Laporan Tutorial Sella Skenario b
-
Upload
fatimah-shellya-shahab -
Category
Documents
-
view
38 -
download
7
description
Transcript of Laporan Tutorial Sella Skenario b
![Page 1: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/1.jpg)
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B
BLOK 23
DI SUSUN OLEH :
FATIMAH SHELLYA
04111001123
Tutor : dr.Aisyah Gani
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2014
![Page 2: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/2.jpg)
GRAVE’S DISEASE DAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. KELENJAR TIROID
EMBRIOLOGI KELENJAR THYROID
Kelenjar thyroid berkembang mulai pada minggu keempat kehidupan fetal dengan
membentuk endoderm di medial, tumbuh ke bawah dari pangkal lidah. Proses tumbuh ke
bawah ini dengan cepat membentuk saluran yang disebut ductus thyroglossus. Saluran ini
bermuara pada lidah berhubungan dengan foramen secum. Ujung bawah terbelah menjadi
dua lobus dan akhirnya terletak berhubungan dengan trachea pada sekitar minggu ketujuh.
Ductus thyroglossus kemudian menghilang, tetapi bagian terbawah sering tetap ada dalam
bentuk lobus piramidalis.
Melalui pertumbuhan ke dalam dari mesenkim vaskular yang mengelilinginya, sel-sel
endodermal dipisahkan menjadi kelompokan sel kecil, yang dengan cepat membentuk suatu
lumen yang dikelilingi oleh selapis sel-sel. Koloid tampak dalam lumen pada sekitar minggu
kesebelas dan strukturnya sekarang disebut folikel. Tiroksin tampak ada dalam kelenjar pada
perkembangan saat ini.
Bersamaan dengan pembentukan lobus thyroid, berkembang pula badan
ultimobranchial dari kantong insang keempat. Badan ini terdiri atas sel-sel yang berasal dari
krista neuralis. Badan ultimobranchial menjadi satu dengan primordium thyroid dan sel-
selnya menyebar menjadi sel-sel C.
ANATOMI KELENJAR THYROID
Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah
kecoklatan dengan konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus yang
simetris. Berbentuk konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang besar.
Antara kedua lobus dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat lobus
![Page 3: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/3.jpg)
piramidalis yang bertumbuh ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada umumnya lobus
piramidalis berada di sebelah kiri linea mediana.
Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh
fascia propria yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia
pretrachealis yang membentuk false capsule.
Topografi Kelenjar Thyroid Kelenjar thyroid berada di bagian anterior leher, di
sebelah ventral bagian caudal larynx dan bagian cranial trachea, terletak berhadapan dengan
vertebra C 5-7 dan vertebra Th 1. Kedua lobus bersama-sama dengan isthmus memberi
bentuk huruf “U”. Ditutupi oleh m. sternohyoideus dan m.sternothyroideus. Ujung cranial
lobus mencapai linea obliqua cartilaginis thyreoideae, ujung inferior meluas sampai cincin
trachea 5-6. Isthmus difiksasi pada cincin trachea 2,3 dan 4. Kelenjar thyroid juga difiksasi
pada trachea dan pada tepi cranial cartilago cricoidea oleh penebalan fascia pretrachealis
yang dinamakan ligament of Berry. Fiksasi-fiksasi tersebut menyebabkan kelenjar thyroid
ikut bergerak pada saat proses menelan berlangsung. Topografi kelenjar thyroid adalah
sebagai berikut:
Di sebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m. sternohyoideus, m.
sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m. omohyoideus.
Di sebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian
profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara oesophagus
dan trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dan
nervus laryngeus recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus. Pada regio
colli, nervus vagus mempercabangkan ramus meningealis, ramus auricularis, ramus
pharyngealis, nervus laryngeus superior, ramus cardiacus superior, ramus cardiacus
inferior, nervus laryngeus reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid
body.
![Page 4: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/4.jpg)
Di sebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a. caroticus
communis, a. caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid
sheath terbentuk dari fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan
menjadi tipis pada sisi vena jugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan
pada tepi foramen caroticum, meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli
media juga membentuk fascia pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot
infrahyoideus. Pada tepi kelenjar thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus
kelenjar thyroid tetapi tidak melekat pada kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di
antara isthmus dan cincin trachea 2, 3 dan 4.
Vaskularisasi Kelenjar Thyroid
Kelenjar thyroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior, arteri thyroidea
inferior dan kadang-kadang arteri thyroidea ima (kira-kira 3 %). Pembuluh darah tersebut
terletak antara kapsula fibrosa dan fascia pretrachealis.
Arteri thyroidea superior merupakan cabang pertama arteri caroticus eksterna,
melintas turun ke kutub atas masing-masing lobus kelenjar thyroid, menembus fascia
pretrachealis dan membentuk ramus glandularis anterior dan ramus glandularis posterior.
Arteri thyroidea inferior merupakan cabang truncus thyrocervicalis, melintas ke superomedial
di belakang caroted sheath dan mencapai aspek posterior kelenjar thyroid. Truncus
thyrocervicalis merupakan salah satu percabangan dari arteri subclavia. Arteri thyroidea
inferior terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia pretrachealis dan memasok
darah ke kutub bawah kelenjar thyroid. Arteri thyroidea ima biasanya dipercabangkan oleh
truncus brachiocephalicus atau langsung dipercabangkan dari arcus aortae.
Tiga pasang vena thyroidea menyalurkan darah dari pleksus vena pada permukaan
anterior kelenjar thyroid dan trachea. Vena thyroidea superior menyalurkan darah dari kutub
atas, vena thyroidea media menyalurkan darah dari bagian tengah kedua lobus dan vena
thyroidea inferior menyalurkan darah dari kutub bawah. Vena thyroidea superior dan vena
thyroidea media bermuara ke dalam vena jugularis interna, dan vena thyroidea inferior
bermuara ke dalam vena brachiocephalica.
