Laporan Tutorial Sella Skenario b

82
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 23 DI SUSUN OLEH : FATIMAH SHELLYA 04111001123 Tutor : dr.Aisyah Gani PENDIDIKAN DOKTER UMUM

description

LALA

Transcript of Laporan Tutorial Sella Skenario b

Page 1: Laporan Tutorial Sella Skenario b

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK 23

DI SUSUN OLEH :

FATIMAH SHELLYA

04111001123

Tutor : dr.Aisyah Gani

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2014

Page 2: Laporan Tutorial Sella Skenario b

GRAVE’S DISEASE DAN

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. KELENJAR TIROID

EMBRIOLOGI KELENJAR THYROID

Kelenjar thyroid berkembang mulai pada minggu keempat kehidupan fetal dengan

membentuk endoderm di medial, tumbuh ke bawah dari pangkal lidah. Proses tumbuh ke

bawah ini dengan cepat membentuk saluran yang disebut ductus thyroglossus. Saluran ini

bermuara pada lidah berhubungan dengan foramen secum. Ujung bawah terbelah menjadi

dua lobus dan akhirnya terletak berhubungan dengan trachea pada sekitar minggu ketujuh.

Ductus thyroglossus kemudian menghilang, tetapi bagian terbawah sering tetap ada dalam

bentuk lobus piramidalis.

Melalui pertumbuhan ke dalam dari mesenkim vaskular yang mengelilinginya, sel-sel

endodermal dipisahkan menjadi kelompokan sel kecil, yang dengan cepat membentuk suatu

lumen yang dikelilingi oleh selapis sel-sel. Koloid tampak dalam lumen pada sekitar minggu

kesebelas dan strukturnya sekarang disebut folikel. Tiroksin tampak ada dalam kelenjar pada

perkembangan saat ini.

Bersamaan dengan pembentukan lobus thyroid, berkembang pula badan

ultimobranchial dari kantong insang keempat. Badan ini terdiri atas sel-sel yang berasal dari

krista neuralis. Badan ultimobranchial menjadi satu dengan primordium thyroid dan sel-

selnya menyebar menjadi sel-sel C.

ANATOMI KELENJAR THYROID

Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah

kecoklatan dengan konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus yang

simetris. Berbentuk konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang besar.

Antara kedua lobus dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat lobus

Page 3: Laporan Tutorial Sella Skenario b

piramidalis yang bertumbuh ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada umumnya lobus

piramidalis berada di sebelah kiri linea mediana.

Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh

fascia propria yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia

pretrachealis yang membentuk false capsule.

Topografi Kelenjar Thyroid Kelenjar thyroid berada di bagian anterior leher, di

sebelah ventral bagian caudal larynx dan bagian cranial trachea, terletak berhadapan dengan

vertebra C 5-7 dan vertebra Th 1. Kedua lobus bersama-sama dengan isthmus memberi

bentuk huruf “U”. Ditutupi oleh m. sternohyoideus dan m.sternothyroideus. Ujung cranial

lobus mencapai linea obliqua cartilaginis thyreoideae, ujung inferior meluas sampai cincin

trachea 5-6. Isthmus difiksasi pada cincin trachea 2,3 dan 4. Kelenjar thyroid juga difiksasi

pada trachea dan pada tepi cranial cartilago cricoidea oleh penebalan fascia pretrachealis

yang dinamakan ligament of Berry. Fiksasi-fiksasi tersebut menyebabkan kelenjar thyroid

ikut bergerak pada saat proses menelan berlangsung. Topografi kelenjar thyroid adalah

sebagai berikut:

Di sebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m. sternohyoideus, m.

sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m. omohyoideus.

Di sebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian

profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara oesophagus

dan trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dan

nervus laryngeus recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus. Pada regio

colli, nervus vagus mempercabangkan ramus meningealis, ramus auricularis, ramus

pharyngealis, nervus laryngeus superior, ramus cardiacus superior, ramus cardiacus

inferior, nervus laryngeus reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid

body.

Page 4: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Di sebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a. caroticus

communis, a. caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid

sheath terbentuk dari fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan

menjadi tipis pada sisi vena jugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan

pada tepi foramen caroticum, meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli

media juga membentuk fascia pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot

infrahyoideus. Pada tepi kelenjar thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus

kelenjar thyroid tetapi tidak melekat pada kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di

antara isthmus dan cincin trachea 2, 3 dan 4.

Vaskularisasi Kelenjar Thyroid

Kelenjar thyroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior, arteri thyroidea

inferior dan kadang-kadang arteri thyroidea ima (kira-kira 3 %). Pembuluh darah tersebut

terletak antara kapsula fibrosa dan fascia pretrachealis.

Arteri thyroidea superior merupakan cabang pertama arteri caroticus eksterna,

melintas turun ke kutub atas masing-masing lobus kelenjar thyroid, menembus fascia

pretrachealis dan membentuk ramus glandularis anterior dan ramus glandularis posterior.

Arteri thyroidea inferior merupakan cabang truncus thyrocervicalis, melintas ke superomedial

di belakang caroted sheath dan mencapai aspek posterior kelenjar thyroid. Truncus

thyrocervicalis merupakan salah satu percabangan dari arteri subclavia. Arteri thyroidea

inferior terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia pretrachealis dan memasok

darah ke kutub bawah kelenjar thyroid. Arteri thyroidea ima biasanya dipercabangkan oleh

truncus brachiocephalicus atau langsung dipercabangkan dari arcus aortae.

Tiga pasang vena thyroidea menyalurkan darah dari pleksus vena pada permukaan

anterior kelenjar thyroid dan trachea. Vena thyroidea superior menyalurkan darah dari kutub

atas, vena thyroidea media menyalurkan darah dari bagian tengah kedua lobus dan vena

thyroidea inferior menyalurkan darah dari kutub bawah. Vena thyroidea superior dan vena

thyroidea media bermuara ke dalam vena jugularis interna, dan vena thyroidea inferior

bermuara ke dalam vena brachiocephalica.

Page 5: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Innervasi Kelenjar Thyroid

Persarafan simpatis diperoleh dari ganglion cervicalis superior dan ganglion cervicalis

media yang mencapai kelenjar thyroid dengan mengikuti arteri thyroidea superior dan arteri

thyroidea inferior atau mengikuti perjalanan nervus laryngeus superior ramus eksternus dan

nervus laryngeus recurrens. Serat-serat saraf simpatis mempunyai efek perangsangan pada

aktifitas sekresi kelenjar thyroid. Nervus laryngeus superior mengandung komponen motoris

untuk m. cricothyroidea, dan komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah cranial plica

vocalis. Nervus laryngeus recurrens mengandung komponen motoris untuk semua otot

intrinsik laryngeus dan komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah caudal dari plica

vocalis.

Nervus laryngeus superior mempercabangkan ramus internus dan ramus eksternus.

