Longcase Ulkus Kornea

51
BAB I PENDAHULUAN Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgenses. Deturgenses atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superficial untuk mempertahankan keadaan dehisrasi. Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Penyebab utama kebutaan dan gangguan pengliahatan di dunia 1

description

ulkus kornea stase mata

Transcript of Longcase Ulkus Kornea

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya

yang uniform, avaskular, dan deturgenses. Deturgenses atau keadaan dehidrasi

relatif jaringan kornea, dipertahankan pompa bikarbonat aktif pada endotel dan

oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam

mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat

daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-

sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat

film air mata menjadi hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah

faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superficial untuk

mempertahankan keadaan dehisrasi.

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata

sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.

Penyebab utama kebutaan dan gangguan pengliahatan di dunia adalah

pembentukan parut akibat ulserasi kornea. Kekeruhan kornea ini terutama

disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila

terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan

kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.

Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian

permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea

banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentukoleh sel epitel baru dan

sel radang. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia, biasanya

disertai riwayat trauma pada mata.

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak

epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi

oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh 1

karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa

tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian

ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan,

penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam

pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering

ditemukan.

Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat

untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti

descementocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang

sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan

nomor dua di Indonesia.

Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi

karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui

penyebabnya. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, dan pemeriksaan

klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya atau penyebabnya

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur.

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi penyebab dari ulkus

kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada

kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta

memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian

terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas

mikroorganisme penyebab. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat

keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme

penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas

memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat

avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga mempengaruhi ketaatan

penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan penggunaan obat terjadi pada

penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru, yaitu resistensi.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identifikasi

Nama : Tn. N

Usia : 29 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Buruh

No RM/Reg : 757322 / RI 13024514

MRS : 30 Agustus 2013

B. Anamnesis (Autoanamnesis, tanggal 7 September 2013)

Keluhan Utama : Mata kanan merah sejak ± 3 minggu SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 3 minggu SMRS penderita mengeluh mata kanan penderita

merah (+), berair-air (+), nyeri (+) dan pandangan bertambah kabur (+).

Penderita mengaku adanya riwayat mata terkena kayu. Nyeri pada mata

kanan dirasakan terus menerus. Keluhan ini tidak disertai adanya sakit

kepala, muntah, ataupun demam. Keluhan adanya penglihatan pelangi atau

halo ketika melihat lampu disangkal. Penderita berobat ke puskesmas dan

diberi obat tetes mata dan pil (penderita lupa nama obatnya) dan tidak ada

perbaikan

± 1 minggu SMRS, penderita mengeluh mata kanan penderita

merah (+), bertambah kabur (+), berair-air (+), dan nyeri. Penderita

berobat ke RS swasta diberi obat tetes mata, dan tidak ada perbaikan.

Penderita lalu berobat ke RSUP Dr. Moh. Hosien dan di rawat di bagian

mata.

3

Riwayat penyakit dahulu

- riwayat menggunakan kacamata (-)

- riwayat kencing manis (-)

- riwayat darah tinggi (-)

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : kompos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : afebris

Status oftalmologis

VOD = 1/300 ph (-)

TIOD = P = N+0

VOS = 6/6

TIOS = 15,6 mmHg

KBM Simetris

GBM

Palpebra Edema (+) Tenang

4

Konjungtiva Mix injeksi (+)

Sekret (-)

Tenang

Kornea Defek bergaung di sentral

uk. 6x7mm, kedalaman

2/3 stroma, infiltrate (+),

desmetocele (+)

Jernih

BMD Dangkal, Hipopion (-) Sedang

Iris Tampak iris tertarik ke

sentral

Gambaran baik

Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, refleks

cahaya (+), diameter 3

mm

Lensa Sulit dinilai Keruh, ST (+)

Segmen Posterior RFOD (-) RFOS (+)

FOD : Tidak dilakukan

FOS : Papil : Bulat, batas tegas, warna merah

normal, c/d = 0.3, a/v= 2:3

Makula: Refleks fovea (+) normal

Retina : Kontur pembuluh darah baik

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Gram-KOH

5

Gram (+) coccus (+)

KOH Jamur (-)

