Long Case Sinusitis
-
Upload
hannisa-hafiz -
Category
Documents
-
view
233 -
download
1
description
Transcript of Long Case Sinusitis
LONG CASE
SINUSITIS MAKSILARIS SINISTRA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan kepada:
dr.Pramono, Sp.THT-KL
Disusun Oleh :
Hannisa Hafiz
(20110310201)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT
RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE
Sinusitis Maksilaris Sinistra
Oleh: Hannisa Hafiz
20110310201
Disetujui oleh:
Dosen pembimbing Kepaniteran klinik
Bagian Ilmu THT
RSUD Temanggung
dr Pramono Sp.THT
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 14 tahun
Alamat : Jumo, Temanggunng
Agama : Islam
Kunjungan RS tanggal : 12 April 2016
Dokter yang merawat : dr. Pramono, Sp.THT-KL
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di poliklinik THT RSUD
Temanggung :
Keluhan utama
Pasien merasa sering pilek dan hidung sebelah kiri berbau
Riwayat penyakit sekarang
Seorang pasien perempuan berusia 14 tahun datang ke poli THT dengan keluhan
pilek yang sering kambuh-kambuhan, hal ini sudah dirasakan pasien 1 tahun.
Pasien juga mengeluhkan pusing, hidung keluar cairan (+), kental, berwarna
kuning kehijauanh dan berbau busuk, nyeri tekan di pipi kiri (+), demam (-), batuk
(-). Riwayat sakit gigi + pada gigi geraham kiri atas dan tidak ada keluhan pada
telinga maupun tenggorokan. Pasien telah memeriksakan ke bidan dan
mendapatkan obat amoxicillin dan paracetamol, tetapi keluhan tidak berkurang.
Pasien juga telah memeriksakan keluhan ke dokter spesialis THT dan mendapat
pengobatan nasal spray dan beberapa obat oral
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal sebelumnya
Riwayat batuk pilek berulang
Riwayat trauma kepala/ muka/ kemasukan benda asing disangkal
Riwayat alergi dan penyakit dan asma disangkal
Riwayat operasi atau mondok sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat alergi / asma / urtikaria / eksim (-).
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 95 x/menit
Suhu : 36,7 ºC
Pernapasan : 20 x/menit
BB :52 kg
Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Cukup
- Kesadaran : Compos mentis
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)
- Leher : Nyeri tekan leher bawah telinga (+/+), PKGB (-)
- Dada
- Jantung : S1-S2 reguler, int - (+N), BJ (-)
- Paru-paru : SDV (+/+), ST (-/-)
- Perut : Datar, supel, BU (+N), NT (-)
- Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
Pemeriksaan status lokalis THT
Status THT
HIDUNG
NASI SINISTRA NASI DEXTRA
INSPEKSI
Deformitas - -
Deviasi septum - -
Edema - -
Kelainan kongenital - -
Jaringan parut - -
Hiperemis - -
Tumor - -
Discharge mukopurulen -
PALPASI
Nyeri ketok maksilaris + -
Nyeri ketok frontalis - -
Krepitasi - -
Nyeri ketok glabella - -
RHINOSKOPI ANTERIOR
Vestibulum
nasi
Furunkel (-) Furunkel (-)
Mucosa
cavumnasi
Hiperemis(+) , edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Konka Hiperemis (+), hipertrofi (+) Hiperemis (-), hipertrofi
(-)
Meatus
Media
Hiperemis(+),secret
mukopurulen (+)
Hiperemis (-), secret (-)
Deviasi
Septum
Deviasi (-) Deviasi (-)
Sekret Mukopurulen (+) mukopurulen (-)
Massa Tidak ada (-) Tidak ada (-)
Kelainan yg
lain
Tidak ada (-) Tidak ada (-)
RHINOSKOPI POSTERIOR tidak dilakukan
Test Transluminasi : tidak di lakukan
AURICULA
SINISTRA
AURICULA
DEXTRA
INSPEKSI
Deskuamasi - -
Otore - -
Serumen + -
Tumor - -
Edema - -
Hiperemis - -
Kelainan kongenital - -
Benjolan pada luar telinga - -
PALPASI
Tragus pain - -
Nyeri tarik auricula - -
Pembesaran limfe retro
dan pre auricular
- -
Mulut : bibir sianosis (-), trismus (-), lidak kotor (-), mukosa pucat
(-), mukosa lembap (+), gusi edema (-),tanda radang (-),
nyeri (-).
