LONG CASE tht.pdf

35
LONG CASE TINNITUS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Dan Tenggorok RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Dwi Yuliannisa Amri 2010.031.0133 Dokter Penguji : dr. I Wayan Marthana, M.Kes, Sp.THT SMF ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

Transcript of LONG CASE tht.pdf

Page 1: LONG CASE tht.pdf

LONG CASE

TINNITUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Dan Tenggorok

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Dwi Yuliannisa Amri

2010.031.0133

Dokter Penguji :

dr. I Wayan Marthana, M.Kes, Sp.THT

SMF ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: LONG CASE tht.pdf

HALAMAN PENGESAHAN

TINNITUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THT

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Dwi Yuliannisa Amri

2010.031.0133

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

tanggal September 2015

Oleh :

Dokter Penguji

dr. I Wayan Marthana, M.Kes, Sp.THT

SMF TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Page 3: LONG CASE tht.pdf

BAB I

STATUS UJIAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Bp. SW

Jenis Kelamin : Laki laki

Umur : 70 Tahun

Pendidikan : Tamat SMP

Alamat : Gladapan Bantul

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Tidak bekerja

Tanggal Masuk RS : 17 September 2015

Nomor RM : 54.40.57

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 17 September 2015 secara autoanamnesis,

a. Keluhan Utama

Terdengar suara berdenging dari telinga kiri sejak 3 bulan yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli klinik THT RS Panembahan Senopati Bantul dengan

keluhan terdengar suara bising dari telinga kiri sejak 3 bulan ini secara tiba tiba.

Suara yang terdengar seperti berdenging dan berlangsung terus menerus. Bunyi

ini terdengar terus menetap setiap harinya dan terdengar begitu jelas saat keadaan

sunyi. Pasien juga merasa pendengaran telinga kiri mulai berkurang sejak 1 tahun

yang lalu. Tidak ada cairan, rasa gatal maupun nyeri telinga yang dirasakan. Sakit

kepala dan pusing berputar disangkal pasien. Demam dan riwayat batuk pilek

lama disangkal pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

OS pertama kali merasakan gejala seperti ini.

OS menyangkal riwayat keluar cairan dari kedua telinga dan penggunaan

obat tetes telinga

Page 4: LONG CASE tht.pdf

OS menderita hipertensi sejak beberapa tahun terakhir dan mengkonsumi

obat anti hipertensi secara rutin.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Saudara tidak pernah mengalami sakit serupa.

e. Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : demam (-), mual (-), pusing (-)

Sistem respiratorius : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)

Sistem kardiovaskuler : berdebar-debar (-)

Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

Sistem genitalia : tidak ada keluhan

Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

Sistem integumentum : akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. KEADAAN UMUM

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 84x/menit

Suhu : Afebris

Pernapasan : 18 x/menit

Kepala dan Leher

Kepala : Simetris, Mesocephal

Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Hidung : Status lokalis

Mulut : Status lokalis

Telinga : Status lokalis

Thorax

Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)

Perkusi : Tidak dilakukan

Page 5: LONG CASE tht.pdf

Palpasi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Cor S1-2 reguler, Pulmo: Vesikuler (+/+),

Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Asites (-), Distensi (-)

Perkusi : Tidak dilakukan

Palpasi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Peristaltik (+)

Ekstrimitas : Akral Hangat (+), Edema (-)

Status Lokalis

Telinga

Inspeksi :

Bagian Kelainan Auris

Dextra Sinistra

Preaurikula Kelainan kongenital

Radang

Tumor

Trauma

Nyeri tekan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Aurikula Kelainan kongenital

Radang

Tumor

Trauma

Nyeri tarik

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Retroaurikula Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Radang

Tumor

Sikatriks

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Canalis Acustikus

Externa

Kelainan kongenital

Kulit

Sekret

Kloting

Serumen

Edema

Jaringan granulasi

Massa

Cholesteatoma

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Membrana Timpani Intak

Reflek cahaya

+

(+) arah jam 5

+

(+) arah jam 7

Page 6: LONG CASE tht.pdf

Palpasi ADS : Tragus pain (-), Nyeri tarik auricula (-)

