Longcase Kaki Diabetik
-
Upload
arwitarahayu -
Category
Documents
-
view
53 -
download
1
description
Transcript of Longcase Kaki Diabetik
KAKI DIABETES
A. PENDAHULUAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena
dapat muncul dengan gejala-gejala yang serupa dengan penyakit-penyakit dari
sistem lainnya. Hal ini dikarenakan komplikasi penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh. Pada penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua
tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat
terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah
besar (makrovaskuler). Pada tingkat mikrovaskuler, manifestasi komplikasi
kronik DM dapat terjadi pada pada retina mata (retinopati diabetik), glomerulus
ginjal (nefropati diabetik), saraf (neuropati diabetik) dan pada otot jantung
(kardiomiopati). Sedangkan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) dapat
ditemukan komplikasi pada otak (stroke), jantung (Acute Coronary Syndrome)
dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa
kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi
saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
berkembang menjadi ulkus / gangren diabetes. 1
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi DM yang ditandai dengan
adanya penyulit vaskuler (mikrovaskuler dan makrovaskuler) ditambah dengan
neuropati perifer dan kemudian infeksi sehingga terjadi ulkus diabetik. Tiga faktor
risiko terjadinya nekrosis jaringan pada ulkus diabetik yaitu, neuropati, iskemi dan
infeksi. Diantaranya yang paling sering adalah neuropati dan iskemi, sedangkan
infeksi sebagai akibat lebih lanjut kedua faktor tersebut.2
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan baik bagi dokter
pengelola maupun penderita DM dan keluarganya. Sering kaki diabetik berakhir
dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih
merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena
sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetik. Permasalahan yang
1
dihadapi saat ini adalah meningkatnya kejadian kaki diabetik dan penderita datang
sudah dalam keadaan stadium lanjut, neuropati perifer dan iskemi perifer berat.
Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab amputasi ekstremitas bawah
nontraumatik yang paling sering terjadi di negara industri. 1,2
B. EPIDEMIOLOGI
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapati jauh lebih besar
dibandingkan dengan negara maju yaitu kira-kira 2-4%. Data dari beberapa
negara tertentu menunjukkan bahwa 10-20% penderita harus dirawat di rumah
sakit akibat problem kaki diabetik.2
Di RSUPN dr. Cipto Mangukusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah yang besar. Sebagian besar perawatan penderita DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penderita DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi.1
C. DEFINISI
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus, dengan gejala dan tanda sebagai berikut : 3,11
1. Sering kesemutan/kram (asmiptomatis).
2. Nyeri otot yang timbul saat beraktivitas dan hilang dengan istirahat
sejenak (intermittent claudication).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus).
D. FAKTOR RISIKO
Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen yang
berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang
buruk, neuropati, trauma serta infeksi. Berbagai kelainan seperti neuropati,
2
angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang
merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki, yaitu:4,5,6,13
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat
pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak
dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya
kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit
dan bahan yang keras. Mulanya hanya luka kecil, kemudian meluas dalam waktu
yang tidak begitu lama.
Kedua, sirkulasi darah ke tungkai yang menurun dan kerusakan endotel
pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara
lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan tindakan amputasi.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan pada
penderita DM terjadi gangguan fungsi leukosit yaitu fungsi kemokinesis-
kemotaksis dan aktivitas mikrobisidal yang menurun. Di samping itu, dari kasus
ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Karena
kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama
bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak
terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran
darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
3
E. PATOFISIOLOGI
Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan
neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang
berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.7
1. Neuropati perifer 3,4,7
Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada
serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat
menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes
cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan
adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus.
Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus
kaki. Hal ini disebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit (mati rasa setempat)
dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita mengalami
cedera tanpa disadari, akibatnya kalus yang sudah terbentuk berubah menjadi
ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan
ganggren.
Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik dapat
berdampak pada distribusi darah pada pembuluh darah arteriola dan juga dapat
menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita
akan mengalami dehidrasi serta menjadi kulit kering (anhidrosis) yang
memudahkan timbulnya infeksi dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.
Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya
artropati Charcot (penyakit sendi neuropatik).
