LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

60
LAPORAN TUTORIAL BLOK REPRODUKSI SKENARIO III SAYA SERING KEPUTIHAN KELOMPOK VIII YOSA ANGGA OKTAMA G0013239 YUSAK ADITYA SETYAWAN G0013241 MUHAMMAD RIZKI KAMIL G0013161 JEVI IRGIYANI G0013125 RIDHANI RAHMA V G0013201 CICILIA VIANY EVAJELISTA G0013065 NIKKO RIZKY AMANDA G0013177 SANTI DWI CAHYANI G0013213 ALIFIS SAYANDRI MEIASYIFA G0013019 ANISA KUSUMA ASTUTI G0013033 HEGA FITRI NURAGA G0013109 KHARIZ FAHRURROZI G0013131 TUTOR : ASIH ANGGRAENI, dr., Sp.OG FAKULTAS KEDOKTERAN

description

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Transcript of LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Page 1: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

LAPORAN TUTORIAL

BLOK REPRODUKSI SKENARIO III

SAYA SERING KEPUTIHAN

KELOMPOK VIII

YOSA ANGGA OKTAMA G0013239

YUSAK ADITYA SETYAWAN G0013241

MUHAMMAD RIZKI KAMIL G0013161

JEVI IRGIYANI G0013125

RIDHANI RAHMA V G0013201

CICILIA VIANY EVAJELISTA G0013065

NIKKO RIZKY AMANDA G0013177

SANTI DWI CAHYANI G0013213

ALIFIS SAYANDRI MEIASYIFA G0013019

ANISA KUSUMA ASTUTI G0013033

HEGA FITRI NURAGA G0013109

KHARIZ FAHRURROZI G0013131

TUTOR : ASIH ANGGRAENI, dr., Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2014

Page 2: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 3

SAYA SERING KEPUTIHAN

Seorang perempuan, 35 tahun, P2A0 akseptor KB IUD selama 9 tahun,

mengeluh keluar cairan warna putih kekuningan dan berbau disertai nyeri perut

sebelah kanan bawah sejak 6 bulan terakhir, sudah berobat ke bidan, tapi tidak ada

perubahan. Pasien juga mengeluh sering demam.

Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien tampak baik, namun suhu tubuh

didapatkan 38 oC. Pada pemeriksaan abdomen, teraba supel, nyeri tekan (+) di

regio iliaca dextra, teraba massa kistik dengan diameter ±8 cm, mobile,

permukaan rata. Pada pemeriksaan bimanual, portio utuh, erosi (+), teraba radix

IUD, corpus uterus ukuran normal, teraba massa kistik adnexa kanan sebesar telur

bebek, nyeri tekan (+), adnexa kiri dalam batas normal, darah (-), discharge warna

putih kekuningan. Saat massa digoyangkan, portio tidak ikut gerak.

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter menjelaskan

kondisi pasien dan menyarankan untuk melepas IUD, pemeriksaan pap smear, dan

ultrasonografi serta pemberian terapi awal.

2

Page 3: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

SEVEN JUMP

A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah

dalam skenario.

1. IUD : Intra Uterine Device / alat kontrasepsi di dalam rahim (serviks uteri).

2. Pap smear : Pemeriksaan sitologi untuk mengetahui perubahan atau

abnormalitas pada serviks uteri dengan metode usapan dan dilihat di bawah

mikroskop.

3. Adnexa : Jaringan dan organ lain di sekitar rahim, misalnya : tuba uterina,

ovarium, dan ligamentum-ligamentumnya.

4. Supel : Perabaan tumor, abses, atau benjolan yang fleksibel.

5. Keputihan : Sekret putih yang keluar dari cavum uteri dan vagina.

6. Erosi : Proses kerusakan jaringan akibat infeksi jaringan dan peradangan.

B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.

Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut

1. Apakah jenis-jenis KB?

2. Adakah kaitan KB 9 tahun dengan keluhan pasien?

3. Apakah penyebab keputihan?

4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?

5. Apakah terapi awal bagi pasien?

6. Apakah penyebab ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik?

7. Mengapa IUD disarankan untuk dilepas?

8. Mengapa disarankan pap smear dan USG?

9. Bagaimana proses muncul massa kistik?

10. Mengapa pasien demam? Apakah ada hubungannya dengan keluhan?

11. Apakah hubungan riwayat P2A0 dengan keluhan?

12. Bagaimana diagnosis, diagnosis banding, dan terapi pada pasien?

3

Page 4: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara

mengenai permasalahan.

1. Jenis-jenis KB

a. Kontrasepsi Sederhana

1) Kondom

Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis

sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat

senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu

mencegah pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa

mencapai saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk

wanita, angka kegagalan dari penggunaan kondom ini 5-21%.

2) Coitus Interuptus

Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan senggama

dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.

Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif

sehat untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi

lain, risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.

3) KB Alami

KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar

utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada

3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks.

4) Diafragma

Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma

mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat

reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan

diafragma 4-8% kehamilan.

5) Spermicida

Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan

menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina,

sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk

tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup

4

Page 5: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan

diafragma.

b. Kontrasepsi Hormonal

1) Pil KB

Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang

berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau

hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB

menekan ovulasi untuk mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung

telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk

masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium. Mini pil

dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil sangat tinggi, angka

kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi, dan 3-10% untuk mini

pil.

2) Suntik KB

Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik

KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek

sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat,

perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan

libido, dan densitas tulang.

3) Implant

Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya

dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil, implant mengandung

levonogestrel. Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan

sampai 5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan.

Efektifitasnya sangat tinggi, angka kegagalannya 1-3%.

4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD

AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang

bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang

dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula

yang batangnya hanya berisi hormon progesteron. Cara kerjanya,

5

Page 6: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

meninggikan getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai

ke rahim endometrium belum siap menerima nidasi, menimbulkan reaksi

mikro infeksi sehingga terjadi penumpukan sel darah putih yang

melarutkan blastokista, dan lilitan logam menyebabkan reaksi anti

fertilitas. Efektifitasnya tinggi, angka kegagalannya 1%.

c. Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap )

1) Tubektomi

Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara

mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi (pembawa sel

telur ke rahim), efektivitasnya mencapai 99 %.

2) Vasektomi

Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi

keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas

defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama,

efektifitasnya 99%. (Suratun, 2008)

Dalam skenario, pasien menggunakan kontrasepsi IUD. Kontrasepsi ini

memiliki dua jenis :

1) IUD Hormonal

IUD jenis ini menggunakan hormon progestin (progesteron sintetik). Cara

kerjanya adalah dengan melepaskan hormon secara konstan untuk

beberapa tahun. Hormon ini akan mencegah ovulasi dan menebalakan

mukus servix sehingga sperma tidak dapat lewat. Jika ada ovulasi dan

terjadi pelepasan ovum perubahan kondisi ini tetap akan mencegah

kehamilan karena; (1) Penebalan diniding serviks akan mencegah sperma

masuk ke dalam cavum uteri dan tuba fallopi (2) Dinding uterus yang

lengket akibat sekresi mukus tidak akan menjadi tempat yang optimal

untuk implantasi zigot dan pertumbuhannya. IUD jenis ini ada yang dapat

bertahan 3 tahun dan 5 tahun.

