longcase saraf

download longcase saraf

of 25

description

nnn

Transcript of longcase saraf

LONG CASE SUBDIVISI BEDAH SARAFPERIODE 09 15 DESEMBER 2012I. IDENTITAS PASIENNamaUmur

JenisKelaminRM

MRS

Status

RuanganTanggal Pemeriksaan::

:

:

:

:

:

:An.R.S10 bulanLaki-laki 57830704/12/2012

JamkesmasLontara 2 Bedah Saraf

kamar 4 bed 4 10 Desember 2012

L570Lo

II. ANAMNESISKeluhan utama : Benjolan pada mukaAnamnesis terpimpin : Dialami sejak lahir. Awalnya sebesar biji beras, lama- lama membesar. Benjolan kadang membesar, kadang mengecil. Benjolan akan membesar jika pasien menangis. Sering keluar kotoran mata dan air mata. Riwayat kejang (+) dialami 10 hari yang lalu. Durasi kejang 2-3 menit, sempat pingsan 2-3 menit. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-). Riwayat tauma (-).Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil, sering kontrol di Posyandu dan melahirkan di rumah, persalinan ditolong oleh bidan. Pasien lahir normal dengan kehamilan cukup bulan, segera menangis dan bernafas spontan. Berat badan lahir tidak diketahui. Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.III. PEMERIKSAAN FISISSTATUS PRESENS (Dibuat tanggal 10/12/2012)STATUS GENERALIS

Sakit sedang/ Gizi baik/ Sadar

BB : 8 kg PB : 72 cm STATUS VITALIS

TD: 100/70 mmHg

N

: 100 x/menit, regular, kuat angkatP

: 28 x/menit, spontan, tipe torakalS

: 36,9oC per aksillaSTATUS REGIONAL Kepala : - Rambut: Hitam, bergelombang, sukar dicabut

Wajah

Inspeksi: Tampak benjolan pada bagian mata kiri, warna sama dengan sekitar, hematom (-).

Palpasi: Nyeri tekan sulit dinilai, teraba massa ukuran 3x2 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, terfiksir. Suhu sama dengan sekitar. Lingkar kepala 49 cm. Mata: Konjungtiva kedua mata tidak anemis, sklera tidak Ikterus. Palpebra ptosis (+) sinistra. Hidung: Tidak simetris. Bibir: Tidak tampak sianosis Leher :

-Inspeksi: Warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada hematoma, -Palpasi: Nyeri tekan (-), Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kaku kuduk (-)Aksila : Inspeksi: Warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor, dan tidak ada hematoma Palpasi: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.

Jantung

Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis sulit dinilai Perkusi : Pekak. Auskultasi

: Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)Abdomen

Inspeksi: Datar, ikut gerak napas Palpasi

: Massa (-), nyeri tekan (-). Perkusi : Timpani Auskultasi: Peristaltik ada kesan normal.Ekstremitas

Ekstremitas superior kanan dan kiri :

Inspeksi: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak jejas dan hematoma, edema tidak ada Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada ROM

: sulit dinilai NVD: Arteri radialis kanan dan kiri teraba, sensibilitas dalam batas normal, dan Capilarry Refill Time kurang dari 2 detikEkstremitas inferior kanan dan kiri Inspeksi: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak jejas dan hematoma, edema tidak ada Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada ROM

: Sulit dinilai NVD: Arteri dorsalis pedis kanan dan kiri teraba, sensibilitas dalam batas normal, dan Capilarry Refill Time kurang dari 2 detikSTATUS NEUROLOGISSYARAF-SYARAF OTAK

N. Olfaktorius

Kanan

KiriPenciuman

sulit dinilai

sulit dinilai

N.Opticus

Kanan

KiriVisus

sulit dinilai

sulit dinilaiLapangan pandang

sulit dinilai

sulit dinilaiNn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens

Kanan

KiriDiplopia

sulit dinilai

sulit dinilai Ptosis

tidak ada

ada Strabismus

tidak ada

tidak ada Exophtalmus

tidak ada

tidak adaGerakan bola mata

Pupil

Bentuknya

bulat

bulat

Besarnya

2,5 mm

2,5 mm

Isokor/anisokor

isokor

Midriasis/miosis

tidak ada

tidak ada Refleks cahaya

- Langsung

(+)

