Lapsus Fix Anestesi Tumor Laring

30
Case Report Session ANESTESI PADA TUMOR LARING Oleh : Putri Ryzki Aulia 101031307 Per!e"t#r : $r% Na!&a' Puar( S"%A' )a*ia' A'e!te!i $a' Rea'i&a!i +akulta! ,e$#ktera' U'i-er!ita! A'$ala! RSUP Dr% M% D.a&il Pa$a'* 01/ 1

description

anestesi

Transcript of Lapsus Fix Anestesi Tumor Laring

Case Report Session

ANESTESI PADA TUMOR LARING

Oleh :Putri Ryzki Aulia1010313072

Perseptor :dr. Nasman Puar, Sp.An

Bagian Anestesi dan ReanimasiFakultas Kedokteran Universitas AndalasRSUP Dr. M. Djamil Padang2015DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..1BAB I: PENDAHULUAN..3BAB II: TINJAUAN PUSTAKA..4BAB III: LAPORAN KASUS....................23BAB IV: PEMBAHASAN..27BAB V: KESIMPULAN30DAFTAR PUSTAKA...31

BAB IPENDAHULUANTumor ganas laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai gambaran, diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di Indonesia menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1Tumor ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.1Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita.1Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Pada pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1Anatomi LaringLaring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki bentuk yang menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring berupa aditus laring dan batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago krikoid.2

3

Laring laki-laki dewasa terletak setinggi vertebra servikalis 3-6. Pada anak dan wanita sedikit lebih tinggi. Laring dibagi atas tiga bagian yaitu : supra glotis, glotis, dan subglotis. Supra glotis meluas dari puncak epiglotis sampai ke ventrikel laring. Glotis melibatkan pita sura sampai 5-7 mm dibawah ligamentum vokale, sedangkan subglotis dari bagian inferior glotis ke pinggir inferior kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh sebuah tulang dibagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan dan diikat satu sama lain oleh otot-otot intrinsik dan ekstrinsik.2

Gambar 1 : Pembagian laring. Dikutip dari (1) Tulang dan tulang rawan : 1. Tulang hioid Tulang hioid terletak paling atas berbentuk huruf U dan dengan mudah dapat diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis kearah atas bagian depan.2 2. Tulang rawan tiroidMerupakan tulang rawan laring yang terbesar. Terdiri dari dua lamina yang bersatu dibagian depan mengembang kearah belakang. Pada bagian atas terdapat celah yang memisahkan kedua lamina yang disebut dengan Thyroid Notch.23. Tulang rawan krikoid Terletak dibawah tulang rawan tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Bagian depan meyempit dan bagian belakang melebar, dan membentuk sebagian besar dinding belakang laring.2 4. Tulang rawan epiglotis Merupakan tulang rawan yang berbentuk pipih seperti daun dan terdiri dari jaringan tulang rawan fibroelastik.2 5. Tulang rawan aritenoid Berbentuk piramid bersisi tiga tidak teratur. Di bagian dasar tulang rawan ini membentuk persendian dengan bagian atas belakang krikoid.2 6. Tulang rawan kornikulata dan kuneiformis Tulang rawan ini terdiri dari komponen elastik. Tulang rawan kornikulata bersendi dengan permukaan datar apeks tulang rawan aritenoid. Tulang rawan kuneiformis bersendi dengan tulang rawan kornikulata dan kedua tulang rawan ini akan membentuk tonjolan pada tiap sisi posterior rima glotis.2

Gambar 2 : Anatomi laring. Dikutip dari (2)