Leuko: 0-1/lp

Epitel: 0-1/lp

USG

- vitreus : echofree

- retina : intak

- koroid : tidak menebal

E. Diagnosis Kerja

Ulkus Kornea sentral dengan desmetokel OD ec. bakteri

F. Tatalaksana

- spooling RL-povidon iodine 0,5% 2x1

- Moxifloxacin ED 8x1 gtt OD

- SA 1% 3x1 gtt OD

- Timolol 2x1 gtt OD

- Vit.C tab 3x 500 mg p.o

- Pro keratoplasti tektonik

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea

akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea

mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh

sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu

ulkus sentral dan marginal atau perifer. Penyebab ulkus kornea adalah

bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes simpleks. Selain radang dan

infeksi, penyebab lain ulkus kornea ialah defisiensi vitamin A, lagoftalmus

akibat parese saraf ke VII, lesi saraf ke III atau neurotropik dan ulkus

Mooren.2

Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan

hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp.

Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna

untuk membantu membuat diagnosis kausa. 1

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama

kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan

gangguan penglihatan ini dapat dihindari dengan melakukan diagnosis dini

dan pengobatan yang memadai dengan segera, tetapi juga dengan

meminimalkan berbagai faktor predisposisi.1

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan

mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama

kebutaan. Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000

penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea

antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-

kadang tidak diketahui penyebabnya.3

7

II. Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding

dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di

limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus

skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,

sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke

posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan

epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan

Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara

sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa

cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea

udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang

dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel

Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak

bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,

sel polygonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini

terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin

maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat

dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal

didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan

8

ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang

merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi

rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti

stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang

sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat

anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen

ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15

bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.

Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas

belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan

merupakan membrane basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,

besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement

melalui hemidosom dan zonula okluden.4

9

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari

saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan

supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran

Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi

dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di

daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,

humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen

sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh

strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1

III. Ulkus Kornea

A. Definisi

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh

adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas

jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang

luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah

perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, 10

endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan

menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan

nomor dua di Indonesia.2

B. Epidemiologi

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya.

Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain

terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak

di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah

dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis

diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian

ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,

penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan

selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.

Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea

seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.

Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus

kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan

di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan

karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga

meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

C. Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui

cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,

sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.

Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.

Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu

pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan

11

sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang

hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan

tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak

vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang

terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru

kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus

dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi

dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),

yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak

berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak

licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi

pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa

sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan

palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai

sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat

menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf

kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya

dilatasi pada pembuluh iris. 1

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan

parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.

Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus

yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan

daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke

membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat

baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

D. Etiopatogenesis

Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin

yang menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea.

Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya 12

stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya

herpes) atau protozoa akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau

benda asing, penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat

kering, defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai

kelainan inflamasi yang lain.1,2,6,8

Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya

waktu tidur, bisa menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa,

infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan

lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak steril), berenang

atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme

ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah diagnosis

dengan virus herpes simpleks. Keratitis herpes simpleks merupakan

infeksi viral yang serius. Ia bisa menyebabkan serangan berulang yang

dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau keadaan yang

menurunkan sistem imun. 4,7

Hipoksia Dan Hiperkapnia

Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik

kornea bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu

memiliki kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari

komplikasi hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun memakai lensa

kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon

dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu

permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L),

merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran

relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak.

Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan

oksigen kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil

dengan transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih rendah dapat

mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika dibandingkan dengan lensa

kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air mata

13

yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada

lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh

oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous.12

Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel

kornea yang menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis,

dan peningkatan fragilitas. Akibat pada  sel-sel epitel ini dapat

menyebabkan keratopati pungtat epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan

resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat

metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan

mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae,

lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan balik cahaya.

Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis

stroma, yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan

blebs dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel

endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan

neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi stroma dapat

berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau

kadang-kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian

lensa kontak yang lama, kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen

baru, dan edema stroma berubah menjadi lapisan stroma yang tipis.12

Alergi Dan Toksisitas

Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen.

Lensa kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan

dengan jaringan okular. Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di

dalamnya menginduksi respon alergi pada individu-individu yang sensitif.

Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis,

infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi

terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan

konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak

yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari

metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan

14

hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat.

Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan

keratopati pungtat epitel.12

Kekuatan Mekanik

Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa

kontak termasuk abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak

tepat, atau akibat fitting dan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku

yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi. Pada kasus

yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok. Keratokonus dapat

timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa kontak.

Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang

terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder akibat debris

yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting

mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada

perempuan.12

Efek Osmotik

Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan

refleks air mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat.

Permukaan yang kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air

mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan

erosi. 12

Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan

oleh tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosuppressi.

Keratitis acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada

mereka yang coba membuat solusi pembersih sendiri. 12

Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi

berat, riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak,

immunosuppresi, trauma dan infeksi umum. 4,7

E. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

15

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi

ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan

berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat

menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin

yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna

putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek

epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang

disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat

hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah

sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam

kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea

dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu

dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang

bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat

hipopion yang banyak.

16

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b

Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea

sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan

sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen.

Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-

kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang

menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di

temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus

yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai

beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur

ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang

agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran

seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal

penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit

disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan

bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan

naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat

injeksi siliar disertai hipopion.

17

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit

dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya

gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,

konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel

dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda

dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu

kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa

sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi

sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini

dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu

dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau

bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian

menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit

herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan

benjolan diujungnya

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendriti Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik

18

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan

kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus

kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel

berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada

infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada

influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang

berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada

penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea

kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.

Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang

diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus,

alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali.

19

Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan

satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat

ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa

dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang

banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi

pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis

kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,

tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea

yaitu nyeri yang ekstrirn oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena

kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea

menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap

sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan

membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan

penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit

kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh

darah Ms adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf

kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal

pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga

merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia

20

umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali

pada ulkus bakteri purulen. 2

Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek

pada epitel yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga

terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueus flare (protein

pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan

terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,

histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya

eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva,

injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus

konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat

menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk

bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp

dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion.1,2,6,10

G. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan

pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit

kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,

abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya

keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.

Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien

seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,

fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi

21

imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan,

selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya

injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.

Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon reflek pupil

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram,

giemsa atau KOH)

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

22

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula

kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan

pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi

jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya

dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus Gambar 10 b.Pewarnaan gram

ulkus kornea herpes simplex herpes zoster

Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus Gambar 11. b Pewarnaan gramKornea bakteria ulkus kornea akantamoeba

H. Penatalaksanaan23

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani

oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.

Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat

tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik

dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila

mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak

terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering

mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang

bersih

Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan

umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki

dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,

pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks

dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,

yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid

0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya

cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan

sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan

bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

Pengobatan lokal

24

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.

Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada

hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya

akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan

lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga

sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah

pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,

atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang

berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi

subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan

salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat

menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur

25

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya

preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang

dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya

: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,

Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,

thiomerosal, Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan

sulfa, berbagai jenis anti biotik

Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan

streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum

luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,

interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik

terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan

pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan

murni trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau

termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang

26

mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna

keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak

menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan

yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.

Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari

sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi

perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau

sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan

sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan

melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya

baru saja, maka dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita

obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya

sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

27

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat

pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu

penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam

penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 14. Keratoplasti

I. Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera

berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali

luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan

mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam

mata

28

- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa

menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam

keadaan basah

- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai

dan merawat lensa tersebut.

J. Komplikasi

Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi

kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis

dibanding dengan normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya

peningkatan tekanan intraokuler. Jaringan parut kornea dapat berkembang

yang pada akhirnya menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks

juga dapat terjadi, glaukoma dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan

endoftalmitis11, penipisan kornea yang akan menjadi perforasi,  uveitis,

sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma dan katarak juga bisa menjadi

salah satu komplikasi dari penyakit ini.2,3,6

K. Prognosis

Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambannya

pasien mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya

penyulit maupun komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan

tiap hari dan sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak

terjadi atau ulkus bertambah berat, diagnosis dan terapi alternatif harus

dipertimbangkan. 3,4

29

BAB IV

ANALISIS MASALAH

Seorang laki-laki berumur 29 tahun, bekerja sebagai petani dengan tempat

tinggal di luar kota. Datang ke RSMH dengan keluhan utama mata kanan merah

sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Penderita juga mengeluhkan mata penderita nyeri, pandangan bertambah

kabur, dan berair-air sejak 3 minggu SMRS, pasien mengaku adanya riwayat

terkena kayu. Nyeri pada mata kanan dirasakan terus menerus. Keluhan ini

tidak disertai adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam. Keluhan adanya

penglihatan pelangi atau halo ketika melihat lampu disangkal.