Ramus internus berjalan menembus membrana thyrohyoidea, dinding anterior fossa

piriformis dan mencapai otot-otot lateral serta membawa komponen sensoris untuk dinding

larynx di cranial plica vocalis dan aditus laryngeus. Sedangkan ramus eksternus

mempersarafi m. cricothyroidea. Kerusakan pada nervus laryngeus superior menyebabkan

perubahan suara yang khas dan hilangnya sensasi dalam larynx di cranial plica vocalis.

Nervus laryngeus recurrens yang terletak dalam sulkus tracheoesophagus memasuki

pharynx dengan melewati bagian profunda tepi inferior m. constrictor pharyngeus inferior

dan berada pada bagian dorsal articulatio cricothyroidea. Kerusakan pada nervus recurrens

menyebabkan paralisis plica vocalis.

Aliran Limfe Kelenjar Thyroid

Pembuluh limfe kelenjar thyroid melintas di dalam jaringan ikat antar lobulus dan

berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke

Page 6: Laporan Tutorial Sella Skenario b

lymphonodus cervicalis anterior profunda prelaryngealis, lymphonodus cervicalis anterior

profunda pretrachealis dan lymphonodus cervicalis anterior profunda paratrachealis. Di

sebelah lateral, pembuluh limfe mengikuti vena thyroidea superior dan melintas ke

lymphonodus cervicalis profunda.

Struktur Histologis Kelenjar Thyroid

Kelenjar thyroid hampir seluruhnya terdiri atas kista-kista bulat yang disebut folikel.

Folikel adalah unit struktural dan unit fungsional, terdiri atas epitel selapis kubis yang

mengelilingi suatu ruangan yang berisi koloid. Folikel-folikel bervariasi ukurannya dari

diameter sekitar 50 μm sampai 1 mm dan yang terbesar tampak secara makroskopis. Folikel

dikelilingi oleh membrana basalis yang tipis dan jaringan ikat interstisial membentuk jala-jala

retikulin sekeliling membrana basalis. Sel-sel folikular biasanya berbentuk kubis, tetapi

tingginya berbeda-beda, tergantung pada keadaan fungsional kelenjar itu. Jika thyroid secara

relatif tidak aktif, sel-selnya hampir gepeng. Sedangkan dalam keadaan kelenjar sangat aktif,

sel-sel akan berbentuk kolumnar. Namun keadaan fungsional kelenjar tidaklah harus secara

ekslusif berdasarkan pada tingginya epitel. Sel-sel folikular semuanya membatasi lumen dan

mempunyai inti bulat dengan warna agak pucat. Di ruang interfolikular, terdapat fibroblast

yang tersebar dan serat-serat kolagen yang tipis. Selain itu, terdapat sejumlah besar kapilar

tipe fenestrata yang sering berhubungan langsung dengan lamina basalis folikel.

Ultrastruktur sel-sel folikular memperlihatkan semua ciri-ciri sel yang pada saat yang

sama membuat, mengekskresikan, menyerap dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini

penuh dengan retikulum endoplasma kasar. Inti umumnya bulat dan terletak di pusat sel.

Kompleks Golgi terdapat pada kutub apikal. Di daerah ini terdapat banyak lisosom dan

beberapa fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki mikrovili. Mitokondria,

retikulum endoplasma kasar dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma. Sel-sel C terletak di

antara membrana basalis dan sel-sel folikular. Berbentuk lonjong, lebih besar dan lebih pucat

daripada sel folikular dan juga berisi inti lebih besar dan lebih pucat.

FISIOLOGI KELENJAR THYROID

Biosintesis Hormon Thyroid

Iodium adalah adalah bahan dasar yang sangat penting dalam biosintesis hormon

thyroid. Iodium yang dikonsumsi diubah menjadi iodida kemudian diabsorbsi. Kelenjar

thyroid mengkonsentrasikan iodida dengan mentransport aktif iodida dari sirkulasi ke dalam

koloid. Mekanisme transport tersebut dikenal dengan “ iodide trapping mechanism”. Na+ dan

Page 7: Laporan Tutorial Sella Skenario b

I- ditransport dengan mekanisme cotransport ke dalam sel thyroid, kemudian Na+ dipompa

ke interstisial oleh Na+-K+ATPase.

Di dalam kelenjar thyroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium. Iodium

kemudian berikatan dengan molekul tirosin yang melekat ke tiroglobulin. Tiroglobulin adalah

molekul glikoprotein yang disintesis oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi sel-sel

thyroid. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 140 asam amino tirosin.

Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah thyroid

peroksidase. Senyawa yang terbentuk adalah monoiodotirosin (MIT) dan diodotirosin (DIT).

Dua molekul DIT kemudian mengalami suatu kondensasi oksidatif membentuk

tetraiodotironin (T4). Triiodotironin (T3) mungkin terbentuk melalui kondensasi MIT dengan

DIT. Sejumlah kecil reverse triiodotironin (rT3) juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi

DIT dengan MIT. Dalam thyroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium

adalah 23 % MIT, 33 % DIT, 35 % T4 dan 7 % T3. RT3 dan komponen lain terdapat hanya

dalam jumlah yang sangat sedikit.

Sekresi Hormon Thyroid

Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel, globulus

koloid menyatu dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium dengan tiroglobulin

terputus oleh protease di dalam lisosom, dan T4, T3, DIT serta MIT dibebaskan ke dalam

sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati membran sel dan dilepaskan ke dalam

sirkulasi.

MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah dibebasakan

sebagai akibat dari kerja intraselular iodotirosin dehalogenase. Hasil dari reaksi enzimatik ini

adalah iodium dan tirosin. Iodium digunakan kembali oleh kelenjar dan secara normal

menyediakan iodium dua kali lipat dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh pompa iodium.

Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid

Hormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, yaitu:

globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin

(thyroxine-binding prealbumin, TBPA) dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding

albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan

hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas.

Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel.

Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang

lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.

Page 8: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling

spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat

ini dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke

jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik

triiodotironin lebih besar.

Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam

sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis,

sirosis primer kandung empedu dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan

peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya

pada sindrom nefrotik, pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik

dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein.

Hormon-hormon thyroid diubah secara kimia sebelum diekskresi. Perubahan yang

penting adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi 70 % hormon yang disekresi.

30 % lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau

persenyawaan sulfat. Akibat deiodinasi, 80 % T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin,

sedangkan 20 % sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3) yang merupakan

hormon metabolik yang tidak aktif.

Mekanisme Kerja Hormon Thyroid

Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan

ekspresi gen, dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan

mitokondria. Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut,

hormon thyroid yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel

dan berikatan dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan

reseptor tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.

Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc”

dan meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang

mengkode enzim yang mengatur fungsi sel. Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α

pada kromosom 17 dan gen reseptor β pada kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen

membentuk paling tidak dua mRNA yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein

reseptor yang berbeda. TRβ2 hanya ditemukan di otak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1

tersebar secara luas. TRα2 berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3

dan fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai

monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor inti yang lain. Dalam

hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal ini

Page 9: Laporan Tutorial Sella Skenario b

disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada

reseptor hormon thyroid.

Efek Hormon Thyroid

Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas metabolisme pada

hampir semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-

sel tubuh. Kecepatan tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin

terangsang dan aktifitas mental lebih cepat.

• Efek Kalorigenik Hormon thyroid

T4 dan T3 meningkatkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang

metabolismenya aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe,

limpa dan hipofisis anterior. Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan oleh

metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh hormon ini. Di samping itu hormon thyroid

meningkatkan aktivitas Na+-K+ATPase yang terikat pada membran di banyak jaringan.

Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan terjadi

peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada kondisi

tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang berakibat pada

penurunan berat badan.

• Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf

Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang

paling dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea juga

dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa perkembangan

akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan ketulian. Hormon thyroid juga

menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang menjadi lebih singkat pada

hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme. Pada hipertiroidisme, terjadi tremor

halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan karena peningkatan aktivitas pada

daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.

• Efek Hormon Thyroid pada Jantung

Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena

kerja langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem

saraf simpatis. Thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik pada jantung,

sehingga meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin.

Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung.

Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain-α

(MHC-α), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot jantung.

Page 10: Laporan Tutorial Sella Skenario b

• Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka

Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati

tirotoksisitas). Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein.

Hormon thyroid mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC) baik di otot

rangka maupun otot jantung. Namun , efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan

kaitannya dengan miopati masih belum jelas.

• Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis Protein

Peranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai

berikut: (1) Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor hormon

thyroid. (2) Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan meningkatkan

transkripsi mRNA serta sintesis protein.

• Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Karbohidrat

Hormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk

ambilan glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan

glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan juga

meningkatkan sekresi insulin dengan efek sekunder yang dihasilkan atas metabolisme

karbohidrat.

• Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Kolesterol

Hormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma

turun sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini tidak

bergantung pada stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma

disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan

peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari sirkulasi.

• Efek Hormon Thyroid pada Pertumbuhan

Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal.

Pada anak dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda.

Tanpa adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon

thyroid memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan.

Pengaturan Sekresi Hormon Thyroid

Fungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Efek spesifik

TSH pada kelenjar thyroid adalah:

• Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel

• Meningkatkan aktifitas pompa iodide

Page 11: Laporan Tutorial Sella Skenario b

• Meningkatkan iodinasi tirosin

• Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroid

• Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.

Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone

(TRH) yang disekresi oleh ujung-ujung saraf pada eminensia media hipotalamus. TRH

mempunyai efek langsung pada sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan

pengeluaran TRHnya. Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan

kecepatan sekresi TSH oleh hipofisis anterior adalah pemaparan dengan hawa dingin.

Berbagai reaksi emosi juga dapat mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH sehingga secara

tidak langsung dapat mempengaruhi sekresi hormon thyroid. Peningkatan hormon thyroid

dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Bila kecepatan

sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH

akan turun sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat peningkatan sekresi hormon thyroid

terjadi melalui dua jalan, yaitu efek langsung pada hipofisis anterior sendiri dan efek yang

lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.

2. SISTEM REPRODUKSI WANITA

ANATOMI SISTEM REPRODUKSI WANITA

1. Genetalia Eksterna (vulva)

Page 12: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Yang terdiri dari:

a. Tundun (Mons veneris)

Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini

mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di

atas simfisis pubis.

b. Labia Mayora

Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu

di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutup rambut, yang

merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa

rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora

pada wanita dewasa  panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak kedua

labia mayora sangat berdekatan.

c. Labia Minora

Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa

rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna

kemerahan. Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum

clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan

bersatu membentuk fourchette.

d. Klitoris

Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis

mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.

Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan

panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.

e. Vestibulum (serambi)

Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula

terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara

kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi

untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini

juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen.

f. Himen (selaput dara)

Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi

sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat

mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang

berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang

Page 13: Laporan Tutorial Sella Skenario b

seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat

terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior.

g. Perineum (kerampang)

Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-

otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja

dari sphincter ani.

2. Genetalia Interna

a. Vagina

Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva.

Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator

ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum.

Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian

serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio uteri membagi puncak (ujung)

vagina menjadi:

-Forniks anterior -Forniks dekstra

-Forniks posterior -Forniks sisistra

Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan pH

4,5. keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.

Fungsi utama vagina:

1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.

2) Alat hubungan seks.

3) Jalan lahir pada waktu persalinan.

b. Uterus

Page 14: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung kemih

dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan

bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri

uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika interna).

Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.

1) Korpus uteri : berbentuk segitiga

2) Serviks uteri : berbentuk silinder

3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.

Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan

ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-

anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus

dapat menahan beban hingga 5 liter

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

a) Peritonium

Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan

penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum

meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen.

b) Lapisan otot

Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan

lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.

Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini

membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat,

dengan demikian pendarahan dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin

berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri

internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis servikalis dengan

osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi

selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim

dan meregang saat persalinan.

c) Endometrium

Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar

endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan

oleh perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium

mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi

(nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara

Page 15: Laporan Tutorial Sella Skenario b

terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul

ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot

panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:

1) Ligamentum latum

• Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.

2) Ligamentum rotundum (teres uteri)

• Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.

• Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.

3) Ligamentum infundibulopelvikum

• Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.

4) Ligamentum kardinale Machenrod

• Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.

• Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.

5) Ligamentum sacro-uterinum

• Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.

6) Ligamentum vesiko-uterinum

• Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan

uterus saat hamil dan persalinan.

d. Tuba Fallopii

Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya

antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di

lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat

terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai

mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.

e. Ovarium

Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah

tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan

sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari

ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan

ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam

ovariumnya, bila habis menopause.

Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:

a. Memproduksi ovum

Page 16: Laporan Tutorial Sella Skenario b

b. Memproduksi hormone estrogen

c. Memproduksi progesteron

Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel

primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormone

terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada

wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak,

dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche.

Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan

ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada estrogen

untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah

teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan

ovulasi, sebagai kematangan organ reproduksi wanita.

B. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

1. Hormon Reproduksi pada wanita

a. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar

sel ovum.

b. Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.

c. Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan

sel ovum).

d. Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH

Page 17: Laporan Tutorial Sella Skenario b

 C. Siklus Menstruasi

Siklus mnstruasi terbagi menjad 4. wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan

akan mengeluarkan darah dari alat kandungannya.

1. Stadium menstruasi (Desquamasi), dimana endometrium terlepas dari rahim dan

adanya pendarahanselama 4hari.