6

Page 7: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

2) IUD Copper/Tembaga

IUD tembaga tidak menggunakan hormon melainkan semacam kawat dari

tembaga yang dililitkan ke rangka plastik IUD. Mekanisme utamanya

adalah dengan memblokir sperma. Selain itu tembaga juga merupakan

senyawa spermicidal yang akan membunuh sel-sel sperma. Kawat

tembaga ini akan menyebabkan uterus dan tuba fallopi memproduksi

cairan yang berisi sel darah putih, ion tembaga, enzim, dan prostaglandin.

Kombinasi ini juga bersifat toksik terhadap sperma sehingga metode ini

juga sangat efektif. Biasana IUD copper dapat digunakan selama 10 tahun

(WebMD, 2013).

Efek Samping IUD

1. Perdarahan

Perdarahan sedikit – sedikit ini akan cepat berhenti. Jika pemasangan

IUD dilakukan sewaktu menstruasi , maka perdarahan yang sedikit –

sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang tersering

adalah menoragia, spotting metroragi.

Jika terjadi perdarahan banyak yang tidak dapat diatasi, sebaiknya

IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran kecil.

Jika perdarahannya sedikit – sedikit dapat diberikan pengobatan

konservatif dan jika perdarahan yang tidak terhenti dengan tindakan –

tindakan tersebut, sebaiknya IUD diangkat dan di ganti dengan cara

kontrasepsi lain.

2. Rasa nyeri dan kejang di perut

Rasa nyeri dan kejang di perut dapat terjadi segera setelah

pemasangan IUD. Biasanya rasa nyeri ini berangsur – angsur hilang

dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan

pemberian analgetik. Jika keluhan terus berlangsung, sebaiknya IUD

7

Page 8: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran yang lebih

kecil.

3. Gangguan pada suami

Kadang – kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD

sewaktu bersenggama. Disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari

porsio uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk menghilangkan

keluhan tersebut, sebaiknya benang IUD yang terlalu panjang dipotong

sampai kira – kira 2 - 3 cm dari posio uteri, sedangkan jika benang IUD

terlalu pendek, sebaiknya IUD-nya diganti. Biasanya dengan cara tersebut,

keluhan suami akan hilang.

4. Ekspulsi

Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi

biasanya terjadi sewaktu menstruasi dan dipengaruhi oleh :

a. Umur dan Paritas

Pada wanita muda, ekspulsi lebih sering terjadi daripada wanita yang

lebih tua begitu juga dengan paritas yang terlalu rendah, 1 atau 2,

kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar daripada paritas 5 atau lebih.

b. Lama Pemakaian

Terjadi paling sering pada tiga bulan pertama setelah pemasangan.

c. Ekspulsi Sebelumnya

Pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi, maka pada

pemasangan kedua kalinya terjadi ekspulsi kira – kira 50%. Jika terjadi

ekspulsi, pasangkanlah IUD dari jenis yang sama , tetapi dengan ukuran

yang lebih besar dari sebelumnya atau juga dapat diganti dengan IUD jenis

lain atau dipasang dua IUD.

8

Page 9: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

d. Jenis dan Ukuran

Jenis dan ukuran IUD sangat mempengaruhi ekspulsi. Pada Lippes

Loop, makin besar ukuran IUD maka makin kecil kemungkinan terjadinya

ekspulsi.

e. Faktor Psikis

Oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis,

maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita – wanita yang

emosional dan ketakutan. Maka kepada wanita – wanita seperti ini penting

diberikan penerangan yang cukup sebelum dilakukan pemasangan IUD

(Hakimi, 2009).

2. Adakah kaitan KB 9 tahun dengan keluhan?

Seperti yang telah kita ketahui, penggunaan KB IUD mempunyai batas

waktu tertentu, ada yang 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun. Namun kadang-

kadang waktunya tidak ‘pas’ seperti teori karena beberapa faktor. KB IUD

yang digunakan oleh pasien selama 9 tahun kemungkinan mengalami

penurunan kualitas karena telah dipakai cukup lama dan terkadang IUD dapat

melukai jaringan sekitarnya sehingga timbul erosi.

Berdasarkan skenario, erosi yang dimaksud adalah erosi portio. Erosi

portio ialah adanya keabnormalan disekitar ostium uteri eksternum berwarna

merah menyala dan agak mudah berdarah. Erosi portio dapat disebabkan

karena cervicitis kronis. Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita

yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil maupun besar pada serviks karena

partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam

endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya lalu menyebabkan infeksi menahun.

Berdasarkan derajatnya erosi portio dapat dibagi menjadi :

1. erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area portio

2. erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area portio

9

Page 10: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

3. erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area portio

Etiologi Erosi Portio :

Keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim (AKDR). Pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak

steril dapat menyebabkan terjadinya infeksi. AKDR juga mengakibatkan

bertambahnya volume dan lama haid dikarenakan darah merupakan media

subur untuk perkembangbiakan kuman penyuebab infeksi. Infeksi pada masa

reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis cervicalis dan epitel

portio berpindah, infeksi juga dapat menyebabkan menipisnya epitel portio

dan gampang terjadi erosi pada portio (hubungan seksual). Rangsangan luar

ini kadang menyebabkan epitel squamos complex di portio mati dan

digantikan oleh epitel silindris canalis cervicalis.

Patofisiologi Erosi Portio Pada Kasus :

Pada kasus dijelaskan bahwa pasien menggunakan kontrasepsi IUD.

Salah satu penyebab erosi portio adalah adanya rangsangan dari luar misalnya

IUD. IUD yang mengandung polyethilen yang sudah berkarat membentuk ion

Ca yang bereaksi dengan ion sel sehat PO4- menyebabkan

denaturasi/koagulasi membran sel sehingga terjadilah erosi portio. Selain itu

bisa juga disebabkan oleh gesekan benang IUD yang mengiritasi jaringan

lokal dan menyebabkan sel superfisialis terkelupas sehingga terjadi erosi

portio. Selain itu posisi IUD yang tidak tepat dapat menyebabkan reaksi

radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang

berlebih dan menyebabkan sel superfisialis menjadi lebih rentan dan

terjadilah erosi portio. Erosi portio dapat memicu tumbuhnya bakteri patogen.

Apabila sampai kronis dapat menyebabkan keganasan leher rahim.