Satu minggu sebelum masuk RS, penderita mengeluh mata kanan penderita

merah (+), bertambah kabur (+), berair-air (+), dan nyeri. Penderita telah mendapatkan

terapi obat tetes mata dan pil, namun tidak ada perbaikan.

Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya mata merah

disertai nyeri dan penurunan penglihatan, maka dapat dipikirkan kemungkinan

adanya ulkus kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior, endofthalmitis,

dan panofthalmitis.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat terkena kayu

pada mata kanan, kemudian mata tersebut menjadi kabur, merah, nyeri, berair-air.

Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea dan

keratitis.

Kemungkinan diagnosis glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada

penderita ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri

kepala hebat yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi

atau halo ketika melihat lampu.

Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosis utama pada pasien ini

juga dapat disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan

gambaran tukak di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni

uveitis anterior. Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu

inflamasi dan infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai

30

komplikasi diagnosis utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea

dapat menyebar ke uvea anterior. Namun tidak ditemukan hipopion pada mata

kanan penderita, ini menunjukkan tidak terjadi peradangan pada uvea anterior

yaitu badan silier dan iris.

Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena

terdapat faktor penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi berdasarkan hasil

pemeriksaan UGS ditemukan segmen posterior bola mata dalam batas normal.

Sehingga diagnosis endophtalmitis dapat disingkirkan.

Kemungkinan diagnosis panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena

pada penderita ini tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada

pergerakan bola mata, bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita

yang kelihatan sakit, menggigil, demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu,

diagnosis pasti panofthalmitis tidak dapat ditegakkan karena berdasarkan

pemeriksaan USG mata segmen posterior dalam batas normal.

Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea.

Diagnosis keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya

terdapat infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada

kornea akan tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea.

Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya

penurunan visus disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya secret.

Adanya riwayat trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu

ulkus. Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta

gambaran defek bergaung di sentral, ukuran 6x7mm, kedalaman 2/3 stroma, dan

tes fluoresein positif pada tepi lesi, ditemukan juga desmatocele positif.

Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak

ulkus yang sentral mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh,

memberikan kemungkinan penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau

jamur. Karena itu dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea

dengan cara scrapping dan dengan KOH 10%.

31

Dari pemeriksaan gram didapatkan coccus gram (+), biakan menunjukkan

spesies Staphylococcus aureus sedangkan hasil KOH jamur (-). Sehingga dapat

ditegakkan diagnosisnya adalah ulkus kornea sentral OD dengan desmatocele OD

et causa bakteri.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon

Iodine 0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran

mata dan benda asing. Obat lain yang diberikan Moxifloxacin sebagai antibakteri

spektrum gram positif. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan

peradangan dan untuk melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior,

karena sulfas atropin memiliki efek sikloplegik yang menyebabkan pupil

midriasis, sehingga mencegah perlengkatan iris pada kornea. Vitamin C diberikan

untuk merangsang reepitelisasi dan mempercepat proses penyembuhan sel-sel

kornea. Pemberian timolol ditujukan untuk mencegah glaukoma sekunder karena

pada ulkus erdapat kemungkinan hambatan jalur humor aquous konvensional,

sehingga Timolol diharapkan dapat mengontrol produksi humor aqueos tersebut.

Keratoplasti dilakukan setelah kornea steril dan tanda-tanda inflamasi

menghilang.

Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya

masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena

walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh,

namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan

tajam penglihatan.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49

2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied on August 9, 2011. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm.

3. Netter Atlas of Human Anatomy.4.    Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata

Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13. 5.    Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,

Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10

6.    Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-447.    Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,

Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-98.    Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,

Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-929. Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of

ophthalmology, section 2, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009. P. 45-9

10. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67

11. Farouqui SZ, Central Sterile Co  rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011. Available from: www.emedicine.com

12.  Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009 Newsletter. Citied on August 9 th, 2011.

33