lapsus anestesi umum bayi

34
LAPORAN KASUS ANESTESI EKSTIRPASI KISTA DERMOID PADA BAYI UMUR 6 BULAN Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik di bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Dhanny Candra Adiatma 22010114210149 Pembimbing : dr. Nur Hajriya KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

description

lapsus anestesi

Transcript of lapsus anestesi umum bayi

LAPORAN KASUS ANESTESI

EKSTIRPASI KISTA DERMOID PADA BAYI UMUR 6 BULAN

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Dhanny Candra Adiatma

22010114210149

Pembimbing :

dr. Nur Hajriya

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

S E M A R A N G

2 0 1 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan

anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau

justru sangat tua. Oleh karenanya, kondisi medis yang mendasari keadaan

pasien tersebut dapat memperberat risiko anestesi, demikian juga halnya

respon pasien terhadap obat-obat anestesi yang diberikan. Seringnya, pasien-

pasien mata yang mendapat pengobatan sehubugan dengan penyakit mata yang

mereka derita dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

tatalaksana anestesi. Pada operasi mata, dokter anestesi harus memperhatikan

regulasi tekanan intraokuler, pencegahan reflex okulokardiak dan penanganan

akibatnya, mengontrol perluasan gas intraokuler dan dibutuhkan untuk

mengerjakan kemungkinan efek sistemik obat-obat mata.

Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi mata merupakan hal yang

penting bagi seorang dokter anestesi, diantaranya adalah pemahaman tentang

tekanan intra okuler (TIO) serta bagaimana tekanan tersebut dapat dipengaruhi

oleh beberapa penyakit dan obat-obatan, termasuk obat-obat yang digunakan

dalam tindakan anestesi. Ada berbagai efek obat-obat anestesi pada tekanan

intraokuler. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang

proporsional sesuai dalamnya anestesi. Manajemen anestesi berperan penting

dalam berhasil atau tidaknya pembedahan mata.

Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara

sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Perbedaan dengan

anestesi lokal antara lain, pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit setempat

sedangkan pada anestesi umum seluruh tubuh. Pada anestesi lokal yang

terpengaruh saraf perifer, sedangkan pada anestesi umum yang terpengaruh

saraf pusat dan pada anestesi lokal tidak terjadi kehilangan kesadaran. Trias

anestesia terdiri dari analgesia, hipnotik dan relaksasi. Perhatian utama pada

anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan pasien, dan salah satu faktor

penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi

dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat

memberikan level anestesi yang adekuat untuk pembedahan tanpa

menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi hemodinamik.

BAB 2

ASSESMENT MEDIS

Identitas penderita

Nama : TA

Umur : 6 Bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Ruang : C1LD

No. CM : C523847

Tgl Operasi : 21 Mei 2015

Anamnesis

A. Keluhan utama:

Benjolan pada kelopak mata kiri atas

B. Riwayat penyakit sekarang :

± 2 bulan yang lalu terdapat benjolan di kelopak mata kiri bagian atas,

permukaan rata, sebesar biji kacang hijau.

± 1 minggu yang lalu benjolan bertambah besar, pasien diperiksakan ke

RSDK.

C. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat operasi (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:

Batuk (-), pilek (-), demam (-) , sesak (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada

Riwayat kejang : tidak ada

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat operasi sebelumnya : belum pernah

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : komposmentis

TV : T : afebris

N : 16x/menit

RR : 36 x /menit

BB : 7 kg

ASA : II

Kepala : mesosefal

Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-

Benjolan di mata kiri, ukuran 0,5 x 0,1 cm

Telinga : discharge (-/-)

Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I

Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)

THORAX

Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis di SIC V, 2 cm medial

LMCS

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : simetris, statis, dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan(-)

Abdomen : Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak

alih (-)

Ekstremitas : Akral dingin -/- -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin

Hb : 11,5 gr%

Ht : 33,4 % L

Eritrosit : 4,3 juta /mmk

Leukosit : 10,9 /mmk

Trombosit : 316.000 / mmk

PT : 10,4/11 detik

Elektrolit

Na : 138 mmol/L

K : 4,6 mmol/L

Cl : 103 mmol/L

Diagnosis

a. Diagnosis preoperasi:

OS kista dermoid

b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:

Tidak ada kelainan yang berkaitan dengan anestesi

Tindakan operasi

Ekstirpasi kista

Tindakan anestesi

Jenis anestesi : Anestesi umum

Risiko anestesi : Kecil

ASA : II

Premedikasi: Midazolam 1 mg

SA 0,1 mg

Anestesi :

Dilakukan secara anestesi umum (i.v intermitten dan inhalasi semiclosed)

menggunakan:

Induksi : Propofol 14 mg

Maintanance : Sevoflurane dan O2 ventilator

Mulai anestesi : 11.15 WIB

Selesai anestesi : 12.00 WIB

Lama anestesi : 45 menit

Terapi cairan :

BB : 7 kg

EBV : 80 cc/kgBB x 7 kg = 560 cc

Jumlah perdarahan : minimal

% perdarahan : -

Kebutuhan cairan :

I II III

Maintenance 28 28 28

Stress operasi 14 14 14

Pengganti

puasa

56 28 28

Total 98 70 70

Cairan yang diberikan : D5 1/4 NS 250 cc

Waktu Keterangan HR

(x/menit)

Tensi

(mmHg)

SpO2

09.05 Pre-oksigenasi 135 85/65 100

09.15 Anestesi mulai 125 90/60 100

09.45 Operasi mulai 130 80/62 100

10.10 Operasi selesai 135 85/65 100

10.15 Anestesi selesai 135 86/65 100

Pemantauan di Recovery Room

Beri oksigen 1 L/menit nasal kanul atau 6 L/menit dengan masker

Bila Steward Score ≥ 5, pasien boleh pindah ruangan

Bila pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+) boleh

minum ASI bertahap

Perintah di ruangan :

Awasi TV setiap ½ jam selama 24 jam

Program cairan D5 ¼ NS 8 tetes/menit

Jika menggigil diberi selimut hangat

Pasien resiko jatuh

Bila terjadi kegawatan hubungi anestesi

Program analgetik injeksi paracetamol 1,5 cth/8 jam jika demam

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Premedikasi

Maksud dan tujuan dari premedikasi yang terpenting adalah :

1. Untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut , cemas dan gelisah

sehingga anak menjadi tenang ketika masuk kamar operasi.

2. Memudahkan dan melancarkan induksi anastesi.

3. Mencegah terjadinya perubahan perubahan psikologis atau perilaku

pasca anestesi / bedah.

4. Mengurangi sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.

5. Sebagai vagolitik – mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat

anastesi , rangsangan fisik , atau manipulasi pembedahan.

3.2 Jenis Obat Premedikasi

Sesuai dengan maksud dan tujuan dari premedikasi , maka obat yang

dipilih umumnya dari golongan anti kholenergik , sedative hipnotik dan

narkotik analgetik.

A. Golongan Anti Kholinergik

1. Sulfas Atropin dan Skopolamin

Atropin lebih unggul dibandingkan skopolamin untuk mengendalikan

bradikardia dan aritmia lainnya terutama pada bayi usia kurang dari enam bu-

lan. Biasanya bradikardia timbul karena manipulasi pembedahan atau karena

obat obat anestesi seperti halothan dosis tinggi dan suksinilkolin. Sedangkan

apabila diharapkan mengurangi sekresi lair liur ( Drying Effect ) yang disertai

dengan efek sedasi dan amnesia maka sebaiknya dipilih skopolamin. Atropin

dan skopolamin sebaiknya tidak diberikan kepada penderita dengan suhu tinggi

dan takikardia. Dosis sulfas atropine : 0,02 – 0.03 mg /kg BB. 

  2 .Glikopirolat

Merupakan senyawa garam amonium kwartener dengan khasiat anti

kholenergik yang kuat dan panjang efek sampingnya tidak begitu kuat diband-

ing dengan sulfas atropin. Glikopirolat sering digunakan sebagai alternative

pilihan lain sealain ataropi. Dosis : 5 – 10 U gr / kg BB intra vena.   

B. Golongan Hipnotik Sedatif

1 . Diazepam

Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan seba-

gai premedikasi untuk anak , karena berkhasiat menenangkan pada sek-

itar 80% kasus tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali menimbulkan

muntah. 