![Page 5: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/5.jpg)
Innervasi Kelenjar Thyroid
Persarafan simpatis diperoleh dari ganglion cervicalis superior dan ganglion cervicalis
media yang mencapai kelenjar thyroid dengan mengikuti arteri thyroidea superior dan arteri
thyroidea inferior atau mengikuti perjalanan nervus laryngeus superior ramus eksternus dan
nervus laryngeus recurrens. Serat-serat saraf simpatis mempunyai efek perangsangan pada
aktifitas sekresi kelenjar thyroid. Nervus laryngeus superior mengandung komponen motoris
untuk m. cricothyroidea, dan komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah cranial plica
vocalis. Nervus laryngeus recurrens mengandung komponen motoris untuk semua otot
intrinsik laryngeus dan komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah caudal dari plica
vocalis.
Nervus laryngeus superior mempercabangkan ramus internus dan ramus eksternus.
Ramus internus berjalan menembus membrana thyrohyoidea, dinding anterior fossa
piriformis dan mencapai otot-otot lateral serta membawa komponen sensoris untuk dinding
larynx di cranial plica vocalis dan aditus laryngeus. Sedangkan ramus eksternus
mempersarafi m. cricothyroidea. Kerusakan pada nervus laryngeus superior menyebabkan
perubahan suara yang khas dan hilangnya sensasi dalam larynx di cranial plica vocalis.
Nervus laryngeus recurrens yang terletak dalam sulkus tracheoesophagus memasuki
pharynx dengan melewati bagian profunda tepi inferior m. constrictor pharyngeus inferior
dan berada pada bagian dorsal articulatio cricothyroidea. Kerusakan pada nervus recurrens
menyebabkan paralisis plica vocalis.
Aliran Limfe Kelenjar Thyroid
Pembuluh limfe kelenjar thyroid melintas di dalam jaringan ikat antar lobulus dan
berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke
![Page 6: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/6.jpg)
lymphonodus cervicalis anterior profunda prelaryngealis, lymphonodus cervicalis anterior
profunda pretrachealis dan lymphonodus cervicalis anterior profunda paratrachealis. Di
sebelah lateral, pembuluh limfe mengikuti vena thyroidea superior dan melintas ke
lymphonodus cervicalis profunda.
Struktur Histologis Kelenjar Thyroid
Kelenjar thyroid hampir seluruhnya terdiri atas kista-kista bulat yang disebut folikel.
Folikel adalah unit struktural dan unit fungsional, terdiri atas epitel selapis kubis yang
mengelilingi suatu ruangan yang berisi koloid. Folikel-folikel bervariasi ukurannya dari
diameter sekitar 50 μm sampai 1 mm dan yang terbesar tampak secara makroskopis. Folikel
dikelilingi oleh membrana basalis yang tipis dan jaringan ikat interstisial membentuk jala-jala
retikulin sekeliling membrana basalis. Sel-sel folikular biasanya berbentuk kubis, tetapi
tingginya berbeda-beda, tergantung pada keadaan fungsional kelenjar itu. Jika thyroid secara
relatif tidak aktif, sel-selnya hampir gepeng. Sedangkan dalam keadaan kelenjar sangat aktif,
sel-sel akan berbentuk kolumnar. Namun keadaan fungsional kelenjar tidaklah harus secara
ekslusif berdasarkan pada tingginya epitel. Sel-sel folikular semuanya membatasi lumen dan
mempunyai inti bulat dengan warna agak pucat. Di ruang interfolikular, terdapat fibroblast
yang tersebar dan serat-serat kolagen yang tipis. Selain itu, terdapat sejumlah besar kapilar
tipe fenestrata yang sering berhubungan langsung dengan lamina basalis folikel.
Ultrastruktur sel-sel folikular memperlihatkan semua ciri-ciri sel yang pada saat yang
sama membuat, mengekskresikan, menyerap dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini
penuh dengan retikulum endoplasma kasar. Inti umumnya bulat dan terletak di pusat sel.
Kompleks Golgi terdapat pada kutub apikal. Di daerah ini terdapat banyak lisosom dan
beberapa fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki mikrovili. Mitokondria,
retikulum endoplasma kasar dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma. Sel-sel C terletak di
antara membrana basalis dan sel-sel folikular. Berbentuk lonjong, lebih besar dan lebih pucat
daripada sel folikular dan juga berisi inti lebih besar dan lebih pucat.
FISIOLOGI KELENJAR THYROID
Biosintesis Hormon Thyroid
Iodium adalah adalah bahan dasar yang sangat penting dalam biosintesis hormon
thyroid. Iodium yang dikonsumsi diubah menjadi iodida kemudian diabsorbsi. Kelenjar
thyroid mengkonsentrasikan iodida dengan mentransport aktif iodida dari sirkulasi ke dalam
koloid. Mekanisme transport tersebut dikenal dengan “ iodide trapping mechanism”. Na+ dan
![Page 7: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/7.jpg)
I- ditransport dengan mekanisme cotransport ke dalam sel thyroid, kemudian Na+ dipompa
ke interstisial oleh Na+-K+ATPase.
Di dalam kelenjar thyroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium. Iodium
kemudian berikatan dengan molekul tirosin yang melekat ke tiroglobulin. Tiroglobulin adalah
molekul glikoprotein yang disintesis oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi sel-sel
thyroid. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 140 asam amino tirosin.
Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah thyroid
peroksidase. Senyawa yang terbentuk adalah monoiodotirosin (MIT) dan diodotirosin (DIT).
Dua molekul DIT kemudian mengalami suatu kondensasi oksidatif membentuk
tetraiodotironin (T4). Triiodotironin (T3) mungkin terbentuk melalui kondensasi MIT dengan
DIT. Sejumlah kecil reverse triiodotironin (rT3) juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi
DIT dengan MIT. Dalam thyroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium
adalah 23 % MIT, 33 % DIT, 35 % T4 dan 7 % T3. RT3 dan komponen lain terdapat hanya
dalam jumlah yang sangat sedikit.
Sekresi Hormon Thyroid
Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel, globulus
koloid menyatu dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium dengan tiroglobulin
terputus oleh protease di dalam lisosom, dan T4, T3, DIT serta MIT dibebaskan ke dalam
sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati membran sel dan dilepaskan ke dalam
sirkulasi.
MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah dibebasakan
sebagai akibat dari kerja intraselular iodotirosin dehalogenase. Hasil dari reaksi enzimatik ini
adalah iodium dan tirosin. Iodium digunakan kembali oleh kelenjar dan secara normal
menyediakan iodium dua kali lipat dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh pompa iodium.
Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid
Hormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, yaitu:
globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin
(thyroxine-binding prealbumin, TBPA) dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding
albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan
hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas.
Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel.
Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang
lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.
![Page 8: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/8.jpg)
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling
spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat
ini dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke
jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik
triiodotironin lebih besar.
Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam
sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis,
sirosis primer kandung empedu dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan
peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya
pada sindrom nefrotik, pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik
dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein.
Hormon-hormon thyroid diubah secara kimia sebelum diekskresi. Perubahan yang
penting adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi 70 % hormon yang disekresi.
30 % lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau
persenyawaan sulfat. Akibat deiodinasi, 80 % T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin,
sedangkan 20 % sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3) yang merupakan
hormon metabolik yang tidak aktif.
Mekanisme Kerja Hormon Thyroid
Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan
ekspresi gen, dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan
mitokondria. Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut,
hormon thyroid yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel
dan berikatan dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan
reseptor tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.
Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc”
dan meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang
mengkode enzim yang mengatur fungsi sel. Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α
pada kromosom 17 dan gen reseptor β pada kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen
membentuk paling tidak dua mRNA yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein
reseptor yang berbeda. TRβ2 hanya ditemukan di otak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1
tersebar secara luas. TRα2 berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3
dan fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai
monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor inti yang lain. Dalam
hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal ini
![Page 9: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/9.jpg)
disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada
reseptor hormon thyroid.
Efek Hormon Thyroid
Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas metabolisme pada
hampir semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-
sel tubuh. Kecepatan tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin
terangsang dan aktifitas mental lebih cepat.
• Efek Kalorigenik Hormon thyroid
T4 dan T3 meningkatkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang
metabolismenya aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe,
limpa dan hipofisis anterior. Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan oleh
metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh hormon ini. Di samping itu hormon thyroid
meningkatkan aktivitas Na+-K+ATPase yang terikat pada membran di banyak jaringan.
Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan terjadi
peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada kondisi
tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang berakibat pada
penurunan berat badan.
• Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf
Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang
paling dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea juga
dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa perkembangan
akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan ketulian. Hormon thyroid juga
menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang menjadi lebih singkat pada
hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme. Pada hipertiroidisme, terjadi tremor
halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan karena peningkatan aktivitas pada
daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.
• Efek Hormon Thyroid pada Jantung
Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena
kerja langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem
saraf simpatis. Thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik pada jantung,
sehingga meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin.
Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung.
Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain-α
(MHC-α), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot jantung.
![Page 10: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/10.jpg)
• Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka
Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati
tirotoksisitas). Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein.
Hormon thyroid mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC) baik di otot
rangka maupun otot jantung. Namun , efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan
kaitannya dengan miopati masih belum jelas.
• Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis Protein
Peranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai
berikut: (1) Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor hormon
thyroid. (2) Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan meningkatkan
transkripsi mRNA serta sintesis protein.
• Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Karbohidrat
Hormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk
ambilan glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan juga
meningkatkan sekresi insulin dengan efek sekunder yang dihasilkan atas metabolisme
karbohidrat.
• Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Kolesterol
Hormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma
turun sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini tidak
bergantung pada stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma
disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan
peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari sirkulasi.
• Efek Hormon Thyroid pada Pertumbuhan
Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal.
Pada anak dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda.
Tanpa adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon
thyroid memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan.
Pengaturan Sekresi Hormon Thyroid
Fungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Efek spesifik
TSH pada kelenjar thyroid adalah:
• Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel
• Meningkatkan aktifitas pompa iodide
![Page 11: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/11.jpg)
• Meningkatkan iodinasi tirosin
• Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroid
• Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.
Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone
(TRH) yang disekresi oleh ujung-ujung saraf pada eminensia media hipotalamus. TRH
mempunyai efek langsung pada sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan
pengeluaran TRHnya. Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan
kecepatan sekresi TSH oleh hipofisis anterior adalah pemaparan dengan hawa dingin.
Berbagai reaksi emosi juga dapat mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH sehingga secara
tidak langsung dapat mempengaruhi sekresi hormon thyroid. Peningkatan hormon thyroid
dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Bila kecepatan
sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH
akan turun sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat peningkatan sekresi hormon thyroid
terjadi melalui dua jalan, yaitu efek langsung pada hipofisis anterior sendiri dan efek yang
lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.
2. SISTEM REPRODUKSI WANITA
ANATOMI SISTEM REPRODUKSI WANITA
1. Genetalia Eksterna (vulva)
![Page 12: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/12.jpg)
Yang terdiri dari:
a. Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini
mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di
atas simfisis pubis.
b. Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu
di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutup rambut, yang
merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa
rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora
pada wanita dewasa panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak kedua
labia mayora sangat berdekatan.
c. Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa
rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna
kemerahan. Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum
clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan
bersatu membentuk fourchette.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.
Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan
panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.
e. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula
terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara
kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi
untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini
juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen.
f. Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi
sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat
mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang
berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang
![Page 13: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/13.jpg)
seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat
terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior.
g. Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-
otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja
dari sphincter ani.
2. Genetalia Interna
a. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva.
Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator
ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum.
Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian
serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio uteri membagi puncak (ujung)
vagina menjadi:
-Forniks anterior -Forniks dekstra
-Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan pH
4,5. keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
2) Alat hubungan seks.
3) Jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
![Page 14: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/14.jpg)
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung kemih
dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan
bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri
uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika interna).
Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.
Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan
ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-
anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus
dapat menahan beban hingga 5 liter
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a) Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan
penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum
meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen.
b) Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan
lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini
membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat,
dengan demikian pendarahan dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin
berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri
internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis servikalis dengan
osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi
selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim
dan meregang saat persalinan.
c) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar
endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan
oleh perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium
mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi
(nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara
![Page 15: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/15.jpg)
terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul
ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot
panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:
1) Ligamentum latum
• Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
2) Ligamentum rotundum (teres uteri)
• Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.
• Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.
3) Ligamentum infundibulopelvikum
• Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
4) Ligamentum kardinale Machenrod
• Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.
• Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
5) Ligamentum sacro-uterinum
• Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.