Auskultasi : Tidak terdengar bising ADS

Fungsi Pendengaran

Aurikula Dextra Aurikula Sinistra

Garpu Tala 512 Hz 512 Hz

Tes Rinne Rinne positif Rinne positif

Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Lateralisasi ke arah kanan

Kesan : Kesan adanya tuli sensorineural pada telinga kiri

Saran: Konfirmasi dengan hasil tes audiometri

Hidung

Inspeksi

Simetris (+), deformitas (-), deviasi nasal (-), massa (-), rhinorea (-),

pembengkakan (-), hiperemis (-),

Palpasi

nyeri tekan (-), massa (-/-)

SPN : nyeri tekan sinus (-)

Transiluminasi (-/-)

Rhinoskopi Anterior

Mukosa edema (-), basah (-), hiperemis (-), sekret encer (-)

Prosesus Brevis

Malleus

Pars Plasid

Pars

Tensa

umbo Cone of Light

Gb. Membran timpani

Septum

Concha

Media

Meatus

Media

Concha

Inferior

Meatus

Inferior

Page 7: LONG CASE tht.pdf

Rhinskopi Posterior

Tidak dilakukan

Tenggorokan

Inspeksi, Palpasi

Trakhea letak sentral, gld.thyroid tak teraba, massa(-), retraksi(-).

Cavum oris : caries dentis (+), gigi tanggal(-), mukosa mulut dalam

batas normal, uvula sentral, massa(-)

Faring : mukosa tidak hiperemis, edema(-), massa(-)

Uvula : deviasi (-)

Tonsil : hiperemis (-), T1-T1, detritus (-)

Arcus palatoglosus : tidak hiperemis, protrusi simetris(-), massa(-)

Arcus palatopharingeus : hiperemis (-), protrusi asimetris(-), massa (-)

Laringoskopi Indirek

Tidak dilakukan

D. Diagnosis

Tinntus subjektif Auricula Sinistra et causa DD Tuli Sensorineural

E. Pemeriksaan Penunjang

Audiometri nada murni

Ala Nasi

Uvula

Arcus

Palatoglosus

Arcus

Palatopharingeus

Page 8: LONG CASE tht.pdf

F. Penatalaksanaan

Non Farmakologis

Makan makanan yang rendah garam dan tidak bersantan.

Hindari suara yang bising dalam jangka waktu yang lama.

Farmakologis

Mecobalamin 3 x 500mg

G. Prognosis

Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo Ad Functionam : Dubia ad malam

Quo Ad Sanationam : Dubia ad malam

Page 9: LONG CASE tht.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tinnitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa

adanya rangsangan dari luar, dapat beruba sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan ini

dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya.

Tinitus biasanya didengar di satu telinga, kadang di keduanya. Jika tinnitus terdengar di

tengah telinga, berarti bunyi tersebut berada di pitch yang sama atau mengimplikasikan

bahwa bunyi yang di dengar berasal dari sistem saraf pusat.

Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika

serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu

dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa

atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat

mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan

untuk bunuh diri.

B. Epidemiologi

Sebanyak sepertiga dari populasi seluruh dunia setidaknya pernah mengalami tinnitus

sekali seumur hidup. Prevalensi di dunia diperkirakan sekitar 10,1 % - 14,5% dan sering

terjadi pada usia 10 – 70 tahun. Orang yang terpapar dengan suara mesin lebih sering

mengalami hal ini dibandingankan orang lainnya.

Kochkin, Tyler, and Born (2011) memperkirakan prevalensi tinnitus di Amerika dengan

menggunakan sampel 46.000 kepala keluarga. Mereka memperkirakan 29,7 juta populasi

orang di Amerika mengalami tinnitus (2008). Meskipun tinnitus umumnya dikaitkan dengan

kehilangan pendengaran, tetapi 44 persen responden (12,95 juta ) dilaporkan tidak mengalami

kehilangan pendengaran. Rata-rata orang yang mengalami tinnitus pada umur 65 sampai 84

tahun. Kebanyakan 40 persen responden mengalami tinnitus selama 80 persen dalam

seharinya.

Prevalensi tinitus pada pria dan wanita meningkat dengan bertambahnya umur dan pada

umur tertentu mengalami penurunan. Prevalensi tinitus pada pria lebih tinggi daripada

prevalensi tinitus pada wanita. Prevalensi tinitus meningkat antara umur 50 sampai 75 dan

mengalami penurunan pada umur 80 tahun. Hal ini disebabkan karena pada orang yang

berumur kurang dari 80 tahun tinitus sering disertai dengan penyakit kardiovaskuler sehingga

Page 10: LONG CASE tht.pdf

pada umur 80 tahun prevalensinya mengalami penurunan yang disebabkan oleh kematian

akibat penyakit kardiovaskuler.