Otot-otot laring : 1. Otot ekstrinsik keseluruhan laring, terdiri dari2 : a. Suprahioid: M.Digastrikus, M.Geniohioid, M.Stilohioid, M.Milohioid Fungsi : menarik laring kebawah b. Infrahioid: M.Sternohioid, M.Omohioid, M.Tirohioid Fungsi : menarik laring ke atas 2. Otot Intrinsik gerak sendiri-sendiri pada laring, terdiri dari2:a. Bagian lateral: M.Tiroepiglotika, M.Vocalis, M.Tiroaritenoid, M.Ariepiglotika, M.Krikotiroid b. Bagian posterior: M.Aritenoid transversum, M.Aritenoid oblique, M.Krikoaritenoid posterior Pita suara terletak didalam rongga laring, meluas dari dasar ventrikel Morgagni ke bawah sampai setinggi kartilago krikoid dengan jarak 0,8 cm sampai 2 cm. Massa pita suara berada diatas batas inferior kartilago tiroid. Secara histologi tepi bebas pita suara diliputi oleh epitel berlapis yang tebalnya 8-10 sel dan cenderung menipis pada prosesus vokalis. Pita suara terdiri dari beberapa lapisan2 : 1. Lapisan mukosa Lapisan paling luar. Terdiri dari epitel pseudostratified squamous epithelium, menutupi permukaan superior dan inferior pita suara.22. Lapisan sub epitel (lamina propia) terdiri dari 3 lapis :a. Lapisan superfisialTipis dan mengandung sedikit jaringan elastis dan kolagen. Disebut juga Reinkes Space.2b. Lapisan intermediate Terutama mangandung jaringan elastis dan membentuk sebagian dari ligamentum vokale.2c. Lapisan dalamMengandung jaringan kolagen dan membentuk sisa dari ligamentum vokale. 2 Waktu lahir pita suara panjangnya sekitar 0,7 cm, pada wanita dewasa 1,6 - 2 cm dan pada laki-laki dewasa 2 - 2,4 cm. Perpanjangan pita suara disebabkan otot krikoaritenoid dan otot tiroaritenoid. Tidak hanya panjang pita suara saja yang mempangaruhi nada tapi juga ketegangan, elastisitas pita suara dan tekanan udara di trakea. 2 Perdarahan laring berasal dari a. Laringis superior dan a. Laringis inferior. Kedua arteri tersebut mendarahi mukosa dan otot-otot laring. Vena-vena pada laring berjalan sejajar dengan arteri. 2 Laring dipersyarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.Laringis superior dan n.Laringis inferior. 2 Pembuluh limfe umumnya banyak kecuali di plika vokalis. Cairan limfe dari daerah supraglotik dialirkan melalui pembuluh limfe yang menembus daerah preepiglotik dan membran tirohioid. Daerah subglotik hanya terdapat sedikit pembuluh limfe yang dialirkan ke bawah kelenjar limfe leher dalam. 2 2.2Definisi Kanker laring merupakan tumor ganas yang timbul pada sel epitel pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian selatan. Secara anatomi tumor laring dibagi atas tiga bagian yaitu supraglotik, glotis dan subglotis. Yang termasuk supraglotis adalah permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel. Yang termasuk glotis adalah pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis.1,3

Gambar 3 : Tumor pada laring. Dikutip dari (2)2.3EpidemiologiKebanyakan ( 70 90 % ) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik merupakan 60 65 %, supraglotik 30 35 %, dan subglotik hanya 5 %. Merokok merupakan penyebab utama.32.4EtiologiPenyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu. Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.12.5Klasifikasi Tumor Ganas Laring (AJCC dan UICC 1988) Tumor Primer (T)3SupraglotisGlotisSubglotis

Tis : karsinoma insituT1 : tumor terdapat pada satu sisi suara / pita suara palsu ( gerakan masih baik ).T2 : Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa bergerak ( tidak terfiksir ).T3 :tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah ke krikod bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga preepiglotis.T4 : Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.Tis : karsinoma insitu.T1 : Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau posterior.T2 : Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir ( impaired mobility ).T3 : Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.T4 : Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.Tis : Karsinoma insitu.T1 : Tumor terbatas pada daerah subglotis.T2 : Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.T3 : Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.T4 : Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua duanya.

Penjalaran ke kelenjar limfe ( N )3Nx : Kelenjar limfe tidak teraba.N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba.N1 : Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.N2 : Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm.N2a : Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.N2b : Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm. Metastasis jauh ( M ) 3Mx : Tidak terdapat / terdeteksi.M0 : Tidak ada metastasis jauh.M1 : Terdapat metastasis jauh. Staging (Stadium) 3ST1 : T1 N0 M0ST II : T2 N0 M0ST III : T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0ST IV : T4 N0/N1 M0 T1/T2/T3/T4 N2/N3 T1/T2T3/T4 N1/N2/N3 M12.6Gambaran KlinikPaling dini adalah berupa suara parau atau serak kronik, tidak sembuh-sembuh walaupun penderita sudah menjalani pengobatan pada daerah glotis dan subglotis. Tidak seperti suara serak laringitis, tidak disertai oleh gejala sistemik seperti demam. Rasa tidak enak ditenggorok, seperti ada sesuatu yang tersangkut. Pada fase lanjut dapat disertai rasa sakit untuk menelan atau berbicara. Sesak napas terjadi bila rima glotis tertutup atau hampir tertutup tumor 80%. Sesak napas tidak timbul mendadak tetapi perlahan-lahan. Karena itu penderita dapat beradaptasi, sehingga baru merasakan sesak bila tumor sudah besar (terlambat berobat). Stridor terjadi akibat sumbatan jalan napas. Bila sudah dijumpai pembesaran kelenjar berarti tumor sudah masuk dalam stadium lanjut. Bahkan kadang-kadang tumornya dapat teraba, menyebabkan pembengkakan laring.3Bila tumor laring mengadakan perluasan ke arah faring akan timbul gejala disfagia, rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga. Apabila dijumpai kasus dengan jelas diatas, khususnya dengan keluhan suara parau lebih dari dua minggu yang dengan pengobatan tidak sembuh, diderita orang dewasa atau tua, sebaiknya penderita segera dirujuk. 32.7Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan1 :1. Anamnese 2. Pemeriksaan THT rutin 3. Laringoskopi direk 4. Radiologi foto polos leher dan dada5. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI 6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti 2.8Diagnosa Banding Tumor ganas faring dapat dibanding dengan1: 1. TBC laring 2. Sifilis laring3. Tumor jinak laring4. Penyakit kronis laring2.9Pengobatan Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.1I. PEMBEDAHANTindakan operasi untuk keganasan terdiri dari1 :A. Laringektomi 1. Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.12. Laringektomi totalAdalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea. 1 B. Diseksi Leher Radikal Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh. 1II. RADIOTERAPI Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad. Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad selama 46 minggu diikuti dengan laringektomi total. 1III. KEMOTERAPI Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000 mg/m2. 1Rehabilitasi Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. Rehabilitasi mencakup : Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation. 1Prognosa Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.1