2 . Midazolam

Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air

dengan waktu kerja sangat cepat dan lama kerja yang tidak terlalu lama

Dapat diberikan secara parenteral dan oral. Dosis : IM : 0,05 mg per kg

BB Per oral : 7,5 – 15 mg, Per rectal : 0,35 – 0.45 mg per kg BB.

3 . Promethazine ( Phenergan )

Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi

cukup baik , dapat diberikan secara peroral dengan dosis 1mg per kg

BB. Dosis maksimal 30 mg.

4 . Trimeprazine ( Valergan )

Telah digunakan untuk premedkasi pada anak sejak tahun

1959 , dalam bentuk larutan dengan dosis 2 – 4 mg per kg BB per oral

2 jam sebelum induksi. Dengan dosis ini cukup efektif untuk anak usia

2 – 10 tahun. Kerugian dari obat ini menimbulkan takikardia post oper-

atif , tetapi keuntungannya selain menimbulkan sedasi , juga bersifat

anti emetic.    

5 . Barbiturat

Terdapat dua sediaan yang sering digunakan untuk premedikasi

yaitu Pentobarbitone ( Nembutal ) dan Quinal Barbitone ( Seconal )

diberikan secara oral 1 ½ jam pra bedah dengan dosis 2 – 5 mg per kg

BB. Obat ini tidak pernah diberikan pada bayi dibawah usia 6 bulan

karena metabolismenya lama dan juga tidak dianjurkan untuk diberikan

secara intramuskular karena akan menimbulkan rasa sakit , nekrosis

dan abses.

C. Golongan Narkotik Analgetik

Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi /

anak kecil karena sering menimbulkan rasa pusing, mual , muntah dan

sampai depresi pernafasan. Pemberian morfin biasanya diberikan atas

indikasi adanya cacat jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05

– 0,20 mg per kg BB IM , 1 jam pra bedah. Meperidine

( Pethidin ) merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan

dan juga sering menimbulkan muntah sehingga jarang dipergunakan

untuk premedikasi pada anak. Methadone merupakan obat golongan

narkotik yang dapat diberikan per oral dengahn dosis 0,1 – 0,3 mg per

kg BB.

3.3 Cara Pemberian Premedikasi

  Sampai saat ini belum ditemukan cara cara pemberian premedikasi

pada bayi /anak yang dianggap ideal yaitu sederhana , efektif , dan tidak

menimbulkan trauma psikis. Metoda yang lazim dipakai adalah:

 1 . Cara Parenteral ( IM / IV )

Masih sering dipergunakan , walaupun sering ditolak oleh anak karena

rasa takut akan jarum dan sakit. Pemberian premedikasi secara parenteral

( IM /IV ) memerlukan pendekatan secara psikologis dan perlu pengalaman/

ketrampilan menyuntik . Hampir seluruh obat premedikasi dapat diberikan se-

cara parenteral.

2 . Per oral

Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada bayi / anak

yang masih kecil karena tidak akan menimbulkan trauma atau rasa sakit. Agar

pemberian secara oral ini dapat lebih efektif , biasanya waktunya lebih lama

dan agar anak / bayi suka biasanya dicampur dengan aroma obat yang lain agar

terasa manis dan disukai. Kerugian dari pemberian secara per oral :

a) ditakutkan volume lambung akan bertambah , sehingga dapat terjadi re-

gurgitasi dan aspirasi, terutama pada waktu induksi. Tetapi masalah ini

dapat diatasi dengan cara pemberian cukup hanya minum satu sendok

makan saja dan tanpa susu.

b) kadang kadang aroma obat tidak enak dan sering ditolak.

c) absorbsi dilambung sukar untuk dipastikan sehingga tidak dapat di-

pastikan apakah obat sudah berefek.

d) tidak semua obat premedikasi bisa diabsorbsi dilambung.

e) kesulitan mendapatkan obat premedikasi yang dapat diberikan peroral.

3. Per rectal

Pemberian premedikasi secara rectal seringkali disebut sebagai anestesi

basal. 

4 . Per Nasal

Obat diberikan secara tetesan atau semprotan (“nose spray “ ) kedalam

mukosa hidung. Selanjutnya obat akan diserap lewat mukosa hidung dan ma-

suk dengan cepat kedalam sirkulasi darah karena mukosa hidung kaya akan

pembuluh darah. Pemberian obat secara ini akan dengan cepat memberikan

efek , sehingga kadang kadang disebut sebagai Pra Induksi.