6) Ligamentum vesiko-uterinum
• Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan
uterus saat hamil dan persalinan.
d. Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya
antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di
lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat
terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.
e. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah
tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan
sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari
ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan
ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam
ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum
![Page 16: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/16.jpg)
b. Memproduksi hormone estrogen
c. Memproduksi progesteron
Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel
primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormone
terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada
wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak,
dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche.
Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan
ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada estrogen
untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah
teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan
ovulasi, sebagai kematangan organ reproduksi wanita.
B. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
1. Hormon Reproduksi pada wanita
a. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar
sel ovum.
b. Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
c. Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan
sel ovum).
d. Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH
![Page 17: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/17.jpg)
C. Siklus Menstruasi
Siklus mnstruasi terbagi menjad 4. wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan
akan mengeluarkan darah dari alat kandungannya.
1. Stadium menstruasi (Desquamasi), dimana endometrium terlepas dari rahim dan
adanya pendarahanselama 4hari.
2. Stadium prosmenstruum (regenerasi), dimana terjadi proses terbentuknya
endometrium secara bertahap selama 4hr
3. Stadium intermenstruum (proliferasi), penebalan endometrium dan kelenjar
tumbuhnya lebih cepat.
4. Stadium praemenstruum (sekresi), perubahan kelenjar dan adanya penimbunan
glikogen guna mempersiapkan endometrium.
D. Hormon-Hormon Reproduksi
1. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling
penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri
perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut
kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan
endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk
penetrasi sperma.
2. Progesteron
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon
HCG.
3. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan
merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen
tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH
akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
4. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis
akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel
![Page 18: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/18.jpg)
yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
5. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi
memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan
terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan
progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi setiap
fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan singkat.
6. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta).
Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000
mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali
sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan
mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada
masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada
darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli
Mainini, tes Pack, dsb).
7. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi
dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi
pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin
juga diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental Lactogen). Fungsi laktogenik /
laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa laktasi / pascapersalinan. Prolaktin juga
memiliki efek inhibisi terhadap GnRH hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan
(hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan pematangan follikel, gangguan ovulasi dan
gangguan haid berupa amenorhea.
B. DIAGNOSIS
Preeklampsia Berat
Terdapat 1 atau lebih gejala/ tanda di bawah ini:
1. TD Sistolik ≥ 160 mmHg, Diastolik ≥ 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+
3. Oligouria < 500 ml/24 jam & kadar kreatinin naik
![Page 19: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/19.jpg)
4. Gangguan visual/ serebral
5. Nyeri epigastrium/ kuadran kanan atas abdomen
6. Edema paru
7. Pertumbuhan janin terhambat
8. Sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelet)
Impending Eklampsia bila PEB dengan gejala-gejala:
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
Eklampsia
1. Kehamilan > 20 mgg, saat persalinan, atau masa nifas
2. Terdapaat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema)
3. Kejang atau koma
4. Kadang dengan gangguan fungsi organ
Grave’s disease dalam kehamilan
Gambaran klinis
Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan,
karena kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan
hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi
hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu
penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala
penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan
klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang
penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik
dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai
pegangan diagnosis adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau
yang infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal,
miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada kehamilan
normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak melambat dengan
perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme.
![Page 20: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/20.jpg)
Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis
gravidarum yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.
Laboratorium :
1. Kadar T4 dan T3 total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan
kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190
nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.
2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak
dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar
fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja
mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.
3. Indeks T4 bebas (fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas
tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik.
Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang
harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi
dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.
4. Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme
hamil dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan
waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.
5. TSH basal sensitif
Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes
skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi
juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini,
maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.
6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita
hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :
a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar
penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan
proses otoimun.
![Page 21: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/21.jpg)
b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati
plasenta dengan mudah.
C. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding preeklampsia berat, yaitu :
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,
Diagnosis banding eklampsia, yaitu :1. Perdarahan otak2. Hipertensi3. Lesi otak4. Kelainan metabolik5. Meningitis6. Epilepsi Iatrogenik
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit
lain. Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya
perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi
iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk
kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal
sedini mungkin gejala-gejala prodoma preeklampsia. Sering dijumpai perempuan
hamil yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi
adanya preeklampsia sebelumnya.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah
dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya
sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang
menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita
mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam,
kedua tungkai dalam posisi invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan
kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.
![Page 22: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/22.jpg)
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai
dengan terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai
pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
kontraksi intermiten pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat
kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur.
Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut
keluar liur yang berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah.
Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai
titik-titik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan,
kejang klonik terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang
melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur
kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada
waktu timbulo kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu
badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami
Incontinensia disertai dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi
bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak
segera tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa
kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma
umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.
Diagnosis banding Grave’s
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga
diagnosis kadang-kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan
pada miopati akibat penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan
neurologik primer.
Pada sindrom yang dikenal dengan “familial dysalbuminemic
hyperthyroxinemia “ dapat ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-
like protein) didalam serum yang dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4,
![Page 23: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/23.jpg)
T3 dan TSH normal. Disamping tidak ditemukan adanya gambaran klinis
hipertiroidisme, kadar T3 dan TSH serum yang normal pada sindrom ini dapat
membedakannya dengan penyakit Graves.
Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki
etnik Asia dapat terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.
Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian
suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan
pengobatan tirotoksikosis yang adekuat.
Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-
gejala kelainan jantung, dapat berupa :
- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin
- High-output heart failure
Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung
sebelumnya, dan gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan
terhadap tirotoksikosisnya.
Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat
badan, struma yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya
gambaran klinis dari manifestasi peningkatan aktivitas katekolamin yang jelas.
Keadaan ini dikenal dengan “apathetic hyperthyroidism”.
D. ETIOLOGI
Preeklampsia - Eklampsia
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.Beberapa faktor yang berkaitan
dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinyaPreeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.Teori
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak
![Page 24: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/24.jpg)
sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteronantagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yangmenyebabkan retensi air dan
natrium, sehingga terjadi hipertensi dan edema
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/ eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar
mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandungasam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya
preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotelvaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombinakan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi
deposit fibrin.Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2)
danserotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel
Grave Disease
Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid
toksik. Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang tidak
![Page 25: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/25.jpg)
diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit graves pada monozygotic
twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan bahwa faktor
lingkunganlah yang berperan dalam hal ini3. Bukti tak langsung menunjukkan bahwa stress,
merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata berpengaruh terhadap sistem imun.