(+)

- Tidak langsung

(+)

(+)

N.Trigeminus

Kanan

KiriMotorik

Menggigit

tidak ada kelainan

Trismus

tidak ada kelainan

Refleks kornea

tidak ada kelainanSensorik

Dahi

tidak ada kelainan

Pipi

tidak ada kelainan

Dagu

tidak ada kelainan

N.Facialis

Kanan

KiriMotorik

tidak ada kelainantidak ada kelainan

Sensorik

tidak ada kelainantidak ada kelainan

N. Cochlearis

sulit dinilaiN. VestibularisNistagmus

tidak adaVertigo

tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus

Arcuspharingeus

tidak ada kelainan

Uvula

tidak ada kelainan

Gangguan menelan

tidak ada kelainan

Suara serak/sengau

tidak ada kelainan

Denyut jantung

tidak ada kelainanN. Accessorius

Mengangkat bahu

sulit dinilaiMemutar kepala

sulit dinilai N. Hypoglossus

Mengulur lidah

sulit dinilaiDisartria

sulit dinilaiMOTORIK LENGAN

Kanan

KiriKekuatan

5

5

Tonus

Normal

Normal

TUNGKAI

Kanan

KiriGerakan

(-)

(-)

Kekuatan

5

5Tonus

Normal

Normal

Klonus

Paha

tidak ada

tidak ada Kaki

tidak ada

tidak adaRefleks terjun (parachute)

adaGAIT DAN KESEIMBANGANGait

KeseimbangandanKoordinasiSulit dinilai

Sulit dinilaiGERAKAN ABNORMALTremor

: sulit dinilaiIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (8/12/12)

PemeriksaanHasil

WBC11,94 x103

RBC5,24x106

HGB12,1 g/dl

HCT37,2 %

PLT424 x 103

CT700

BT300

PT9,6

APTT26

GDS85

Ureum18

Kreatinin0,4

GOT27

Foto thoraks (20/11/12) Corakan bronkovaskuler dalam batas normal Tidak tampak proses spesifik dan lesi noduler pada kedua paru Cor dalam batas normal

Kedua sinus dan diafragma dalam batas normal Tulang-tulang intak

Kesan: tidak tampak kelainan pada foto thorax ini

CT SCAN KEPALA (13/11/2012)

Tampak lesi hipodens yang luas (5,74 HU) pada regio temporoparietal yang berhubungan dengan cornu posterior ventrikel lateralis kanan disertai dengan tidak terbentuknya sebagian lobus frontotemporalis kiri

Ventrikel lateralis kiri dan ventrikel III melebar

Pons, cerebellum dan CPA dalam batas normal

Tampak massa pada hipodens pada extraconal sisi medial rongga orbita kiri yang meluas ke subcutis

Kedua bulbus oculi dalam batas normal

Tulang-tulang yang terscan intak

Kesan : Porencephaly Congenital disertai Meningocele

MSCT Kepala (Ax + Cor) Non Kontras Tampak lesi heterogen yang mengisi sinus ethmoid kiri dan sisi medial orbita kiri yang keluar melalui defek pada os nasalis.

Tampak lesi hipodens luas mulai dari permukaan cerebri regio temporoparietal kanan yang berhubungan dengan ventrikel lateralis kanan disertai dilatasi ventrikel lateralis

Sistem ventrikel lainnya dalam batas normal

Cerebellum pontine angle dalam batas normal

Sinus paranasalis lainnya yang terscan dalam batas normal

Aircell mastoid yang terscan dalam batas normal

Tulang-tulang lainnya intak

Kesan : Meningoencephalocele

Schizencephaly V. RESUMEAnak laki-laki, 10 bulan datang dengan keluhan benjolan pada hidung dialami sejak lahir semakin lama semakin membesar. Benjolan bertambah besar jika pasien menangis. Sering keluar sekret pada mata dan air mata. Riwayat kejang (+) dialami 10 hari yang lalu.Pada pemeriksaan fisis ditemukan massa pada regio inferior oculi sinistra, warna sama dengan sekitar, teraba massa ukuran 3x2 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, terfiksir, kepala makrosefal (lingkar kepala 49 cm). Pada mata, ditemukan palpebra sinistra ptosis. Pemeriksaan MSCT Kepala (Ax + Cor) Non Kontras : Meningoencephalocele dan Schizencephaly. Hasil CT Scan Kepala : Porencephaly Congenital disertai Meningocele.