Gigi-geligi : tampak gigi berlubang dan caries pada gigi geraham kiri
atas dan gigi geraham bawah kanan. Gingiva tampak hiperemis
Tenggorokan :
Inspeksi : Tonsil (T2-T2), kripte melebar (-/-), hiperemis (-/-),
permukaan mukosa tidak rata (-/-), detritus (-/-), uvula
simetris, tidak hiperemis
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini dilakukan foto rontgen sinus paranasal, didapatkan
kesan : cenderung left maxillary sinusitis, hipertrofi konka nasalis
dupleks, etmoid tidak terlihat jelas
Usulan pemeriksaan selanjutnya : Laboratorium Darah rutin
E. RESUME
Berdasarkan anamnesis terhadap pasien, pasien mengeluhkan pilek yang
sering kambuh-kambuhan, hal ini sudah dirasakan pasien 1 tahun. Pasien
juga mengeluhkan pusing, hidung keluar cairan (+), kental, berwarna
kuning kehijauan dan berbau busuk, Riwayat sakit gigi + pada gigi
geraham kiri atas.
Pada pemeriksaan fisik terdapat mukopurulen pada hidung kiri dan
hiperemis , terdapat nyeri ketok pada maksilaris. Pada pemeriksaan telinga
dan tenggorokan dalam batas normal , pada pemeriksaan penunjang di
lakukan foto sinus paranasal water di temukan gambaran cenderung
sinusitis maksilaris sinistra dan hipertrofi konka nasalis dupleks
F. DIAGNOSIS
Diagnosis banding :
Rhinitis alergi
Rhinitis virus
Common cold
Korpus alienum di hidung
Diagnosis kerja : Sinusitis maksilaris sinistra
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa konservatif :
ciprofloxacin tab 500 mg 2 x1
Ambroxol tab 30 mg 3x1
MPS 4 mg 3x1
H. KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut
atau pada sinusitis kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi orbita
atau intrakranial.
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata, yaitu sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang
dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periosteal, abses
orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses
ekstradural/subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa:
Osteomielitis dan abses periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal
dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila
dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-
bronkhitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkhial
yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.
I. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun
kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah
sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.
Secara klinis sinusitis dibagi atas :
1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.
3. Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu
yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar
dan molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus aureus,
Branchamella catarhatis
B. ANATOMI SINUS
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
kavum nasi. Sinus–sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah,
dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus
sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel
saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu mengkasilkan
mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi. Pada
orang sehat, sinus terutama berisi udara.
Gambar 1 anatomi sinus
Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada saat
lahir. Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior
orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial, prosesus
alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas anterior.
C. ETIOLOGI
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi
dalam terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh
silia, yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara lain
adalah rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal
atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus
(Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan
obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan kandungan
sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu
pengeluaran mukus.
Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor resiko mayor
untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif. Infeksi sinusitis akut dapat
disebabkan berbagai organisme, termasuk virus, bakteri, dan jamur. Virus yang
sering ditemukan adalah rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza.
Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan moraxella catarralis. Bakteri anaerob juga
terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi
pada gigi premolar. Sedangkan jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis
pada pasien dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif
yang mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari
spesies Rhizopus, rhizomucor,Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan
Fusarium.
D. EPIDEMIOLOGI
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama
di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan
konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari
sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, lebih dari 30
juta orang menderita sinusitis. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling
umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima
pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap
tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan
untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga
sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat
prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang
berat.
E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila
klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang
menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan
parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.
Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi
sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan
kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus.
Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti
rhinovirus, influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus,
adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan
memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal. Infeksi
virus akan menyebabkan terjadinya oedem pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus,
dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain itu inflamasi,
polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal instrumentation juga
menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.
Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus
pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret
yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat
baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya
tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya
fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan
lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri,
environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan
mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome).
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan
kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen
oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan
memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.
Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas
leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang
tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya
beberapa bakteri patogen.
Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi
pre molar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis seperti
infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan
menimbulkan infeksi sinus. Sinusitis maksila diawali dengan sumbatan ostium
sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini
akan menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keterlibatan antrum
unilateral seringkali merupakan indikasi dari keterlibatan gigi sebagai penyebab.