Adanya infeksi dapat menyebabkan epitel portio menipis sehingga

mudah mengalami erosi yang ditandai dengan sekret bercampur

darah, metrorhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekret juga

bercampur dengan nanah, dan ditemukan ovula naboti.

10

Page 11: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Penanganan :

Erosi dapat ditangani dengan obat keras seperti AgNO3 10%

atau Albothyl yang menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan harapan

bahwa epitel tersebut akan digantikan oleh epitel squamos comples.

3. Penyebab-penyebab keputihan

Fisiologis

Keputihan yang bersifat normal (fisiologis) pada perempuan normalnya

hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya

terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan fisiologis terdiri

atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak

epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan yang patologik

terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada:

Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen;

keputihan ini dapat menghilang sendiri.

Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum atau saat koitus. Hal ini

disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina.

Waktu disekitar ovulasi, sekret dari kelenjar-kelanjar serviks uteri

menjadi lebih encer.

Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah

pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada

wanita dengan ektropion porsionis uteri

Faktor konstitusi

Keputihan juga dapat disebabkan oleh faktor konstitusi misalnya kelelahan,

stres emosional, ada masalah dalam keluarga atau pekerjaan, bisa juga karena

penyakit yang melelahkan seperti gizi yang rendah ataupun diabetes, status

imunologis yang menurun, penggunaan obat-obatan, dan diet tidak seimbang

11

Page 12: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet dengan jumlah gula yang

berlebihan karena kelebihan gula merupakan faktor pemperburuk keputihan.

Selain itu, diet juga memegang peranan penting untuk mengendalikan infeksi

jamur. Dengan makanan yang cukup gizi, bisa membantu tubuh kita

memerangi infeksi dan mencegah keputihan vagina yang berlebihan. Hindari

makanan yang banyak mengandung karbohidrat dengan kadar gula tinggi

seperti tepung, sereal, dan roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan

dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal di

dalam vagina. Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu

senyawa gula. Bakteri yang hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri

baik) meragikan gula ini menjadi asam laktat. Proses ini menghambat

pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi vagina. Gula yang

dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan bakteri lactobacillus tidak dapat

meragikan semua gula kedalam asam laktat dan tidak dapat menahan

pertumbuhan penyakit, maka jumlah menjadi meningkat dan jamur atau

bakteri perusak akan bertambah banyak.

Keputihan patologis akibat infeksi diakibatkan oleh infeksi alat

reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang bisa

disebabkan oleh infeksi gonokokus, trikomonas, klamidia, treponema,

candida, human papiloma virus, dan herpes genitalis.(Sastrawinata, 2004)

5. Terapi awal bagi pasien

Terapi awal terkait keluhan pasien

Tujuan terapi awal pada kasus skenario bertujuan antara lain untuk

a. Mencegah komplikasi.

Yaitu dengan cara melepas IUD. Penggunaan IUD dadpat meningkatkan

insidensi penyakit radang panggul. Pada Vaginosis bakterial yang merupakan

salah satu penyebab infeksi radang panggul lebih sering dijumpai pada

pemakai KDR (alat kontrasepsi dalam rahim) dibanding kontrasepsi lainnya.

12

Page 13: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

b. Mencegah syok

Peningkatan suhu (demam) yang terlalu tinggi yang diakibatkan oleh infeksi

dapat menyebabkan syokm sehingga salah satu terapi yang dapat diberikan

adalah pemberian antipiretik.

c. Memperbaiki keadaan umum pasien

Perbaikan keadaan umum pasien meliputi terapi cairan (yaitu dengan infus)

agar pasien tidak dehidrasi.

d. Mengurangi rasa sakit

Mengurangi rasa sakit yaitu dengan pemberian analgesik.

e. Kultur bakteri penyebab serta pemberian antibiotik

Disamping memperbaiki keadaan umum pasien, kultur bakteri dan pemberian

antibiotik yang tepat merupakan terapi definitif untuk penyakit infeksi seperti

penyakit radang panggul. Pemberian antibiotik dengan spektrum luas

sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya resistensi, mengingat infeksi

mungkin disebabkan oleh lebih dari 1 macam bakteri (Hakimi, 2009).

7. Pelepasan KB IUD

Dalam skenario dokter menyarankan untuk melepas IUD. Pengeluaran IUD

dilakukan atas berbagai indikasi:

- Indikasi medis (medical removal), seperti perdarahan yang hebat atau

berlangsung lama, nyeri hebat, hamil dengan IUD insitu, peradangan

panggul, berat badan berkurang banyak, dan sebagainya

- Atas permintaan suami istri

- IUD telah kadaluarsa

- Akseptor bercerai atau suami meninggal

- Tukar atau pindah cara misalnya dengan kontrasepsi mantap

- Translokasi IUD

13

Page 14: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Wanita-wanita yang menjadi reseptor AKDR pada sel-sel serviks mengalami

perubahan. Perubahan sel yang terjadi ini adalah sebagai akibat dari reaksi sel

skuamosa dari ektoserviks, sel kolumner dari endoserviks, terhadap adanya

benang AKDR di serviks uteri dan AKDR pada rahim (Daulay D, 2001).

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan teraba massa kistik di adnexa

kiri. Hal ini kemungkinan adanya lesi prakanker serviks uteri terdiri atas

Neoplasia Intraepitelial Serviks (NIS) atau Cervcical Intraepitelial Neoplatia

(CIN) dari sel epitel skuamosa serviks dan sel epitel kelenjar serviks. Lesi-

lesi yang dinyatakan dengan CIN disebut sebagai displasia. Dispalsia secara

sitologi dibagi menjadi :

a. Displasia ringan adalah sel-sel besar poligonal berukuran kurang lebih

sebesar sel intermediet normal dan sitoplasma basofilik atau orengeofilik.

Inti sedikit membesar, dengan kromatin granul halus, biasanya

bereksfoliasi sebagai sel-sel tunggal atau tersendiri.

b. Displasia sedang adalah sel-sel yang lebih kecil, ukuran lebih sebesar sel

intermediet kecil atau sel prabasal. Sel menunjukkan pembesaran initi,

kadang-kadang sedikit hiperkromatik dan membran inti teratur.

Sitoplasma sering basofilik, kadang-kadag barvakuolisasi menyerupai

sel-sel yang berasal dari endoserviks atau sel metaplastik.

c. Displasia berat terdiri atas sel-sel berukura kecil dan sering kali

bentuknya memanjang. Sel ini menunukkan pembesaran inti yang nyata,

sehingga rasio inti sitoplasma meningkat, hiperkromatik dan kromatin

menggumpal serta padat.

Namun dugaan ini belum dapat ditegakkan tanpa adanya pemeriksaan

papsmear.