2. Stadium prosmenstruum (regenerasi), dimana terjadi proses terbentuknya

endometrium secara bertahap selama 4hr

3. Stadium intermenstruum (proliferasi), penebalan endometrium dan kelenjar

tumbuhnya lebih cepat.

4. Stadium praemenstruum (sekresi), perubahan kelenjar dan adanya penimbunan

glikogen guna mempersiapkan endometrium.

 D. Hormon-Hormon Reproduksi

1. Estrogen

Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling

penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri

perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut

kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan

endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk

penetrasi sperma.

2. Progesteron

Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan

endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus

dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon

HCG.

3. Gonadotropin Releasing Hormone

GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan

merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen

tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH

akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.

4. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)

Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis

akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel

Page 18: Laporan Tutorial Sella Skenario b

yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan

dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.

5. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)

Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi

memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan

terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH

meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan

progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi setiap

fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan singkat.

6. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)

Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta).

Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000

mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali

sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan

mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada

masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada

darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli

Mainini, tes Pack, dsb).

7. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin

Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi

dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi

pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin

juga diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental Lactogen). Fungsi laktogenik /

laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa laktasi / pascapersalinan. Prolaktin juga

memiliki efek inhibisi terhadap GnRH hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan

(hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan pematangan follikel, gangguan ovulasi dan

gangguan haid berupa amenorhea.

B. DIAGNOSIS

Preeklampsia Berat

Terdapat 1 atau lebih gejala/ tanda di bawah ini:

1. TD Sistolik ≥ 160 mmHg, Diastolik ≥ 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+

3. Oligouria < 500 ml/24 jam & kadar kreatinin naik

Page 19: Laporan Tutorial Sella Skenario b

4. Gangguan visual/ serebral

5. Nyeri epigastrium/ kuadran kanan atas abdomen

6. Edema paru

7. Pertumbuhan janin terhambat

8. Sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelet)

Impending Eklampsia bila PEB dengan gejala-gejala:

1. Nyeri kepala hebat

2. Gangguan visual

3. Muntah-muntah

4. Nyeri epigastrium

5. TD naik secara progresif

Eklampsia

1. Kehamilan > 20 mgg, saat persalinan, atau masa nifas

2. Terdapaat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema)

3. Kejang atau koma

4. Kadang dengan gangguan fungsi organ

Grave’s disease dalam kehamilan

Gambaran klinis

Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan,

karena kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan

hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi

hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu

penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala

penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan

klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang

penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik

dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai

pegangan diagnosis adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau

yang infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal,

miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada kehamilan

normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak melambat dengan

perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme.

Page 20: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis

gravidarum yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.

Laboratorium :

1. Kadar T4 dan T3 total

Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan

kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190

nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.

2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)

Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak

dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar

fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja

mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.

3. Indeks T4 bebas (fT4I)

Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas

tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik.

Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang

harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi

dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.

4. Tes TRH

Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme

hamil dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan

waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.

5. TSH basal sensitif

Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes

skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi

juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini,

maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.

6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)

Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita

hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :

a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar

penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan

proses otoimun.

Page 21: Laporan Tutorial Sella Skenario b

b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati

plasenta dengan mudah.

C. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding preeklampsia berat, yaitu :

1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik 

2. Kehamilan dengan payah jantung

3. Hipertensi Kronis

4. Penyakit Ginjal

5. Edema Kehamilan

6. Proteinuria Kehamilan,

Diagnosis banding eklampsia, yaitu :1. Perdarahan otak2. Hipertensi3. Lesi otak4. Kelainan metabolik5. Meningitis6. Epilepsi Iatrogenik

Kejang  pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit

lain. Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya

perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi

iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk

kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal

sedini mungkin gejala-gejala prodoma preeklampsia.  Sering dijumpai perempuan

hamil yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi

adanya preeklampsia sebelumnya.

Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik.  Tanda-tanda kejang tonik adalah

dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya

sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul  kontraksi otot-otot tubuh yang

menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita

mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam,

kedua tungkai dalam posisi invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan

kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.

Page 22: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai

dengan terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai

pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata.  Kemudian disusul dengan

kontraksi intermiten pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat

kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur.

Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut

keluar liur yang berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah.

Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai

titik-titik perdarahan.

Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan,

kejang klonik terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang

melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.

Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur

kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada

waktu timbulo kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu

badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami

Incontinensia disertai dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi

bahan muntah.

Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak

segera tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang

berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat

mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa

kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma

umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.

Diagnosis banding Grave’s

Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga

diagnosis kadang-kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan

pada miopati akibat penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan

neurologik primer.

Pada sindrom yang dikenal dengan “familial dysalbuminemic

hyperthyroxinemia “ dapat ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-

like protein) didalam serum yang dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3.

Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4,

Page 23: Laporan Tutorial Sella Skenario b

T3 dan TSH normal. Disamping tidak ditemukan adanya gambaran klinis

hipertiroidisme, kadar T3 dan TSH serum yang normal pada sindrom ini dapat

membedakannya dengan penyakit Graves.

Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki

etnik Asia dapat terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.

Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian

suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan

pengobatan tirotoksikosis yang adekuat.

Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-

gejala kelainan jantung, dapat berupa :

- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin

- High-output heart failure

Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung

sebelumnya, dan gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan

terhadap tirotoksikosisnya.

Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat

badan, struma yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya

gambaran klinis dari manifestasi peningkatan aktivitas katekolamin yang jelas.

Keadaan ini dikenal dengan “apathetic hyperthyroidism”.

D. ETIOLOGI

Preeklampsia - Eklampsia

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga

penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.Beberapa faktor yang berkaitan

dengan terjadinya preeklampsia adalah :

1. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan

terjadinyaPreeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.Teori

ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik

setelah plasenta lahir.

2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak

Page 24: Laporan Tutorial Sella Skenario b

sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap

Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking

Antibodies” akan lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya,

seperti respons imunisasi.

3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteronantagonis,

sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yangmenyebabkan retensi air dan

natrium, sehingga terjadi hipertensi dan edema

4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/ eklampsia bersifat

diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran

faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan

cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar

mereka.

5. Faktor Gizi

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandungasam lemak

essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan

menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya

preeklampsia.

6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotelvaskuler,

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal

meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti

trombin dan plasmin. Trombinakan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi

deposit fibrin.Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2)

danserotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel

Grave Disease

Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid

toksik. Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang tidak

Page 25: Laporan Tutorial Sella Skenario b

diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit graves pada monozygotic

twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan bahwa faktor

lingkunganlah yang berperan dalam hal ini3. Bukti tak langsung menunjukkan bahwa stress,

merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata berpengaruh terhadap sistem imun.

Sederhananya penyakit graves merupakan multiple dari autoimun, yaitu

tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap bagian optik

(opthalmopathy), kulit (dermatopathy), serta jari (acropathy)2. Keadaan ini biasanya terjadi

karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam serum.

Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara lain :

1) Kehamilan, khususnya pada masa nifas

2) Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida

3) Terapi litium

4) Infeksi bakterial atau viral

5) Penghentian glukokotrikoid

E. EPIDEMIOLOGI

Preeklampsia - Eklampsia

Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari

kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari kejadian

eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeclampsia menjadi lebih tinggi di negara

berkembang.

Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara

dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain

kejadianeklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per

100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-

eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir,

Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8%sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya

berkisar antara 2% sampai 16,7% dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu

nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara.6

Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan bukti

bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil,

sedangkan nomor satu penyebab kematian ibu diIndonesia adalah akibat perdarahan.

Page 26: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Graves’s disease

Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroid (60-90% dari semua

kasus), Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang lebih

50%  dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian

pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun

(perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01-10:01). Graves penyakit juga merupakan penyebab

paling umum dari hipertiroid berat, yang disertai dengan tanda-tanda lebih dan gejala klinis

dan kelainan laboratorium dibandingkan dengan bentuk ringan dari hipertiroidisme. Tentang

30-50% orang dengan penyakit Graves juga akan menderita ophthalmopathy Graves

(tonjolan dari salah satu atau kedua mata), yang disebabkan oleh peradangan pada otot mata

dengan menyerang autoantibody.

F. PATOFISIOLOGI

Preeklampsia - eklampsia

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan

gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya

Preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa

plasenta yang meningkat denganaliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-

25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi

kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

perangsangankelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai

penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang

dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatankadar kalsium intra sel

mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan

darah.

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin

berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler.Penurunan sintesis prostaglandin dan

peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.

Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek

vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan

hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan

tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran

darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang

Page 27: Laporan Tutorial Sella Skenario b

menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua

inimenyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah

seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan

gangguan ke berbagai sistem organ.7

Fungsi organ-organ lain : 4,6

a. Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia

terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak

sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor pentingterjadinya

perdarahan otak dan kejang/ eklampsia

b. Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang

berhubungan dengan beratnya penyakit

c. Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasiglomerulus

berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis

tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas

normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada

kehamilan”).

d. Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi

yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil

akhir kehamilan.

Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa

plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,yang

mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan

kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,

aldosteron) seh ingga terjadi tonus pembuluh darah yanglebih tinggi.

Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen

dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin

sampai hipoksia dan kematian janin.

Eklampsia

Page 28: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Mekanisme eklampsia terjadi akibat kesulitan adaptasi pembuluh darah otak terhadap

kehamilan, berupa terjadinya autoregulasi yang berlebihan ataupun hilangnya kapasitas

autoregulasi pada pembuluh darah otak. Keduanya mengarah pada edema vasogenik.

Pada kehamilan, terjadi peningkatan peroxisome proliferated-activated receptor

gamma (PPAR-gamma) yang menyebabkan remodelling arteriol otak. Pada saat bersamaan

terjadi pula peningkatan aliran darah serebral. Remodelling ini menyebabkan vasokonstriksi

yang tidak dapat mengimbangi peningkatan aliran darah tersebut, sehingga terjadi reaksi

edema vasogenik. Edema ini menyebabkan rusaknya sawar darah-otak sehingga memberi

akses terhadap zat-zat ekstraseluler yang mestinya tidak memasuki rongga tengkorak, antara

lain albumin. Akibatnya terjadi kompresi rongga tengkorak yang menyebabkan gejala

neurologis seperti sakit kepala, bahkan kejang.

Pada penderita eklampsia, juga terjadi sekresi TNF-alfa yang berlebihan dari ginjal.

Akibatnya TNF-alfa menimbulkan reaksi inflamasi yang menghasilkan masuknya leukosit

dalam jumlah besar ke otak, menembus saraf darah-otak yang mengalami edema tadi.

Leukositosis inilah yang memicu timbulnya bangkitan kejang.

Terapi utama eklampsia adalah menurunkan tensi secepat mungkin hingga 15-20%

mean arterial pressure, terapi cairan, dan pemberian antikejang berupa magnesium sulfat.

Magnesium sulfat bahkan lebih efektif untuk menghindari kejang pada ibu eklampsia

daripada fenitoin.

Magnesium sulfat bekerja mencegah kejang dengan cara bertindak sebagai antagonis

kalsium, sehingga menghambat kontraksi otot polos pembuluh darah dan melindungi sawar

darah-otak. Selain itu magnesium sulfat juga bertindak sebagai antagonis NMDA yang dalam

konsentrasi tinggi dapat mencegah kejang dalam otak. Akan tetapi pemberiannya harus

disertai observasi ketat karena dapat menimbulkan depresi tonus otot, insufisiensi ginjal, dan

gawat nafas.

Hipertiroidisme dalam kehamilan

Patogenesis

Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit Grave

yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi penyakit Grave tidak

diketahui secara pasti. Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya,

diduga banyak faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil penelitian,

masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab, antara lain :

Page 29: Laporan Tutorial Sella Skenario b

1. Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid sendiri,

didalam sistem imun atau keduanya.

2. Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan primer

terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T helper

yang menurun atau sebaliknya).

3. Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal terjadinya

penyakit tiroid otoimun.

Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat

menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto)

atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave).

Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu :

1. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid) karena

pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.

2. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang menimbulkan

imunitas seluler.

Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating Antibody

(TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Sekarang telah dikenal beberapa

stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain :

1. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)

2. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)

3. Human Thyroid Stimulator (HTS)

4. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)

5. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)

Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada membran sel

folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid.

Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit Grave berdasarkan hasil

penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979), yang menunjukkan terjadinya penurunan

aktifitas sel T supresor pada penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan

pula bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper. Seperti

diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan sebagai helper dalam

proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam

menekan produksi antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling

dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau

supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah diketahui

Page 30: Laporan Tutorial Sella Skenario b

selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human

Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan kawan-

kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada 47% penderita penyakit

Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula

oleh peneliti-peneliti lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8

pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan (1985)

menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik, emosi, struktur

keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh

terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit Grave

sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama, sehingga insiden tertinggi

hipertiroidisme pada kehamilan akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester

pertama. Sampai sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia

kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan untuk remisi dan

akan mengalami eksaserbasi pada periode postpartum. Tidak jarang seorang penderita

penyakit Grave yang secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme

pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester

ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan

remisi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan.

Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga disebabkan karena

peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan faktor-faktor supresor.

Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu.

Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat

menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum.

Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai

4 bulan postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang

dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa 5,5% wanita

Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis postpartum sering tidak

jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah

melahirkan dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti

hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi

peningkatan kadar T4 dan T3 serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat

rendah (0 – 2%). Titer antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini

biasanya berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan

kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis

Page 31: Laporan Tutorial Sella Skenario b

postpartum diduga merupakan “rebound phenomenon” dari proses otoimun yang terjadi

setelah melahirkan.