Bila hal ini terjadi maka organisme yang bertanggung jawab kemungkinan adalah
jenis gram negatif yang merupakan organisme yang lebih banyak didapatkan pada
infeksi gigi daripada bakteri gram positif yang merupakan bakteri khas pada sinus.
Penyakit gigi seperti abses apikal, atau periodontal dapat menimbulkan
gambaran radiologi yang didominasi oleh bakteri gram negatif, karenanya
menimbulkan bau busuk. Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul kental akan
memperberat atau mengganggu drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh
oedem atau pus atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka.
Akar gigi premolar kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai
dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan langsung dengan
mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung dari akar gigi ke
sinus dapat terjadi.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling
sering ditemukan adalah tidak spesifik, dan dapat berupa sekret nasal purulen,
kongesti nasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri telinga, demam, nyeri
kepala, batuk, rasa lelah, halitosis, atau berkurangnya penciuman. Gejala seperti
ini sulit dibedakan dengan infeksi saluran nafas atas karena virus, sehingga durasi
gejala menjadi penting dalam diagnosis. Pasien dengan gejala diatas selama lebih
dari 7 hari mengarahkan diagnosis ke arah sinusitis.
Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul infeksi saluran napas atas yang
ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan
faktor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Gejala infeksi sinus
maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tak jelas yang
biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang
menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri
pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Selama
berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan
adanya pus dalam hidung. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.
Gambaran radiologik sinusitis akut mula-mula berupa penebalan mukosa,
selanjutnya opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat,
atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Biakan bakteri yang muncul
biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anaerob,
Branghamella catarrhalis. Jika tidak mendapatkan penanganan yang adekuat
Sinusitis maksilaris akut dapat berubah menjadi sinusitis maksilaris kronis yang
berlangsung selama beberapa bulan atau tahun.
Gambar 2 sinusitis maksilaris
G. DIAGNOSA
Kriteria diagnosis sinusitis :
Gejala mayor Gejala minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal purulen Batuk
Demam Rasa lelah
Kongesti nasal Rasa lelah
Obstruksi nasal Halitosis
Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemeriksaan transluminasi.
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau
gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi
wajah, karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan
sinus yang sakit.
2. Pencitraan
Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat
perselubungan atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang
sakit. CT Scan adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus
sinusitis.
3. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus
medius, meatus superior, atau aspirasi sinus.
4. Rontgen gigi
Dilakukan untuk mengetahui apakah sudah timbul abses atau belum.
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi). Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis
akut, yaitu:
1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala
klinik sinusitis akut telah hilang.
2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase
hidung.
3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.
4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium
sinus sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi
antrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat
melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris. Cairan ini kemudian
akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.
5. Menghilangkan faktor predisposisi dan kausanya jika diakibatkan oleh gigi
6. Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu
penyembuhan sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.
Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah
terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat
sekret yang tertahan oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk melakukan
pembedahan
J. DIAGNOSA BANDING
Diagnosos banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis
tidak sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan
kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang
dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus
dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten
unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing
nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah
diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan
demam memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat merupakan
manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti
meningitis atau abses intrakranial.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun
kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah
sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila
klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang
menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan
parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.
Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi
sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Kriteria diagnosis sinusitis :
Gejala mayor Gejala minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal purulen Batuk
Demam Rasa lelah
Kongesti nasal Rasa lelah
Obstruksi nasal Halitosis
Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
REFERENSI
1. Mackay DN. Antibiotic therapy of the rhinitis & sinusitis. Dalam : Settipane
GA, penyunting. Rhinitis. Edisi ke-2. Rhode Island: Ocean Side
Publication;1991. p. 253-5.
2. Mangunkusumo Endang, Soetjipto Damajanti. Sinusitis. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta:
FKUI,2010: h. 152
3. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger
Fundametal of Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders Company,
1990.p49 – 270
4. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505
5. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger.
Fundametal of Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders
Company,1990: p.49 – 270
6. Anonim. 2001. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media
Ausculapius FK UI. Jakarta : 102-106.
7. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA,
editor. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
8. Kennedy E. Sinusitis. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm l