longcase tb abdomen
-
Upload
lukman-hidayat -
Category
Documents
-
view
87 -
download
1
description
Transcript of longcase tb abdomen
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Kualitas Hidup Paska Dukungan Nutrisi Pada Anak Dengan Malnutrisi Berat + TB Abdomen
I. Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular dengan tingkat morbiditas dan mortalitas
yang masih tinggi sehingga tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama
di dunia. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian kedua dari penyakit infeksi terutama
setelah ditemukannya Human Immunodeficiency Virus (HIV).1
World Health Organization (WHO) menyatakan TB sebagai global public health
emergency pada tahun 1993. Sejak saat itu WHO memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap TB. Program Pengendalian TB oleh WHO dimulai sejak tahun 1990-an. Program stop
TB strategy diperkenalkan pada tahun 2006 dengan target penurunan angka kejadianTB dan
angka kematian karena TB di dunia pada tahun 2015 sebagai bagian dari Millennium
Development Goals (MDGs).2
Sebanyak 9 juta kasus infeksi tuberkulosis terjadi setiap tahun, dengan 11% diantaranya
adalah anak-anak.2,3 Jumlah penderita TB di Indonesia berdasarkan data yang dikeluarkan WHO
tahun 2011 berada di posisi ke-3 penduduk dengan jumlah TB terbanyak didunia.2 Malnutrisi
memiliki prevalensi yang tinggi di negara endemis TB dan menjadi penyebab kematian anak di
bawah usia 5 tahun sebanyak 2,2 juta anak.4 Pada suatu survey yang dilakukan oleh NICUS
(Nutrition Information Center University of Stellenbosch) pada anak di Afrika Selatan
ditemukan bahwa sebanyak 12-30% anak dengan malnutrisi positif terinfeksi tuberkulosis, dan
sebaliknya sebanyak 66% anak dengan TB menunjukkan status malnutrisi.5 Suatu penelitian
yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa BMI seorang penderita TB akan lebih rendah
20% dibandingkan kontrol. Selain BMI berat badan, tebal lipatan kulit, lingkar lengan atas, serta
lemak tubuh juga lebih rendah pada kelompok TB dibandingkan kontrol.6,7
Telah lama diketahui adanya hubungan antara TB dan malnutrisi. Malnutrisi akan
meningkatkan resiko terjadinya infeksi tuberkulosis dan sebaliknya keadaan tuberkulosis akan
memperburuk keadaan malnutrisi seorang anak.6,8,9 Pemberian obat antituberkulosis (OAT) pada
kasus tuberkulosis akan meningkatkan status nutrisi namun pemberian terapi tanpa disertai
dukungan nutrisi yang adekuat tidak akan cukup memperbaiki status gizi seorang penderita TB.6
1
Keterbatasan data mengenai pemantauan jangka pendek, menengah, dan panjang pada
penderita malnutrisi berat dengan TB abdomen menjadi latar belakang pembuatan laporan kasus
longitudinal ini. Paparan kasus berikut berisikan pemantauan 6 bulan terhadap seorang anak
berusia 12 tahun yang didiagnosa sebagai TB abdomen dengan gangguan intake makan yang
memperburuk status gizi sehingga terjadi malnutrisi berat. Pemantauan telah dilakukan selama 5
bulan 2 mingu untuk melakukan evaluasi dan menilai outcome kualitas hidup penderita dan
keluarga paska pengobatan dan dukungan nutrisi.
II. PEMAPARAN KASUS
Seorang anak perempuan berusia 12 tahun dirujuk oleh puskesmas Babatan Bandung dengan
di antar oleh kader dengan diagnosis observasi nyeri perut. Penderita merasakan nyeri perut pada
hampir seluruh bagian perut hilang timbul. Keluhan disertai dengan adanya muntah, riwayat
panas badan yang hilang timbul dan tidak terlalu tinggi serta penurunan nafsu makan. Keadaan
ini membuat dalam 1 bulan berat badannya turun hingga 12 kg. Tidak didapatkan adanya riwayat
batuk pilek lama ataupun kontak dengan penderita dewasa batuk lama atau berdarah. Penderita
makan sekitar 2-3x sehari berupa nasi yang hanya habis setengah sampai satu piring, dengan
lauk berupa setangah potong kecil daging, atau sedikit potongan ikan atau ayam serta jarang
minum susu dengan perkiraan asupan sekitar 900-1000 kkal/hari (dietary recall).Imunisasi dasar
penderita lengkap (BCG, DPT 3x, Polio3x, Hepatitis B 3x, Campak) dan telah mengikuti
imunisasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Perkembangan penderita sesuai usia. Berat
badan 18 kg, TB: 136 cm.Skrining pertumbuhan menggunakan grafik WHO reference 2007
didapatkan TB/U < -2 SD an BMI/U <-3 SD. Dari pemeriksaan fisis tanda vital dalam batas
normal, penderita tampak letargis dan apatis ditemukan kelenjar getah bening yang teraba 1-1,5
cm multiple kenyal rata. Tidak didapatkan defense muskuler ataupun fenomena adonan kue.
Penderita saat ini telah mengalami perkembangan seksual sekunder dengan status Tanner stage
M2P2 dengan namun belum mengalami menarche. Pemeriksaan darah penunjang didapatkan
kesan anemia (6,2 mg/dl), hipoalbuminemia dan hiponatremia sedangkan pemeriksaan darah
rutin, fungsi hepar, fungsi ginjal, gula darah sewaktu, serta elektrolit lain yakni kalium dalam
batas normal.Rontgen toraks memperlihatkan gambaran tuberkulosis paru aktif. Pemeriksaan
dikesankan pembesaran KGB paraaorta dan parailiaka dan asites minimal. Penderita kemudian
2
didiagnosis sebagai TB abdomen + malnutrisi berat+ anemia ec penyakit kronis + hipontaremia.