G. FAKTOR RESIKO

Preeklampsia – Eklampsia

Berbagai penelitian menunjukkan adanya faktor risiko untuk terjadinya hipertensi

pada kehamilan/preeklampsia/eklampsia diantaranya adalah : 1,4

a. Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada

wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil

berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten

b. Paritas

Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko

lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat

c. Ras/golongan etnik

Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak negara

d. Faktor keturunan

Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko

meningkat sampai + 25%

e. Faktor gen diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan

genotipibu dan janin

f. Diet/ gizi

Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian

lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadianyang tinggi. Angka

kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obesitas/ overweight

g. Iklim/ musim

Di daerah tropis insidens lebih tinggi

h. Tingkah laku/ sosioekonomi

Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namunmerokok selama

hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh

lebih tinggi.Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama

hamilmengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan

i. Hiperplasentosis

Page 32: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,dizigotik

lebih tinggi daripada monozigotik

j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus

k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan

preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/ vaskular primer akibat

diabetesnya

l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperanmenyebabkan

preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuriaterjadi lebih dini/pada usia

kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan

pada pre-eklampsia.

m. Riwayat pre-eklampsia.

n. Kehamilan pertama

o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja

p. Obesitas

q. Kehamilan multipler.Diabetes gestasional

r. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis

Grave’s disease

a. Genetik

b. Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk

terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3)

ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA

terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T

terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen.

Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T

supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β)

mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat

membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk

antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2

c. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen.

Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada

reseptor LH (7€85%) dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH (20€85%)

d. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya

penyakit autoantibodi tiroid.

Page 33: Laporan Tutorial Sella Skenario b

e. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur

neuroendokrin.

f. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.

g. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai

protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler

kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves’ terutama pada

penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus

dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar

tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi

menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit

ini.

h. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.

i. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly

active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan

meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.

j. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara

langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid.

k. Terapi dengan interferon α

H. MANIFESTASI KLINIS

SECARA UMUM

Preeklampsia Berat

9. TD Sistolik ≥ 160 mmHg, Diastolik ≥ 110 mmHg

10. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+

11. Oligouria < 500 ml/24 jam & kadar kreatinin naik

12. Gangguan visual/ serebral

13. Nyeri epigastrium/ kuadran kanan atas abdomen

14. Edema paru

15. Pertumbuhan janin terhambat

16. Sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelet)

Impending Eklampsia bila PEB dengan gejala-gejala:

6. Nyeri kepala hebat

7. Gangguan visual

8. Muntah-muntah

Page 34: Laporan Tutorial Sella Skenario b

9. Nyeri epigastrium

10. TD naik secara progresif

Eklampsia

5. Kehamilan > 20 mgg, saat persalinan, atau masa nifas

6. Terdapaat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema)

7. Kejang atau koma

8. Kadang dengan gangguan fungsi organ

Penyakit Graves

Penyakit Graves umumnya ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid/ struma

difus, disertai tanda dan gejala tirotoksikosis dan seringkali juga disertai oftalmopati

(terutama eksoftalmus) dan kadang-kadang dengan dermopati. Manifestasi

kardiovaskular pada tirotoksikosis merupakan gejala paling menonjol dan merupakan

karakteristik gejala dan tanda tirotoksikosis

Gejala tirotoksikosis yang sering ditemukan:

Hiperaktivitas, iritabilitas

Palpitasi

Tidak tahan panas dan keringat berlebih

Mudah lelah

Berat badan turun meskipun makan banyak

Buang air besar lebih sering

Oligomenore atau amenore dengan libido berkurang

Tanda tirotoksikosis yang sering ditemukan:

Takikardi, fibrilasi atrial

Tremor halus, refleks meningkat

Kulit hangat dan basah

Rambut rontok

Pada pasien dengan usia yang lebih tua, sering tanda dan gejala khas tersebut

tidak muncul akibat respons tubuh terhadap peningkatan hormon tiroid menurun.

Gejala yang dominan pada usia tua adalah penurunan berat badan, fibrilasi atrial, dan

gagal jantung kongestif.

SESUAI KASUS

Page 35: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Sudah mencapai tahap eklampsia karena sudah menunjukkan gejala-gejala

PEB yang disertai dengan kejang. Manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

1. Konvulsi (kejang)

2. Sakit kepala

3. Gangguan visual

4. Hipertensi

5. Proteinuria

6. Edema pretibial

Grave’s disease pada kasus ini menunjukkan manifestasi klinis berupa :

1. Exopthalmus

2. Pembesaran kelenjar tiroid

I. TATALAKSANA

Penatalaksanaan Preeklampsia - eklampsia

1. Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip,

kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan

kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yangdilakukan

dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.

b. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

c. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi,

oksigen,cairan infus dextrose/ringer laktat.

d. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.

e. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,dalam

perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance

drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, danterpasang tongue

spatel.

2. Penanganan di Rumah Sakit

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia

berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:2,3,6

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medisinal. Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :2,3,5

a. Indikasi

Page 36: Laporan Tutorial Sella Skenario b

- Keadaan Ibu : Kehamilan aterm ( > 37 minggu), adanya gejala-

gejala impending eklampsia, perawatan konservatif gagal ( 6 jam

setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah

pengobatan medisinal gejala tidak berubah), adanya Sindrom

HELLP

- Keadaan Janin, adanya tanda-tanda gawat janin, adanya

pertumbuhan janin terhambat dalam rahim

b. Pengobatan Medisinal

1. Segera MRS

2. Tirah baring miring ke satu sisi

3. Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)

4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

5. Antasida

6. Obat-obatan :

a. Anti kejang: Sulfas Magnesikus (MgSO4),

o Syarat-syarat pemberian MgSO4: Tersedia antidotum MgSO4 yaitu

calcium gluconas 10%, 1 gram(10% dalam 10 cc) diberikan I.V

pelan dalam 3 menit, Refleks patella positif kuat, , Frekuensi

pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan tidak ada,

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5cc/kgBB/jam).

o Cara Pemberian:

Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV

+ IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal

sekitar 4gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4

menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan

MgSO4 (dalam 3-5menit). Diikuti segera 4 gram di bokong

kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc)

dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm, Untuk mengurangi

nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain2% yang tidak

mengandung adrenalin pada suntikan IM.

Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis

awal,dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan

secaraintramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong

Page 37: Laporan Tutorial Sella Skenario b

kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3

hari.

o Penghentian MgSO4 :

Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,

hipotensi,refleks fisiologis menurun, fungsi jantung

terganggu, depresiSSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat

menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot

pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis

adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang

pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15mEq terjadi

kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15mEq/liter

terjadi kematian jantung.