2. Vaskulopati perifer 3,6,8
Penderita hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan penebalan
tunika intima “hiperplasia membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan)
arteria, abnormalitas trombosit, sehingga menghantarkan perlekatan (adhesi)
dan pembekuan (agregasi).
Menurut kepustakaan, adanya peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel
4
darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan aggregasi
trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan
sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan/tindakan amputasi.
3. Infeksi 3,9, 12, 13
Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini
dikarenakan pada penderita DM terjadi gangguan fungsi leukosit berupa
gangguan fungsi granulosit dan monosit dimana terjadi penurunan fungsi
kemokinesis-kemotaksis dan aktivitas mikrobisidal. Adanya gangguan fungsi
granulosit neutrofil, utamanya granulosit primer yang memiliki kandungan berupa
myeloperoxidase dan bactericidal-increasing protein yang penting untuk
membunuh bakteri utamanya bakteri gram negatif, dan gangguan fungsi monosit
yang akan berkembang menjadi makrofag ini menyebabkan menurunnya fungsi
fagositosis dan bakterisid intrasel sehingga bila ada infeksi mikroorganisme
(bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem fagositosis-bakterisid intraseluler.
Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah
persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh
tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis
(kondisi gawat darurat).
Bakteri kokkus aerobik gram-positif merupakan mikroorganisme dominan
yang berkolonisasi dan menginfeksi secara akut ke dalam kulit. Staphylococcus
aureus dan B-Hemolitic streptococcus (kelompok A, C, dan G, tetapi khususnya
kelompok B) adalah patogen yang paling sering ditemukan. Luka kronis dapat
mengembangkan kolonial flora yang lebih kompleks, termasuk enterococci,
berbagai enterobacteriaceae, bakteri anaerob obligatif, Pseudomonas aeruginosa,
dan kadang-kadang bakteri kokkus gram-negatif nonfermentatif lainnya. Kultur
5
spesimen yang diperoleh dari pasien dengan infeksi campuran umumnya
didapatkan hasil 3-5 isolat, termasuk aerob gram positif dan gram-negatif dan
anaerob, yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum.
Gambar: Skematik Patogenesis Kaki Diabetik
F. GAMBARAN KLINIS 3,5,10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati
dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat obstruksi
dan status vaskuler
6
Tanda tanda dan gejala-gejala mikroangiopati (penurunan akibat aliran
darah ke tungkai) meliputi intermittent claudication, nyeri yang terdapat
pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau malam hari, tidak ada
denyut a. poplitea atau denyut a. tibialis superior, kulit menipis atau
berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan, tidak ada rambut pada tungkai
dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena
ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.
Neuropati diabetik, secara klinis dapat dijumpai parestesi, hiperestesi,
nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis,
pembentukan kalus, ulkus tropic, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot
ataupun perubahan tulang dan sendi seperti bunion, hammer toes (ibu jari
martil), dan charcot foot, secara radiologis akan tampak adanya
demineralisasi, osteolisis atau sendi charcot. Persendian Charcot (penyakit
sendi neuropatik) merupakan akibat dari kerusakan saraf yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk merasakan nyeri yang berasal
dari suatu sendi, sehingga luka kecil dan patah tulang berulang terjadi
tanpa disadari, sampai cedera yang terkumpul, secara permanen merusak
sendi.
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas
karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal.
Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki.
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang).
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
Fontaine, yaitu :
7
a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan).
b. Stadium II ; terjadi intermittent claudication.
c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.