C. Anatomi Telinga

Telinga dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Telinga berfungsi ganda yaitu

untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Membrana timpani memisahkan telinga luar

dari telinga tengah atau cavum timpani. Tuba auditiva (tuba Eustachius) menghubungkan

telinga dengan nasofaring.

Gambar1.Anatomi Telinga

1. Telinga luar

Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga.Telinga luar meliputi daun telinga

atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau

membrana timpani.

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berfungsi untuk

membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang

telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap

suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Liang telinga berbentuk huruf S, dangan

rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam

rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.

Page 11: LONG CASE tht.pdf

Pada sepertiga bagia luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit

liang telinga.

Gambar 2 Daun telinga

Membrana timpani (eardrum)

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang

telinga luar dari cavum timpanica. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan

diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak

membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga

dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga dan membuat sudut 450 dari dataran

sagital dan horizontal. Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

a. Pars tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan

yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus

pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih

tipis dari pars tensa dan pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang

telinga dan bagian dalam dilapisi oleh set kubus bersilia, seperti epitel mukosa

saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang

terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di

bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Page 12: LONG CASE tht.pdf

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut

sebagai umbo. Dan umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah,

yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani

kanan. Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh

membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan

radier. Serabut initah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa

kerucut itu. Secara ktinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya

mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga

didapatkan bagian atas-depan, atas-betakang, bawah-depan serta bawah-belakang,

untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Pada pars flaksida terdapat

daerah yang di sebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang

menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.

Gambar 3 Membran timpani

2. Telinga Tengah

Telinga tengah terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis. Telinga tengah terdiri

dari kavitas timpani, yakni rongga yang terletak langsung di sebelah dalam membran

timpani, dan recessuss epitimpanicus. Kedepan telinga tengah berhubungan dengan

nasofaring melalui tuba auditiva. Kearah poterosuperior cavitas timpanica berhubungan

dengan cellulae mastoidea melalui antrum mastoideum. Cavitas timpanica dilapisi

Page 13: LONG CASE tht.pdf

membran mukosa yang bersinambungan dengan membran mukosa pelapis tuba auditiva,

cellulae mastoidea, dan antrum mastoideum. Di dalam telinga tengah terdapat :

• Ossicula auditoris (malleus, incus, stapes)

• Musculus stapedius dan musculus tensor timpani

• Chorda timpani, cabang nervus cranialis VII

• Plexus timpanicus pada promontorium

• Dinding-dinding Telinga tengah (Cavum Timpanica)

Telinga tengah yang berbentuk seperti kotak sempit, memiliki sebuah atap, sebuah

dasar, dan empat dinding.

Atapnya (dinding tegmental) dibentuk oleh selembar tulang yang tipis, yaitu tegmen

timpani, yang memisahkan cavum timpanica dari dura pada dasar fossa cranii media.

Dasarnya (dinding jugular) dibentuk oleh selapis tulang yang memisahkan cavum

timpanica dari bulbus superior vena jugularis interna.

Dinding lateral (bagian berupa selaput) dibentuk hampir seluruhnya oleh membrana

timpanica; di sebelah superior, dinding ini dibentuk oleh dinding lateral recessus

epitimpanicus yang berupa tulang (manubrium mallei terbaur dalam membrana

timpanica, dan caput mallei menonjol ke dalam recessus epitimpanicus).

Dinding medial atau dinding labirintal memisahkan cavitas timpanica dari telinga

interna.

Dinding anterior (dinding karotid) memisahkan cavitas timpanica dari canalis carotis,

pada bagian superior dinding ini terdapat ostium pharyngeum tubae auditoriae dan

terusan musculus tensor timpani.

Dinding posterior (dinding mastoid) dihubungkan dengan antrum mastoid melalui

aditus dan selanjutnya dengan cellulae mastoideus; ke arah anteroinferior antrum

mastoideum berhubungan dengan canalis facialis.

Page 14: LONG CASE tht.pdf

Gambar 4. cavum timpani

3. Telinga dalam

Telinga dalan terdiri dari koklea yang beruba sua setengah lingkaran dan vestibuler

yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Puncak koklea disebut helikotrema yang

menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Pada irisan melintang, koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di

sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala

timpani berisi perilimfa sedangkan skaa media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli

disebul Reisnsner’s membrane dan dasar skala media adalah membran basalis. Pada

membran ini terletak organ Corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran

tektoria dan pada membaran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,

sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. Selain bagian

pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera keseimbangan. Bagian ini secara

struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta

tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi

mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan

bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.