8. Papsmear dan USG

USG

USG digunakan untuk melihat gambaran alat tubuh, bentuk, ukuran, gerakan,

hubungan dengan daerah sekitarnya.

14

Page 15: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Indikasi :

1. Menilai lokasi dari Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

2. Apabila teraba massa dalam daerah pelvis

3. Menentukan usia kehamilan

4. Terdapat daerah perdarahan

5. Kehamilan ektopik

Pada skenario dokter menyarankan USG untuk menilai lokasi AKDR dan

melihat masa di dalam daerah pelvis.

PAPSMEAR

A. DEFINISI

Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk

melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio

(displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker.

Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

Diagnosis dini keganasan

Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus

endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.

Perawatan ikutan dari keganasan

Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah

mendapat kemoterapi dan radiasai.

Interpretasi hormonal wanita

Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi

atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan

kemungkunan keguguran pada hamil muda.

Menentukan proses peradangan

Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai

infeksi bakteri dan jamur.

15

Page 16: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

B. PROSEDUR PEMERIKSAAN PAP SMEAR

Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:

1. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve

(cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau

tanda, dan alkohol 95%.

2. Pasien berbaring dengan posisi litotomi.

3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks

posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis.

4. Periksa serviks apakah normal atau tidak.

5. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai

dari arah jam 12 dan diputar 360˚ searah jarum jam.

6. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang

telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45˚ satu kali usapan.

7. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.

8. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke

ahli patologi anatomi.

C. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR

Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap

Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma

(CIN), dan sistem Bethesda.

Klasifikasi Papanicolaou

Hasil pemeriksaan dibagi menjadi 5 kelas yaitu:

a. Kelas I : tidak ada sel abnormal.

b. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi

adanya keganasan.

c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan

sampai sedang.

d. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.

e. Kelas V : keganasan.

16

Page 17: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Klasifikasi CIN

a. CIN I merupakan dysplasia ringan di mana ditemukan sel neoplasma

pada <1/3lapisan epitelium.

b. CIN II merupakan dysplasia sedang di mana melibatkan 1/3-2/3 lapisan

epitelium.

c. CIN III merupakan dysplasia berat/ karsinoma in situ di mana telah

mengenai 2/3-seluruh lapisan epitel tetapi membrane basalisnya masih

utuh

Klasifikasi Bethesda

1. Sel skuamosa

a. Atypical Squamous Cells Undeterminated Significance (Ascus)

b. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (Lisl)

c. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (Hsil)

d. Squamous Cell Carcinoma.

2. Sel glandular

a. Atypical Endocervical Cells

b. Atypical Endometrial Cells

c. Atypical Glandular Cells

d. Adenocarcinoma Endocervical In Situ

e. Adenocarcinoma Endocerviks

f. Adenocarcinoma Endometrium

g. Adenocarcinoma Extrauterin

h. Adenocarcinoma yang tidak bisa ditentukan asalnya (nos)

9. Proses timbulnya massa kistik

Massa kistik dapat terjadi akibat beberapasebab sebagai berikut :

Tumor

Kondisi genetic

Infeksi

Defek perkembangan embryo

17

Page 18: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Defek pada sel

Kondisi inflamasi kronis

Tersumbatnya saluran duktus

Parasit (eMedicine, 2014).

Pada kasus di skenario kemungkinan pasien mengalami pembentukan kista

akibat kondisi inflamasi kronis dimana Ia telah mengeluh sakit sejak 6 bulan.

Pembentukan ini adalah akibat dari proses peradangan. Saat tubuh terinfeksi

bakteri ada bakteri-bakteri yang melepaskan toksin yang akan merusak

jaringan dan terbentuk lubang/kawah dalam jaringan. Infeksi ini akan

mengaktifkan sistim imun sehingga terjadi pelepasan sel darah putih dan

cytokine untuk memerangi bakteri. Pada proses ini beberapa jaringan mati dan

terbentuk kawah/lubang yang akan terisi oleh pus sehingga terjadi Abscess.

Discharge pus yang terkumpul pada kawah jaringan yang rusak dapat

terkumpul menjadi massa kistik atau mengalami pengerasan/pengendapan

menjadi massa yang solid (Patient UK, 2013).

10. Penyebab terjadinya demam

Demam merupakan manifestasi klinik dari infeksi. Berdasarkan skenario

diketahui bahwa pasien menggunakan KB IUD. Efek samping dari KB ini

adalah rusaknya mukosa akibat luka yang ditimbulkan dengan pemasangan

AKDR. Rusaknya barier mukosa mengakibatkan akses bakteri untuk masuk

ke dalam organa genitalia feminina interna lebih mudah. Kolonisasi dari

kuman mengeluarkan protein pirogen eksogen yang akan memicu terjadinya

demam pada pasien (Sherwood, 2012). Demam merupakan salah satu tanda

terjadinya infeksi dimana terjadi stimulasi Toll-like Receptor (TLR) oleh

produk mikrobial atau dikeluarkannya cytokine IL-1, TNF-α, dan IL-6 yang

memicu demam dengan adanya Cyclooxygenase-2, dan aktivasi Prostaglandin

E2 di hipothalamus. (Dinarello, 2008)

18

Page 19: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

11. Hubungan P2A0 dengan keluhan

Riwayat melahirkan 2x pada pasien memungkinkan terjadinya erosi portio

sehingga dapat menyebabkan cervicitis kronis pada wanita yang pernah

melahirkan. Hal ini terjadi karena saat proses melahirkan dapat terjadi luka

kecil maupun besar pada jalan lahir pasien.

Pasien belum pernah mengalami abortus, sehingga tidak ada kaitannya.

Namun, jika pasien pernah abortus akan mempengaruhi keluhan. Karena

abortus memudahkan masuknya kuman ke serviks, sehingga dapat terjadi

infeksi menahun. Jalurnya bisa ascenden (penurunan efikasi mukosa serviks

menyebabkan peradangan) maupun descenden (berasal dari saluran

gastrointestinal)

19

Page 20: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Pasien

Usia P2A0 KB IUD Jenis-jenis KBIndikasiKontraindikasiEfek Samping

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Bimanual

Pemeriksaan Penunjang

Keluhan Penyebab

TerapiAwal

Papsmear USG

Differential diagnostic dan Diagnosis

Terapi

D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.

20

Page 21: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.

1. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien dan apa penyebab

ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik?

2. Apa diagnosis banding skenario ini? Jelaskan!

3. Apa maksud dari dislokasi dan translokasi IUD?

4. Jelaskan tentang vaginal swab!

F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru.

G. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru

yang diperoleh.

1. Interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien dan penyebab

ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik

a. Discharge putih kekuningan dan berbau menunjukan adanya

kemungkinan akibat infeksi Trichomonas vaginalis.

b. Sudah sejak 6 bulan lalu menunjukan pasien sudah mengalami fase

kronis.

c. Demam 38 oC merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi dimana

terjadi stimulasi Toll-like Receptor (TLR) oleh produk mikrobial atau

dikeluarkannya cytokine IL-1, TNF-α, dan IL-6 yang memicu demam

dengan adanya Cyclooxygenase-2, dan aktivasi Prostaglandin E2 di

hipothalamus. (Dinarello, 2008)

d. Abdomen regio iliaca dextra terasa supel, nyeri tekan, dan ada masa

kistik 8 cm, mobile, permukaan rata. Rasa nyeri ini kemungkinan

diakibatkan karena adanya inflamasi di daerah iliaca dextra tepatnya

pada adnexa yaitu tubafallopi dan ovarium. Selain itu ditemukan masa

kistik, mobile, dengan permukaan rata. Hal ini menunjukkan bahwa

benjolan ini bukan keganasan yang biasanya mempunyai permukaan

tidak beraturan. Karena itulah dicurigai bahwa pasien ini menderita

Tuba Ovarium Abses (TOA) dengan gejala-gejala yang muncul.

21

Page 22: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

e. Tidak ditemukan darah menunjukan tidak ada perdarahan maupun

trauma.

f. Saat masa digerakkan portio tidak ikut bergerak dapat disimpulkan

massa tidak berada di uterus tetapi di adnexa.

2. Diagnosis banding pada skenario

a. Chronic Cervicitis

Etiologi

Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : Trichomonas

vaginalis, Candida sp dan mikoplasma ataupun mikroorganisme aerob

dan anaerob endogen vagina seperti Streptococcus sp, Enterococus sp,

E.coli, dan Stapilococus sp. Kuman-kuman ini menyebabkan

deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam

jaringan serviks yang mengalami trauma.

Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang

menyebabkan ektropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan

intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.

Gejala Klinis

1) Flour (keputihan) hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya

berbau.

2) Sering menimbulkan erusio ( eritroplaki ) pada portio yang tampak

seperti daerah merah menyala.

3) Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang

purulen keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada

ektropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrhoe

4) Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.

5) Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam

daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini

disebabkan oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer

serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka

serviks atau karena peradangan.

22

Page 23: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

6) Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan

gangguan kemih.

7) Perdarahan saat melakukan hubungan seks.

Klasifikasi

a) Servisitis Akuta

Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorrhoe,

infeksi postabortum, postpartum, yang disebakan oleh Streptococcus sp,

Stapilococus sp, dan lain-lain. Portio merah dan membengkak dan

mengeluarkan cairan mukopurulen, akan tetapi gejala-gejala pada

serviks biasanya tidak seberapa tampak ditengah-tengah gejala lain dari

infeksi yang bersangkutan.

Pengobatan diberikan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut.

Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau dapat menjadi kronika.

b) Servisitis Kronika

Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan.

Luka-luka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus

memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endoserviks serta

kelenjar-kelenjarnya sehingga menyebabkan infeksi menahun.

Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :

1) Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis

ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini

tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang agak putih-

kuning.

2) Portio uteri disekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-

merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel portio

disekitarnya, sekret yang dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur

nanah.

23

Page 24: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

3) Sobeknya pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endoserviks

lebih kelihatan dari luar (ekstropion). Mukosa dalam keadaan demikian

mudah terkena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa

menjadi hipertropis dan mengeras, secret mukopurulen bertambah

banyak.

Diagnosis Banding

Karsinoma, lesi tuberkulosis, herpes progenitali.

Pemeriksaan Khusus

1) Pemeriksaan dengan spekulum.

2) Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.

3) Pap smear.

4) Biakan damedia.

5) Biopsi.

Penatalaksanaan

1) Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan Gonococcus dalam

secret

2) Kalau cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam

AgNO3 10 % dan irigasi.

3) Erosi dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, AgNO3 10 %

atau Albothyl yang menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan

harapan bahwa kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis

banyak

Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan

kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi.

Prognosis

Biasanya baik, namun dapat kambuh.

24

Page 25: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

b. Pelvic Inflammatory Disease

Penyakit radang panggul (PID : Pelvic Inflammatory Disease)

adalah infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi

endometrium, tuba fallopii, ovarium, miometrium, parametria, dan

peritoneum panggul. PID adalah infeksi yang paling penting dan

merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa.

Secara epidemiologik di Indonesia insidennya diekstrapolasikan

sebesar lebih dari 850.000 kasus baru setiap tahun. PID merupakan

infeksi serius yang paling biasa pada perempuan umur 16 sampai 25

tahun.

Ada kenaikan insidensi PID dalam 2 sampai 3 dekade yang lalu,

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adat istiadat sosial yang

lebih liberal, dan insidensi patogen menular seksual seperti C.

Trichomatis, dan pemakaian metode kontrasepsi bukan rintangan yang

lebih luas seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

Kurang lebih 15% kasus PID terjadi setelah tindakan seperti

biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi, dan insersi AKDR. Delapan

puluh lima persen kasus terjadi infeksi spontan pada perempuan usia

reproduksi yang secara seksual aktif.

Seperti endometritis, PID disebabkan penyebaran infeksi melalui

serviks. Meskipun PID terkait dengan infeksi menular seksual alat

genital bawah tetapi prosesnya polimikrobial.

Salah satu teori patofisiologi adalah bahwa organisme menular

seksual seperti N. Gonorrhoeae atau C. Trachomatis memulai proses

inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga

memungkinkan akses oleh organisme lain dari vagina atas serviks ke alat

genital atas.

25

Page 26: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Aliran darah menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat

genital atas dengan menghilangkan sumbat lendir serviks, menyebabklan

hilangnya lapisan endometrium, dan efek protektifnya serta

menyediakan medium yang baik untuk bakteri yaitu darah menstruasi.

Biakan endoserviks yang positif untuk patogen tertentu tidak

selalu ada kaitannya dengan biakan intraabdominal yang positif.

Isolat yang diperoleh langsung dari alat genital atas meliputi

berbagai macam bakteria, termasuk C. Trachomatis, N. Gonorrheae, dan

banyak bakteria aerobik dan anaerobik lainnya.

Pencegahan lebih ditekankan pada terapi agresif terhadapinfeksi

alat genital bawah dan terapi agresif dini terhadap infeksi alat genital

atas. Ini akan mengurangi insidensi akibat buruk jangka panjang. Terapi

pasangan seks dan pendidikan penting untuk mengurangi angka kejadian

kekambuhan infeksi.

Baik penelitian klinis maupun laboratoris telah menunjukkan

bahwa pemakaian kontrasepsi mengubah risiko relatif terjadinya PID.

