Laptut Trauma Abdomen -Docx

30
1 TRAUMA ABDOMEN Anatomi Abdomen Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan pelvis. Rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga toraks di sebelah atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di sebelah bawah oleh suatu bidang miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis termasuk bagian dari abdomen, dan rongga abdomen meliputi juga rongga pelvis. Rongga abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga kelima. Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau dilindungi oleh dinding toraks. Sebagian dari hepar, gaster dan lien terterdapat di dalamnya. Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar organ sistem digestivus, sebagian organ urinarium, sistem genitalia, lien, glandula suprarenalis, dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan membrane serosa dari sistem digestivus. Kadang-kadang ada organ sistem digestivus yang sebagian atau sementara terletak di dalam rongga pelvis, misalnya ileum dan sebaliknya kadang-kadang organ genitalia terdapat di dalam rongga abdomen, misalnya uterus yang membesar.

description

trauma tajam tumpul abdomen

Transcript of Laptut Trauma Abdomen -Docx

Page 1: Laptut Trauma Abdomen -Docx

1

TRAUMA ABDOMEN

Anatomi Abdomen

Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan

pelvis. Rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga toraks di

sebelah atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di sebelah bawah oleh suatu

bidang miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis

termasuk bagian dari abdomen, dan rongga abdomen meliputi juga rongga pelvis.

Rongga abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga

kelima. Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau dilindungi oleh dinding

toraks. Sebagian dari hepar, gaster dan lien terterdapat di dalamnya.

Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar organ

sistem digestivus, sebagian organ urinarium, sistem genitalia, lien, glandula

suprarenalis, dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan

membrane serosa dari sistem digestivus. Kadang-kadang ada organ sistem

digestivus yang sebagian atau sementara terletak di dalam rongga pelvis, misalnya

ileum dan sebaliknya kadang-kadang organ genitalia terdapat di dalam rongga

abdomen, misalnya uterus yang membesar.

Untuk menentukan lokalisasi yang lebih teliti dari rasa nyeri,

pembengkakan atau letak suatu organ, maka abdomen dibagi menjadi sembilan

region oleh dua bidang horizontal yaitu bidang subcostalis dan bidang

transtubercularis serta dua bidang vertikal yang melalui linea midklavikularis

kanan dan kiri.

Regio abdomen tersebut adalah:3

Atas: hipokondrium kanan-epigastrium-hipokondrium kiri

Tengah: lateralis kanan-umbilikalis-lateralis kiri

Bawah: inguinal kanan-hipokondrium-inguinal kiri

Proyeksi letak organ dalam abdomen3

Page 2: Laptut Trauma Abdomen -Docx

2

Hipokondrium kanan Epigastrium Hipokondrium kiri Lobus kanan dari

hepar Kantung empedu Sebagian dari

duodenum Fleksura hepatik

dari kolon Sebagian dari ginjal

kanan Kelenjar suprarenal

kanan

Pilorus gaster Duodenum Pankreas Sebagian dari hepar

Lambung Limpa Bagian kaudal dari

pankreas Fleksura lienalis dari

kolon Kutub atas dari ginjal

kiri Kelenjar suprarenal

kiri

Lumbal kanan Umbilikal Lumbal kiri Kolon asendens Bagian bawah dari

ginjal kanan Sebagian daru

duodenum dan jejunum

Omentum Mesenterium Bagian bawah dari

duodenum Jejunum dan ileum

Kolon desendens Bagian bawah dari

ginjal kiri Sebagian jejunum

dan ileum

Inguinal kanan Hipogastrium Inguinal kiri Sekum Apendiks Bagian akhir dari

ileum Ureter kanan

Ileum Kandung kemih Uterus (pada

kehamilan)

Kolon sigmoid Ureter kiri Ovarium kiri

Trauma Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari

garis puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal.

Gerakan pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera,

pada pandangan pertama, tampaknya terisolasi ke dada.