Penderita kemudian diberikan OAT (RHZE).
Pada fase stabilisasi masih didapatkan nyeri perut yang hilang timbul.penderita diberikan diet
TEE yang didasarkan pada REEx faktor stress yakni sebanyak 1500 kkal/hari berupa makanan
cair (pediasure) yang diberikan personde 8x180 cc. Pada fase stabilisasi penderita juga diberikan
transfusi PRC dari Selain diet penderita juga diberikan supplementasi vitamin A,vitamin
B,Vitamin C, dan asam folat.
Memasuki fase transisi berat badan penderita belum naik, nyeri perut mulai hilang dan nafsu
makan penderita sudah ada, pemberian makan masih dilanjutkan dengan jumlah kalori yang
sama dan mulai diberikan perspen. Selama pemantauan penderita dapat menerima makanan cair
yang diberikan, tidak didapatkan muntah, mencret, atau kembung. Dilakukan pemeriksaan
Voluntary Counceling Testing (VCT) dengan hasil negatif. Selama pemantauan didapatkan
kenaikan berat badan menjadi 19 kg atau < 5 gram/kgbb/hari, kemungkinan adanya infeksi paru
juga menghambat proses peningkatan berat badan.
Memasuki fase rehabilitasi, keadaan penderita stabil. Mulai dilakukan diet tumbuh kejar
dengan diberikan makanan mulai 2000kkal per hari berupa makanan cair 250cc yang diberikan
tiap 8 jam perspen. Dalam pemantauan respon baik, tidak didapatkan adanya muntah, penderita
kemudian mulai diberikan makanan lunak serta makanan biasa yang masih diselingi dengan
pemberian makanan cair. Jumlah porsi makanan biasa ditingkatkan bertahap. Pada hari
perawatan 21 penderita mulai diberikan makanan biasa penuh berupa nasi dengan lauk berua
telur, daging ayam, pisang serta snack dengan total kalori 1800kkal dan susu segar 200kkal.
Dilakukan penilaian terhadap kualitas hidup penerita dengan menggunakan PEDSQL general
core. Penderita pulang paksa hari perawatan ke-22 dengan diagnosis akhir TB abdomen + TB
paru + Limfadenitis TB + Malnutrisi berat + Perawakan pendek familial + anemia ec def
Fe/underlying disease. Selama 22 hari perawatan berat badan penderita naik dari 18 kg menjadi
20 kg dengan total kenaikan 6 gram/kgbb/hari.
FAKTOR GENETIK
Penderita merupakan anak ke empat dari 6 bersaudara. Ayah penderita meninggal karena
kecelakaan saat usia 50 tahun. Kakak penderita meninggal saat usia 1 tahun karena tercebur
sumur dan adik perempuan meninggal saat usia 1 tahun karena infeksi paru. Adik laki-laki
3
meninggal saat usia 1 bulan. Usia ibu saat hamil adalah 34 tahun dan ayah pada saat itu berusia
26 tahun..Penderita dilahirkan oleh paraji dengan berat badan lahir 2800 gram. Riwayat adanya
keluarga dengan badan kecil tidak ada. Tinggi badan ibu 154cm Tinggi badan ayah diperkirakan
160cm. Kakak pertama dan kedua penderita memiliki tinggi 155 dan 158 cm. Perkiraan tinggi
badan penderita berdasarkan midparental height adalah 138-155cm
Gambar 1 Pedigree Penderita
Keterangan:
= lelaki = perempuan = lelaki, meninggal = perempuan, meninggal
FAKTOR LINGKUNGAN& PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
Ibu penderita saat ini berusia 46 tahun, beragama islam dan suku sunda. Pendidikan terakhir ibu
adalah sekolah dasar. Sehari-hari ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga kadang-kadang suka
membantu tetangga untuk mencuci baju dengan penghasilan 200.000 per bulan. Selama
pengamatan ibu setelah dirawat bersifat ramah, penyayang dan memperhatikan kebutuhan
penderita, namun saat sebelum perawatan, ibu penderita mengakui kurang memperhatikan
perkembangan anaknya karena berbagai masalah rumah tangga yang ada. Ibu penderita
sebelumnya pernah menikah sebanyak satu kali. Dari pernikahan sebelumnya ibu penderita tidak
4
Penderita
48 tahun45 tahun karena kecelakaan
26 tahunMeninggal usia 1 tahun tercebur sumur
22 tahunMeninggal karena infeksi usia 1 bulan
Meninggal usia 1 tahun karena infeksi paru
memiliki anak. Ibu menikah dengan suami pertama saat usia 16 tahun. Ibu penderita berpisah
karena faktor ketidakcocokan.
Ayah penderita merupakan suami dari pernikahan kedua. Karena kecelakaan ayah
meninggal saat usia 45 tahun, ayah beragama Islam dan bersuku sunda pendidikan terakhir
sekolah dasar, bekerja sebagai buruh dengan penghasilan Rp 700.000-800.000,- Saat itu
penderita berusia sekitar 3 tahun. Sewaktu hidup ayah penderita bekerja sebagai buruh. Kurang
lebih 2 tahun lalu ibu penderita menikah kembali dengan ayah tiri yang berprofesi sebagai
tukang becak dengan penghasilan 500.000-700.000 dan belum memiliki anak. Hubungan antara
ayah tiri dan penderita baik dan memikirkan kebutuhan penderita meskipun anak tirinya. Untuk
membantu penghasilan keluarga, kakak penderita bekerja sebagai supir angkot dan
berpenghasilan 700.000-800.000. Saat ini kakak penderita elah memiliki 2 anak berusia 6 dan 4
tahun.
Sejak tahun 2007 keluarga penderita pindah ke Bandung dan tinggal di rumah kontrakan
berukuran 6x6 m2 dengan lantai semen dan dinding semen dan papan, terdapat 1 pintu depan dan
1 jendela, memiliki 1 ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang keluarga dan dapur, 1
kamar, dan 1 tempat mencuci sekaligus mandi. Sumber air berasal dari air ledeng untuk
keperluan rumah serta air mineral. Lingkungan penderita merupakan daerah pemukiman padat,
yang dekat dengan pasar serta penggilingan serta pembuangan sampah. Sinar matahari sangat
kurang karena terhalang bangunan di lingkungan sekitar. Rumah penderita dekat dengan
pasarfasilitas kesehatan bidan(100 meter), SD (2 km), mesjid ( 2 km), maupun pasar (2 km).
Penderita saat ini duduk di kelas 6 SD 2 Husein, yang berjarak kurang lebih 3 km dari rumah
penderita.Penderita masih bisa mengikuti pendidikan dan mendapat peringkat 10 besar di
sekolahnya, namun saat mendapat perawatan pederita kesulitan dalam mengejar
ketertinggalannya Sepulang sekolah penderita membantu pekerjaan di rumah. Penderita tidak
pernah tinggal kelas.Selain pendidikan formal, penderita juga mengikuti pendidikan agama di
lingkungan rumah tinggal penderita.
Sejak pertengahan bulan Januari 2013, penderita pindah rumah ke daerah cicalengka.
Kepindahan karena masa kontrakan telah habis dan keluarga kesulitan keuangan untuk
mengontrak di rumah yang ditinggalinya saat ini.
III. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
5
MASALAH YANG DIHADAPI
Masalah medis
1. Evaluasi kepatuhan terhadap pengobatan OAT
2. Evaluasi komplikasi penyakit
3. Evaluasi dukungan nutrisi yang adekuat
4. Evaluasi komplikasi keadaan malnutrisi berat
5. Monitoring dan evaluasi efek samping OAT
Masalah nonmedis/psikososial
1. Implikasi psikososial pada pasien
2. Implikasi psikososial pada kedua orang tua
3. Masalah biaya hidup dan pengobatan (kemiskinan)
4. Masalah pengurusan surat-surat untuk Gakinda
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
Masalah medis
1. Melakukan evaluasi berkala setiap bulan
a. Melakukan evaluasi klinis tiap bulan terhadap kepatuhan pengobatan, respon
klinis terapi, toksisitas, dan efek samping OAT
b. Pemantauan pertumbuhan meliputi berat badan dan tinggi badan optimal
2. Melakukan perencanaan dan edukasi kepada orang tua asupan nutrisi
3. Melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda adanya infeksi sekunder
4. Melakukan pemberian Vitamin A 200.000 IU paska 6 bulan terapi
Masalah nonmedis
1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit sesuai dengan taraf pemahaman penderita
serta keluarga
2. Memberikan dukungan emosinal terhadap penderita dan keluarga
3. Mendeteksi gangguan mental emosional penderita dengan skrining Pediatric Symptoms
Checklist 17
4. Menilai kualitas hidup penderita dengan menggunakan PEDS-QL module general core
5. Melakukan kunjungan sekolah
6
6. Menyarankan orangtua melanjutkan pengobatan di puskesmas Babatan
IV. PEMANTAUAN KASUS
Paparan hasil pemantauan selama 6 bulan terapi OAT dan dukungan nutrisi diterangkan pada
tabel 2 dibawah ini.
Pemantauan
Masalah Medis Masalah Non Medis
Bulan ke 1(Oktober 2012)Poli Anak
Berat badan : 20kg TB: 136 cm BMI: 10,8TB/U:<-2SD(-2,64SD) BMI/U: <-3SD(-5,01 SD)Tidak terdapat keluhan panas badan, nyeri perut, tidak terdapat gejala ikterik, nafsu makan kurangTidak ada keluhan gatal dan ruam
Asupan NutrisiKebutuhan Nutrisi berdasarkan perhitungan tumbuh kejar : 2200 kkal/hari, protein: 80-120 gr/hariAsupan aktual: (saat 2 minggu d rumah)Sumber KH:Nasi putih ½ atau bubur ½ Sumber Protein hewani:Ayam ½ potong paha, telur rebus/goreng, 1 potong kecil daging sapiSumber Protein nabati:Tempe/tahuSumber Sayuran:lalapanSumber Buah:pisangSumber Susu:Susu 2kali per minggu (susu kental manis)Total asupan: Kal: 1300- 1500kkal/hari P : 30-40 gram/hariRencanaPenyuluhan pada orang tua agar lebih berperan dalam merubah perilaku makan penderita. Penderita harus dibiasakan makan pagi.- Konsultasi dengan dietician- Pemberian multivitamin dilanjutkan- Pemeberian supplementasi susu lebih sering
Orang tua masih overprotektif untuk membatasi aktivitas fisik. Asupan nutrisi masih kurang optimal, karena pola makan yang telah terbentuk sebelumnya derta keterbatasan dalam penyediaan makanan
PerencanaanPenyuluhan kepada orang tua bahwa tidak ada pembatasan aktivitas. Penderita diperolehkan untuk mengikuti kegiatan selayaknya anak seusianya. Penyuluhan mengenai pola makanan secara umum
Bulan ke-2(November 2012)Poli Anak
Berat badan : 20kg TB: 136 cm BMI: 10,8TB/U:<-2SD(-2,68SD) BMI/U: <-3SD(-5,02SD)Tidak terdapat keluhan panas badan, batuk, pilek, tidak terdapat gejala ikterik, berat badan belum naik, nafsu makan mulai ada