d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Perbedaan ulkus neuropati dan vascular7
Pemeriksaan Neuropati Vaskular
Kulit Kulit hangat, kering,
warna kulit normal
Kulit dingin, sianotik,
hitam (gangrene)
Pulsus di tungkai (arteri
dorsalis pedis, tibialis
posterior)
Teraba normal Tidak teraba atau teraba
lemah
Refleks ankle Reflex menurun / tak ada Normal
Sensitivitas lokal Menurun Normal
Deformitas kaki Clawed toe
Otot kaki atrofi
Kalus
Biasanya tidak ada
Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki
Karakter ulkus Luka punched out di area
yang mengalami
hiperkeratotik
Nyeri, dengan area
nekrotik
Ankle Brachial Index
(ABI)
Normal (>1) <0,7-0,9 (iskemia
ringan)
<0,4 (iskemia berat)
Transcutaneous Oxygen
Tension (TcPO2)
Normal (>40 mmHg) <40 mmHg
Pemeriksaan Neuropati Vaskular
- Kulit Teraba normal
- Refleks ankle Refleks menurun / tak ada Normal
- Sensitivitas lokal Menurun Normal
- Deformitas kaki Clawed toe Biasanya tidak ada
8
- Otot kaki atrofi
Calus
- Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki
- Karakter ulkus Nyeri, dengan area nekrotik
- Ankle branchial index (ABI) Normal (>1) <0,7 – 0,9 (iskemia ringan)
<0,4 (iskemia berat)
- Normal (>40 mmHg) <40 mmHg
- Kulit hangat, kering, warna kulit normal
- Kulit dingin, sianotik, hitam (gangren)
- Pulsus di tungkai (arteri dorsalis pedis, tibialis posterior) Tidak teraba
atau teraba lemah
- Luka punched out di area yang mengalami hiperkeratotik
Transcutaneous oxygen tension (TcP02)
G. KLASIFIKASI
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam
derajat menurut Wagner, yaitu ; 1,12
0 Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
1 Tukak superficial, terbatas pada kulit
2 Tukak dalam (sampai tendon, tulang) sering dikaitkan dengan inflamasi
jaringan (sellulitis)
3 Tukak dalam yang melibatkan tulang, sendi, dan formasi abses
4 Tukak dengan gangren terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan
kaki atau tumit
5 Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
9
Gambar 2. Kaki Diabetik derajat V
Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :3
1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan
bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :3
1. Insisi : abses atau selullitis yang luas
2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V
H. DIAGNOSIS 5
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Perlunya dilakukan anamnesis pada pasien tentang gejala-gejala mereka
mencakup trauma lokal dan / atau tekanan (seringkali berkaitan dengan
kurangnya sensasi karena neuropati) dan riwayat menderita penyakit DM.
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis yang mencakup tanda-
tanda vital pasien (suhu, nadi, tekanan darah, dan laju pernafasan),
pemeriksaan sensasi di tungkai dan kaki, pemeriksaan sirkulasi di tungkai
dan kaki, pemeriksaan menyeluruh daerah yang bermasalah. Untuk luka
atau ulkus tungkai bawah, perlu dilakukan pemeriksaan luka dengan probe
10
tumpul untuk menentukan kedalaman. Bedah luka minor (pembersihan
atau pemotongan jaringan) mungkin diperlukan untuk menentukan
keparahan luka.
2. Tes Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap akan membantu dalam menentukan ada
tidaknya dan beratnya infeksi. Kadar leukosit yang sangat tinggi atau
sangat rendah menunjukkan infeksi serius. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan gula darah pasien baik dengan metode fingerstick atau
dengan tes laboratorium. Berdasarkan tingkat keparahan luka dapat pula
dilakukan tes fungsi ginjal, tes kimia darah (elektrolit), tes enzim hati, dan
tes enzim jantung untuk menilai apakah sistem tubuh lainnya bekerja
dengan benar dalam menghadapi infeksi serius.
3. Foto X-Ray
Foto x-ray tungkai atau kaki dapat menilai tanda-tanda kerusakan pada
tulang atau arthritis, kerusakan dari infeksi, benda asing dalam jaringan
lunak. Gas di jaringan lunak, menunjukkan gangren, infeksi yang sangat
serius berpotensi mengancam nyawa atau amputasi.
4. USG Doppler
USG Doppler untuk melihat aliran darah melalui arteri dan vena di
ekstremitas bawah.
5. Angiogram
Jika ahli bedah vaskuler menentukan bahwa pasien memiliki suplai
sirkulasi yang sangat sedikit untuk daerah ekstremitas bawah, maka
angiogram dapat dilakukan dalam persiapan untuk operasi untuk
meningkatkan sirkulasi.
6. Ankle-Brachial Index
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI
sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup
baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI
dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset
11
tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan
dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan
normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih
tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada
keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle
dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari
ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70
telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi
obstruksi vaskuler berat.13,14
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi
pada arteri kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka
ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak
menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5
dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI
>0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vascular perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan
revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA
atau MRA perlu dikerjakan. Gold standar untuk diagnosis dan evaluasi
obstruksi vascular perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan
bila intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan
penanganan terhadap kelainan kaki.