MANAJEMEN JALAN NAPAS3.1 Anatomi Jalan Nafas

Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian berakhir di alveolar. Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu penatalaksanaan pasien selama periode operatif. Anatomi jalan nafas terbagi dalam beberapa bagian yaitu jalan nafas supraglotis, laring dan jalan nafas subglotis.2Gambar 4 : Anatomi jalan napas. Dikuti dari (5)

3.2 Perlengkapan AlatPelengkapan untuk penatalaksanaan jalan napas sulit antara lain adalah 5:1. Jalan napas (oral atau nasal)2. Face mask design dan tehniknya3. Laryngeal mask design dan tehniknya4. Esofangeal-tracheal combitube design dan tehniknya5. Trakeal tube6. Rigid laringoskop7. Specialized laringoskop8. Flexible fiberoptic bronchoscope3.3 Penilaian Jalan Napas AtasPendahuluan Jika ditelusuri ruang lingkup emergensi, pengelolaan awal pasien-pasien kritis selalu dimulai dengan ABC yaitu 5: A Airway B Breathing C CirculatingPengelolaan jalan napas (airway) dengan intubasi orotrakeal merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh sesiapapun yang bekerja di lingkungan kegawatdaruratan, oleh karena intubasi trakea lewat oral umumnya cara yang paling mudah. 5Intubasi orotrakeal meliputi visualisasi glotis secara langsung, penggunaan laringoskopi dan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea. Pada keadaan tertentu, tindakan ini secara tidak terduga sulit dilakukan artinya terjadi kegagalan melakukan intubasi endotrakeal. 5 Kesulitan intubasi trakea yang tidak diduga mungkin merupakan kurangnya pemeriksaan jalan napas yang kurang teliti dan / tidaknya uji prediksi kesulitan intubasi yang tepat. 5Definisi Terdapat dua cara yang biasa dilakukan untuk menjaga jalan napas terbuka dan pertukaran gas. Pertama, udara inspirasi dihantar lewat sungkup muka yang melekat erat pada muka pasien yang lazimnya jalan napas dari muka sampai ke pita suara tetap terbuka disebut juga ventilasi dengan sungkup muka. Kedua, jalan napas tetap terjaga terbuka sehingga udara inspirasi dihantarkan oleh pipa yang dipasang sampai melewati pita suara disebut intubasi endotrakeal. 5Istilah jalan napas sulit tidak hanya menggambarkan satu kondisi saja tetapi kesulitan dapat ditemui pada kondisi yang berbeda-beda. Perhimpunan ASA (The ASA Task Force) American Society of Anasthesiologists membagi jalan napas sulit menjadi5 :1. Kesulitan Ventilasi dengan Sungkup Muka2. Kesulitan Laringoskopi3. Kesulitan Intubasi Trakea4. Gagal IntubasiKesulitan ventilasi dengan sungkup muka adalah kondisi tidak sempurnanya memberikan ventilasi dengan sungkup mukaoleh karena tidak eratnya sungkup menempel pada muka pasien sehingga terjadi kebocoran gas yang berlebihan, sehingga terjadi kelebihan masuk dan keluarnya gas. 5 Kesulitan laringoskopi adalah kondisi tidak mampu memvisualisasi setiap bagian dari pita suara setelah beberapa kali melakukan laringoskopi. Beberapa peneliti menggunakan skoring Cormark-Lehane dalam menilai kesulitan laringoskopi. Skoring Cormark-Lehane adalah seperti berikut5 :Derajat I : Tampak seluruh bagian glotisDerajat II : Tampak sebagian glotis atau aritenoidDerajat III : Tampak epiglotis Derajat IV : Glotis maupun epiglotis tidak tampakDerajat III dan IV merupakan kondisi kesulitan laringoskopi

Gambar 5: Skor Carmark-Lehane. Dikutip dari (4)Airway management dengan intubasi orotrakeal adalah salah satu skill basic dalam critical care. Tehnik yang digunakan dalam penilaian jalan napas atas yang termasuk didalamnya adalah visualisasi pada glotis menggunakan laringoskop, menginsersi endotrakeal tube langsung ke dalam trakea dengan direct vision tanpa menggunakan alat bantu lain. Kadang-kadang terjadi kesulitan laringoskopi dan intubasi yang tidak diprediksi sebelumnya. 5Kesulitan intubasi trakea adalah intubasi trakea yang dilakukan berkali-kali dengan atau tanpa kelainan patologi trakea. Kesulitan melakukan intubasi trakea merupakan akibat kesulitan melakukan laringoskopi. Dengan demikian definisi intubasi sulit berdasarkan gabungan antara derajat kesulitan laringoskopi dan jumlah usaha dan lamanya memasukkan pipa trakea ke dalam trakea. Kasus intubasi sulit yang dilaporkan banyak disebabkan oleh karena ketidakmampuan memvisualisasi glotis (derajat III/IV Cormark-Lehane). 5Gagal intubasi adalah ketidakmampuan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea setelah uasaha lebih dari satu kali.5Menurut Italian Difficult Airway Study Group (SIAARTI), definisi jalan napas yang sulit adalah kesulitan ventilasi (baik menggunakan sungkup atau alat extraglotic) dan atau kesulitan intubasi dengan peralatan standar (laringoskop dan endotrakeal tube sederhana). Tiga komponen yang berkaitan adalah seperti berikut 5: Kesulitan Ventilasi dengan Sungkup Tidal Volume tidak dapat terpenuhi tanpa alat atau bantuan eksternal jalan nafas, prosedur standar, atau intubasi. Kesulitan laringoskopi Tidak terlihat pita suara, walaupun dengan manipulasi laring yang baik. Kesulitan Intubasi Walaupun dengan posisi kepala yang benar, manipulasi laring berdampak ke5 :a) kesulitan laringoskopi b) keperluan untuk mengulang percobaanc) kebutuhan alatd) with-drawal dan perencanaan ulang prosedur non standar prosedurPengenalan Jalan Napas Sulit1. Kelainan patologik Kelainan bawaan atau keturunan (kongenital) daerah muka dan jalan napas seperti sindroma Pierre Robin, sindrom Treacher Collins, sindrom Down dan lain-lain, trauma jalan napas dan maksilofasial, tumor dan abses jalan napas, fibrosis muka dan leher serta immobilitas servikal. Beberapa penyakit seperti obstructive sleep apneu dan diabetes meningkatkan resiko intubasi sulit. 5 Bentuk muka yang khas menyebabkan kesulitan ventilasi dengan sungkup muka meliputi mandibula yang panjang (rahang panjang), janggut lebat dan tidak adanya gigi. 52. Kelainan anatomik Rasio ukuran lidah/faring : Ukuran lidah yang dihubungkan dengan ukuran rongga mulut dapat secara mudah diukur dan diperiksa seberapa besar faring tertutup lidah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien duduk dengan posisi kepala netral, mulut dibuka maksimal dan lidah dijulur keluar tanpa mengeluarkan suara. Pemeriksaan ini dikenal dengan pemeriksaan Mallampati yang dimodifikasi menjadi empat kategori. 5

Klas I : Tampak palatum mole, palatum durum, uvula, pilar anterior dan posteriotKlas II: Tampak palatum mole, palatum durum dan uvulaKlas III: Tampak palatum mole dan dasar uvulaKlas IV: Tidak tampak palatum mole

Gambar 6: Mallampati dan klas-klasnya. Dikutip dari (4) Ektensi sendi atlanto occipital : Seperti diketahui bila posisi leher fleksi pada dada (23-25 derajat) dan sendi atlanto occipital ekstensi (kepala ekstensi pada leher), faringeal dan laringeal biasa dikenal dengan posisi Magill.5 Ukuran panjang mandibula : Jarak anterior ke laring mudah diukur dengan menggunakan penggaris atau ukuran jari tangan (panjang rahang).5 Uji menggigit bibir atas : Oleh karena variasi jarak dan gerakan rahang dan susunan/bentuk gigi sangat berperan dalam memudahkan tindakan laringoskopi dan intubasi, maka uji menggigit bibir atas dilaporkan dapat memprediksi adanya laringoskopi atau intubasi sulit, yaitu5 :

Klas I : Gigi seri bawah dapat menggigit bibir atas di atas garis vermilionKlas II : Gigi seri bawah dapat menggigit bibir atas di bawah garis vermilionKlas III: gigi seri tidak dapat menggigit bibir atas.

Klas II dapat memprediksi intubasi sulit dengan sensitivitas 76,5%, spesifisitas 88,7% dan nilai prediksi positif 28,9%