Asupan NutrisiKebutuhan Nutrisi berdasarkan perhitungan tumbuh kejar : 2200 kkal/hari, protein: 80-120 gr/hariBelum didapatkan peningkatan BB
Orang tua sudah mulai mengerti dan tidak membatasi aktivitas penderita baik di sekolah maupun di luar sekolah. Orangtua kesulitan untuk kontrol ke poli anak RSHS karena KTP orang tua adalah KTP kabupaten BandungBerdasarkan laporan orangtuan didapatkan anaknya tampak pemalu dan lebih senang menyendiriDilakukan skrining masalah emosi
7
Asupan aktual: Sumber KH:Nasi putih ½ atau bubur ½ atau surabi 1 potongSumber Protein hewani:Ayam ½ potong paha, telur rebus/goreng, ikan tongkol 1 potong kecil, 1 daging potong kecilSumber Protein nabati:Tempe/tahu, bubur kacang hijauSumber Sayuran:Lalapan, sayur sop, sayur lodehSumber Buah:Pisang, jambu, melonSumber Susu:Susu 2kali per mingguLain-lain:Jajanan berupa gorengan, biskuitTotal asupan: Kal:1400- 1600kkal/hari P: 40-50 gram/hariRencana- Penyuluhan pada orang tua agar memberikan makanan yang bervariasi dengan kalori yang lebih tinggi untuk mencapai target asupan tumbuh kejar- Konsultasi dengan dietician
dan perilaku dengan menggunakan PSC 17 didapatkan skor internalisasi 6, eksternalisasi 1, perhatian 1 total 8
PerencanaanMemberikan pengantara melanjutkan pengobatan ke puskesmas babatanIbu kader akan mengawasi kepatuhan penderita minum OAT selanjutnyaMelakukan konseling perilaku
Bulan ke-3(Desember 2012)Homevisite
Berat badan : 22 kg TB : 137 cm BMI: 11,7TB/U:<-2SD(-2,59SD) BMI/U: <-3SD(-4,34 SD)Nafsu makan baik, berat badan mulai bertambahPeningkatan berat badan sebanyak 2kg (5gram/kgbb/hari)
Asupan NutrisiKebutuhan Nutrisi : 2300 kkal/hari, protein: 80-120 gr/hariAsupan aktual: Sumber KH:Nasi putih 1porsi atau bubur 1 porsi tau surabi 1 potongSumber Protein hewani:Ayam 1 potong paha, telur rebus/goreng, ikan tongkol 1 potong sedang, 1 ati potong ayam dan sapiSumber Protein nabati:Tempe/tahu, bubur kacang hijauSumber Sayuran:Lalapan, sayur sop, sayur lodeh, sayur asamSumber Buah:Pisang, jambu, melonSumber Susu:Susu 3-4kali per minggu (susu kental manis)Lain-lain:Jajanan berupa gorengan, biskuit, kue basah seperti onde-ondeTotal asupan: Kal:1500- 1700kkal/hari P: 40-60gram/hari
Kesulitan dalam mencukupi asupan nutrsis karena faktor ekonomi.Dilakukan evaluasi ulang terhadap gangguan emosi laporan anak anak mulai merasa percaya diri dan mau bergaul dengan temannya, berdasarkan laporan orangtua anak mulai lebih ceriaHasil PSC 17, internalisasi : 3, eksternalisasi 1, perhatian 1 total 5
8
RencanaPenyuluhan tatalaksana dukungan nutrisi dilanjutkan dengan menu bervariasi
Bulan ke-4(Januari 2013)Homevisite
Berat badan : 25 kg TB; 137,5 cm BMI: 13,2TB/U:<-2SD(-2,57SD) BMI/U: <-3SD(-3,21 SD)Nafsu makan baik, tidak ada masalah gangguan gastrointestinal, terdapat peningkatan berat badan 6,5 gram/kgbb/hari
Asupan NutrisiKebutuhan Nutrisi : 2300 kkal/hari, protein: 80-120 gr/hariAsupan aktual: Sumber KH:Nasi putih 1 porsi atau bubur 1 porsi tau surabi 1 potongSumber Protein hewani:Ayam 1 potong paha, telur rebus/goreng, ikan tongkol 1 potong sedang, 1 ati potong ayam dan sapi, 1 potong dagingSumber Protein nabati:Tempe/tahu, bubur kacang hijauSumber Sayuran:Lalapan, sayur sop, sayur lodeh, sayur asamSumber Buah:Pisang, jambu, melonSumber Susu:Susu setiap malam (susu bubuk)Lain-lain:Jajanan berupa gorengan, biskuit, kue basah seperti onde-ondeTotal asupan: Kal: 1600- 1800kkal/hari P: 50-60gram/hari
RencanaTatalaksana dukungan nutrisi dilanjutkan dengan menu bervariasi
Pola makan penderita mulai baik, Penderita baru dibagikan raport dan mendapat peringkat 10 besar
Bulan ke-5(Februari 2013)Schoolvisite, Poli anak
Berat badan : 25,5 kg TB; 137,5 cm BMI: 13,5TB/U:<-2SD(-2,63SD) BMI/U: <-3SD(-3,04 SD)Nafsu makan baik, tidak ada masalah gangguan gastrointestinal, terdapat peningkatan berat badan 6,5 gram/kgbb/hari
Asupan NutrisiKebutuhan Nutrisi : 2300 kkal/hari, protein: 80-120 gr/hariAsupan aktual: Sumber KH:Nasi putih 1 porsi atau bubur 1 porsi tau surabi 1 potong atau roti Sumber Protein hewani:Ayam 1 potong paha, telur rebus/goreng, ikan tongkol 1 potong sedang,1 potong dagingSumber Protein nabati:
Dilakukan penilaian ulang terhadap kualitas hidup dengan Hasil PEDSQL meningkatLaporan dari wali kelas penderita sering tidak masuk sekolah semenjak pindah rumahLaporan dari oang tua alasan jarak dan kesuulitan keuangan untuk transportasi dari tempat baru dengan kereta api
Perencanaan:Melakukan konseling terhadap orang tua mengenai pendidikanMembicarakan untuk kemungkinan tinggal dengan kakak yang tinggal di daerah pasir koja.