Abdomen sering cedera baik setelah trauma tumpul dan tajam. Sekitar

25% dari semua korban trauma akan membutuhkan eksplorasi abdomen. Evaluasi

klinis abdomen dengan cara pemeriksaan fisik tidak memadai untuk

mengidentifikasi cedera intra-abdomen karena tingginya jumlah pasien dengan

perubahan status mental sekunder terhadap trauma kepala, alkohol, atau obat-

obatan, dan karena tidak dapat diaksesnya pelvis, abdomen bagian atas, dan organ

retroperitoneal untuk palpasi. Untuk alasan ini, beberapa modalitas diagnostik

Page 3: Laptut Trauma Abdomen -Docx

3

telah berevolusi selama 3 dekade terakhir, termasuk diagnostic peritoneal lavage

(DPL), ultrasonography (USG), computed tomography (CT), dan laparoskopi,

yang semuanya memiliki kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan.

Jenis Trauma Abdomen

1) Trauma Tumpul

Trauma tumpul paling sering terjadi pada kasus kecelakaan kendaraan

bermotor. Cedera terjadi sekunder terhadap geser, robek, atau kekuatan dampak

langsung. Kehadiran tanda sabuk pengaman merupakan indikasi cedera intra-

abdomen dalam setidaknya 25% kasus. Memastikan apakah hanya sabuk

pangkuan digunakan, terutama pada anak-anak. Lap-satunya hambatan pada anak-

anak mempengaruhi mereka untuk cedera intra-abdomen seperti perforasi usus

dan robekan mesenterika. Evaluasi tulang belakang lumbal direkomendasikan

karena cedera ini mungkin terkait dengan fraktur transversal tulang belakang

lumbal (Chance fracture).1

2) Trauma Tajam

Setiap luka di bawah garis yang ditarik melintang antara puting harus

diperlakukan sebagai memiliki potensi untuk lintasan intra-abdominal. Seperti

disebutkan sebelumnya, cairan intravena harus digunakan dengan bijaksana dalam

manajemen pra-rumah sakit. Sebelum tiba di Departemen Kegawatdaruratan,

pasien dapat diberikan cairan yang cukup untuk mempertahankan tekanan darah

sistolik 90 mmHg, bukan resusitasi multiliter. Jika luka tembus hadir, dimulai

terapi antibiotik dan mengelola booster tetanus awal pengobatan. 1

a) Luka tembak

Diamanatkan bahwa semua luka tembak dengan lintasan intra-abdomen

diperlukan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah menggambarkan

pendekatan yang kurang agresif untuk subset yang dipilih dengan cermat pasien

dengan trauma tembus ke perut termasuk beberapa luka tembak kecepatan rendah.

Manajemen nonoperative luka tembak yang menembus peritoneum yang

kontroversial. Pasien dengan hipotensi meskipun diberi resusitasi kristaloid akan

memerlukan laparotomi segera eksplorasi, antibiotik untuk menutupi flora pada

Page 4: Laptut Trauma Abdomen -Docx

4

abdomen, dan booster tetanus. Untuk pasien hemodinamik stabil, invasi

intraperitoneal telah dikesampingkan, manajemen konservatif luka yang dangkal

dan tangensial ke abdomen dapat digunakan. 1

b) Luka Tusukan

Pasien dengan luka tusukan memerlukan resusitasi serta booster tetanus dan

antibiotik jika kemungkinan keterlibatan intraperitoneal diduga. DPL, CT scan,

dan laparoskopi dapat digunakan. Jika kemungkinan keterlibatan peritoneal telah

dikesampingkan, pasien dapat dengan aman diarahkan kepada instruksi perawatan

luka lokal. Jika peritoneum telah terkena, diperlukan laparotomi eksplorasi.

Serupa dengan pengelolaan luka tembak kecepatan rendah seperti yang disebutkan

di atas, beberapa ahli bedah telah mulai mengamati subset yang dipilih dengan

cermat pada pasien dengan tidak ada tanda cedera intraperitoneal pada

pemeriksaan fisik atau diidentifikasi oleh modalitas pencitraan seperti CT scan. 1