Gambar 7: Uji menggigit bibir atas. Dikutip dari (3) Berat badan : Obesitas yaitu berat badan lebih dari 110 kg atau Indeks Massa Tubuh lebih dari 30 kg/m2 merupakan faktor risiko kesulitan laringoskopi bila disertai dengan Klas III/IV Mallampati. 5Pemeriksaan-pemeriksaan di atas merupakan evaluasi jalan napas rutin yang harus dilakukan dalam mengidentifikasi kemungkinan adanya kesulitan laringoskopi maupun intubasi. 53.4 Pengelolaan Jalan Napas Sulit : Algoritme ASAPendahuluan Kesulitan jalan napas, kesulitan memberikan ventilasi atau intubasi trakea yang sulit merupakan masalah kegawatan yang apabila tidak diketahui sebelumnya dapat mengakibatkan kematian. Oksigenasi dan ventilasi yang tidak cukup dilaporkan menjadi penyebab utama (75%) terjadinya henti jantung. Oleh karena itu untuk menghadapi kasus-kasus jalan napas sulit, maka harus mengikuti suatu prosedur perencenaan yang matang. 5 Salah satu prosedur yang bisa digunakan sebagai pedoman adalah The American Society of Anesthesiologists Difficult Airway Algorithm. Tujuan dari pedoman ini adalah untuk memfasilitasi pengelolaan jalan napas sulit dalam usaha untuk menurunkan akibat-akibat merugikan yang terjadi. 5 Pedoman1. Evaluasi jalan napasTahapan-tahapan evaluasi jalan napas terdiri dari anamnesis yang dapat mendeteksi adanya kesulitan jalan napas dan juga pemeriksaan fisik yang dapat mendeteksi karakteristik yang mengindikasikan jalan napas sulit. 5 2. Persiapan dasar untuk pengelolaan jalan napas sulit5 : Persiapan peralatan khusus untuk pengelolaan jalan napas sulit sehingga dapat tersedia dengan cepat pada saat dibutuh. Menginformasikan kepada pasien atau pihak keluarga yang bertanggungjawab terhadap prosedur dan risiko dalam mengatasi kesulitan jalan napas dan mendapatkan persetujuan dari mereka. Memperhatikan kemungkinan dari kebutuhan suplai oksigen pada saat pengelolaan jalan napas sulit.3. Stategi intubasi pada jalan napas sulit Tentukan dampak klinik dari masalah-masalah pengelolaan dasar yang mungkin terjadi secara terpisah atau kombinasi 5:-Intubasi yang sulit-Ventilasi yang sulit-Pasien yang tidak kooperatif pada saat intubasi trakea Perhatikan keuntungan dan kerugian dari pilihan-pilihan pengelolaan dasar5-Untuk pendekatan pertama intubasi, penggunaan tehnik bedah atau non bedah-Pertahan ventilasi spontan pada saat intubasi-Intubasi sadar atau intubasi dengan pembiusan totalEvaluasi Jalan NapasAnamnesis dan pemeriksaan fisik data memberikan petunjuk untuk memperkirakan adanya jalan napas yang sulit. Evaluasi ASA menunjukkan bahwa banyak kasus gugatan berawal dari tidak adanya evaluasi jalan napas preoperative ini meliputi antara lain5 :1. Riwayat kesulitan intubasi sebelumnya2. Kelainan congenital atau didapat dari penyakit yang sudah ada sebelumya3. Riwayat tindakan bedah dan anestesi sebelumnya4. Pemeriksaan fisik jalan napas akan meningkatkan deteksi dini adanya gangguan jalan napas, terutama pada saat melakukan anestesi dan pengelolaan jalan napas pada semua pasien5. Tidak ada alat diagnostik rutin yang dipakai untuk skrening kesulitan jalan napasPrediksi Kesulitan Jalan Napas1. Obstruksi jalan napas2. Tidak adanya gigi3. Bentuk wajah rusak/tidak normal (trauma, luka bakar, skar dan kelainan anatomis) 5Penyebab Obstruksi Jalan NapasKongenital /GenetikInfeksiMedicalTrauma/Tumor

Large tonsilTonsilitis Fibrosis kistikTrauma laring

MakroglosiaAbses peritonsilerSpasme laringHematoma

Mikrognotia Abses retrofaringAngiodma Smoke inhalation

Large adenoidEpiglotitis, laringitisInflamasi , asmaBenda asing

Prediksi Kesulitan Laringoskopi1. Leher pendek2. Pergerakan kepala dan leher terbatas3. Pergerakan rahang4. Mandibula (rahang) terlebih maju ke depan5. Gigi tongos5Beberapa Keadaan Menyebabkan Kesulitan Laringoskopi1. Tumor, abses atau hematom2. Luka bakar3. Angioneurotik edema4. Trauma5. Arthritis rematoid6. Kelainan kongenital7. Operasi daerah mulut atau leher5Penyebab Kesulitan Intubasi : 4D1. Distorsi (edema, darah, muntah, tumor dan infeksi)2. Dismobiliti (atlanto occipital, C spine)3. Disproporsi (tyomental, Mallampati)4. Dentis (gigi tongos) 5Persiapan Dasar untuk Pengelolaan Kesulitan Jalan NapasJika terdapat atau suspek kesulitan jalan napas anestesiolog harus5 :1. Informed consent2. Menyiapkan satu set alat khusus untuk pengelolaan jalan napas (satu set alat intubasi, ETT, nasofaringeal tube, LMAs)3. Menyiapkan asisten untuk membantu penatalaksanaan ventilasi dan intubasi4. Preoksigenasi dengan masker oksigenStrategi Intubasi / Ventilasi pada Kesulitan Jalan Napas1. Jika akan melakukan intubasi, harus dipikirkan kemungkinan terdapat kesulitan dalam satu atau secara bersama-sama adanya5 : Kesulitan ventilasi Kesulitan intubasi Kesulitan trakeostomi Pasien tidak kooperatif2. Harus dipertimbangkan dengan cermat memperhatikan faktor untung rugi terhadap beberapa pilihan5 : Intubasi sadar atau intubasi dengan induksi (bius) Tehnik non invasive atau invasive ( trakeostomi atau krikotirotomi) Spontan atau dilumpuhkan3. Identifikasi jika terutama dilakukan 5: Intubasi sadar Tidak masalah dalam ventilasi tetapi sulit intubasi Keadaan yang mengancam nyawa dimana pasien tidak dapat diventilasi dan diintubasiPemilihan Intubasi Sadar Bisa Dilakukan Dengan ;1. Laringoskop direk2. Blind orotracheal atau nasotracheal intubasi3. Retrograde intubasi4. Fibreoptic5 Tehnik Pengelolaan Kesulitan Jalan Napas Tehnik kesulitan intubasiTehnik kesulitan ventilasi