Metode kontrasepsi mekanis memberikan obstruksi mekanis

ataupun rintangan kimiawi. Bahan kimia yang dipakai sebagai

spermisida bersifat letal baik untuk bakteria maupun virus.

Ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi pil dengan insidensi

PID yang lebih rendah dan perjalanan infeksi yang lebih ringan kalau

terjadi infeksi. Efek protektifnya tidak jelas, tetapi mungkin terkait

dengan perubahan pada konsistensi lendir serviks, menstruasi yang lebih

pendek, atau atropi endometrium.

Faktor Risiko

1) Riwayat PID sebelumnya.

26

Page 27: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

2) Banyak pasangan seks, didefinisikan sebagai lebih dari dua pasangan

dalam waktu 30 hari, sedangkan pada pasangan monogami serial

tidak didapatkan risiko yang meningkat.

3) Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien

dengan gonorrhea anogenital tanpa komplikasi akan berkembang

menjadi PID pada akhir atau segera sesudah menstruasi.

4) Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID tiga sampai lima

kali. Risiko PID terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan

dalam 3 minggu pertama setelah pemasangan.

Gejala dan Diagnosis

Keluhan/gejala yang paling sering dikemukakan adalah nyeri

abdominopelvik. Keluhan lain bervariasi, antara lain keluarnya cairan

vagina atau perdarahan, demam dan menggigil, serta mual dan disuria.

Demam terlihat pada 60% sampai 80% kasus.

Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang

dikemukakan sangat bervariasi. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks,

uterus, dan adneksa, PID didiagnosis dengan akurat hanya sekitar 65%.

Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik,

maka PID harus dicurigai pada perempuan berisiko dan diterapi secara

agresif. Kriteria diagnosis dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis

ketepatan terapi.

Kriteria minimum untuk diagnosis klinis (ketiga-tiganya harus ada) :

o Nyeri gerak serviks.

o Nyeri tekan uterus.

o Nyeri tekan adneksa.

Kriteria tambahan :

o Suhu oral > 38,3ºC.

o Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulen.

27

Page 28: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

o Lekosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret

vagina dengan salin.

o Kenaikan laju endap darah.

o Protein reaktif C meningkat.

o Dokumentasi laboraturium infeksi serviks oleh N. Gonorrhoeae

atau C. Trichomatis.

Kriteria diagnosis PID paling spesifik :

o Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis.

o USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh

berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau

kompleks tubo-ovarial atau pemeriksaan Doppler menyarankan

infeksi panggul. Pada pemeriksaan akan tampak ketebalan

dinding tuba uterina lebih dari 5 mm, adanya septa inkomplit

dalam tuba, cairan mengisi tuba uterina, dan tanda cogwheel.

Tuba uterina normal biasanya tidak terlihat pada USG.

o Hasil pemeriksaan laparoskopi yang konsisten dengan PID.

(Saifudin, 2002)

c. Tubo-Ovarian Abcess (TOA)

Tubo-ovarian Abscess (TOA) merupakan salah satu jenis Pelvic

Inflammatory Disease (PID). PID merupakan istilah umum untuk

infeksi/inflamasi pada organ genital wanita bagian atas dan jaringan di

sekitarnya. TOA sering terjadi akibat infeksi polimiktobial (banyak

bakteri) dan sering didominasi bakteri anaerob. TOA pada kasus

kemungkinan disebabkan karena masuknya bakteri lewat jaringan yang

erosi melalui pembuluh darah uterus karena seperti yang kita ketahui

pembuluh darah uterus, ovarium (Rr. Ovarica A. Uterina), dan tuba

uterina (Rr. Tubarius A. Uterina) tersambung. Bakteri yang masuk akan

sampai di tuba dan ovarium kemudian merusak jaringan sekitarnya.

28

Page 29: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Infeksi ini akan mengaktifkan sistim imun sehingga terjadi pelepasan sel

darah putih dan cytokine untuk memerangi bakteri. Pada proses ini

beberapa jaringan mati dan terbentuk kawah/lubang yang akan terisi

oleh pus sehingga terbentuk abscess. Discharge pus yang terkumpul

pada kawah jaringan yang rusak dapat terkumpul menjadi massa kistik

atau mengalami pengerasan/pengendapan menjadi massa yang solid.

Gejala

• Demam (kadang tidak ada).

• Jumlah sel darah putih naik (kadang tidak ada).

• Nyeri bagian bawah abdomen dan daerah pelvis.

• Vaginal discharge.

Gambaran radiologi

• Tubo-ovarian Complex (TOC) : apabila struktur tuba dan ovarium

dapat dibedakan pada massa inflamatorik.

• Tubo-ovarian Abscess (TOA) : struktur tuba dan ovarium susah

dibedakan pada massa inflamatorik.

Gambaran USG

• Terlihat gambaran multilokuler pada adnexa dengan adanya debris

(sisa jaringan), berbatas, dan berdinding tebal ireguler.

• Biasanya bilateral namun dapat unilateral.

Terapi

• Menggunakan antibiotik sesuai dengan organisme penyebab.

• Drainase absses apabila resisten antibiotik dan ukuran abscess minimal

5 cm.

(Radiopaedia, 2014)

d. Bacterial Vaginosis

Terjadi akibat pertumbuhan bakteri yang berlebihan karena

terganggunya lingkungan normal pada daerah vagina

29

Page 30: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Gejala

• Terjadi peningkatan discharge vagina.

• Warna discharge putih/abu-abu.

• Discharge tipis, encer, dan berbau amis.

• Discharge bertambah banyak setelah koitus.

Terapi

Terapi biasanya menggunakan metronidazole. Saat mengonsumsi obat

ini sampa 48 jam setelah selesai tidak boleh minum alkohol karena akan

terjadi intoleransi berupa mual dan muntah-muntah.

e. Trichomoniasis

Disebabkan oleh

infeksi Trichomonas

vaginalis. Bakteri ini

memiliki flagel yang

menyebabkan rasa gatal

pada daerah genital.

Bakteri ini hampir

selalu menyebar lewat

hubungan seksual dan

dapat bertahan selama 24 jam di lingkungan lembab sehingga handuk

basah bisa menjadi sarana transmisi bakteri ini.

Gejala

Keluar discharge warna kuning/kehijauan, berbusa, bau amis.

Inflamasi vulva/vagina.

Sering kencing.

Gatal.

Portio kemerahan.

Kadang didapatkan erosi.

30

Gambar 1 Trichomonas Vaginalis

Page 31: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Diagnosis

Pada pemeriksaan inspekulo dapat ditemukan vaginitis, dinding

dan portio nampak kemerahan pertanda terjadi peradangan. Banyaknya

fluor tergantung dari beratnya infeksi. Bisa terjadi komplikasi seperti

adneksitis, piosalphingitis, endometritis, infertilitas, serta ketuban pecah

dini yang dapat dialami oleh ibu hamil sehingga akan menyebabkan

berat bayi lahir rendah (BBLR).