A. Pengendalian Diabetes1,5,14
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan
melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena
kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit
ginjal kronik, dan infeksi kronis. Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan
12
baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes,
salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat
selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi
dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah
pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan
jasmani. Perencanaan makanan pada penderita diabetes masih tetap merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus, meskipun sudah
sedemikian majunya riset di bidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya
berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir. Baru kemudian kalau dengan
langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum
tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat
atau pengelolaan farmakologis. Sarana pengendalian secara farmakologis pada
diabetes melitus dapat berupa :
a. Pemberian Obat Hipoglikemik Insulin Oral (OHO)
- Golongan Sulfonilurea, yang bekerja meningkatkan sekresi insulin,
misalnya Klorpropramid, Glibenklamid, Glipizid, Glikazid,
Glikuidon, Glimepirid.
- Golongan Glinid, yang bekerja meningkatkan sekresi insulin,
misalnya Repaglinid dan Nateglinid.
- Golongan Biguanid, yang bekerja mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan menambah sensitivitas terhadap insulin,
misalnya Metformin dan Metformin XR.
- Golongan Penghambat Glukosidase Alfa, yang bekerja menghambat
absorpsi glukosa di usus halus, misalnya Acarbose.
- Golongan Tiazolidindion, yang bekerja menambah sensitivitas
terhadap insulin, misalnya Rosiglitazon dan Pioglitazon.
b. Pemberian Insulin
Modifikasi Faktor Risiko
Stop merokok
Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis:
13
- Hiperglikemia
- Hipertensi
- Dislipidemia
B. Penanganan Kelainan Kaki1,7
Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui
upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban
(offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,
debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah selektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus
ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya membersihkan
benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila
masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang
memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus
diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen
mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah.
- Debridemen mekanik dilakukan irigasi luka dengan menggunakan cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringan nekrotik.
- Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan
melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering
dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
- Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang
secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat
hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang
14
optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan
jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla
serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi.
Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan
nekrotik.
- Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan
efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
1. mengevakuasi bakteri kontaminan,
2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
3. menghilangkan jaringan kalus,
4. mengurangi risiko infeksi lokal.
Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan, maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Pada penderita DM yang mengalami neuropati, permukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan
perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan
beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti
dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan
adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda,
alas kaki, removable cast walker, total contact cast, sepatu boot ambulatory. Total
contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan
metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong, Total Contact Cast (TCC)
dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian
kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan
tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata.
Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan
permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).
15
Tehnik Dressing pada Luka Diabetikum
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode
moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan
menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam
keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi
dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus,
ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.
Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan
sebagainya.
Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing yang tepat dalam
menjaga keseimbangan kelembaban luka:
- Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
- Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka-luka tertentu yang
akan diobati
- Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering sambil
tetap mempertahankan luka bersifat lembab
- Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan
maserasi pada luka
- Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering
diganti
- Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga
dapat meminimalisasi invasi bakteri.
- Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
16
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun
sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera
diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus diabetika
ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman
lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus,
gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Sebagai acuan, dari penelitian tahun
2004 di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, umunya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran gram positif dan gram negative serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu lini pertama pemberian antibiotik
harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas, mencakup kuman gram positif
dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazole).
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan
beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin atau sulbactam, ticarcillin atau
clavulanate, piperacillin atau tazobactam, cefotaxime atau ceftazidime ditambah
clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang
bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika
seperti berikut: ampicillin atau sulbactam + aztreonam, piperacillin atau
tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime,
imipenem atau cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan
sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika
juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui foto
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
17
J. KESIMPULAN
o Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Dengan manifestasi berupa dermopati,
selulitis, ulkus, osteomielitis dan gangren.
o Faktor utama yang memegang peranan dalam patogenesis kaki diabetik
adalah adanya neuropati, angiopati/iskemi, dan infeksi.
o Menurut Wagner kaki diabetik diklasifikasikan menjadi enam derajat.
o Prinsip terapi pada kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan
penanganan terhadap kelainan kaki dengan mengatasi penyakit komorbid,
menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar
selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan
tindakan bedah selektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.
18