1. Altenatif pemilihan blade laringoskop yang lebih sesuai2. Posisi Sniffing jika tidak ada masalah vertebra cervikal3. Intubasi sadar4. Blind intubasi5. Fibreoptik6. Intubasi dengan stilet7. LMA8. Retrograde intubasi9. Invasive (surgical or percutaneous tracheostomy and cricothyrotomy)1. Oral atau nasofaringeal tube2. Posisi Sniffing jika tidak ada masalah vertebra cervikal3. Minta bantuan asisten untuk membantu memegang masker ventilasi4. Esofangeal-trakeal combitube ventilasi5. LMA6. Invasive

4. Monitor : Capnograph5. Algoritme Pengelolaan Jalan Napas Sulit Menurut ASA53.5 Pengelolaan Jalan Napas Sulit : Tehnik-Tehnik PilihanBeberapa alat dan tehnik telah banyak digunakan dalam mengatasi kasus-kasus jalan napas sulit, ventilasi sulit, intubasi sulit atau kombinasi keduanya antara lain adalah5 : Awake intubation Blind oral / nasal intubation Retrograde intubation Gum eleastic Bueqie Esophageal-tracheal combitube Laryngeal Mask Airway (LMA) Flexible Fiberoptic Laryngoscope Fiberoptic Intubation Glidescope Video Intubation SystemIntubasi Retrograde Jalan masuk dari endotracheal tube dapat dibantu oleh guide wire melalui membrane krikotiroid menuju jalan nafas atas dengan cara retrograde. Tehnik ini dapat dipergunakan dengan menggunakan alat bantu yang sudah disediakan dalam kotak perlengkapan yang tersedia. Dengan latihan, tehnik ini dapat dilakukan dengan jangka waktu yang tidak lama. 5Krikotiroidotomi Jalan nafas dapat melewati membran krikotiroid dengan membuat insisi pada membran ini atau dengan menusukan jarum dan guide wire. Endotrakeal tube kemudian dapat masuk ke trakea dan kemudian pasien dapat diventilasi. Beberapa set alat perlengkapan ini sudah tersedia untuk mempermudah tehnik ini dilakukan. 5Trakeostomi Pada beberapa pasien trakeostomi harus dilakukan sebagai jalan nafas alternatif, kadang juga dilakukan pada pasien yang sadar. Pendekatan pembedahan ini merupakan salah satu cara agar pasien dapat diventilasi. 5Fiberoptic Bronchoscopic Intubation (FBI) Menggunakan bronkoskop flexible untuk intubasi. Banyak perusahaan sudah membuat scopes untuk intubasi dengan bentuk lebih panjang dan lebih kecil diameternya dari ukuran standard diagnostik bronchoscopes. 5

BAB IIILAPORAN KASUS

Identitas Pasien:Nama : Tn. HJenis Kelamin : Laki-lakiUsia : 72 tahunMR : 003692Anamnesis :Seorang pasien laki-laki usia 72 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr M.Djamil Padang pada tanggal 17 Februari 2015 dengan diagnosa Tumor LaringAnamnesis Penyulit Anestesi : Asma (-) DM (-) Alergi (-) Angina Pectoris (-) Hipertensi (-) Penyakit Hati (-) Penyakit ginjal (-) Gigi palsu (-) Kejang (-) Batuk (-) Pilek (-) Demam (-) Kelainan kardiovaskuler ( ada sinus bradikardi dan VES Frequent)Riwayat Obat yang sedang/telah digunakan: Anti hipertensi (-) Anti reumatik (-) Anti diabetik (-)