Page 15: LONG CASE tht.pdf

Gambar 5 Koklea

D. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah

diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga

perilimf pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris

dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan

terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi

penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius

sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus tempoalis.

Page 16: LONG CASE tht.pdf

Gambar 6 Fisiologi Pendengaran

E. Klasifikasi Tinnitus

Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus objektif dan

tinitus subjektif.

1. Tinitus Objektif

Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa

dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal

dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.

Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya

berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien

dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif

juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi

temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus

palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran

suara dari nasofaring ke rongga tengah.

2. Tinitus Subjektif

Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita

saja. Jenis ini sering sekali terjadi tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh

proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar

sampai pusat pendengaran.

Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa

pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah,

sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.

Page 17: LONG CASE tht.pdf

Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat dibagi

menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.

1. Tinitus Pulsatil

Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung.

Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat terjadi

akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular

digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau

denyut jantung. Sedangkan tinitus nonvaskular digambarkan sebagai bising klik, bising

goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui

dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop.

2. Tinitus Nonpulsatil

Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat didengar

oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging, berdengung,

berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising bergemuruh di dalam

telinganya.

Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya paling

menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang hari efek penutup

kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak

menyadari suara tersebut.

Berdasarkan frekeunsinya, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus nada tinggi dan tinitus nada

rendah.

F. Etiologi

Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam. Terutama

kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa:

1. Kelainan telinga

2. Saraf, seperti multiple sclerosis, trauma kepala

3. Metabolik, seperti hiperlipidemia, defisiensi vitamin B12, diabetes melitus, hipertiroid

4. Psikogenik

5. Kelainan pembuluh darah, seperti bruit arterial, venus hums

6. Obat ototoksik, seperti aspirin, NSAIDs, aminoglikosida

7. Dan lain lain

Page 18: LONG CASE tht.pdf

Tinitus subjektif biasanya terjadi karena kelainan telinga. Penyebab tersering

termasuk presbikusis, tuli sensorineural, sumbatan serumen, infeksi telinga tengah, perforasi

membran timpani, NIHL (Noice Induced Hearing Loss), otosclerosis, penyakit meniere,

schanoma vestibuler, dan obat ototoksik.

Tinitus objektif biasanya terjadi karena persepsi suara yang muncul dari muara yang

berdekatan, misalnya kontraksi otot atau bunyi pembuluh darah. Kelainan ini biasanya

muncul pada AVM, anemia, tirotoksikosis, hipertensi intrakranial, stenosis sebagian dari

pembuluh darah leher, dan kontraksi otot (myoclonus palatal) seperti kontraksi tensor veli

palatini ata tensor timpani.

1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang

a. Trauma kepala dan Leher

Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami

tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah tinitus

somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak,

whisplash injury.

b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ).

Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari

artritis sendi temporomandibular. Biasanya orang dengan artritis TMJ akan

mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi

yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan

antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.

2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis

Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang menghubungkan

antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa

kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya

infeksi virus pada n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan microvascular compression

syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan

kerusakan n.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah, tapi hal ini sangat jarang

terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vaskular

Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi

yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat

menyebabkan tinitus diantaranya:

Page 19: LONG CASE tht.pdf

a. Atherosklerosis.

Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit

lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan sebagian

elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan

kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk

mendeteksi iramanya.

b. Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh

darah koklea terminal.

c. Malformasi kapiler

Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi arteri

dan vena dapat menimbulkan tinitus.

d. Tumor pembuluh darah

Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat

menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare

dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa

adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor

glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolik

Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan

anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah

dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang

kita kenal dengan tinitus pulsatil. Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan

tinitus adalah defisiensi vitaminB12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan

hiperlipidemia.

5. Tinitus akibat kelainan neurologis

Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. Multiple sclerosis

adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system saraf pusat.

Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan

otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan

bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga

akan timbul gejala tinitus.

Page 20: LONG CASE tht.pdf

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik

Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara.

Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress

adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

7. Tinitus akibat obat-obatan

Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang

bersifat ototoksik. Diantaranya :

Aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs, seperti ibuprofen (Motrin) dan

naproxen (Aleve, Naprosyn)

Antibiotik, seperti ciprofloxacin (Cipro), doxycycline (Vibramycin, others),

gentamicin (Garamycin), erythromycin (Ery-Tab, others), tetracycline (Sumycin),

tobramycin (Nebcin), dan vancomycin (Vancocin)

Obat antimalarial seperti chloroquine dan quinine

Benzodiazepin seperti alprazolam (Niravam, Xanax), diazepam (Valium),

lorazepam (Ativan), dan clonazepam (Klonopin)

Anticonvulsant, seperti carbamazepine (Tegretol, others) and valproic acid

(Depakote, others)

Obat kanker seperti , cisplatin (Platinol) dan vincristine (Oncovin, Vincasar)

Loop diuretik, yang diberikan intravena, seperti bumetanide (Bumex), furosemide

(Lasix), dan torsemide (Demadex)

Antidepresan tricyclic seperti amitriptyline (Elavil, others), clomipramine

(Anafranil), dan imipramine (Tofranil)

8. Tinitus akibat gangguan mekanik

Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada tuba

eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan membran

timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus

stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.

9. Tinitus akibat gangguan konduksi

Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen

impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya

suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

Page 21: LONG CASE tht.pdf

10. Tinitus akibat sebab lainnya

a. Tuli akibat bising

Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang

cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi

pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat

mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam.

Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang

berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti

untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.

b. Presbikusis

Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris

kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau lebih.

Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan

faktor-faktor herediter, pola makanan,metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising,

gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur

dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki

dibanding perempuan.

c. Sindrom Meniere

Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi

dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimfe, yaitu penambahan

volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan

klinik pada membran labirin. Penderita biasanya mengeluh tentang telinga yang

terasa penuh atau gangguan pendengaran, suara mengaum dan kepala pusing yang

bisa berlangsung selama berjam-jam.

Page 22: LONG CASE tht.pdf

Gambar 5 Etiologi tinitus

G. Patofisiologi Tinitus

Gelombang suara yang dari liang telinga diteruskan ke telinga tengah dan telinga dalam.

Sel rambut yang merupakan bagian dari koklea akan membantu mentransformasikan

gelombang suara berupa signal listrik ke korteks auditori melalui nerveus auditorius. Tetapi

apabila sel rambut rusak akibat suara keras, obat ototoksik maka sirkuit dari otak tidak

menerima signal yang diharapkan sehingga menstimulasi aktivitas normal dari neuron yang

menghasilkan ilusi dari suara atau tinnitus.

Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan

adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang

ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien

sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat

terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada

tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul. Tinitus biasanya

dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi.

Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada

rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).

Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan

liang telinga karena serumen atau tumor, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya.

Page 23: LONG CASE tht.pdf

Gambar 6 Patofisiologi tinnitus

Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan

gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh

gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan

aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba

eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi

tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot

palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah,

seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan

tinitus juga. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,

garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atupun hilang

timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada

rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai

dengan vertigo dan tuli sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada

pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,

hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang

bila keadaannya sudah normal kembali.

Page 24: LONG CASE tht.pdf

H. Gejala

Orang yang menderita tinitus sering mengeluhkan tentang suara dengingan, dengungan

atau bunyi jangkrik yang terdengar oleh satu atau kedua telinga. Juga ada keluhan tinitus

dengan gejala terkait seperti gangguan pendengaran dan kepala pusing.

I. Diagnosa

Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang yang baik.

1. Anamnesis

Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis tinitus.

Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:

a. Kualitas dan kuantitas tinitus

b. Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga

c. Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun

mendesis danbunyi lainnya

d. Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari.

e. Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta

gangguanneurologik lainnya.

f. Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan

setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus

berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik.

g. Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat

ototoksik

h. Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi

i. Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik

j. Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

Page 25: LONG CASE tht.pdf

Tinnitus and Significant Medical History

History Detail

Onset Gangguan pendengaran yang progresif dan umur

lanjut mengarah ke presbiakusis. Onset bisa

berhubungan dengan pemaran bising yang lama atau

trauma kepala.

Lokasi Tinitus unilateral dapat disebabkan karena sumbatan

serumen, otitis externa, dan otitis media. Tinitus

dengan tuli sensorineural unilateral merupakan tanda

dari neuroma akustik.