Diagnosis pasti dapat ditegakkan apabila ditemukan parasit

Trichomoniasis vaginalis pada sekret vagina. Standar baku untuk

diagnosis adalah metode biakan air daging, PCR, dan PCR-ELISA (yang

paling optimal.

Terapi

Terapi biasanya menggunakan metronidazole. Saat mengonsumsi obat

ini sampa 48 jam setelah selesai tidak boleh minum alkohol karena akan

terjadi intoleransi berupa mual dan muntah-muntah.

Prognosis

Baik, asal pengobatan tepat.

f. Candidiasis.

Candida albicans merupakan salah satu flora normal di tubuh manusia.

Candidiasis terjadi akibat pertumbuhan jamur Candida albicans yang

banyak karena perubahan pH lingkungan atau turunnya daya tahan tubuh.

Gejala

• Discharge vagina bertambah banyak berwarna putih.

• Rasa gatal dan sensasi terbakar pada organ genital.

• Kemerahan di kulit.

Terapi

Terapi dengan antifungal Nastatin atau Mycostatin.

31

Page 32: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

g. Appendicitis

Appendicitis

merupakan peradangan pada

appendix, yaitu sebuah

jaringan berbentuk tubuler

yang menempel pada usus

besar. Fungsi dari appendix

sendiri belum diketahui

secara pasti, namun manusia

tetap dapat hidup tanpa adanya appendix.

Appendicitis disebabkan oleh obstuksi lumen appendix. Paling

sering oleh obstruksi karena hiperplasia limfoid akibat Inflammatory

Bowel Disease (IBD), infeksi, masuknya feses ke dalam lumen appendix,

masuknya benda asing, dan neoplasma. Appendicitis merupakan

kegawatdaruratan medis yang harus segera tangani karena apabila tidak

segera diangkat appendix akan pecah dan menyebabkan perforasi,

menyebarkan materi infeksius keluar ke dalam cavitas abdominalis dan

menyebabkan peritonitis.

Gejala

1. Nyeri bagian quadran kanan bawah abdomen

2. Nausea (pada sekitar 61-92% pasien)

3. Anorexia (pada sekitar 74-78%)

4. Muntah yang disebabkan karena rasa sakit. Apabila muntah sebelum

rasa sakit muncul menandakan obstruksi intestinum.

5. Diare atau konstipasi (pada sekitar 18% pasien)

Pemeriksaan fisik

1. Rebound tenderness

32

Gambar 2 Lokasi anatomis appendix

Page 33: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

2. Ditemukan nyeri quadran kanan bawah pada 96% pasien tapi tidak

spesifik

3. Nyeri ketika diperkusi

4. Tes Rovsing sign positif menandakan iritasi peritoneal

5. Tes Obturator sign positif menandakan inflamasi appendix berada di

dalam hemipelvis kanan

6. Tes Dunphy sign positif menandakan peritonitis terlokalisasi

Treatment

1. Pasien dengan abscess kecil dapat dilakukan appendectomy setelah

pemberian antibiotik intravena setelah 4-6 minggu.

2. Pasien dengan abscess yang besar, dilakukan drainase dengan

pemberian antibiotik intravena. Biasanya pasien memakai kateter.

Appendectomy dapat dilakukan ketika fistula (lubang) telah tertutup.

3. Pasien dengan abscess multikompartemen harus segera melakukan

drainase abscess. (Medscape, 2014)

3. Dislokasi dan translokasi

Dislokasi IUD: berpindahnya posisi IUD di dalam uterus. Hal ini terjadi

ketika IUD tidak berada lagi di tempat yang seharusnya yaitu pada fundus

rongga uterus sehingga dapat tertanam pada dinding uterus. Dislokasi IUD

dapat menimbulkan komplikasi yang serius bila tidak secepatnya

ditangani, yaitu ketika telah terjadi translokasi.

Translokasi IUD: berpindahnya IUD keluar dari uterus sehingga bisa

menyebabkan perforasi lalu masuk ke jaringan atau organ tubuh lain dan

menimbulkan komplikasi yang serius.

Gejala Klinis

Gejala yang timbul bila IUD mengalami dislokasi adalah

Nyeri abdomen

Nyeri ketika bersenggama.

33

Page 34: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Perdarahan diluar siklus menstruasi.

Sedangkan tanda terjadinya dislokasi IUD adalah terjadi kehamilan,

dimana perubahan posisi IUD yang bergeser ini 52% terjadi di leher rahim

sehingga mengurangi efektivitasnya.

Etiologi

Terjadinya dislokasi IUD kadang tidak diketahui secara pasti penyebabnya

atau idiopatik, tetapi diduga karena :

• teknik pemasangan yang kurang hati-hati.

• adanya infeksi pada uterus.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi IUD adalah dengan dilakukannya Aff

IUD, kemudian diganti dengan IUD yang baru. Jika benang IUD tidak

dapat dilihat maka alat tersebut mungkin telah lepas atau telah menembus

uterus. Pada keadaan lain, mungkin terjadi kehamilan. Setelah

menyingkirkan kehamilan, rongga uterus diperiksa secara hati-hati

menggunakan klem atau menggunakan batang khusus dengan ujung

berkait untuk menarik kembali benang tersebut.

Jika benang tidak terlihat dan alat tersebut tidak teraba melalui

pemeriksaan rongga uterus secara hati-hati, ultrasonografi dapat digunakan

untuk memastikan bahwa alat tersebut berada di dalam uterus. Jika tidak

meyakinkan atau jika tidak ada alat yang terlihat, maka foto polos

abdomen dan pelvis dilakukan, sebelumnya masukan terlebih dahulu

sonde ke dalam rongga uterus sebagai tanda letak cavum uterus di dalam

foto polos tersebut. Computed Tomography (CT) Scan, Magnetic

Resonance Imaging (MRI), dan histeroskopi merupakan alternatif lainnya.

Pendapat Ahli

Sikap sebagian besar ahli IUD mengenai translokasi ini adalah sebagai

berikut:

34

Page 35: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

1) Karena IUD tertutup (closed IUD) yang sudah berulang dapat

menimbulkan obstruksi usus (Ileus), maka sebaiknya segera

dikeluarkan dengan jalan laparoskopi, kuldoskopi atau minilaparotomi.

2) IUD yang mengandung ion-ion tembaga (Copper), karena dapat

menimbulkan perlekatan-perlekatan organ dalam perut, maka sebaiknya

segera dikeluarkan seperti di atas.

3) Sedangkan pada IUD jenis dan bentuk terbuka (open IUD), jika tidak

ada gejala dan akseptor dapat diberi pengertian, pengeluaran IUD tidak

perlu dilakukan terburu-buru. Kecuali bila oleh karena ini akseptor

menjadi tidak tenang, dan meminta dikeluarkan, maka kita wajib

mengeluarkannya.