9
Tempe/tahu, bubur kacang hijauSumber Sayuran:Lalapan, sayur sop, sayur lodeh, sayur asamSumber Buah:Pisang, jambu, melonSumber Susu:Susu setiap malam (susu bubuk dan susu cair)Lain-lain:Jajanan berupa gorengan, biskuit, kue basah seperti onde-ondeTotal asupan: Kal: 1800- 2000kkal/hari P: 60-80 gram/hari
RencanaTatalaksana dukungan nutrisi dilanjutkan dengan menu bervariasi
Ibu Kader akan tetap memberikan obat dari puskesmas Babatan
Grafik Pertumbuhan Penderita selama pengamatan
10
Tabel 1. Hasil penilaian kualitas hidup anak dan orang tua menggunakan PedsQL Generic
Core Scales versi 4.
Problem masalah yang ditanyakan (jumlah pertanyaan)
Selama di RSHS (Tanggal 2 Oktober 2012)
Setelah di rumah (Tanggal 08 Februari 2013)
Jawaban dari Anak Orang tua Anak Orang tuaFungsi fisik (8) 375 300 400 550Fungsi Emosional (5)
225 275 500 475
Fungsi sosial (5) 375 350 250 350Fungsi Sekolah (5) 150 125 500 475Total/jumlah pertanyaan
1125/23 1050/23 1650/23 1850/23
Nilai rata-rata 48,9 45,6 71,74 80,4
Tabel 2. Hasil deteksi dini masalah emosioanal ua menggunakan PSC-17 versi 4.
Pertanyaan November 2012 Desember 2012Internalisasi 6 3Eksternalisasi 1 1Perhatian 1 1Total 8 5
V. Pembahasan
11
Pertumbuhan perkembangan merupakan salah satu ciri dari kehidupan anak dan salah satu hal
yang mendukung tumbuh kembang yang optimal adalah intake nutrisi yang adekuat. Intake yang
tidak adekuat akan menyebabakan seorang anak terganggu sehingga menjadi tidak optimal
tumbuh kembangnya dan menyebabkan jatuh kepada keadaan malnutrisi.5
Etiologi dari malnutrisi energi protein dapat terjadi secara primer yang disebabkan karena
kurangnya protein, energi atau keduanya dalam diet sehari – hari atau secara sekunder akibat
penyakit dasar yang menyebabkan intak yang tidak optimal, absorpsi nutrien yang tidak adekuat
dan atau meningkatnya penggunaan dan kebutuhan energi.10,11 Faktor resiko juga dapat dilihat
dengan pembagian berikut12:
- Faktor intake yang kurang
- Faktor klinis yang menyebabkan asupan nutrisi berkurang
- Faktor sikap atau lingkungan seperti pengetahuan, perilaku,
kepercayaan, lingkungan fisik, serta akses terhadapa makanan
Malnutrisi primer dapat menyebabkan atrofi dari organ – organ limfoid dan malfungsi
imun yang berat sehingga menyebabkan kerentanan terhadap patogen, reaktivasi dari infeksi
viral dan berkembangnya infeksi – infeksi opurtunistik.10,11 Malnutrisi secara umum telah
diketahui merupakan faktor risiko terhadap terjadinya tuberkulosis aktif dan dapat menyebabkan
keluaran penyakit yang buruk. Terdapat hubungan yang jelas antara infeksi tuberkulosis dan
keadaan malnutrisi. Malnutrisi akan menyebabkan seorang anak rentan terhadap infeksi
tuberkulosis yang disebabka oleh gangguan imunitas seluler Percobaan yang dilakukan pada
binatang dengan diberikan diet rendah energi dan protein yang kemudian dipaparkan dengan
kuman M.tuberculosis menunjukkan adanya gangguan terhadap respon sel Th-1 yakni berupa
penurunan repon proliferasi limfosit, peningkata level IgG, dan penurunan sitokin seperti IL-2,
TNF-α, IFN-ᵧ. Selain itu didapatkan juga adanya peningkatan TGF-β. Keadaan ini menyebabkan
gangguan sel T, yang menyebabkan peningkatan proliferasi kuman MTb.3 Sebaliknya keadaan
infeksi MTb akan memperburuk status gizi seorang anak. Pada seorang anak dengan infeksi
tuberkulosis peningkatan proses katabolisme yang menyebabkan peningkatan resting enenrgy
expenditure (REE) yang menyebabkan peningkatan kebutuhan energi untuk memenuhi
kebutuhan dasar. Keadaan ini kemudian akan menyebabkan penurunan berat badan dan
memperburuk status gizi seorang anak dengan tuberkulosis.6 Pada kasus ini selama pengamatan
kondisi sosial serta lingkungan, faktor penyebab anak menjadi malnutrisi berat adalah intake
12
yang kurang, kondisi klinis infeksi tuberkulosis abdomen, kemiskinan serta pengetahuan
keluarga.