a. Trauma Tajam

1.) Definisi Trauma Tajam

Trauma tajam adalah hasil dari senjata api tinggi atau kecepatan rendah,

cedera tusuk, dan penetrasi benda asing ke dalam tubuh. 2

2.) Insidensi Trauma tajam pada abdomen

Dua pertiga dari luka tusukan menembus peritoneum, dengan 50-75% dari

pasien ini memiliki cedera pembuluh darah atau organ solid yang signifikan. Luka

tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan

kolon (20%). Luka tusukan lebih sering di sebelah kiri (penyerang dominan

kanan) dan di kuadran atas. Dalam 30% dari luka tusuk perut, ada 30% diiringi

penetrasi rongga toraks. Cedera diafragma menjadi perhatian khusus dalam kasus

ini. Kematian telah dilaporkan pada 5% dari cedera tusukan serius. 2,7

Senjata api menyebabkan insiden tinggi (90%) pada peritoneum / cedera

organ solid yang serius, dengan tingkat kematian 10-30%. Luka tembak paling

sering mengenai usus halus (50%), kolon (40%), hepar (30%), dan pembuluh

darah abdominal (25%).2,7

Page 5: Laptut Trauma Abdomen -Docx

5

Kerusakan akibat dari cedera senjata api terutama disebabkan oleh dampak

kecepatan proyektil. Senjata dengan kecepatan moncong lebih besar dari 2000 ft /

detik dianggap berkecepatan tinggi , menyebabkan luka parah, dan memiliki

angka kematian 50%. Kebanyakan pistol memiliki kecepatan moncong kurang

dari 1000 ft / detik dan berkecepatan rendah. Dua pertiga dari cedera senjata api

kecepatan rendah memiliki peluru yang tersisa dalam tubuh. Organ yang terluka

oleh dampak langsung dari proyektil dan oleh efek concussive menghamburkan

energi kinetik. Proyektil primer bisa menyerang tulang, memproduksi proyektil

sekunder, dan menimbulkan kerusakan jaringan tanpa penetrasi organ langsung.

Jalur luka proyektil bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk

menentukan cedera organ. 2

Manajemen trauma darurat berfokus pada golden hour , 60 menit pertama

setelah cedera apapun, ketika dampak terbesar pada morbiditas dan mortalitas

dapat diwujudkan. Hal ini terutama berlaku dalam trauma abdomen. Kematian

dini seringkali merupakan hasil dari perdarahan yang tidak terkontrol dari organ

padat atau cedera pembuluh darah, sehingga stabilisasi dini, diagnosis, dan

intervensi operatif dapat menyelamatkan nyawa. Penyebab kematian akhir

termasuk sepsis, perdarahan yang belum diakui, cedera okultisme (misalnya,

ruptur diafragma dengan herniasi isi perut), cedera organ berongga (usus, kandung

empedu, dan kandung kemih), dan pankreas atau cedera ginjal.2

3.) Mekanisme Trauma Tajam

Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan

kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan

kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar

terhadap organ visera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation,

dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.

Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ

yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam

rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.

Page 6: Laptut Trauma Abdomen -Docx

6

Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung

jauhnya perjalanaan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan pantulan

peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ padat akan

mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru

tipe high velocity.7

4.) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang terkena

trauma, kemudian menetapkan derajat cedera berdasarkan hasil analisis riwayat

trauma. Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistimatis

meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Temuan-temuan positif

ataupun negatif didokumentasi dengan baik pada status.

Syok dan penurunan kesadaran mungkin akan memberikan kesulitan pada

pemeriksaan perut. Trauma penyerta kadang-kadang dapat menghilangkan gejala-

gejala perut. 7

a) Inspeksi

Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Adanya jejas pada

dinding perut dapat menolong ke arah kemungkinan adanya trauma

abdomen. Abdomen bagian depan dan belakang, dada bagian bawah dan

perineum diteliti apakah mengalami ekskoriasi ataupun memar karena alat

pengaman, adakah laserasi, liang tusukan, benda asing yang menancap,

omentum ataupun bagian usus yang keluar, dan status kehamilan. Harus

dilakukan log-roll agar pemeriksaan lengkap. 7

b) Auskultasi

Di ruang IGD yang ramai sulit untuk mendengarkan bising usus, yang

penting adalah ada atau tidaknya bising usus tersebut. Darah bebas di

retroperitoneum ataupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus, yang

mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka tembak atau luka tusuk

dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu diusahakan untuk

memperoleh tanda-tanda rangsangan peritoneum atau hilangnya bising

usus. Pada keaadan ini laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan. Pada

trauma tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat menentukan untuk tindakan