Frekuensi Tinitus yang berkelanjutan sering bersamaan dengan

gangguan pendengaran. Tinitus episodeik

berhubungan dengan penyakit meniere. Tinitus yang

pulsatile berkatian dengan pembuluh darah.

Characteristics (i.e., pitch,

complexity)

Tinitus nada rendah mengarah ke penyakit meniere,

tinitus nada tinggi mengarah ke tuli sensorineural.

Adanya vertigo, aura, dan

gangguan pendegaran

sensorineural

Meniere's disease

Adanya obat ototoksik/

faktor lain

Noise-induced or medication-induced hearing loss.

Hyperlipidemia, kelainan

tiroid, defisiensi vitamin

B12, anemia

Can be potential contributing causes.

Lain-lain Significance to the patient. Management depends on

how the tinnitus affects the patient's quality of life.

Tabel 1 Anamnesis tinitus

2. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi

dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan

Page 26: LONG CASE tht.pdf

tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau

objektif. Jika suara tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif,

maka harus ditentukan sifat dari suara tersebut, jika suara yang didengar serasi dengan

pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten.

Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka

kemungkinan besar tinitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular

malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinua, maka

kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.

Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa

saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya

dapat beragam, di antaranya:

- Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.

- Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun otitis

kronik.

- Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem Evoked

ResponseAudiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika normal,

maka tinitus mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik,

labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal,

maka tinitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vascular

Page 27: LONG CASE tht.pdf

ear exam-->(audible sounds)-+-->sync w/respiration-->patent eustachian

| | tube

| |

| |

| |

| +-->sync w/pulse-->aneurysm, vascular tumor,

v | vascular malformation,

(no audible sounds) | venous hum

| |

| |

| |

| +-->continuous-->venous hum, acoustic

| emissions

|

|

v

neurological exam-->(normal)-->audiogram

| |

| |

| +-->normal-->idiopathic tinnitus

| |

| |

| +-->conductive hearing loss

v | |

(brain stem signs) | v

| | impacted cerumen, chronic

| | otitis, otosclerosis

| |

v |

multiple sclerosis, +-->sensorineural hearing loss

tumor, ischemic |

infarction v

BAER Test

|

v

+---------+--------------+

| |

| |

v v

abnormal (neural) normal cochlear

| |

| |

| |

v v

acoustic neuroma noise damage

other tumors ototoxic drugs

vascular compression labyrinthitis

Meniere's Disease

perilymph fistula

presbycusis

sumber : http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.htm

Page 28: LONG CASE tht.pdf

- .

Diagram 1 Pendekatan diagnosis tinitus

Pada tinitus objektif, perlu dilakukan pemeriksaan berupa CT scan, MRI, ataupun MRA

(Megnetic Resonance Angiography). Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai

ada tidaknya kelainan vaskular, kelainan kontraksi otot stapedius,kelainan pada saraf pusat.

Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena

psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Prinsipnya perlu diketahui penyebab dari

tinitus agar pengobatan sesuai dengan penyebabnya, namun kadang penyebabnya sukar

diketahui.

Penatalaksanaan bertujun untuk menghilangkan penyebab tinitus atau mengurangi

keparahan akibat tinitus. Pada tinitus yang jelas diketahui penyebabnya baik lokal maupun

sistemik, biasanya tinitus dapat dihilangkan bila kelainan penyebabnya dapat diobati. Pada

tinitus yang penyebabnya tidak diketahui penatalaksanaan lebih sulit dilakukan.

Page 29: LONG CASE tht.pdf

Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk

tinitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :

1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas

suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus

masker.

2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien

bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap

hari.

3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya

untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer, antidepresan, sedatif,

neurotonik, vitamin, dan mineral.

4. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh akustik

neuroma.

Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu penyebabnya,

pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu mengurangi tinitus. Obat-obatan

yang biasa dipakai diantaranya lorazepam atau klonazepam yang dipakai dalam dosis rendah,

obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine yang biasanya digunakan sebagai

pengobatan gangguan kecemasan, lainnya adalah amitriptyline atau nortriptyline yang

digunakan dalam dosis rendah juga, obat ini adalah golongan antidepresan trisiklik. Pasien

yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga rasa takut tidak

memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan saat menjelang

tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus

dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi dengan

gangguan tersebut. Pada pasien yang mengalami gangguan pendengaran seperti presbikusis

ataupun tuli sensorineural, sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk memperbaiki

kualitas hidup pasien.

Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model

neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medikamentosa

bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi

ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara

lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan

system auditorik ke sistem limbik dan system saraf otonom. TRT walau tidak dapat

menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna

berupa penurunan toleransi terhadap suara. Biasanya pasien menggunakan terapi ini selma 1

Page 30: LONG CASE tht.pdf

sampai 2 tahun dan keberhasilan dari terapi ini tergantung dari masing- masing pasien. TRT

biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi atau dihilangkan. TRT

adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan telinga berdenging

tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara radio FM yang sedang

tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai dengan gangguan pendengaran

dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan masking.

TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan keluhan pasien.

Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara sekitarnya,

mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan

konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.

Selain terapi diatas, pasien yang mengalami tinitus juga harus diberikan edukasi – edukasi

seperti :

1. Menghindari pemakaian obat- obat ototoksis seperti aspirin, NSAIDs

2. Hindari suara suara yang keras atau bising. Jika harus terpapar, maka gunakan alat

pelindung diri berupa ear plug.

3. Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah

yang merupakan salah satu penyebab tinnitus.

4. Modifikasi gaya hidup, kurangi kebiasaan merokok dan minum kafein yang

merupakan faktor yang memperparah tinitus

5. Olahraga dan hindari stress.

Berdasarkan Chicago Dizziness and Hearing Association dengan versi yang telah

diperbaharui pada tanggal 26 oktober 2008, berikut diagram penatalaksaan tinitus:

Page 31: LONG CASE tht.pdf

a.

b. Anxious,

c. depressed

d.

Tinnitus Management Flow Sheet Chicago Dizziness and Hearing, Version Oct 26, 2008

Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf

Tinnitus (noise in ear)

Had diagnostic workup?

Interview

Audiogram,

Tinnitus matching,

OAE

ABR

ECOG

MRI if unilateral

Anxious, depressed, sleepless?

Patient wishes to try

Medication, TRT, devices Ear meds Betahistine

Dyazide

Anxiolytics (Klonazepam, Aplrazolam)

Antidepressants

(Effexor, Nortriptyline, Paxil)

Sedatives (Lunesta, Klonazepam,

Trazedone)

Devices: Masking (household noises, Tinnitus

CD’s)

Hearing aid

Masker

Conditioning device (Neuromonics,

similar)

Anticonvulsan

ts

Neurontin,

Topamax,

Oxcarbamazine

Vasoactive

Niacin 50 bid

Pavabid 150 BID

Persantine 25 TID

Trental 400 TID

Steroid

s Medrol dose pack

Alternative Ginkgo

Acupuncture

Lipoflavenoid

s

Schedule for TRT

Psychological

management Hypnosis,

Biofeedback

Electrical stimulators

Not appropriate for

everyone

Neuroprobe 500 Ultrasonic

(Ultraquiet,

Hisonic)

Surgery (last resort)

Cochlear nerve section

Labyrinthectomy Electrical stimulator implant

Page 32: LONG CASE tht.pdf

BAB III

KESIMPULAN

Tinitus merupakan salah satu gejala dari suatu penyyakit. Keluhan ini sering dialami

oleh hampir seluruh populasi di dunia, terlebih yang berumur 40-70 tahun. Sebagian besar

kasus, keluhan ini tidak mengganggu, namun tidak jarang keluhan ini menurunkan kualitas

hidup seseorang, membuat pasien depresi.

Tinitus dibagi menjadi tinitus subjektif dan tinitus objektif. Tinitus subjektif sering

dikeluhkan oleh pasien. Penyebab dari tinitus dapat disebabkan karene kelainan pada telinga

(mekanik maupun non mekanik), kelainan saraf, kelainan metabolik, kelainan pembuluh

darah, psikogenik, obat ototoksik, dan lain lain.

Perlu dilakukan anamnesis yang mendalam, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang untuk mengetahui penyebab dari tinitus. Jika penyebab dari tinitus diketahui,

maka penatalaksanaan dari keluhan ini dapat tepat sasaran dan keluhan dapat hilang.

Penatalaksanaan dari tinitus beragam, yaitu dari konseling psikologik yang berguna

untuk memberikan pengertian kepada pasien tentang tinitus ini dan cara menanganinya,

elektrofisiologik yang dapat menggunakan alat bantu dengar, terapi medikamentosa, dan

tindakan bedah.