Permasalahan Dalam Induksi.   

Seperti pemberian premedikasi , induksi juga menjadi permasalahan

pada bayi dan anak sehingga penata laksanaan anestesi pada anak mempunyai

perhatian yang khusus. Induksi anestesi harus dilakukan secara halus dan hati

hati, penuh dengan kesabaran dan sebelumnya harus dilakukan pendekatan se-

cara psikologis. Sampai saat ini dikenal tiga metode / cara induksi yang lazim

digunakan yaitu Inhalasi , Parenteral dan Per Rectal Induksi anestesi pada

bayi / anak selalu menimbulkan masalah baik dengan metoda inhalasi , par en-

teral maupun per rectal . Pada induksi anestesi inhalasi bayi akan menahan

nafas , kadang kadang timbul spasme laring dan distensi lambung, pemasangan

masker juga sangat sulit . Kesulitan induksi anestesi cenderung berkurang den-

gan bertambahnya usia bayi / anak.

Aspek anestesi pada pasien anestesi

Anestesi dapat menyebabkan dilatasi vena, merangsang masuknya

cairan ke dalam rongga ketiga (third space) dan juga menekan fungsi jantung.

Secara umum angka kematian akibat operasi tergantung dari 4 faktor risiko

utama, yaitu usia, penyakit penyerta, prosedur bedah, dan perawatan

perioperatif termasuk anestesi.

Efek obat –obat anestesi pada tekanan intraokuler

Umumnya obat –obat anestesi lain yang rendah tidak berefek pada

tekanan intraokuler. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang

proporsional sesuai dalamnya anestesi. Penyebab penurunannya multipel

antara lain ; penurunan tekanan darah mengurangi volume koroidal, relaksasi

otot-otot ekstraokuler menurunkan tekanan dinding bola mata, kontriksi pupil

memudahkan aliran aquos. Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan

intraokuler. Mungkin pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan

tekanan darah arteri dan tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.

Status fisik

Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pre medikasi, selanjutnya dapat

dibuat penilaian status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien ke dalam

beberapa tingkatan pasien berdasarkan kondisi pasien :

ASA I : Pasien tidak memiliki kelainan organik, fisiologis, biokimia,

atau gangguan psikiatri.

ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan

oleh kondisi yang akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses

patofisiologi lainnya.

ASA III : Keterbatasan melakukan aktivitas, pasien dengan penyakit

sistemik berat.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam

nyawa dan menyebabkan keterbatasan fungsi.

ASA V : Penderita yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam

dengan atau tanpa operasi.

ASA E : Bila operasi dilakukan darurat / cito.

Tahapan anestesi

1. Stadium 1 (analgesia)

Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,

berteriak, menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)

Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan

tidur (pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menu-

rut kehendak

Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke

kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas

tanpa ditahan

Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi

gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya

ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum

tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).

Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,

frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil

midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks

laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.

Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,

lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum

tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis

total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan

kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat

menurun).

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat

vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat

meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.

Anestesi umum

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).

Komponen anesthesia yang ideal terdiri:

1. hipnotik

2. analgesia

3. relaksasi otot

Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap

tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan

respon reflek autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer,

tetap perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.

Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan

sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika

yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.

Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai

pasien sama sekali tidak sadar.Obat anestetika yang masuk ke pembuluh darah

atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh

obat anestetika ialah jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak,

sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dsb. Anestesi

umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

1. Anestesi Intra vena

Keuntungan cara ini adalah selain cepat juga praktis karena dapat

berjalan secara mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus.

Kerugiannya biasanya sangat sukar untuk memasang infus dan anak anak /

bayi sering berontak juga kesukaran mencari pembuluh vena. Untuk

memudahkan pemasangan infus, ada beberapa pegangan :   - lakukakan dahulu

pendekatan secara psikologis - cari pembuluh darah yang meyakinkan sehingga

dapat sekali tusuk, misalnya vena dilengan bagian dorsalis. - apabila kesukaran

mendapatkan vena , bisa memakai jarum sayap dahulu, sebaiknya

mempergunakan jarum sayap no 25/27 - dapat memakai anastesi lokal atau

spray agar tidak terlalu sakit. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik

sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi,

atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk

menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas

buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya

menggunakan propofol.