Page 7: Laptut Trauma Abdomen -Docx

7

selanjutnya. Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga, vertebra,

maupun pelvis bisa juga mengakibatkan ileus walaupun tidak ada cedera

intraabdominal. Karena itu hilangnya bising usus tidak diagnostik untuk

trauma intraabdominal.7

c) Perkusi

Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum dan mencetuskan

tanda peritonitis. Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani

karena dilatasi lambung akut di kwadran kiri atas ataupun adanya perkusi

redup bila ada hemoperitoneum.2 Adanya darah dalam rongga perut dapat

ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan

dengan pekak hati yang beranjak atau menghilang.7

d) Palpasi

Adanya kekakuan dinding perut yang volunter (disengaja oleh pasien)

mengakibatkan pemeriksaan abdomen ini menjadi kurang bermakna.

Sebaliknya, kekakuan perut yang involunter merupakan tanda yang

bermakna untuk rangsang peritoneal. Tujuan palpasi adalah untuk

mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas

sesudah tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan

peritonitis, yang bisanya oleh kontaminasi isi usus, maupun

hemoperitoneum tahap awal.7

5.) Evaluasi luka tusuk

Sebagian besar kasus luka tembak ditangani dengan laparotomi eksplorasi

karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Luka tembak

yang tangensial sering tidak betul-betul tangensial, dan trauma akibat ledakan bisa

mengakibatkan cedera intraperitoneal walaupun tanpa adanya luka masuk. Luka

tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30% kasus mengalami

cedera intraperitoneal. Semua kasus luka tembak ataupun luka tusuk dengan

hemodinamik yang tidak stabil harus di laparotomi segera.

Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya

superfisial dan nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding abdomen,

Page 8: Laptut Trauma Abdomen -Docx

8

biasanya ahli bedah yang berpengalaman akan mencoba untuk melakukan

eksplorasi luka terlebih dahulu untuk menentukan kedalamannya. Prosedur ini

tidak dilakukan untuk luka sejenis diatas iga karena kemungkinan pneumotoraks

yang terjadi, dan juga untuk pasien dengan tanda peritonitis ataupun hipotensi.

Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk di abdomen anterior tidak menembus

peritoneum, laparotomi pada pasien seperti ini menjadi kurang produktif. Dengan

kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka diikuti sampai ditemukan

ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien mengaiami risiko lebih besar

untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah

indikasi untuk melaksanakan laparotomi. Setiap pasien yang sulit kita eksplorasi

secara lokal karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena perdarahan jaringan

lunak yang mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang

ataupun kalau perlu untuk laparotomi.7

6.) Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada trauma tajam adalah sebagai berikut:7

Cedera toraks bagian bawah

Untuk pasien asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada

diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan

pemeriksaan fisik maupun foto toraks berulang, torakoskopi atau

laparaskopi, serta pemeriksaan CT scan.

Dengan pemeriksaan tersebut kita masih bisa menemukan

adanya hernia diafragma sebelah kiri karena luka tusuk

torakoabdominal sehingga untuk luka lain diperlukan eksplorasi

bedah. Untuk luka tembak torakoabdominal, pilihan terbaik adalah

laparatomi.

Eksplorasi lokal luka dan pemeriksaan fisik serial dibandingkan

dengan Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL) pada luka tusuk abdomen

depan.

Page 9: Laptut Trauma Abdomen -Docx

9

Sebanyak 55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen

depan akan mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviserasi

omentum maupun usus halus. Untuk pasien seperti ini harus segera

dilakukan laparatomi. Untuk pasien lain, sesudah konfirmasi

adanya luka tusuk tembus peritoneum dilakukan eksplorasi lokal

pada luka sampai laparatomi. Laparatomi merupakan salah satu

pilihan relevan untuk semua pasien. Untuk pasien yang relatif

asimptomatik, pilihan diagnostik non-invasif adalah pemeriksaan

fisik diagnostik serial dalam 24 jam, DPL, maupun laparoskopi

diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik serial membutuhkan

sumber daya manusia yang besar. Dengan DPL bisa diperoleh

diagnosis lebih dini pada pasien asimptomatik dan akurasi

mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis sel seperti pada

trauma tumpul. Laparaskopi diagnostik bisa mengkonfirmasi dan

menyingkirkan tembusnya peritoneum tetapi kurang bermakna

untuk mengenali cedera tertentu.

Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan CT dengan

double atau triple kontras pada cedera fisik maupun punggung

Ketebalan otot pinggang maupun punggung melindungi

organ visera di bawahnya pada luka tusuk maupun luka tembak.

Walaupun laparatomi merupakan pilihan yang relevan, untuk

pasien asimptomatik terdapat pilihan diagnostik lain yaitu

pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple kontras atau

DPL. Dengan pemeriksaan fisik diagnostik serial untuk pasien

asimptomatik yang menjadi simptomatik, diperoleh akurasi

terutama untuk deteksi cedera retroperitoneal maupun

intraperitoneal di belakang linea aksilaris anterior.

CT scan dengan kontras memakan banyak waktu serta

membutuhkan ketelitian untuk memeriksa bagian kolon

retroperitoneal pada sisi luka tusuk. Ketajamannya sebanding

Page 10: Laptut Trauma Abdomen -Docx

10

dengan pemeriksaan fisik diagnostik serial, tetapi memungkinkan

deteksi yang lebih dini.

DPL bisa digunakan untuk screening awal. DPL (+)

menunjukkan indikasi laparatomi.

7.) Prognosis

Kadar kematian dari trauma tajam abdomen tergantung pada cedera yang

dialami. Pasien yang mengalami cedera pada dinding facia abdominal anterior

tanpa cedera peritoneal mempunyai kadar mortaliti 0% dan kadar morbidity yang

minimal dan pasien dengan cedera kompleks multiorgan dengan hipotensi, base

deficit kurang dari -15 mEq/L HCO3, temperatur kurang dari 35ᵒC dan adanya

koagulopati dapat meningkatkan kadar mortality.

Faktor – faktor yang mempengaruhi mortality pada trauma tajam

abdominal adalah:10

Jenis kelamin perempuan

Interval yang lama antara cedera dan operation

Adanya syok

Adanya cedera kranial

b. Trauma Tumpul

Data internasional yang didapat dari World Health Organization

mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh

dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil.data ini mencakup

semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab

tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.

Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau

rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan,

ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) 5.

1. Patofisiologi

Page 11: Laptut Trauma Abdomen -Docx

11

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat

kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari

ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –

faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang

terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk

menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan

dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga

tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah

kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas

adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada

benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan

tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya

yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus

dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap

permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang

disebabkan beberapa mekanisme :

Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh

gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang

letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ

padat maupun organ berongga.

Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan

gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler 4.

Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah  (misalnya akibat tinju)

biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas

tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar,

lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga.

Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua

mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi

Page 12: Laptut Trauma Abdomen -Docx

12

Kekuatan kompresi dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi

eksternal terhadap objek tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling

sering, kekuatan yang menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom

subcapsular ke organ dalam yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan

cacad pada organ berongga dan meningkatkan tekanan intraluminal secara

transient, sehingga menyebabkan ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara

ini merupakan mekanisme trauma tumpul pada usus kecil

Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear

antara benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini

cenderung menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada penghubung antara

segmen bebas dan tetap. pencukuran pasukan ini cenderung mendukung struktur

perpecahan di persimpangan antara bebas dan tetap segmen. Cedera deselerasi

klasik meliputi perdarahan hepatik sepanjang ligamentum teres dan cedera intima

pada arteri-arteri ginjal. Sebagai loop usus yang berjalanan dari perlekatan

mesenterik mereka, trombosis dan perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah

splanchnic dapat terjadi .

2. Klasifikasi

Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi :

a) Benturan benda tumpul, dgn akibat :

Perforasi pada organ visera berongga.

Perdarahan pada organ visera padat.

b) Cedera kompresi, dgn akibat :

Robekan dan hematom pada organ visera padat.

Ruptur pada organ visera berongga, krn peningkatan tekanan intra

luminer.

c) Cedera perlambatan (deselerasi), dgn akibat :

Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong8.

3. Diagnosis

a) Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:

Page 13: Laptut Trauma Abdomen -Docx

13

Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul

Jatuh dari ketinggian

Tindakan kekerasan atau penganiayaan

Cedera akibat hiburan atau wisata 6.

Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan

dalam anamnesis pasien:

A llergies

M edications

P ast medical history

L ast meal or other intake

E vents leading to presentation6.

b) Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tanda-tanda

luka luar, seperti abrasi dan atau ekimosis.

Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma

intra abdominal.( lap belt abrasions, steering wheel–shaped

contusions). dari hasil pembelajaran lap belt marks berhubungan

dengan rupturnya usus halus dan meningkatkan insidensi dari

luka pada intra abdominal lainnya.

Observasi pernapasan pasien, karena pernapasan abdominal

mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan

juga adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada

daerah abdomen.

Cullen sign (periumbilical ecchymosis) mengindikasikan

perdarahan retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak

langsung positif. Jika ditemukan memar dan bengkak pada

daerah panggul kita harus curiga kearah trauma retroperitoneal.

Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya

luka, perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar6.

2) Auskultasi

Page 14: Laptut Trauma Abdomen -Docx

14

Bising usus bias normal, menurun, atau hilang.

Abdominal bruit menandakan adanya penyakit sistem vaskuler

yang mendasari atau adanya traumatic arteriovenous fistula.

Bradikardia mengindikasikan adanya cairan bebas intraperitoneal

pada pasien dengan trauma abdomen6.

3) Palpasi

Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan hati-hati sambil

melihat respon dari pasien. Perhatikan adanya massa abnormal,

tenderness , dan deformitas.

Konsistensi yang padat dan pucat dapat menunjukkan adanya

perdarahan intraabdominal.

Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga thoraks bagian bawah

mengindikasikan kemungkinan adanya cedera lien atau hepar

yang berhubungan dengan cedera costa bawah.

Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka pada traktus

urinarius bagian bawah, seperti juga pada pelvic dan hematom

retroperitoneal. fraktur terbuka pelvis juga mengindikasikan

potensi cedera pada traktus urinarius bagian bawah cedera serta

hematom panggul dan retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka

juga berhubungan dengan angka mortalitas yang melebihi 50 %.

Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis vagina untuk

mengidentifikasi kemungkinan perdarahan atau cedera.

Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan abdomen untuk

mengevaluasi kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang

belakang. Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai dengan

akurat dari abdomen melalui berkurangnya atau hilangnya

persepsi nyeri.

Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari dilatasi sekunder

gaster yang berhubungan dengan ventilasi atau menelan udara

Page 15: Laptut Trauma Abdomen -Docx

15

Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera memberi kesan

adanya kebocoran isi usus. Peritonitis karena perdarahan

intraabdominal dapat berkembang setelah beberapa jam.

4) Perkusi

Percussion tenderness merupakan tanda peritoneal

Tenderness mandates further evaluation and probably surgical

consultation.

Tenderness mengindikasikan evaluasi lebih lanjut dan

kemungkinan konsultasi bedah

Perkusi region thoraks bagian bawah bias normal, redup, atau

timpani.

Pekak hati bias positif maupun negatip.

Nyeri ketok dinding abdomen.

Tes undulasi atau shifting dullness bisa positip maupun negatip6.

c) Pemeriksaan Imaging

1) Foto Rontgen

Pada penderita dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan

roentgen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil

melindungi tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui

udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah

diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomy segera2.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan

adanya cedera retroperitoneum.

Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang

punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral

decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal (ATLS,

1997) 2.

2) Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan

pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan kepada penderita dan

98% dianggap sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum

Page 16: Laptut Trauma Abdomen -Docx

16

Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol,

penggunaan obat terlarang

perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang

cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,

tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

pemeriksaan fisik yang meragukan

Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy

(celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya, kegemukan

yang tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang telah

ada sebelumnya.

3) Ultrasonografi atau Sonogram

(FAST) telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di Eropa

lebih dari 10 tahun dan semakin mendapatkan penerimaan di

Amerika Serikat. Akurasi diagnostic FAST’s umumnya sama

dengan ensitive selaput lavage (dpl). Studi di Amerika Serikat

selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan sonografi

sebagai pendekatan yang noninvasive untuk mengevaluasi

hemoperitoneum dengan cepat. Studi menunjukkan tingkat

ketergantungan operator, namun beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa dengan struktur sesi belajar, bahkan novice

operator dapat mengidentifikasi cairan bebas intra-abdominal,

terutama jika jumlah cairan lebih dari 500 mL .