Terapi yang saat ini sedang dikembangkan adalah TRT (Tinnitus Retraining Therapy)

dimana terapi ini menggabungkan terapi konseling dan terapi masking. Terapi ini membuat

pasien menjadi tidak sadar akan tinitusnya karena prosess habituasi. Terapi ini dilakukan 1-2

tahun.

Page 33: LONG CASE tht.pdf

PR

1. Bagaimana hubungan diet rendah garam dengan terapi non farmakologi pada kasus ini?

Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.

Ion K+ dan Na+ yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Endolimfe adalah

cairan yang memiliki komposisi ion mirip dengan cairan intraseluler dan mengisi membran

auditorius dan labirin vestibularis. Komposisi cairan ini adalah tinggi kalium dan rendah

natrium. Perilimfe berbeda dengan endolimfe, perilimfe memiliki komposisi ion mirip

dengan cairan ekstraseluler, rendah kalium dan tinggi sodium. Perbedaan kedua cairan ini

penting untuk menciptakan arus listrik yang kuat disekitar organ dan mengakibatkan

pembentukan impuls saraf pada sel rambut unit neuron aferen.

Defleksi stereosilia dengan cara terbuka dan tertutupnya kanal ion, menyebabkan aliran

ion K+ menuju sel sensori. Perubahan ion potassium dari nilai positif 80-90 mV di skala

media menjadi potensial negatif pada sel rambut luar dan dalam. Perubahan kadar ion di

endolimfe dan perilimfe akan mengakibatkan proses depolarisasi terganggu. Saat ada

stimulus berupa voltase maka kanal Na+ akan terbuka, Natrium yang banyak di luar sel akan

masuk ke dalam sel (dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah), karena ion natrium

positif, maka intrasel (endolimfe) yang semula negatif akan mengalami depolarisasi karena

perbedaan potensialnya dengan ekstrasel berkurang. Hasil deporalisasi ini akan menghasilkan

enzim cascade, melepaskan transmitter kimia dan kemudian mengaktivasi serabut saraf

pendengaran.

Natrium berperan dalam penyampaian impuls saraf/ potensial aksi dengan membuka ion

kanal jika terjadi depolarisasi membrane. Depolarisasi pada satu kanal ion dapat

menyebabkan kanal Na+ di sebelahnya membuka dan menyebabkan depolarisasi di kanal itu

dan buka kanal sebelahnya lagi dst. Sehingga jika natrium dalam perilimfe berlebih akan

merangsang terjadinya depolarisasi terus menerus yang didukung dengan proses degeneratif

dari organ corti.

2. Apakah perbedaan Aterosklerosis dengan arteriosklerosis ?

Aterosklerosis adalah penyakit kronis yang ditandai dengan penebalan dan pengerasan

dinding arteri. Lesi mengandung deposit lemak dan mengalami kalsifikasi, mengakibatkan

obstruksi pembuluh darah, agregasi trombosit dan vasokonstriksi abnormal. Aterosklerosis

atau kekakuan pembuluh darah arteri atau pengerasan arteri adalah suatu keadaan di mana

terjadinya penimbunan lemak bercampur kalsium dan sel darah pada dinding pembuluh darah

Page 34: LONG CASE tht.pdf

arteri. Aterosklerosis adalah salah satu bentuk dari arteriosklerosis. Arteriosklerosis adalah

suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya elastisitas (pengerasan) dari arteri karena

penebalan dinding pembuluh nadi yang akan menyebabkan penyakit jantung degeneratif,

stroke dan penyakit arteri lainnya. Aterosklerosis adalah penumpukan endapan jaringan

lemak (atheroma) dalam nadi. Pengendapan lemak seperti ini disebut plaque (plak), terutama

terdiri atas kolesterol dan esternya dan cenderung terjadi di titik-titik percabangan nadi

(bifurcation) sehingga mengganggu aliran darah di tempat-tempat yang memiliki aliran darah

tidak begitu keras.

Page 35: LONG CASE tht.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ilmu Kesehatan

TelingaHidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI. 2008

2. Harlod L.ABC: Ear,Nose,and throat.Edisi 6th.British:Blackwell.2013

3. Bertold L.Textbook of tinnitus.Dallas:Springer.2010

4. Ballenger JJ.Ballenger : Otolaryngology head and neck surgery 17 th. Baltimore.2010

5. Blessen M.Scott Brown : Otorhinolaryngology, Head & Neck Surgery 7 th.London:

Hodder Arnold.2007