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol

mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap

senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.

Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan

pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Obat-obat yang dapat dipergunakan :

 

1. Pentothal

Dapat diberikan pada bayi / anak hanya perlu diiingat neonetus sangat peka

terhadap obat ini dan metabolisme berlangsung lama. Dosis untuk induksi

bayi / anak : 4 – 5mg per kg BB

2. Methohexital (Brevital)

Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis 1,5 mg per kg BB.

Sebagai pilihan alternatif dari pentothal , biasanya pemulihan lebih cepat

dibanding pentothal dan pada anak sering menimbulkan twitching otot dan

singultus apabila dosisnya tinggi. Karena obat ini sering menimbulkan rasa

sakit pada dinding pembuluh darah , maka pemakaian sering dicampur

dengan lidocaine 2% . Liu et al melakukan penelitian pada anak usia 6 – 15

tahun induksi anesthesia dengan dosis 1 – 2 mg per kg BB , memberikan

hasil yang baik.

3. Diazepam.

Masa pemulihan obat ini lebih lama dari pentothal atau methohexitol.

Dosis : 0,4 mg per kg BB, diberikan hati hati Karena menimbul kan rasa

sakit pada pembuluh darah.

4. Ketamin.

Dosis 2 mg per kg BB, dalam waktu 1 – 2 menit anak sudah tidur ,

dipergunakan untuk tindakan yang tidak memerlukan relaksasi, nafas

spontan dan yang diutamakan khasiat analgetiknya. Ketamin sering

menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca

anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi

buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mida-

zolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intra-

vena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.

5. Propofol

Cukup efektif untuk anak anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit dan

terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik yang khusus.

Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi

intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif

0.2 mg/kg. 

6. Midazolam

Tergolong benzodiazepine yang larut dalam air , tidak menyebabkan rasa

sakit pada pembuluh darah. Dosis : 0,15 mg per kg BB, induksi dengan obat

ini berlangsung cepat. Mekanisme kerja dan efek sama dengan diazepam,

tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x

diazepam, metabolisme di hepar.

2. Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan

aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi

digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam

kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan

rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada

permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan

sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan

pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi

intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman

anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

Cara pemberian anestesi inhalasi:

• Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di

depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak

diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara

terbuka.

• Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya

untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

• Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang

dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi

dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia

dapat dihindari dengan pemberian O2.

• Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi

dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang

mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan

lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether,

cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara

maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane)

dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform). Obat yang dipakai adalah:

1. Sevofluran

Merupakan halogenasi eter, Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat

dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang

jalan napas. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan

aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada lapo-

ran toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat

dikeluarkan oleh badan.

2. Halothane

Merupakan gas anestesi inhalasi yang sering dipergunakan untuk bayi /

anak karena baunya tidak merangsang dan induksi bisa berjalan mulus dan

lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian yang disebut “drug induced

hepatitis” pada pemakaian yang berulang terutama pada anak anak usia diatas

14 tahun. Induksi anestesi berlangsung cepat, mulus dan lancar dibandingkan

dengan obat anestesi lainnya, karena baunya enak dan tidak merangsang. MAC

untuk neonatus 0,87% , Bayi 1,02% , Anak 1,20% dan dewasa 0,75%. Efek

samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggu-

naan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

3. Isoflurane

Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding halothan

sehingga secara teoritis induksianestesi dan pemulihan berlangsung sangat

cepat. Gas ini hampir tidak mengalami metabolisme dalam tubuh dan

dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna . Baunya agak tidak sedap

dan sedikit merangsang jalan nafas , sehingga kadang kadang bayi / anak

menahan nafas atau batuk . Induksi anestesi dengan isoflurane perlu

pengalaman yang cukup dan penuh perhatian, karena baunya yang tidak sedap

dan merangsang jalan nafas dimana kadang kadang bayi / anak akan menahan

nafas. Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,

meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan

keadaan tegang.

4. Enflurane

Induksi anestesi dengan gas ini tidak begitu lancar dan mulus , anak

sering menahan nafas, batuk batuk, dapat terjadi spasme larynx. Koefisien

kelarutan gas`dalam lemak lebih rendah dari halothan , induksi lebih cepat dari

halothan dan pemulihannyapun lebih cepat. Efek samping: hipotensi, menekan

pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi

(menggigil), serta mual dan muntah.

5. Desfluran

Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek

klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan

anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus  (TEC-6).

Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Merangsang

jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi

Efek samping

Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek

samping dan yang terpenting adalah :

1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan

oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O

dan eter.

2. Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan

isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga

merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi

ringan.

3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, se-

hingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.

5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan

(menggigil) pasca-bedah.

BAB 4

PEMBAHASAN

Tehnik dan alat alat anestesi yang dipakai untuk bayi dan anak anak

pada umumnya berbeda dengan alat yang dipakai oleh dewasa. Anatomi dan

fisiologi pada bayi dan anak anak berbeda dengan dewasa juga psikologisnya

sangat berbeda. Oleh karena hal tersebut maka pengelolaan dan tehniknyapun

berbeda dengan dewasa. Penyulit yang ada adalah usia yaitu masuk dalam

kategori bayi (6 bulan. Pada pasien bayi, kadar obat yang dibutuhkan lebih

sedikit daripada pasien dewasa pada umumnya. Selain itu perubahan-

perubahan fisiologis pada pasien ini dapat mengakibatkan perbedaan prosedur

anestesi jika dibandingkan pasien dewasa.

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien bayi diperlukan

beberapa pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum

pasien, jenis dan lamanya pembedahan, dan bidang kedaduratan. Metode

anastesi sebaiknya seminimal mungkin mendepresi pernapasan dan jantung,

sifat analgesik cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis pada pasien,

toksisitas rendah, aman, nyaman, dan memungkinkan operator bekerja optimal.

Pada tindakan ekstirpasi ini dipilih anestesi umum kombinasi IV

intermitten dan inhalasi. Karena mengurangi kecemasan pasien, dan efek

menurunkan tekanan intraokuler dari obat anestesi yang dipilih.

Pada premedikasi dipilih SA dan Midazolam, SA berfungsi untuk

mencegah timbulnya bradikardi, midazolam memiliki beberapa keuntungan

yaitu tidak menimbulkan nyeri di tempat suntikan, ansiolitik, sedative, anti

konvulsif, dan anterograde amnesia. Mekanisme kerja dan efeknya sama

dengan diazepam, tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek, dan

kekuatannya 1,5-3x Diazepam.

Propofol digunakan dipilih menjadi obat pilihan induksi anestesia, salah

satu kelebihannya adalah pasien merasa lebih nyaman pada periode pasca be-

dah dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah pasca bedah lebih

jarang karena propofol mempunyai efek anti muntah. Keuntungan lainnya

adalah penurunan tekanan intraokuler yang dimiliki sehingga cocok digunakan

pada operasi mata seperti ini.

Untuk pemeliharaan anestesi digunakan agen inhalasi Sevoflurane.

Induksi dengan sevoflurane memiliki keuntungan yaitu dapat menimbulkan

relaksasi yang memudahkan intubasi pada anak. agen ini nyaman dipakai

karena keuntungannya yang berbau lebih enak dan tidak iritatif pada jalan

napas dibandingkan dengan Isoflurane. Serta bersifat mudah difusi, brain

protector, dan cardio protector.

Setelah anak / bayi dioperasi harus dirawat dahulu diruang pemulihan

sampai anak / bayi tersebut pulih kesadarannya baru dikirim keruangan.

Selama diruang pemulihan , fungsi fungsi vital harus diawasi dengan seksama ,

karena anak / bayi mudah sekali jatuh kedalam kondisi yang buruk. Jangan

sampai leher anak tertekuk sehingga kekurangan oksigen, apnoe , bradikardia

dan meninggal. Anak / bayi baru dipindahkan keruangan apabila anak sudah

sadar sempurna dan pada bayi apabila sudah menangis keras.      

BAB V

KESIMPULAN

Anestesi pada bayi atau anak agak berbeda dengan anestesi pada

dewasa muda pada umumnya. Perbedaan anatomi maupun fisiologi yaitu yang

menyangkut sistem respirasi, kardiovaskuler maupun metabolisme

memerlukan perhatian dan pemilihan teknik maupun agen yang tepat.

Pemilihan teknik maupun obat anestesi yang diberikan harus disesuaikan

dengan kebutuhan pasien sebelum, pada saat operasi serta setelah operasi.