Berdasarkan recall secara kualitatif terhadap intake yang didapat penderita sebelum
timbul keluhan intake makanan penderita cukup, berat badan penderita sebelum sakit adalah 30
kg dengan tinggi badan saat itu adalah 136 cm, status gizi BMI/U median dan TB/U <-2SD,
namun dengan keadaan infeksi tuberkulosis abdomen yang diderita menyebabkan intake
menurun dan muntah terus menerus yang menyebabkan keadaan malnutrisi berat pada penderita.
Keadaan ini diperparah dengan adanya faktor kemiskinan, perilaku ibu yang sedikit kurang
memperhatikan keadaan anak sehingga menyebabkan intake penderita tidak adekuat.
Dampak Dukungan Nutrisi terhadap Pertumbuhan
Penanganan malnutrisi berat di rumah sakit menggunakan 10 langkah, yaitu: atasi/cegah
hipoglikemi, atasi/cegah hipotermi, atasi/cegah dehidrasi, koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai pemberian makanan, fasilitas tumbuh kejar, koreksi defisien
nutrien mikro, lakukan simulasi sensorik dan dukungan emosi/mental, siapkan dan rencanakan
tindak lanjut setelah sembuh.10 Proses pengobatan malnutrisi berat dibagi menjadi 3 fase yaitu
fase inisial, fase rehabilitasi dan fase lanjutan (follow up).10,13,14 Setelah keadaan akut teratasi
maka seorang anak disiapkan untuk persiapan tumbuh kejar. Hal yang penting dalam tumbuh
kejar adalah meningkatkan kebutuhan energi. Pada fase awal tahap ini seorang anak masih sering
didapatkan keadaan kekurangan protein serta beberapa mikronutrien termasuk kalium,
magnesium, zat besi serta zink.15
Pada masa rehabilitasi dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar sehingga tercapai
penambahan berat badan >10 gram/kgbb/hari. Pemberian makanan dimulai dengan periode
transisi dengan memberikan F-100 yang dilanjutkan setelah periode transisi terlampaui dengan
pemberian makanan dengan jumlah yang tidak terbatas yang mengandung energi 150-220
kkal/kgbb/hari dan protein 4-6 gram/kgbb/hari. Rumus lain yang dapat digunakan adalah
menggunakan rumus estimasi kebutuhan energi untuk tumbuh kejar yang disesuaikan dengan
tinggi badan ideal.11,15
Studi yang dilakukan oleh Maayer dkk terhadap anak di Afrika Selatan dengan infeksi
tuberkulosis dan malnutrisi berat menunjukkan bahwa anak dengan terapi OAT yang adekuat
akan menunjukkan respon yang baik terhadap klinis maupun peningkatan berat badan. Namun
13
beberapa faktor penyulit meningkatkan angka mortalitas anak tuberkulosis dengan malnutrisi
yakni anak malnutrisi dengan edema yang hebat, hipotermi serta gangguan elektrolit, infeksi
HIV, serta keadaan syok selama perawatan.16 Studi lain yang dilakukan oleh Rocha dkk terhadap
anak malnutrisi di Brazil yang dirawat menunjukkan tetap ditemukan adanya keadaan malnutrisi
meskipun penderita telah pulang ke rumah paska perwatan. Infeksi nosokomial yang kemudian
memperlama lama perawatan serta tingkat pengetahuan serta kemiskinan menjadi faktor yang
menyebabkan keadaan ini.17
Pada suatu penelitian terhadap 11.335 kasus gizi buruk di Ethiopia, sebanyak 47% kasus
(5447) merupakan kasus marasmus dan 53% (6103) adalah kasus kwashiorkor. Dari jumlah
tersebut, 87% (11.191) sembuh, sementara 3,6% (468) telah meninggal. Rata-rata lama tinggal
adalah 25 dan 21 hari dengan penambahan berat badan rata-rata adalah 14 dan 13,4 g / kg / hari
masing-masing untuk anak-anak dengan marasmus dan kwashiorkor. Dengan bertambahnya
usia, tingkat kematian menurun dan angka kesembuhan meningkat (p <0,05 untuk keduanya).18
Pada anak ini dukungan nutrisi yang diberikan belum optimal. Penderita pulang paksa
pada fase awal rehabilitasi. Selama di rumah dukungan nutrisi yang diberikan kepada penderita
berkisar antara 1400-2000 kkal/hari, jauh dari terget perhitungan dukungan nutrisi tumbuh kejar
yang diperlukan sebanyak 2200-3400 kkal/hari. Namun asupan sehari-hari terutama pada 2 bulan
terakhir ini sudah mencukupi kebutuhan kalori anak sehat (Estimated Energy Requirement/EER).