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi dan

cedera multisistem, ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang

sonographer berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi

cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas untuk cedera organ solid

yang tidak berkapsul adalah sedang dalam penelitian. Cedera

viscus berongga jarang diidentifikasi, namun bebas cairan dapat

Page 17: Laptut Trauma Abdomen -Docx

17

dilihat dalam kasus ini. Untuk pasien-pasien dengan nyeri yang

persisten atau tenderness atau bagi berkembang menjadi gejala

peritoneal, pertimbangkan FAST sebagai pengukur komplementer

untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi .

Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari kantong

jantung (dari gambaran subxiphoid), ruang splenorenal dan

hepatorenal (misalnya, kantung Morison), paracolic gutters, dan

kantung Douglas pada panggul. Gambaran kantung Morison telah

paling ensitive, terlepas dari etiologi dari cairan .

4) Computed Tomography (CT scan)

Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT scan

sering memberikan gambar yang detil dari kelainan trauma dan

dapat membantu dalam penentuan intervensi pembedahan 2.

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma dan

perforasi dari GI tract, terutama bila CT scan dilakukan segera

setelah cedera. Cedera pancreas tidak dapat diidentifikasi pada

awal CT scan, tetapi biasanya ditemukan pada pemeriksaanfollow

up yang dilakukan pada pasien berisiko tinggi. Untuk pasien

tertentu, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

dapat melengkapi CT scan untuk menyingkirkan cedera duktus 2.

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang tinggi

dan digunakan sebagai pedoman pengelolaan nonoperative pada

cedera organ yang solid .

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk transportasi

pasien trauma dari wilayah resusitasi trauma dan waktu tambahan yang

diperlukan untuk melakukan CT scan dibandingkan dengan FAST atau dpl.

Gambaran CT yang paling baik memerlukan kontras baik melalui mulut

maupun intravena .

4. Tata Laksana

a. Terapi Konservatif:

Page 18: Laptut Trauma Abdomen -Docx

18

Terapi konservatif dilakukan apabila tidak ada indikasi laparotomi

segera atau hasil pemeriksaan penunjang tidak mengungkapkan adanya

cedera organ intraabdomen yang nyata. Terapi konservatif dengan cara

observasi, dapat dilakukan sampai 2x24 jam .

b. Terapi Operatif:

Dilakukan laparotomi eksplorasi dengan insisi median. Indikasi

laparotomi eksplorasi:

Tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, yaitu adanya syok

hipovolemi dengan distensi abdomen yang progresif.

Tanda-tanda peritonitis generalisata

Pneumoperitoneum pada foto thoraks

Pada foto thoraks tampak gambaran hernia diafragmatika (Ruptur

diafragma)

Cairan lavase keluar melalui pipa drainase rongga pleura

Pada tidakan DPL, keluar darah >10 ml atau cairan usus > jumlah

eritrosit > 100.000/mm3 cairan lava sejumlah leukosit > 500/mm

cairan lavaseamilase > 20UI/L cairan lavase .

Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika

terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera

melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas

intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) .

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo, D.S., dan Paryana, W., 2007. Dinding Abdomen. Anatomi

Tubuh Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta: 273-279.

2. Beauchamp, et al., 2008. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery. 18th

edition. USA : Elvesier, Inc.

Page 19: Laptut Trauma Abdomen -Docx

19

3. Brunicardi, FC, 2007. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA:

The McGraw-Hill Companies, Inc.

4. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk

Dokter Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.

5. Offner, P., 2013. Penetrating Abdominal Trauma Treatment &

Management. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment [Accessed 26

June 2013]

6. Isenhour J.L., Marx J., 2007. Advances in abdominal trauma. Emerg Med

Clin N Am 25 (2007), pg 713–733. Available from: http://

emed.theclinics.com. [ Accessed on: 16 May 2015]

7. Stanton-Maxey K.J, et al. 2011. Penetrating Abdominal Trauma.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview

[Accessed on 16 May 2015]