VI. DIAGNOSIS

Meningoencephalocele Hydrocephalus non communicans

VII. RENCANA TERAPI Pasien direncanakan VP shunt. Kemudian dilanjuntkan dengan penutupan defek.MENINGOENCEPHALOCELE

I. PENDAHULUAN

Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, menigokel, mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia, diastematomiela, dan lipoma pada konus medularis. Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis.1Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meninges saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang normal. Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). 1,2Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 2II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Disrafisme Kranial (Kranium Bifidum)

Kranium bifidum atau kranioskizis, seperti spina bifida, adalah defek tabung neural disrafik. Anomali ini lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat ditindak dan karenanya menjadi malformasi yang penting dibidang bedah saraf. Herniasi dura dan jaringan otak melalui defek tulang digaris tengah (sefalokel) dijumpai pada banyak kasus. Karanium bifidum terkadang bersamaan dengan spina bifida.2,3 Insidens kranium bifidum seperlimabelas hingga sepersepuluh spina bifida: satu per 3.000 hingga 10.000 kelahiran. Sefalokel regio oksipital umum di Eropa dan Amerika, sedang sefalokel frontal lebih sering dari sefalokel oksipital di Asia Tenggara. Dibeberapa daerah di Asia Tenggara meningoensefalokel lebih sering dari mielomeningokel. Jadi predisposisi geografis mungkin berperan pada kranium bifidum. Oksipital meningoensefalokel lebih sering pada wanita, sedang pria lebih sering pada yang lainnya. 2 Kranium bifidum diklasifikasikan kedalam dua jenis: kranium bifidum okultum dan kranium bifidum sistikum. Kranium bifidum okultum tidak berkaitan dengan herniasi dura, karenanya tak terdeteksi hingga dewasa bila tak bergejala. 2,4 Sinus dermal intrakranial adalah disrafisme kranial okulta berupa jaringan yang berasal dari kulit yang persisten terdapat diruang intrakranial, yang berhubungan dengan kulit. Defek tulang kecil sering tampak dibawah protuberansia oksipital eksterna, dan beberapa rambut sering tumbuh dari sinus. Lainnya, lokasi yang kurang sering adalah nasion. Sista dermoid mungkin terdapat pada satu atau kedua ujung dari sinus dermal. 2,4Sinus dermal diregio oksipital sering turun ke sambungan servikomedulari dan berakhir sebagai dermoid disisterna magna, ventrikel keempat dan hemisfer serebeler. Tumor dermoid pada ujung sinus dermal mungkin menimbulkan gejala massa intrakranial. Sinus dermal mungkin tanpa gejala. Banyak kasus berakibat meningitis rekuren, dan reseksi tak lengkap sinus dermal juga bisa menimbulkan meningitis. 2,4Kranium bifidum sistikum dapat dibagi menjadi lima subkelompok, sesuai isi dari sefalokel: 1. Meningokel: hanya berisi CSS didalam sefalokel.

2. Ensefalomeningokel atau meningoensefalokel: berisi baik CSS maupun jaringan otak didalam sefalokel.

3. Ensefalokel: berisi hanya jaringan otak didalam sefalokel.

4. Ensefalosistokel: penonjolan jaringan otak mengisi ruang yang berhubungan dengan ventrikel.

5. Meningoensefalosistokel, atau ensefalosistomeningokel: berisi 'ventrikel' dan jaringan otak plus dilatasi ruang CSS disefalokel. Eksensefali adalah protrusi otak yang tidak ditutupi kulit. Sefalokel dapat diklasifikasikan menurut lokasinya. Meningoensefalokel dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok: meningoensefalokel posterior atau oksipital dan meningoensefalokel anterior atau frontal, yang menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal atau kartilago nasal. 2,4,52.2 Meningoensefalokel

Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital, kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal. 4,7,8Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal saja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal dan jaringan/parenkhim otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui defek kranium disebut meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda patologi, pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoensefalokel didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada kranium; tertutup oleh kulit seluruhnya; kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran tipis seperti kertas perkamen. Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frantal. 9,10

Gambar 1. Meningoensefalokel pada regio occipital

Gambar 2. Meningoensefalokel pada regio frontonasal

Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG, pada pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak abnormal/displasia. Insiden meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi lahir hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di regio oksipital; meningoensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih sering di Asia Tenggara. 102.3 Etiologi

Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat obatan yang mengandung bahan yang terotegenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.4,10

Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui, beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia dan faktor genetik terbukti mempengaruhi perkembangan susunan saraf pusat sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil muda juga merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data terakhir menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar konsepsi akan mencegah defek tuba neuralis. 72.4 Klasifikasi

Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut Suwanwel:

I. Ensefalomeningokel oksipital

II. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak

A. Interfrontal

B. Fontanel anterior

C. Interparietal

D. Fontanel posterior

E. Temporal

III. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal

A. Nasofrontal

B. Naso-ethmoidal

C. Naso-orbital

IV. Ensefalomeningokel basal

A. Transethmoidal

B. Sfeno-ethmoidal

C. Transsfenoidal

D. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital

V. Kranioskhisis

A. Kranial, fasial atas bercelah

B. Basal, fasial bawah bercelah

C. Oksipitoservikal bercelah

D. Akrania dan anensefali.

Meningoensefalokel oksipital merupakan 70 persen sefalokel (pada geografis). Dibagi kedalam subkelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia oksipital eksterna (EOP): sefalokel oksipitalis superior, dimana terletak diatas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior, yang terletak dibawah EOP. Penonjolan lobus oksipital tampak disefalokel superior, dimana serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini dengan spina bifida servikalis disebut sefalokel oksipitoservikalis (iniensefali).

Meningoensefalokel anterior jarang dibanding meningoensefalokel posterior. Yang pertama biasanya dibagi kedalam dua kelompok: meningoensefalokel sinsipital (tampak) dan meningoensefalokel basal (tak tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat kelompok:

(1) meningoensefalokel frontal,

(2) meningoensefalokel frontonasal,

(3) meningoensefalokel fronto-ethmoid, dan

(4) meningoensefalokel nasofaringeal.

Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat yang umum dari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalokel diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-ethmoid dan dikelompokkan kedalam tiga subkelompok:

1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.

2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.

3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian anterior orbit. Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:

1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal): herniasi kedalam kavum nasal melalui lamina kribrosa.

2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior): herniasi kebagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.

3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi kenasofaring melalui tulang sfenoid.

4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui fissura orbital superior.

5. Meningoensefalokel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit melalui fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital.

2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang normal. Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental retardasi, ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata. Sebenarnya diagnosis perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa feto protein cairan amnion dan serum ibu.6Ukuran dari meningoensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkoran dan otak tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar, maka tengkorak akan tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak yang sudah keluar. Menigoensefalokel jarang berhubungan dengan malformasi serebri saja dan biasanya berhubungan dengan abnormalitas dari hemisper serebri, serebelli dan otak tengah.9

Meningoensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali muka, seperti bibir dan langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu meningoensefalokel oksipital, hidrosefalus, deformitas Klippel-Feil, dan langit-langit bercelah sering terjadi sebagai tetrad. Kelainan jantung kongenital dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang berhubungan yang terletak dibagian lain dari badan. 6 Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau mungkin terbentuk setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah 25 persen pada meningokel dan 66 persen pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang bersamaan pada meningoensefalokel anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens hidrosefalus lebih tinggi pada sefalokel yang mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah hampir sama dengan pada mielomeningokel. 62.6 Patofisiologi

Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.1Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang kranial, dan menghasilkan protrusi jaringan melalui defek linea mediana tulang yang disebut cranium bifidum. Mielomeningokel cranium terdiri dari kantong meninges yang terisi hanya cairan serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri, serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah oksipital pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi anensefali dan mielomeningokel. 6Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya hirdosefalus karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-Walker. Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai atau struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung dapat menampakkan adanya jaringan saraf. 12.7 Diagnosis