Infeksi tuberkulosis pada penderita menunjukkan adanya perbaikan dan memberikan respon
terhadap terapi yang diberikan. Hal ini ditunjukkan dengan gejala infeksi seperti demam yang
tidak terlalu tinggi, batuk pilek atau adanya peningkatan nafsu makan penderita yang
menyebabkan intake mulai meningkat selama pemantauan terapi. Konseling terhadap orang tua
juga memberikan hasil yang cukup baik dimana orang tua saat ini mulai memiliki pengetahuan
yang cukup baik. Namun bebeda dengan infeksi dan pengetahuan., faktor resiko yakni
kemiskinan menjadi faktor yang sulit dikoreksi yang menyebabkan dukungan nutrisi menjadi
tidak optimal. Dukungan yang tidak optimal ini terlihat pertambahan berat badan penderita tidak
terlalu signifikan yakni berkisar 5-7 gram/kgbb/hari dari target tumbuh kejar anak malnutrsi
adalah >10 gram/kgbb/hari, hal ini menyebabkan keadaan penderita sampai saat ini masih berada
di rentang malnutrisi.
Dampak Dukungan Nutrisi terhadap Perkembangan serta Kualitas Hidup
14
Selain peningkatan asupan makanan salahsatu poin dalam tatalaksana malnutrisi berat adalah
dukungan emosional serta penyuluhan terhadap orang tua sehingga keadaan malnutrisi tidak
terjadi kembali. Orang tua harus diberikan penyuluhan mengenai cara pemberian makan yang
benar serta melanjutkan dukungan emosi terhadap anaknya. Orang tua juga harus di berikan
penyuluhan mengenai infeksi tuberkulosis anak serta kontrol teratur dalam mengatasi infeksi
tuberkulosis anaknya.
Seorang anak dengan malnutrisi berat dapat terjadi gangguan perkembangan mental dan
siifat, yang apabila tidak dilakukan terapi akan menyebabkan efek yang berat bagi seorang
anak.15 Permasalahan pada orang tua meliputi: merasa anak mereka tidak normal dan berbeda
dengan anak yang lain, permasalahan pengobatan, integrasi sosial dibandingkan isolasi dari
lingkungan. Sedangkan permasalahan pada penderita meliputi penerimaan penampilan fisik,
keterbatasan fisik, pergaulan dengan teman dan lingkungan, gangguan belajar dan prestasi
akademik.15, 19
Rekomendasi WHO dalam dukungan emosional adalah selain dukungan dari orang tua,
petugas kesehatan termasuk juga lingkungan sekitar juga harus menunjukkan dukungan
emosional terhadap kelurga. Pekerja kesehatan sebaiknya tidak menyalahkan orang tua atas
keadaan yang timbul atau tidak menghina atau mengolok-olok penderiat atas penyakit yang
didapat.15
Masa remaja merupakan periode penting dalam kehidupan individu. Remaja mewakili sekitar
20% dari populasi dunia global dan sekitar 84% dari mereka yang ditemukan di negara-negara
berkembang. Nutrisi yang tidak memadai pada masa remaja berpotensi dapat menghambat
pertumbuhan dan kematangan seksual, meskipun ini kemungkinan konsekuensi dari kekurangan
gizi kronis pada masa bayi dan masa kanak-kanak. Makanan yang tepat dan gizi yang baik
sangat penting untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan fisik, perkembangan mental, kinerja dan
produktivitas, kesehatan dan kesejahteraan remaja. Hampir setengah dari remaja dari kedua jenis
kelamin tidak mendapatkan bahkan 70% dari kebutuhan sehari-hari mereka energi dan
seperempat dari mereka mendapatkan kurang dari 70% dari RDA protein. Hal ini akan
diperparah pada keadaan adanya infeksi kronis.20
Penderita saat ini telah memasuki remaja awal dengan status maturasi seksual M2P2 namun
belum mengalami menstruasi. Status maturasi seksual pada anak adalah normal. Selama
pengamatan kemungkinan adanya masalah emosi pada deteksi awal yang dilakukan pada
15
penderita dengan menggunakan Pediatric Symptoms Checklist (PSC-17). Pediatric Symptoms
Checklist adalah alat skrining psikososial untuk mengenali adanya masalah emosional dan
perilaku, sehingga intervensi yang sesuai dapat dilakukan sedini mungkin. Pada skrining masalah
emosional didapatkan angka internalisasi yang tinggi yang menggambarkan penderita lebih
tampak pemalu dan minder dengan keadaan dirinya. Setelah dilakukan konseling seiring dengan
peningkatan berat badan penderita mulai tampak lebih percaya diri. Penderita masih dapat
mengikuti pelajaran, tidak pernah tinggal kelas, dan mampu mengikuti semua pelajaran.
Beberapa hambatan saat awal sekolah dirasakan saat penderita di rawat sehingga mengganggu
proses belajar, namun tidak didapatkan kendala berarti dalam prestasi belajar. Penderita masih
mampu mengikuti pelajaran ketika masuk sekolah kembali dan prestasi akademik penderita yang
cukup baik yang ditandai dengan prestasi peringkat 10 besar di kelasnya.
Dalam pemantauan anak-anak yang menderita penyakit kronis dan orang tua penderita
diperlukan penilaian health-related quality of life (HRQL) menggunakan wawancara dengan
sistem angka yaitu: Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL ) Generic Core Scales versi 4.0
yang terdiri dari 4 aspek yaitu penilaian adanya masalah dalam fungsi fisik, fungsi emosional,
fungsi sosial, dan fungsi sekolah. Pemeriksaan ini tersedia untuk anak-anak berusia 2-18 tahun.