Setelah 24 jam pasca persalinan

6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan

luminal 3x30-60 mg

o Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfata)

Hentikan pemberian magnesium sulfat

Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)

secara IV dalam waktu 3 menit.

Berikan oksigen.

Lakukan pernapasan buatan.

b. Diazepam

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500

ml,max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada

perbaikan, rawat di ruang ICU.

c. Diuretik

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,

payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi

ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).

d. Anti hipertensi

Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160

mmHgdiastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan

Page 38: Laporan Tutorial Sella Skenario b

diastolis< 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan

menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis

antihipertensi pada umumnya.

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),catapres

(clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl

flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 menit, 5 menit kemudian

TD diukur, jika tidak turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5mnt).

Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai tekanan darah

normotensif.

Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan tablet

anti hipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah

nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-

100mmHgv.

e. Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan

digitalisasi cepat dengan cedilanid.

f. Lain-lain :

Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata

Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5oC dapat

dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau

xylomidon 2 cc IM.

Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6

jam/IV/hari.

Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi

uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,

selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat:

Trombositopenia (<60.000/cmm)

c. Pengobatan obstetric

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

a. Induksi persalinan :

Amniotomi

Page 39: Laporan Tutorial Sella Skenario b

tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan

dengan fetal heart monitoring.

b. Seksio sesaria bila :

Fetal assesment jelek

Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang

dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase

aktif.

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi

dengan seksio sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :

Kala I

- Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio

sesaria.

- Fase aktif : Amniotomi saja, Bila 6 jam setelah amniotomi belum

terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu

dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II

- Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus

buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi.

- Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3

menit setelah pemberian pengobatan medisinal.

- Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi

ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan

kortikosteroid.

2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal.

a. Indikasi perawatan konservatif

- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia-keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :

- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan-bokong kiri

dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam

Page 40: Laporan Tutorial Sella Skenario b

- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka

pengobatan diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o-Anti

hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :

- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama

seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre

eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap

pengobatankonservatif gagal dan harus diterminasi.

- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi

lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.

d. Penderita dipulangkan bila :

- Penderita kembali ke gejala-gejala/ tanda-tanda preeklampsia

ringan dan telah dirawat selama 3 hari.

- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia

ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre

eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

3. Penatalaksanaan Eklampsia

Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin

tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsi

aadalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi

eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalulama,

mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan

pengobatan Magnesium sulfat. 2,3,10

Prinsip pengobatan :

- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang

- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin

- Mencegah komplikasi

- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada

ibu.

a. Obat untuk anti kejang

Page 41: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Mg SO4

- Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,disusul 8 g

40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan : tiap 6 jam

diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24 jam paska persalinan atau 24

jam bebas kejang.

- Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-

pelan.Pemberian IV ulangan ini hanya sekali, apabila timbul kejang lagi,

berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan

- Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotumGlukonas

Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.

- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan

MgSO4 secara hati-hati terutama jika ada kelainan jantung.

Perawatan jika kejang :

- Kamar isolasi yang cukup terang

- Pasang sadep lidah ke dalam mulut

- Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap

- Oksigenisasi yang cukup

- Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan

fraktur -Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan

- Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda

vital

- Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita

- Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka

berikan dalam bentuk NGT

b. Memperbaiki keadaan umum ibu

- Infus D5%

- Pasang CVP untuk : pemantauan keseimbangan cairan, pemberian kalori,

koreksi keseimbangan asam basa, koreksi keseimbangan elektrolit

c. Mencegah komplikasi

- Obat-obat antihipertensi; Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG

atau lebih(nifedipine,catapres)

- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan

fungsiginjal

Page 42: Laporan Tutorial Sella Skenario b

- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,edema

paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan

cedilanid.

- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV

- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol-Kortikosteroid

d. Penanganan pada edema paru akut :

- Oksigen-Morfin-Furosemid

- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi

e. Terminasi kehamilan

Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:

- Setelah kejang terakhir

- Setelah pemberian anti kejang terakhir

- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir

- Penderita mulai sadar

- Untuk koma tentukan skor tanda vital STV > 10 boleh terminas, STV

<9 tunda 6 jam kalau ada perubahanterminasi

- Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

Penatalaksanaan Hipertiroidisme pada kehamilan

Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita

hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara

penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti

tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.

Obat-obat anti tiroid

Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang

kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul

tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi

TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh

karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis

baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi

waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah

koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah

dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6

minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan

Page 43: Laporan Tutorial Sella Skenario b

pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan

dibandingkan metimazol antara lain :

a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis

hormon tiroid.

b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU

mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.

Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada

bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme

dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU

dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150

mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis

dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali

sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan

setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum

hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons

pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan

serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan

gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa

dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg

PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal

ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena

itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.

Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan,

sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme.

Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga

kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan

McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama

trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan

neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis

rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan

perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.

Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin

karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat

pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum

Page 44: Laporan Tutorial Sella Skenario b

dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan

sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan

mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil

penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester

terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas

600 mg perhari tidak dianjurkan.

Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula

mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah

melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak

dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol,

sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus.

Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg

dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut

Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan

dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang

ketat terhadap faal tiroid neonatus.

Beta bloker

Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan

plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap

anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu

propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap

hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang

melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta bloker

dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida.

Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan

perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan

yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi

hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang dapat berakibat buruk

karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat

diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

Tindakan operatif

Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir

trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan.

Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :

Page 45: Laporan Tutorial Sella Skenario b

a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat

pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.

b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,

hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.

c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.

Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat

anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan

hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma.

Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan

terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid.

Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan

terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan

untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.

J. KOMPLIKASI

Preeklampsia – eklampsia

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :

1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

2. Hipofibrinogenemia

3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati

pada penderita pre-eklampsia.

4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia.

5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.Perdarahan pada

retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawatyang menunjukkan adanya

apopleksia serebri.

6. Edema paru

7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriolumum.

Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama denganenzim.

8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

9. Prematuritas

10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakansitoplasma

sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.Bisa juga terjadi

anuria atau gagal ginjal.

Page 46: Laporan Tutorial Sella Skenario b

11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telahmencapai

tahap eklampsia.

Grave’s disease

Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu maupun

janin dan bayi yang akan dilahirkan.

Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :

I. Komplikasi terhadap ibu :

A. Payah Jantung

Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu

yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya

perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat banyak

bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat

menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon

tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengaruh langsung :

Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik

positip pada miokard melalui beberapa cara :

1. Komponen metabolisme :

a. Meningkatkan jumlah mitokondria

b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan

aktifitas ATPase miosin meningkat

c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard

d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktin-

miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard

e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan

kepekaan miokard terhadap katekolamin.

2. Komponen simpul sinoatrial :

Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium,

sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan

fibrilasi atrium.

