglotis, dan daerah subglotis.

2.2. Asfiksia Mekanik

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan

terhalang memasuki saluran pernapasan yang bersifat mekanik, misalnya: 1

a. Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan (strangulation),

pencekikan (manual strangulation, throttling) dan gantung (hanging).

b. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti pembekapan

(smothering) dan penyumbatan (gagging & choking).

c. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik).

d. Tenggelam (drowning) yaitu saluran napas terisi air.

Page 11: Asfiksia Rev

2.2.1 Mati Gantung (Hanging)

2.2.1.1. Defenisi

Mati gantung merupakan suatu bentuk kematian akibat penjeratan pada

leher dengan ikatan, di mana daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan

tubuh atau kepala.5

2.2.1.2. Jenis Penggantungan

a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6

1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas

lantai.

2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh

tergantung, misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam

posisi telungkup dan posisi lain.

b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6

1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di

samping leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada

saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada tipe ini.

2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat

miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri

karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak

sadar.

2.2.1.3. Penyebab Kematian

Penyebab kematian pada penggantungan, antara lain: 1,6

1. Asfiksia

Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi tersumbat.

2. Iskemik otak

Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam

mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.

Page 12: Asfiksia Rev

3. Kongesti vena

Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan

pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi

terhambat.

4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3

Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan korban

dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis yang

selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi

kematian yang tiba-tiba.

5. Syok vagal

Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada

refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya tekanan pada

nervus vagus.

2.2.1.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar didapati muka sembab atau pucat, mata menonjol

keluar, perdarahan berupa petekie tampak pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah

menjulur menujukkan adanya penekanan pada bagian leher.1,5

Pada pemeriksaan dalam didapati laring dan trakea kongesti dan Tardieu’s

spot. Paru-paru mengalami kongesti. Didapati Tardieu’s spot pada pleura

khusunya permukaan depan lobus. Otak dan meningen mengalami kongesti,

oedema dengan bintik-bintik perdarahan. Semua organ mengalami kongesti.6

2.2.2. Penjeratan (Strangulation by Ligature)

2.2.2.1. Defenisi

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang,

rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki, dan sebagainya, melingkari atau mengikat

leher yang makin lama makin kuat sehingga saluran pernapasan tertutup.1

Page 13: Asfiksia Rev

2.2.2.2. Jenis Penjeratan

Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat/dapat

diperbesar atu diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak/dapat diubah).1

2.2.2.3 Penyebab Kematian

Penyebab kematian pada penjeratan, yaitu: 6

1. Asfiksia

Tertutupnya jalan nafas akibat laring yang tertekan ke belakang kearah

dinding faring sehingga lumen tertutup oleh karena mendapat tekanan.

2. Iskemik otak

Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher.

3. Syok vagal

Hal ini terjadi karena adanya tekanan pada nervus vagus.

2.2.2.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar didapati muka sianotik dan sembab, mata terbuka

dan bola mata menonjol serta lidah terjulur. Tardieu’s spot banyak ditemui pada

wajah, kelopak mata, subkonjungtiva, dan dahi.6

Pada pemeriksaan dalam didapati mukosa membran dari laring dan

trakea kongesti dengan tampak adanya bintik-bintik perdarahan kecil. Paru-paru

mengalami kongesti yang ditandai dengan bintik-bintik perdarahan pada

permukaan lobus. Otak dan meningen mengalami kongesti dengan adanya bintik-

bintik perdarahan.6

Gambar 2.2. Kasus Penjeratan

Gambar 2.2. Penjeratan

Page 14: Asfiksia Rev

2.2.3. Pencekikan (Manual Strangulation/Throttling)

2.2.3.1. Defenisi

Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan

dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas

sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.1

2.2.3.2. Jenis Pencekikan

Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu: 4

1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

2.2.3.3. Penyebab Kematian

Penyebab kematian pada pencekikan, yaitu: 5

a. Asfiksia

Tertutupnya jalan nafas dengan satu atau dua tangan menekan leher sehingga

menekan sisi-sisi laring dan menutup glotis.

b. Iskemik otak akibat penekanan pada arteri besar di leher, umunya pada arteri

karotis.

c. Syok vagal yang diakibatkan penekanan pada nervus vagus.

2.2.3.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar didapati wajah sianosis dan membengkak, bola

mata menonjol dan pupil membesar, lidah membengkak, terjulur dan kadang-

kadang tergigit, bibir sianotik, tangan tergenggam, inkontinensia urin dan feses,

organ genitalia mengalami kongesti.5

Pada pemeriksaan dalam didapati kongesti yang luas pada daerah laring,

trakea dan saluran bronkus. Paru-paru menunjukkan keadaan kongesti, bercak-

bercak perdarahan, dan bila dilakukan sayatan akan keluar darah, emfisema

disertai ruptur pada septum interalveolar. Bagian kanan jantung menunjukkan

kongesti sirkulasi. Organ-organ abdomen menunjukkan tanda-tanda kongesti.5

Page 15: Asfiksia Rev

2.2.4. Pembekapan (Smothering)

2.2.4.1. Defenisi

Pembekapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang

menghambat pemasukan udara ke paru-paru.1

2.2.4.2. Penyebab Kematian

Penyebab kematian dikarenakan tertutupnya jalan nafas akibat penutupan

lubang hidung dan mulut yang pada akhirnya terjadi kegagalan pernapasan dan

sirkulasi.5

2.2.4.3. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar didapati tanda-tanda perbendungan, muka bengkak,

Tardieu’s spot pada bola dan kelopak mata, mata melotot, dan sianosis pada

bagian akral seperti kuku, bibir, hidung, dan telinga.