Skala pertanyaan untuk penderita berdasarkan modul untuk usia 8-12 tahun yang memiliki 4
skala point (0= tidak pernah menjadi masalah, 1= hampir tidak pernah 2= kadang-kadang
menjadi masalah, 3= sering 4= hampir selalu), sedangkan untuk parent proxy-report
menggunakan 5 skala point (0= tidak pernah menjadi masalah 1= hampir tidak pernah menjadi
masalah, 2=kadang-kadang menjadi masalah, 3= sering menjadi masalah, 4=hampir selalu
menjadi masalah). Nilai akhir memiliki rentang 0-100 yang dinilai pada 1 bulan terakhir. HRQL
memperlihatkan hasil yang baik apabila dari dua waktu pemeriksaan, pemeriksaan kedua
nilainya lebih tinggi dari pemeriksaan pertama.21 Penderita dilakukan penilaian kualitas hidup
pada saat di rumah sakit saat fase rehabilitasi dan saat muali beraktivitas. Pada pemantauan
dukungan nutrisi serta pengaruh tatalaksana TB penderita menunjukkan perbaikan dengan
peningkatan nilai PEDSQL pada bulan Desember.
VI. Kesimpulan
16
Selama pemantauan 5 bulan 2 minggu paska dukungan nutrisi pada pasien dengan malnutrisi
berat yang disertai dengan TB abdomen menunjukkan bahwa dengan dukungan nutrisi yang
adekuat akan mendukung pertumbuhan serta perkembangan anak yang optimal. Peningkatan
berat badan yang belum adekuat yang disebabkan oleh masalah non medis seperti pendapatan
dan pengetahuan orang tua, merupakan permasalahan yang perlu diselesaikan dalam perspektif
kedokteran komunitas.
Daftar Pustaka
1. Tiemersma EW, Werf JVD, Borgdorff MW, Williams BG, Nangelkerke NJD. Natural
History of Tuberculosis: Duration and fatallity of untreated pulmonary tuberculosis in
HIV negative patients: A systematic review. 2011
2. World Health Organization. Global tuberculosis report 2012. [Diunduh 30 Januari 2013]:
Tersedia dari: http://www.who.int.tb
3. Jaganath D, Mupere E. Childhood tuberculosis and malnutrition. The Jour Infect Dis.
2012;206:1809-15
4. Black RE, Allen He, Bhutta ZA. Maternal and child undernutrition: global and regional
exposures and health consequences. Lancet. 2008;371:243-60
5. Nutrition Information Center University of Stellenbosch. Tuberculosis and nutrition.
[Diunduh 30 Januari 2013]: Tersedia dari: http://www.nicus.edu
6. USAID. Nutrition and tuberculosis: a review of the literature and consideration for tb
control programs.. [Diunduh 30 Januari 2013]: Tersedia dari: http://www.
works.bepress.com
7. Karyadi E, Schultink W, Nelwan RH, et al. Poor micronutrient status of active pulmonary
tuberculosis patients in Indonesia. J Nutr. Dec 2000;130(12):2953-2958.
8. Van Lettow M, Kumwenda JJ, Harries AD, et al. Malnutrition and the severity of lung
disease in adults with pulmonary tuberculosis in Malawi. Int J Tuberc Lung Dis. Feb
2004;8(2):211-217.
9. Macallan DC. Malnutrition in tuberculosis. Diagn Microbiol Infect Dis. Jun
1999;34(2):153-157.
17
10. Kerner JA, Hurwitz M. Parenteral nutrition. Dalam: Duggan C, Watkins J, Walker WA,
penyunting. Nutritition in pediatrics. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker Inc, 2008. hlm.
777–94.
11. Nevin-Folino NL. Pediatric parenteral nutrition support. Pediatric manual of clinical
dietetics. Edisi ke-2. United States of America: American Dietetic Association, 2008.
hlm. 495–514.
12. Academy of Nutrition and dietetics. Nutrition care process step 2 nutrition diagnosis
dalam International Dietetics and nutrition terminology (IDNT) reference manual. Edisi
ke-4. Academy of Nutrition and dietetics, 2013. hlm. 35-49.
13. Koletzko B, Goulet O, Hunt J, Krohn K, Shamir R. Energy. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. 2005;41:S5–11.
14. Koletzko B, Goulet O, Hunt J, Krohn K, Shamir R. Fluid and electrolytes. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2005;41:S33–S8.
15. World Health Organization. Management of severe malnutrition: a manual for physicians
and other sebior health. [Diunduh 30 Januari 2013]: Tersedia dari: http://www.who.int.tb
16. Maayer DT, Salooje H. Clinical outcomes of severe malnutrition in a high tuberculosis
and HIV setting. Archs Dis Child. 2011;21:2-6.
17. Roocha GA, Roocha EJ, Martins CV. The effects of hospitalization on the nutritional
status of children. 2006;82(1):70-4.
18. Teferi E, Lera M, Sita S, Bogale Z, Datiko DG, Yassin MA. Treatment outcome of
children with severe acute malnutrition admitted to therapeutic feeding centers in
southern region of ethiopia. Ethiop. J. Health Dev. 2010;24(3). 234-38.
19. Management of Acute Malnutrition in Infants Project. Pscychososial aspects of
malnutrition management. [Diunduh 30 Januari 2013]: Tersedia dari: http://
www.ennonline.net
20. Dasgupta A, Butt A, Saha TK, Basu G, Chattopaghyay A, Makherjee A. Assesment of
malnutrition among adolescents: can bmi be replaced by MUAC. Ind Jour Comm Med.
2011;24:1-10
21. Varni JW, Limbers CA, Burwink TM. Impaired health-related quality of life in children
and adolescents with chronic conditions: a comparative analysis of 10 disease clusters
18
and 33 disease categories/severities utilizing the PedsQL™ 4.0 Generic Core Scalesl.
Health and Quality of Life Outcomes. BMC. 2007;5(43):1-15
19