Riwayat operasi sebelumnya : tidak adaRiwayat anastesi sebelumnya : tidak adaKebiasaan buruk sehari-hari yang mempersulit operasi :Merokok : (-)Alkohol : (-)Obat penenang : (-)Pemeriksaan fisik : K UKESTDNdNFSTSedangCMC120/8082x/I22x/I36,8oCMata : konjunctiva tak anemis, skera tidak ikterik, pupil isokorMulut: Nyeri pada lidah dan suara serakJalan nafas : sulit dinilai dikarenakan ada tumor laring yang menutupi 2/3 plika vokalisParu : vesikuler, rh -/-, zh -/-Jantung : Irama teratur, bising (-) sinus bradikardi ( 50x/i )Abdomen : mual (-) muntah (-), bising usus (+)Genitalia : Kateter (-)Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, udem (-)Neurologis : defisit neurologis (-), hemiparesis (-)Laboratorium : Darah :Hb: 14,00 gr%Leukosit: 11.600 /mm3Trombosit : 263.000Hematokrit : 42PT : 10,4APTT : 33,8Rontgen thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normalEKG : Sinus Bradikardi dan VES frequentKonsul jantung : Resiko kejadian kardiovaskuler perioperatif adalah kelas I dengan resiko komplikasi 1%Konsul interne : saat ini operasi terhadap pasien dapat dilakukan dengan resiko kardiovaskuler ringan-sedang, respiratori ringan, hemostasis stabil, metabolik endokrin stabilKesimpulan : ASA 2Laporan intraoperatif : Diagnosa preoperatif : Tumor Laring Jenis operasi : Tracheostomy + Biopsi dengan MLC Rencana teknik anastesi : Epidural anestesi Status fisik : ASA 3Keadaan selama pembedahan :Lama operasi : 10.00 12.00Lama anestesi : 11.00 12.00Jenis anestesi : General AnestesiPosisi : supine Infus : RLPremedikasi : FentanylMedikasi : Buvanest + fentanyl + morfinMonitoring :Pukul (WIB)Tekanan Darah (mmHg)Nadi (x/menit)

11.00190/110120

11.15185/100110

11.30160/10095

11.45150/10096

12.00140/9080

Jumlah cairan yang masuk : RL III BB : 68kg Puasa 9 jam Maintenance : (8x4)+(10x2)+50x1=102cc/jam Pengganti puasa : 102cc x 9 jam = 918cc Stres operasi : 6cc/kgBB/jam = 408cc EBV : 70xBB = 70x68=4760cc ABV = EBV x 20% = 4760 x 20% = 952cc Pemberian cairan : Jam pertama = maintenance + 50% pengganti puasa + stress operasi102 + (50% x 918 ) + 408 = 969cc 2 kolf RL Jumlah cairan : RL II kolf Perdarahan : 200cc Urin : 300ccMonitoring post operatif : Instruksi dokterBila kesakitan : Injeksi ketorolac 3x30 mg IVInfus : RLMonitor vital sign tiap 2 jam

BAB IVPEMBAHASAN4.1 Laringektomi Dengan Anestesi Umum Syarat agar operasi ini berjalan lancar adalah adanya saling pengertian dan kerjasama yang baik antara operator dan anestesiolog. Anestesiolog menyukai keamanan yang menyeluruh, dengan respirasi yang adekuat, melindungi jalan nafas bawah dan dapat mengembalikan reflek-reflek pada akhir operasi. Tujuan anestesi umum pada operasi ini adalah2:1. Untuk memudahkan pada pemasangan laringoskop dengan memakai pelemas otot sehingga mempermudah ruang gerak lapangan operasi. Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk melihat secara langsung dengan jelas lesi-lesi yang terdapat pada laring. Pelemas otot bisa didapatkan dengan obat-obat pelemas otot baik dari golongan depolarisasi seperti suksinil kolin, maupun obat golongan non depolarisasi seperti atakrium, vekuronium dan lain-lain. Yang penting diperhatikan adalah walaupun relaksasi penuh sangat dibutuhkan sampai akhir operasi namun pemulihan yang cepat sangat penting juga pada saat pasien selesai operasi. 2 2. Oksigenasi yang adekuat dan ventilasi yang baik. Untuk memperoleh oksigenasi dan ventilasi yang baik selama operasi, pasien diintubasi dengan memakai alat endotrakeal tube yang berdiameter kecil antara 4-6 mm. Alat ini juga melindungi dari aspirasi dan dapat sebagai jalan memasukkan zat anestesi inhalasi. Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis dimana ujung distalnya berada kira-kira diantara pita suara dan bifurkarsio trakea. 2 Didalam melakukan intubasi sebaiknya kita mengingat kata STATICS yaitu2:S : Scope : - Laringoskop dipilih yang sesuai dan lampunya harus terang - Stetoskop untuk memeriksa apakah ujung pipa berada ditempat yang benarT : Tube : Pipa trakea yang sesuai dengan ukuran dan sediakan satu ukuran yang lebih besar dan satu yang lebih kecil. Olesi dengan pelicin jeli. Pada bedah mikrolaring tube yang digunakan haruslah berukuran lebih kecil dari ukuran trakea pasien. A: Airway : Pipa nafas mulut faring T: Tape : Plester untuk memfiksasi pipa di mulut I : Introducer : Mandrin atau stilet untuk memandu saat memasukkan ujung pipa trakeaC : Conecter : Alat penyambung pipa ke alat anestesi S : Suction : Alat penyedot lendir/sekret dan muntah pasien Namun jika terdapat penyulit untuk dilakukan intubasi kemungkinan jalan lain adalah dengan dengan cara teknik apneu intermiten dimana pasien diberikan ventilasi O2 dengan face mask secukupnya, beberapa saat kemudian diselingi dengan periode apneu pada saat operasi berjalan. Durasi apneu ini antara 2-3 menit dan saturasi O2 diukur dengan pulse oksimeter. Resiko dari teknik ini adalah terjadinya hipoventilasi dan aspirasi pada paru-paru. Kebanyakan operator dan anestesiolog kurang menyukai teknik ini karena tidak bisa bekerja dengan nyaman.2 3. Stabilisasi Kardio Vaskular Tekanan darah dan denyut jantung sering berfluktuasi pada saat operasi berjalan, yang banyak memanipulasi jalan nafas, demikian juga pada saat pemasangan endotrakeal tube dan laringoskop. Hal ini dapat dihindari dengan membuat anestesi yang dalam disaat operasi berlangsung.2 4.2 Algoritma Manajemen Jalan Napas yang Sulit ASA 20031. Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari masalah manajemen dasar 6: Kesulitan Ventilasi Kesulitan Intubasi Kesulitan Kerjasama/Persetujuan Pasien Kesulitan Trakeostomi2. Secara aktif mencari peluang untuk memberikan oksigen tambahan selama manajemen kesulitan jalan nafas63. Pertimbangkan ciri-ciri relatif dan kelayakan pilihan manajemen dasar6 :Intubasi Sewaktu Sadar VSIntubasi Setelah Induksi / GA