3. Komponen adrenoreseptor :

Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini

dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta.

Page 47: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor

alfa.

Pengaruh tidak langsung :

1. Peningkatan metabolisme tubuh :

Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi

vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung

meningkat sehingga curah jantung bertambah.

2. Sistem simpato-adrenal :

Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem

simpato-adrenal melalui cara :

a) Peningkatan kadar katekolamin

b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin

Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat,

dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi ventrikel

akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-

faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan kawan-

kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil

hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir.

Krisis tiroid

Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan

hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor

pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar, trauma dan

infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme

hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut

laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis

tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang

mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat

pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan

hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan,

agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan

dehidrasi.

II. Komplikasi terhadap janin dan neonatus :

Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada kehamilan

terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan ibu janin pada

Page 48: Laporan Tutorial Sella Skenario b

hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal kelenjar tiroid

sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin baru mulai berfungsi

pada umur kehamilan minggu ke 12-16.

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH janin tidak

saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam jumlah sedikit yang

dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta dengan mudah. Oleh karena

itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin

dan neonatus. Obat-obat anti tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium

radioaktif dan yodida, juga propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta. Pemakaian

obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan janin. Pemakaian zat

yodium radioaktif merupakan kontra indikasi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan

hipotiroidisme permanen pada janin.

Hipertiroidisme janin dan neonatus :

Hipertiroidisme janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui plasenta terutama bila

ibu hamil hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan anti tiroid. Hipertiroidisme janin dapat

pula terjadi pada ibu hamil yang mendapat pengobatan hormon tiroid setelah mengalami

operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya kadar TSI masih tinggi. Diagnosis

ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI ibu dan bunyi jantung janin yang tetap

diatas 160 x per menit. Kurang lebih 1% wanita hamil dengan riwayat penyakit Grave akan

melahirkan bayi dengan hipertiroidisme. Hipertiroidisme neonatus kadang-kadang

tersembunyi, biasanya berlangsung selama 2 sampai 3 bulan. Hipertiroidisme neonatus

disertai dengan mortalitas yang tinggi. Komplikasi jangka panjang pada bayi yang bertahan

hidup akan mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis prematur yang menimbulkan

gangguan perkembangan otak. Kematian biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat

badan lahir rendah dan penyakit jantung kongestif. Diagnosis hipertiroidisme neonatus

ditegakkan atas dasar gambaran klinis dan laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan

takikardia pada bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang meningkat sudah

cukup untuk dipakai sebagai pegangan diagnosis. Namun dapat pula terjadi gambaran klinis

yang lain seperti payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.

Hipotiroidisme janin dan neonatus

Penggunaan obat-obat anti tiroid selama kehamilan dapat menimbulkan struma dan

hipotiroidisme pada janin, karena dapat melewati sawar plasenta dan memblokir faal tiroid

janin. Penurunan kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi sekresi TSH dan

menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Menurut Cooper DS, frekuensi struma pada

Page 49: Laporan Tutorial Sella Skenario b

neonatus akibat pengobatan anti tiroid pada wanita hamil diperkirakan 10%. Davis LE dan

kawan-kawan melaporkan bahwa dari 36 ibu hamil hipertiroidisme yang diobati dengan anti

tiroid, terdapat 1 kasus neonatus yang mengalami struma dan hipotiroidisme. Cheron dan

kawan-kawan dalam penelitiannya melaporkan bahwa hanya 1 dari 11 neonatus mengalami

struma dan hipotiroidisme setelah ibunya mendapat terapi PTU 400 mg perhari. Namun

walaupun 10 neonatus lainnya berada dalam keadaan eutiroid, terjadi pula penurunan kadar

tiroksin dan peningkatan kadar TSH yang ringan. Hal ini menunjukkan telah terjadi

hipotiroidisme transien pada 10 neonatus tersebut. Penyebab hipotiroidisme janin yang lain

adalah pemberian preparat yodida selama kehamilan. Dosis yodida sebesar 12 mg perhari

sudah dapat menimbulkan hipotiroidisme pada janin. Hipotiroidisme akibat pemakaian

yodida ini akan menimbulkan struma yang besar dan dapat menyumbat saluran nafas janin.

Untuk mendiagnosis hipotiroidisme pada janin, Perelman dan kawan-kawan melakukannya

dengan pemeriksaan contoh darah janin perkutan melalui bantuan USG, yang menunjukkan

kadar TSH yang tinggi dan kadar tiroksin yang rendah.

K. PENCEGAHAN

Pencegahan Preeklampsia - eklampsia

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua

wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya

segera apabila ditemukan

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas apabila

setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapatdihilangkan.

4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel yang dapat

menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada akhirnya menghasilkan

oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga untuk mencegahnya bisa diberikan

antioksidan, yang dibagi menjadi 3 golongan :

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru

dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang

lebihstabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzimsuperoksida dimustase

(SOD), katalase,dan glutation dimustase.

b. Antioksidan Sekunder

Page 50: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah

terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu

vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.

c. Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang

disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel

adalah metionin sulfoksida reduktase.

L. PROGNOSIS

Preeklampsia – eklampsia

Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada

tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin dilaksanakan,

dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -

48.9%.1

Grave’s Disease

Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun

pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama,

beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan untuk

penderita dengan penyakit Graves’.

M. SKDI

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN = 2

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

PREEKLAMPSIA = 3B

EKLAMPSIA = 3B

HIPERTIROID = 3A

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan

merujuk

3A. Bukan gawat darurat

Page 51: Laporan Tutorial Sella Skenario b

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah

keparahan dan/ atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan

rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga

mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

DAFTAR PUSTAKA

Angsar, MD 2009, ‘Hipertensi dalam kehamilan’, dalam Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi & Wiknjosastro GH, Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta.

Burrow GN, Fisher DA, Larsen PR. Maternal and fetal thyroid function. N Engl J Med

1994;331:1072–8.

Casey BM, Dashe JS, Wells CE, McIntire DD, Leveno KJ, Cunningham FG. Subclinical

Page 52: Laporan Tutorial Sella Skenario b

hyperthyroidism and pregnancy outcomes. Obstet Gynecol 2006;107:337-41.

Cheron RG. Neonatal thyroid function after PTU therapy for maternal Graves’ disease. N

Engl J Med.1981;304:525-528.

Glinoer D. The Regulation of Thyroid Function in Pregnancy: Pathways of Endocrine

Adaptation from Physiology to Pathology. Endocr Rev.1997;l8(3):404-433.

Glinoer D. Thyroid dysfunction in the pregnant patient. (Chapter 14.) In: Thyroid disease

manager.2007. www.thyroidmanager.org/Chapter14/14-frame.htm

Lazarus JH. Hyperthyroidism during pregnancy: etiology, diagnosis and management.

Women’s Health 2005;1:97-104