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali SSP, dan dinamika CSS.7Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal pada foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang, perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan dengan ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan. 10Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah lainnya, seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii sangat lebih kompresibel dibanding meningoensefalokel. CT scan memperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan atas kantung dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk membedakan meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali; holoprosensefali didi- agnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. 7 Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada meningoensefalokel anterior, tomografi fossa anterior dan CT scan diperlukan. Meningoensefalokel anterior harus didiferensiasi dari polip nasal, teratoma orbitofronal, glioma ektopik (nasal), dan keadaan serupa. Teratoma orbitofrontal mungkin menampakkan kalsifikasi pada foto polos dan meluas kedalam ruang intrakranial. Tumor ini menjadi maligna dengan pertambahan usia. Glioma nasal adalah tumor neurogenik kongenital yang jarang yaitu massa heterotopik nonneoplastik dari jaringan neuroglial. Tapi mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati, menginfiltrasi jaringan sekitarnya, serta metastasis ke nodus limfe regional. 5,6MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil.7,8 Gambar 3. Meningoensefalokel pada pada regio frontonasal

Gambar 4. Meningoensefalokel pada pada occipital

2.8 Komplikasi

Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya(Syndrome Meckel, syndrome dandy-walker). Kelainan kepala lainnya yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak, miensefalus (fusi tulang occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi), huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus (destruksi total jaringan otak sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.6,7

Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:

a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)

b. Gangguan perkembangan

c. Mikrosefalus

d. Hidrosefalus

e. Gangguan penglihatan

f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan

g. Ataksia

h. Kejang.

2.9 PenatalaksanaanPenatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari anomali. Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan saraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel yang berisi jaringan otak biasanya diakhiri dengan kematian dari anak.8Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 6Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak terjadi kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek (watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak. 7Defek tulang yang cukup besar dapat diperbaiki dengan wire mesh, plastik atau tulang, tetapi jarang diperlukan. Hasil akhir operasi sukar dipastikan oleh karena bervariasinya kasus. Pada tindakan bedah terhadap 40 penderita didapati 15 orang (38%) meninggal dan dari 25 orang yang hidup 14 orang (56%) intelegensianya normal meskipun sering dijumpai gangguan motorik dan pada 11 orang (44%) dijumpai gangguan intelektual dan motorik. 101. Penanganan Pra Bedah

Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering. Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan pemeriksaan X-Ray kepala AP/LAT dan diambil photografi dari lesi.

2. Perawatan pasca bedah

Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.4,7,9III. KESIMPULAN

1. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus.

2. Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga meningoensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum.

3. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada susunan saraf.

4. Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. 5. Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.

6. Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.

DAFTAR PUSTAKA1. Nelson, B.; Arvin K.; Buku Ilmu Kesehatan Anak 15th edition; Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta; 2000.

2. Hull, D.; Derek I.J.; Dasar-Dasar Pediatri 3rd edition; Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta; 2008.

3. Saanin, S.; Disrafisme Kranial; in Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu Bedah Saraf; Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang; available at: http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html; 2008.

4. Ropper, Allan H.; Brown, Robert H.Chapter 38 :Developmental Disease of the Nervous System.In Adams & Victors' Principles of Neurology, 8th Edition.McGraw-Hill.2005

5. Dubey,D. Pande S., Dubey P, Sawhney P.A Case of Naso-Ethmoidal Meningoencephalocele. In International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health Vol. 3 No. 8 (August 2011) available at : http://www.iomcworld.com/ijcrimph/files/v03-n08-08.pdf6. Fenichel, G.M.; Clinical Pediatric Neurology 4th edition; Saunders Company; Philadelphia; 2001.7. Tsementzis, S.A.; Differential Diagnosis of Neurology and Neurosurgery; Thieme Stuttgart; New York; 2000.8. Sjamsuhidajat, R.; Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta; 2005.

9. Lubis, N.U.; Encephalocele; in CKD Cermin Dunia Kedokteran Magazine; Kalbe Farma; PT. Temprint; Jakarta; 2009.

10. Christopher G. Goetz: Neural Tube Defect.In Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed.Elsevier-Saunders.2007

1