Teknik Non-Invasif untuk pendekatan awal intubasiVSTeknik Invasif untuk pendekatan awal intubasi

Pemeliharaan Ventilasi SpontanVSAblasi Ventilasi Spontan

Gambar 8 : Algoritma Manajemen Jalan Napas yang Sulit ASA 2003. Dikutip dari (5)

Komplikasi Pada intubasi bisa terjadi beberapa hal komplikasi2: a. Selama intubasi bisa beresiko: trauma gigi, laserasi bibir, laring serta gusi, perangsangan saraf simpatis, spasme bronkus dan aspirasi. b. Setelah ekstubasi bisa beresiko: spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema laring, edema glotis-subglotis, infeksi faring, laring dan trakea.

BAB VKESIMPULANPenatalaksanaan yang baik harus dipikirkan pada pasien dengan anatomi jalan nafas abnormal seperti CA laring. Cara terbaik untuk memastikan penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas sulit adalah dengan mengenali kesulitan-kesulitan jalan nafas tersebut. Prediksi yang tepat adalah hal yang penting untuk dapat melakukan dan merencanakan tehnik intubasi yang aman. Preparasi termasuk mempunyai dan menggunakan rencana alternatif pada penanganan pasien jika pada rencana penanganan yang pertama gagal. Ini adalah keuntungan jika berlatih menggunakan penuntun seperti algoritma jalan nafas sulit ASA. Persiapan untuk pasien dengan jalan nafas yang sulit adalah termasuk memiliki semua perlengkapan yang dibutuhkan pada lokasi yang mudah dijangkau, contohnya kereta perlengkapan untuk jalan nafas sulit. Persiapan juga termasuk latihan, Karena semua alat perlengkapan yang dibuat untuk membantu dokter anestesi dalam mengintubasi pasien dengan jalan nafas sulit dibutuhkan penguasaan dari perlengkapan tersebut. Latihan ini harus dalam kondisi situasi yang tidak gawat darurat. 5Pada beberapa pasien tehnik tertentu dapat lebih berhasil dari tehnik yang lain karena itu dokter anestesi harus memiliki lebih dari satu pilihan penatalaksanaan pada jalan nafas sulit. Saran praktis adalah penanganan pasien akan lebih mudah jika pasien masih dapat dioksigenasi, prediksi yang tepat membuat lebih banyak pilihan penanganan, dan harus memiliki lebih dari satu pilihan penanganan. Pilihlah tehnik yang ingin dikuasai dan latih pada pasien normal untuk lebih menguasai tehnik tersebut.5

DAFTAR PUSTAKA1. Haryuna T.S.H, Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara, Tumor Ganas Laring, 2004, http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar.pdf2. Haryuna T.S.H, Bagian Anestesiologi dan Reaminasi Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara, Anestesi Umum Pada Penatalaksanaan Papiloma Laring Secara Bedah Mikrolaring, 2004, http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar2.pdf3. Seputar Kedokteran, THT, Tumor Laring, http://medlinux.blogspot.com/2012/02/tumor-laring.html4. Karikaturijo (Kedokteran Go Green), Penatalaksanaan Jalan Napas, 26 April 2010, http://karikaturijo.blogspot.com/2010/04/penatalaksanaan-jalan-nafas.html5. Pengelolaan Jalan Napas. http://www.docstoc.com/docs/111871147/Pengelolaan-Jalan-Nafas6. Airway Management http://bentollenaar.com/_MM_Book/Ch.5.htm