Pada pemeriksaan dalam didapati buih pada saluran nafas dan Tardieu’s

spot pada jantung dan paru-paru. Dijumpai kongesti pada paru yang disertai

dengan dilatasi jantung kanan.7

2.2.5. Gagging & Choking

2.2.5.1. Defenisi

Penyumbatan saluran nafas bagian atas oleh benda asing. Pada gagging

terjadi sumbatan pada orofaring sedangkan pada choking terjadi sumbatan pada

laringofaring.1

2.2.5.2. Penyebab Kematian

Penyebab kematian yang mungkin terjadi: 1

1. Asfiksia

Penyumbatan lumen jalan udara dengan memasukkan benda asing di mulut

korban.

Page 16: Asfiksia Rev

2. Syok vagal

Akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang

menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan

kematian.

2.2.5.3. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar didapati wajah sianosis, bibir sianotik, mata

terbuka, pupil melebar, mata menonjol, bola mata menonjol, dan pupil melebar.

Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan benda asing di dalam mulut atau

saluran saluran pernapasan yang lebih dalam.5

2.2.6. Asfiksia Traumatik (Burking)

2.2.6.1. Defenisi

Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar pada

dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan

gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok, atau

tertimpa saat saling berdesakan.1,8

2.2.6.2. Penyebab Kematian

Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan

sirkulasi.1

2.2.6.3. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat.

Bendungan tersebut menyebabkan muka membengkak dan penuh dengan

petekie, edema konjungtiva, dan perdarahan subkonjungtiva. Petekie terdapat pula

pada leher, bokong, dan kaki.1

Page 17: Asfiksia Rev

2.2.7. Tenggelam (Drowning)

2.2.7.1. Defenisi

Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat jalan napas terhalang

oleh cairan sehingga terhisap masuk ke jalan napas.6

2.2.7.2. Jenis Tenggelam

Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas: 1,6

1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas.

Penyebab kematian pada kasus ini, antara lain:

a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).

b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.

2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran

nafas.

2.2.7.3. Penyebab Kematian

Penyebab kematian pada korban tenggelam: 1

1. Asfiksia

Pada saat korban tenggelam berusaha menghirup udara, sejumlah air akan

tertelan dan masuk ke dalam lambung atau paru-paru. Air yang masuk ke

dalam saluran pernapasan akan merangsang timbulnya batuk. Udara akan

lebih banyak dikeluarkan sewaktu batuk dan semakin banyak air yang masuk.

2. Syok vagal akibat inhibisi nervus vagus.

2.2.7.4. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar didapati wajah pucat, mata setengah terbuka,

dilatasi pupil, lidah terjulur. Tanda sianotik pada kuku, bibir. Mata merah karena

perdarahan subkonjungtiva, dari mulut dan hidung terdapat cairan yang berbusa

halus.1,5

Pada pemeriksaan dalam didapati busa halus dalam saluran pernapasan.

Paru-paru berisi air dan mengembang sampai menutupi permukaan jantung.

Permukaan paru-paru teraba seperti spons dan mudah melekuk pada penekanan

Page 18: Asfiksia Rev

ringan dengan jari. Warnanya abu-abu pucat dan pada sayatan melintang tampak

eksudat berupa cairan berbusa dan darah. Cairan berbusa halus juga ditemukan

pada trakea dan cabang utama bronkus. Otak mengalami kongesti dan

hiperemis.1,5

BAB III

KESIMPULAN

1. Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan

pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang

(hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Secara

umum, asfiksia dapat dissebabkan oleh penyebab alamiah (penyakit yang

menyumbat saluran pernapasan), trauma mekanik, dan keracunan.

2. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena terhalangnya udara memasuki saluran

pernapasan akibat sesuatu yang bersifat mekanik yang disebut asfiksia

Page 19: Asfiksia Rev

mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus

kedokteran forensik.

3. Tanda-tanda asfiksia yang sering dijumpai pada pemeriksaan luar jenazah,

antara lain sianosis, kongesti, buih halus pada saluran pernapasan, dan warna

lebam mayat merah-kebiruan gelap.

Page 20: Asfiksia Rev

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik.

Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70.

2. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2.

Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125.

3. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology

And Toxicology. p454-474.

4. Knight B. Asphyxia. Forensic Medicine. 9th ed. London: Edward Arnold;

1985. p87-104.

5. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India;

2003. p105-123.

6. Nandy A. Violent Asphyxial Deaths. Principles of Forensic Medicine. India:

New Central Book Agency, Ltd: 2001. p315-342.

7. Kerr JA. Asphyxia. Forensic Medicine. 5th ed. London:In The University of

Edinburgh;1954. p152-168.

8. Gresham GA. Asphyxia and Poisoning. A colour Atlas of Forensic Pathology.

Holland:Wolfe Publishing Ltd;1975. p235-243.