Sederhananya penyakit graves merupakan multiple dari autoimun, yaitu
tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap bagian optik
(opthalmopathy), kulit (dermatopathy), serta jari (acropathy)2. Keadaan ini biasanya terjadi
karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam serum.
Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara lain :
1) Kehamilan, khususnya pada masa nifas
2) Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida
3) Terapi litium
4) Infeksi bakterial atau viral
5) Penghentian glukokotrikoid
E. EPIDEMIOLOGI
Preeklampsia - Eklampsia
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari kejadian
eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeclampsia menjadi lebih tinggi di negara
berkembang.
Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara
dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain
kejadianeklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per
100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-
eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir,
Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8%sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya
berkisar antara 2% sampai 16,7% dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu
nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara.6
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan bukti
bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil,
sedangkan nomor satu penyebab kematian ibu diIndonesia adalah akibat perdarahan.
![Page 26: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/26.jpg)
Graves’s disease
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroid (60-90% dari semua
kasus), Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang lebih
50% dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian
pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun
(perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01-10:01). Graves penyakit juga merupakan penyebab
paling umum dari hipertiroid berat, yang disertai dengan tanda-tanda lebih dan gejala klinis
dan kelainan laboratorium dibandingkan dengan bentuk ringan dari hipertiroidisme. Tentang
30-50% orang dengan penyakit Graves juga akan menderita ophthalmopathy Graves
(tonjolan dari salah satu atau kedua mata), yang disebabkan oleh peradangan pada otot mata
dengan menyerang autoantibody.
F. PATOFISIOLOGI
Preeklampsia - eklampsia
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan
gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya
Preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat denganaliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-
25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi
kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangankelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang
dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatankadar kalsium intra sel
mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin
berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler.Penurunan sintesis prostaglandin dan
peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.
Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek
vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan
hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran
darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang
![Page 27: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/27.jpg)
menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua
inimenyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah
seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan
gangguan ke berbagai sistem organ.7
Fungsi organ-organ lain : 4,6
a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak
sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor pentingterjadinya
perdarahan otak dan kejang/ eklampsia
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang
berhubungan dengan beratnya penyakit
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasiglomerulus
berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis
tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas
normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada
kehamilan”).
d. Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi
yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil
akhir kehamilan.
Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,
aldosteron) seh ingga terjadi tonus pembuluh darah yanglebih tinggi.
Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen
dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin
sampai hipoksia dan kematian janin.
Eklampsia
![Page 28: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/28.jpg)
Mekanisme eklampsia terjadi akibat kesulitan adaptasi pembuluh darah otak terhadap
kehamilan, berupa terjadinya autoregulasi yang berlebihan ataupun hilangnya kapasitas
autoregulasi pada pembuluh darah otak. Keduanya mengarah pada edema vasogenik.
Pada kehamilan, terjadi peningkatan peroxisome proliferated-activated receptor
gamma (PPAR-gamma) yang menyebabkan remodelling arteriol otak. Pada saat bersamaan
terjadi pula peningkatan aliran darah serebral. Remodelling ini menyebabkan vasokonstriksi
yang tidak dapat mengimbangi peningkatan aliran darah tersebut, sehingga terjadi reaksi
edema vasogenik. Edema ini menyebabkan rusaknya sawar darah-otak sehingga memberi
akses terhadap zat-zat ekstraseluler yang mestinya tidak memasuki rongga tengkorak, antara
lain albumin. Akibatnya terjadi kompresi rongga tengkorak yang menyebabkan gejala
neurologis seperti sakit kepala, bahkan kejang.
Pada penderita eklampsia, juga terjadi sekresi TNF-alfa yang berlebihan dari ginjal.
Akibatnya TNF-alfa menimbulkan reaksi inflamasi yang menghasilkan masuknya leukosit
dalam jumlah besar ke otak, menembus saraf darah-otak yang mengalami edema tadi.
Leukositosis inilah yang memicu timbulnya bangkitan kejang.
Terapi utama eklampsia adalah menurunkan tensi secepat mungkin hingga 15-20%
mean arterial pressure, terapi cairan, dan pemberian antikejang berupa magnesium sulfat.
Magnesium sulfat bahkan lebih efektif untuk menghindari kejang pada ibu eklampsia
daripada fenitoin.
Magnesium sulfat bekerja mencegah kejang dengan cara bertindak sebagai antagonis
kalsium, sehingga menghambat kontraksi otot polos pembuluh darah dan melindungi sawar
darah-otak. Selain itu magnesium sulfat juga bertindak sebagai antagonis NMDA yang dalam
konsentrasi tinggi dapat mencegah kejang dalam otak. Akan tetapi pemberiannya harus
disertai observasi ketat karena dapat menimbulkan depresi tonus otot, insufisiensi ginjal, dan
gawat nafas.
Hipertiroidisme dalam kehamilan
Patogenesis
Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit Grave
yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi penyakit Grave tidak
diketahui secara pasti. Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya,
diduga banyak faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil penelitian,
masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab, antara lain :
![Page 29: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/29.jpg)
1. Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid sendiri,
didalam sistem imun atau keduanya.
2. Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan primer
terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T helper
yang menurun atau sebaliknya).
3. Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal terjadinya
penyakit tiroid otoimun.
Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat
menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto)
atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave).
Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu :
1. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid) karena
pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.
2. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang menimbulkan
imunitas seluler.
Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating Antibody
(TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Sekarang telah dikenal beberapa
stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain :
1. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)
2. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)
3. Human Thyroid Stimulator (HTS)
4. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)
5. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)
Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada membran sel
folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid.
Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit Grave berdasarkan hasil
penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979), yang menunjukkan terjadinya penurunan
aktifitas sel T supresor pada penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan
pula bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper. Seperti
diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan sebagai helper dalam
proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam
menekan produksi antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling
dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau
supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah diketahui
![Page 30: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/30.jpg)
selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human
Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan kawan-
kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada 47% penderita penyakit
Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula
oleh peneliti-peneliti lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8
pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan (1985)
menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik, emosi, struktur
keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit Grave
sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama, sehingga insiden tertinggi
hipertiroidisme pada kehamilan akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester
pertama. Sampai sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia
kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan untuk remisi dan
akan mengalami eksaserbasi pada periode postpartum. Tidak jarang seorang penderita
penyakit Grave yang secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme
pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester
ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan
remisi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan.
Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga disebabkan karena
peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan faktor-faktor supresor.
Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu.
Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat
menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum.
Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai
4 bulan postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang
dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa 5,5% wanita
Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis postpartum sering tidak
jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah
melahirkan dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti
hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi
peningkatan kadar T4 dan T3 serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat
rendah (0 – 2%). Titer antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini
biasanya berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan
kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis
![Page 31: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/31.jpg)
postpartum diduga merupakan “rebound phenomenon” dari proses otoimun yang terjadi
setelah melahirkan.
G. FAKTOR RESIKO
Preeklampsia – Eklampsia
Berbagai penelitian menunjukkan adanya faktor risiko untuk terjadinya hipertensi
pada kehamilan/preeklampsia/eklampsia diantaranya adalah : 1,4
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil
berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan
genotipibu dan janin
f. Diet/ gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian
lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadianyang tinggi. Angka
kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obesitas/ overweight
g. Iklim/ musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/ sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namunmerokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh
lebih tinggi.Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama
hamilmengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan
i. Hiperplasentosis
![Page 32: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/32.jpg)
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik
j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan
preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/ vaskular primer akibat
diabetesnya
l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperanmenyebabkan
preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuriaterjadi lebih dini/pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan
pada pre-eklampsia.
m. Riwayat pre-eklampsia.
n. Kehamilan pertama
o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
p. Obesitas
q. Kehamilan multipler.Diabetes gestasional
r. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis
Grave’s disease
a. Genetik
b. Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk
terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3)
ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA
terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T
terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen.
Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T
supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β)
mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat
membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk
antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2
c. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen.
Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada
reseptor LH (7€85%) dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH (20€85%)
d. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya
penyakit autoantibodi tiroid.
![Page 33: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/33.jpg)
e. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur
neuroendokrin.
f. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
g. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai
protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler
kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves’ terutama pada
penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus
dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar
tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi
menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit
ini.
h. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
i. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly
active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan
meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.
j. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara
langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid.
k. Terapi dengan interferon α
H. MANIFESTASI KLINIS
SECARA UMUM
Preeklampsia Berat
9. TD Sistolik ≥ 160 mmHg, Diastolik ≥ 110 mmHg
10. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+
11. Oligouria < 500 ml/24 jam & kadar kreatinin naik
12. Gangguan visual/ serebral
13. Nyeri epigastrium/ kuadran kanan atas abdomen
14. Edema paru
15. Pertumbuhan janin terhambat
16. Sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelet)
Impending Eklampsia bila PEB dengan gejala-gejala:
6. Nyeri kepala hebat
7. Gangguan visual
8. Muntah-muntah
![Page 34: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/34.jpg)
9. Nyeri epigastrium
10. TD naik secara progresif
Eklampsia
5. Kehamilan > 20 mgg, saat persalinan, atau masa nifas
6. Terdapaat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema)
7. Kejang atau koma
8. Kadang dengan gangguan fungsi organ
Penyakit Graves
Penyakit Graves umumnya ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid/ struma
difus, disertai tanda dan gejala tirotoksikosis dan seringkali juga disertai oftalmopati
(terutama eksoftalmus) dan kadang-kadang dengan dermopati. Manifestasi
kardiovaskular pada tirotoksikosis merupakan gejala paling menonjol dan merupakan
karakteristik gejala dan tanda tirotoksikosis
Gejala tirotoksikosis yang sering ditemukan:
Hiperaktivitas, iritabilitas
Palpitasi
Tidak tahan panas dan keringat berlebih
Mudah lelah
Berat badan turun meskipun makan banyak
Buang air besar lebih sering
Oligomenore atau amenore dengan libido berkurang
Tanda tirotoksikosis yang sering ditemukan:
Takikardi, fibrilasi atrial
Tremor halus, refleks meningkat
Kulit hangat dan basah
Rambut rontok
Pada pasien dengan usia yang lebih tua, sering tanda dan gejala khas tersebut
tidak muncul akibat respons tubuh terhadap peningkatan hormon tiroid menurun.
Gejala yang dominan pada usia tua adalah penurunan berat badan, fibrilasi atrial, dan
gagal jantung kongestif.
SESUAI KASUS
![Page 35: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/35.jpg)
Sudah mencapai tahap eklampsia karena sudah menunjukkan gejala-gejala
PEB yang disertai dengan kejang. Manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
1. Konvulsi (kejang)
2. Sakit kepala
3. Gangguan visual
4. Hipertensi
5. Proteinuria
6. Edema pretibial
Grave’s disease pada kasus ini menunjukkan manifestasi klinis berupa :
1. Exopthalmus
2. Pembesaran kelenjar tiroid
I. TATALAKSANA
Penatalaksanaan Preeklampsia - eklampsia
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip,
kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yangdilakukan
dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
c. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi,
oksigen,cairan infus dextrose/ringer laktat.
d. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
e. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance
drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, danterpasang tongue
spatel.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:2,3,6
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal. Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :2,3,5
a. Indikasi
![Page 36: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/36.jpg)
- Keadaan Ibu : Kehamilan aterm ( > 37 minggu), adanya gejala-
gejala impending eklampsia, perawatan konservatif gagal ( 6 jam
setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah
pengobatan medisinal gejala tidak berubah), adanya Sindrom
HELLP
- Keadaan Janin, adanya tanda-tanda gawat janin, adanya
pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
b. Pengobatan Medisinal
1. Segera MRS
2. Tirah baring miring ke satu sisi
3. Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
5. Antasida
6. Obat-obatan :
a. Anti kejang: Sulfas Magnesikus (MgSO4),
o Syarat-syarat pemberian MgSO4: Tersedia antidotum MgSO4 yaitu
calcium gluconas 10%, 1 gram(10% dalam 10 cc) diberikan I.V
pelan dalam 3 menit, Refleks patella positif kuat, , Frekuensi
pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan tidak ada,
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5cc/kgBB/jam).
o Cara Pemberian:
Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV
+ IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal
sekitar 4gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4
menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan
MgSO4 (dalam 3-5menit). Diikuti segera 4 gram di bokong
kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc)
dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm, Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis
awal,dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan
secaraintramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong
![Page 37: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/37.jpg)
kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3
hari.
o Penghentian MgSO4 :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,
hipotensi,refleks fisiologis menurun, fungsi jantung
terganggu, depresiSSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis
adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang
pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15mEq/liter
terjadi kematian jantung.