4. Vaginal swab

Swab V atau swab vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya

mengambil sediaan seperti lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk

diperiksa sel-sel yang terkandung didalamnya dengan menggunakan

bantuan mikroskop.

Vagina swab ialah pemeriksaan cairan dari vagina dengan usapan.

Kemudian hasil usapan tersebut ditambahkan cairan fisiologis dan garam

lalu ditunggu selama 4-5 menit.

Indikasi

Indikasi vaginal swab untuk mengambil High Vagina Swab yaitu

contoh spesisemen jika seseorang itu mengalami discharge (keputihan)

yang banyak/ abnormal dari vagina.

Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena infeksi berulang.

Misalnya, keputihan yang berulang atau radang panggul yang tak kunjung

sembuh.

35

Page 36: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Prosedur vagina swab

Pemeriksa menggunakan

cotton swab/lidi kapas

untuk mengambil sedikit

spesimen (contoh) cairan

vagina untuk mengetahui

jenis organisme penyebab

gangguan genital dan

menentukan diagnosa.

Lendir/getah vagina diambil dengan lidi kapas dari fornix posterior. Lalu

masukkan ke dalam botol kecil berisi NaCl 0.9% kemudian lakukan

sentrifugasi larutan. Satu tetes larutan yang sudah disentrifuse diteteskan ke

object glass ditutup kemudian diamati di bawah mikroskop untuk melihat

Trochomonas vaginalis atau benang-benang Candida albicans.

36

Gambar 3 Prosedur melakukan vaginal swab

Page 37: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan skenario 3 blok reproduksi ‘Saya Sering Keputihan’ dibahas

macam-macam KB, berupa kondom, coitus interuptus, KB alami, diafragma,

spermisida, hormonal, maupun kontrasepsi mantap. Kemudian di bahas tentang

keputihan, baik fisiologis maupun patologis, beserta penyebabnya. Karena

keputihan yang diderita pasien berupa cairan berwarna putih kekuningan dan

berbau, di curigai merupakan keputihan patologis karena adanya infeksi. Dugaan

diperkuat dengan adanya keadaan demam yang di derita pasien.

Pada pemeriksaan abdomen teraba supel, terdapat nyeri tekan di regio

iliaca dextra, teraba massa kistik yang mobile dengan permukaan rata. Hal

tersebut menandakan adanya massa kistik yang dapat disebabkan oleh

peradangan. Pada pemeriksaan bimanual, portio utuh, terdapat erosi, teraba radix

IUD, corpus uterus normal, teraba massa kistik di adnexa kanan sebesar telur

bebek yang nyeri saat ditekan, tidak didapatkan darah, namun ditemukan

discharge warna putih kekuningan. Portio tidak bergerak saat massa digoyangkan

menandai massa bukan berasal dari uterus. Dari skenario, didapatkan diagnosis

banding berupa trichomoniasis, candidiasis, bacterial vaginosis, appendicitis, dan

Pelvic Inflammatory Disease (PID) khususnya Tuba Ovarium Abses (TOA) dan

salphingitis. Berdasarkan hasil pembahasan, disimpulkan bahwa diagnosis

penyakit pasien tersebut adalah massa dari Tuba Ovarium Abses (TOA) dengan

kemungkinan adanya infeksi Trichomoniasis.

Pasien di anjurkan untuk melepas IUD dikarenakan hasil pemeriksaan

yang mengindikasikan adanya infeksi yang dapat terjadi karena peradangan oleh

IUD. Pemeriksaan pap smear di lakukan untuk deteksi lesi pra-kanker, yang bisa

dilakukan dengan 3 sistem, yaitu Papanicolaus, CIN, atau Bethesda. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi AKDR maupun massa

kistik. Terapi awal yang dilakukan bertujuan untuk mencegah komplikasi, berupa

37

Page 38: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

pelepasan IUD, mencegah syok, memperbaiki keadaan umum pasien, mengurangi

rasa sakit, dan kultur bakteri penyebab serta pemberian antibiotik.

38

Page 39: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

BAB IV

SARAN

A. Saran untuk kelompok A8

1. Diharapkan setiap mahasiswa dapat aktif dalam diskusi, sehingga dapat

saling membagi ilmu yang didapat dengan baik.

2. Untuk kedepannya diharapkan mahasiswa dapat lebih menghargai setiap

orang yang sedang berpendapat, sehingga diskusi dapat berjalan lebih

kondusif.

3. Diharapkan setiap mahasiswa mengerti learning objectives yang harus

dicapai, sehingga tujuan dari skenario tersebut dapat tercapai.

B. Saran untuk tutor

Tutor sudah baik dalam mengarahkan jalannya diskusi untuk mencapai tujuan

pembelajaran dari skenario yang ada.

C. Saran untuk KBK

Diharapkan revisi skenario dilakukan sebelum modul tutorial dicetak dan

dibagikan kepada mahasiswa, sehingga seluruh learning objectives yang ada

tercapai.

D. Saran untuk pasien

Diharapkan pasien rutin kontrol sebagai akseptor KB IUD, dimana sekalipun IUD

termasuk alat KB yang aman, namun tetap memiliki resiko.

39

Page 40: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, et al (2001).Williams Obstetrics, 21st edition. USA : McGraw-Hill.

Dinarello CA (2008). Infection, fever, and exogenous and endogenous pyrogens:

some concepts have changed. J Endotoxin Res. 2004;10(4):201-22.

Hakimi, Mohammad. 2009. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

McKinley (2008). Knowing the difference between normal discharge and

infections. http://www.mckinley.illinois.edu/handouts/vaginal_discharge.html -

diakses 16 Maret 2015.

Medscape (2014). Appendicitis. http://emedicine.medscape.com/article/773895-

treatment diakses 16 Maret 2015.

NCHR (2013) Understanding The IUD. http://center4research.org/medical-care-

for-adults/birth-control/understanding-the-iud/ diakses 16 Maret 2015

Radiopaedia (2014). Tubo-ovarian Abscess. http://radiopaedia.org/articles/tubo-

ovarian-abscess-1 - diakses 16 Maret 2015.

Saifudin, Abdul Bari (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.

Sastrawinata, Sulaiman [et al]. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri

Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sherwood L (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC,

pp: 853-854

Skills Lab FK UNS (2015). Buku Ajar Skills Lab FK UNS Semester IV.

Surakarta : FK UNS.

40

Page 41: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK REPRO

Suratun et.al. (2008). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan

Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media.

WebMd (2013). Intrauterine Device (IUD) for Birth Control.

http://www.webmd.com/sex/birth-control/intrauterine-device-iud-for-birth-control

diakses 16 Maret 2015

41