Setelah 24 jam pasca persalinan
6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan
luminal 3x30-60 mg
o Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfata)
Hentikan pemberian magnesium sulfat
Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
Berikan oksigen.
Lakukan pernapasan buatan.
b. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500
ml,max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruang ICU.
c. Diuretik
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi
ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).
d. Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160
mmHgdiastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
![Page 38: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/38.jpg)
diastolis< 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),catapres
(clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl
flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 menit, 5 menit kemudian
TD diukur, jika tidak turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5mnt).
Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai tekanan darah
normotensif.
Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan tablet
anti hipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-
100mmHgv.
e. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid.
f. Lain-lain :
Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5oC dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.
Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat:
Trombositopenia (<60.000/cmm)
c. Pengobatan obstetric
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
a. Induksi persalinan :
Amniotomi
![Page 39: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/39.jpg)
tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
b. Seksio sesaria bila :
Fetal assesment jelek
Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang
dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala I
- Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria.
- Fase aktif : Amniotomi saja, Bila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu
dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
- Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi.
- Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
- Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi
ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan
kortikosteroid.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
a. Indikasi perawatan konservatif
- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia-keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan-bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
![Page 40: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/40.jpg)
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o-Anti
hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
pengobatankonservatif gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi
lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke gejala-gejala/ tanda-tanda preeklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia
ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre
eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin
tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsi
aadalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi
eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalulama,
mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan
pengobatan Magnesium sulfat. 2,3,10
Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada
ibu.
a. Obat untuk anti kejang
![Page 41: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/41.jpg)
Mg SO4
- Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,disusul 8 g
40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan : tiap 6 jam
diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24 jam paska persalinan atau 24
jam bebas kejang.
- Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-
pelan.Pemberian IV ulangan ini hanya sekali, apabila timbul kejang lagi,
berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
- Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotumGlukonas
Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan
MgSO4 secara hati-hati terutama jika ada kelainan jantung.
Perawatan jika kejang :
- Kamar isolasi yang cukup terang
- Pasang sadep lidah ke dalam mulut
- Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
- Oksigenisasi yang cukup
- Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan
fraktur -Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
- Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda
vital
- Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
- Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka
berikan dalam bentuk NGT
b. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Infus D5%
- Pasang CVP untuk : pemantauan keseimbangan cairan, pemberian kalori,
koreksi keseimbangan asam basa, koreksi keseimbangan elektrolit
c. Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi; Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG
atau lebih(nifedipine,catapres)
- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan
fungsiginjal
![Page 42: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/42.jpg)
- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,edema
paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan
cedilanid.
- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol-Kortikosteroid
d. Penanganan pada edema paru akut :
- Oksigen-Morfin-Furosemid
- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
e. Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian anti kejang terakhir
- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar
- Untuk koma tentukan skor tanda vital STV > 10 boleh terminas, STV
<9 tunda 6 jam kalau ada perubahanterminasi
- Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB
Penatalaksanaan Hipertiroidisme pada kehamilan
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita
hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara
penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti
tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.
Obat-obat anti tiroid
Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang
kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul
tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi
TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh
karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis
baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah
koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah
dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6
minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan
![Page 43: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/43.jpg)
pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan
dibandingkan metimazol antara lain :
a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis
hormon tiroid.
b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU
mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada
bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme
dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU
dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150
mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis
dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali
sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan
setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum
hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons
pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan
serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan
gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa
dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg
PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal
ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena
itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan,
sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme.
Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga
kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan
McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama
trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan
neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis
rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan
perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.
Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin
karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat
pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum
![Page 44: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/44.jpg)
dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan
sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan
mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil
penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester
terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas
600 mg perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula
mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah
melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak
dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol,
sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus.
Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg
dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut
Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan
dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang
ketat terhadap faal tiroid neonatus.
Beta bloker
Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan
plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap
anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu
propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap
hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang
melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta bloker
dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida.
Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan
perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan
yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi
hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang dapat berakibat buruk
karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat
diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.
Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir
trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan.
Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :
![Page 45: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/45.jpg)
a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat
pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,
hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.
c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.
Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat
anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan
hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma.
Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan
terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid.
Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan
terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan
untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.
J. KOMPLIKASI
Preeklampsia – eklampsia
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawatyang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriolumum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama denganenzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakansitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.Bisa juga terjadi
anuria atau gagal ginjal.
![Page 46: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/46.jpg)
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telahmencapai
tahap eklampsia.
Grave’s disease
Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu maupun
janin dan bayi yang akan dilahirkan.
Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :
I. Komplikasi terhadap ibu :
A. Payah Jantung
Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu
yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya
perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat banyak
bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat
menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon
tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh langsung :
Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik
positip pada miokard melalui beberapa cara :
1. Komponen metabolisme :
a. Meningkatkan jumlah mitokondria
b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan
aktifitas ATPase miosin meningkat
c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard
d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktin-
miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard
e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan
kepekaan miokard terhadap katekolamin.
2. Komponen simpul sinoatrial :
Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium,
sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan
fibrilasi atrium.
3. Komponen adrenoreseptor :
Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini
dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta.
![Page 47: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/47.jpg)
Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor
alfa.
Pengaruh tidak langsung :
1. Peningkatan metabolisme tubuh :
Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi
vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung
meningkat sehingga curah jantung bertambah.
2. Sistem simpato-adrenal :
Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem
simpato-adrenal melalui cara :
a) Peningkatan kadar katekolamin
b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin
Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat,
dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi ventrikel
akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-
faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan kawan-
kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil
hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir.
Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan
hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor
pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar, trauma dan
infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme
hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut
laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis
tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang
mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat
pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan
hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan,
agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan
dehidrasi.
II. Komplikasi terhadap janin dan neonatus :
Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada kehamilan
terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan ibu janin pada
![Page 48: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/48.jpg)
hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal kelenjar tiroid
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin baru mulai berfungsi
pada umur kehamilan minggu ke 12-16.
TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH janin tidak
saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam jumlah sedikit yang
dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta dengan mudah. Oleh karena
itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin
dan neonatus. Obat-obat anti tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium
radioaktif dan yodida, juga propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta. Pemakaian
obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan janin. Pemakaian zat
yodium radioaktif merupakan kontra indikasi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan
hipotiroidisme permanen pada janin.
Hipertiroidisme janin dan neonatus :
Hipertiroidisme janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui plasenta terutama bila
ibu hamil hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan anti tiroid. Hipertiroidisme janin dapat
pula terjadi pada ibu hamil yang mendapat pengobatan hormon tiroid setelah mengalami
operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya kadar TSI masih tinggi. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI ibu dan bunyi jantung janin yang tetap
diatas 160 x per menit. Kurang lebih 1% wanita hamil dengan riwayat penyakit Grave akan
melahirkan bayi dengan hipertiroidisme. Hipertiroidisme neonatus kadang-kadang
tersembunyi, biasanya berlangsung selama 2 sampai 3 bulan. Hipertiroidisme neonatus
disertai dengan mortalitas yang tinggi. Komplikasi jangka panjang pada bayi yang bertahan
hidup akan mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis prematur yang menimbulkan
gangguan perkembangan otak. Kematian biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat
badan lahir rendah dan penyakit jantung kongestif. Diagnosis hipertiroidisme neonatus
ditegakkan atas dasar gambaran klinis dan laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan
takikardia pada bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang meningkat sudah
cukup untuk dipakai sebagai pegangan diagnosis. Namun dapat pula terjadi gambaran klinis
yang lain seperti payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.
Hipotiroidisme janin dan neonatus
Penggunaan obat-obat anti tiroid selama kehamilan dapat menimbulkan struma dan
hipotiroidisme pada janin, karena dapat melewati sawar plasenta dan memblokir faal tiroid
janin. Penurunan kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi sekresi TSH dan
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Menurut Cooper DS, frekuensi struma pada
![Page 49: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/49.jpg)
neonatus akibat pengobatan anti tiroid pada wanita hamil diperkirakan 10%. Davis LE dan
kawan-kawan melaporkan bahwa dari 36 ibu hamil hipertiroidisme yang diobati dengan anti
tiroid, terdapat 1 kasus neonatus yang mengalami struma dan hipotiroidisme. Cheron dan
kawan-kawan dalam penelitiannya melaporkan bahwa hanya 1 dari 11 neonatus mengalami
struma dan hipotiroidisme setelah ibunya mendapat terapi PTU 400 mg perhari. Namun
walaupun 10 neonatus lainnya berada dalam keadaan eutiroid, terjadi pula penurunan kadar
tiroksin dan peningkatan kadar TSH yang ringan. Hal ini menunjukkan telah terjadi
hipotiroidisme transien pada 10 neonatus tersebut. Penyebab hipotiroidisme janin yang lain
adalah pemberian preparat yodida selama kehamilan. Dosis yodida sebesar 12 mg perhari
sudah dapat menimbulkan hipotiroidisme pada janin. Hipotiroidisme akibat pemakaian
yodida ini akan menimbulkan struma yang besar dan dapat menyumbat saluran nafas janin.
Untuk mendiagnosis hipotiroidisme pada janin, Perelman dan kawan-kawan melakukannya
dengan pemeriksaan contoh darah janin perkutan melalui bantuan USG, yang menunjukkan
kadar TSH yang tinggi dan kadar tiroksin yang rendah.
K. PENCEGAHAN
Pencegahan Preeklampsia - eklampsia
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas apabila
setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapatdihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel yang dapat
menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada akhirnya menghasilkan
oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga untuk mencegahnya bisa diberikan
antioksidan, yang dibagi menjadi 3 golongan :
a. Antioksidan primer
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru
dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang
lebihstabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzimsuperoksida dimustase
(SOD), katalase,dan glutation dimustase.
b. Antioksidan Sekunder
![Page 50: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/50.jpg)
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah
terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu
vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel
adalah metionin sulfoksida reduktase.
L. PROGNOSIS
Preeklampsia – eklampsia
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada
tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin dilaksanakan,
dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -
48.9%.1
Grave’s Disease
Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun
pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama,
beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan untuk
penderita dengan penyakit Graves’.
M. SKDI
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN = 2
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
PREEKLAMPSIA = 3B
EKLAMPSIA = 3B
HIPERTIROID = 3A
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan
merujuk
3A. Bukan gawat darurat
![Page 51: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/51.jpg)
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/ atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
Angsar, MD 2009, ‘Hipertensi dalam kehamilan’, dalam Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi & Wiknjosastro GH, Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.
Burrow GN, Fisher DA, Larsen PR. Maternal and fetal thyroid function. N Engl J Med
1994;331:1072–8.
Casey BM, Dashe JS, Wells CE, McIntire DD, Leveno KJ, Cunningham FG. Subclinical
![Page 52: Laporan Tutorial Sella Skenario b](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022022212/55cf9421550346f57b9fd364/html5/thumbnails/52.jpg)
hyperthyroidism and pregnancy outcomes. Obstet Gynecol 2006;107:337-41.
Cheron RG. Neonatal thyroid function after PTU therapy for maternal Graves’ disease. N
Engl J Med.1981;304:525-528.
Glinoer D. The Regulation of Thyroid Function in Pregnancy: Pathways of Endocrine
Adaptation from Physiology to Pathology. Endocr Rev.1997;l8(3):404-433.
Glinoer D. Thyroid dysfunction in the pregnant patient. (Chapter 14.) In: Thyroid disease
manager.2007. www.thyroidmanager.org/Chapter14/14-frame.htm
Lazarus JH. Hyperthyroidism during pregnancy: etiology, diagnosis and management.
Women’s Health 2005;1:97-104