Laporan Tutor 1 Blok 5

33
Collum fracture LAPORAN TUTORIAL 1 BLOK 5 MUSKULOSKLETAL Collum Facture Ketua : Butet Desniar Gultom (14000019) Sekretaris : Fansisca Siallagan (14000036) Anggota : Mitra Simanjuntak ( 14000007) Kartini M Siburian ( 14000017) Abednego Oktara Sebayang ( 14000020) Sartika A Simarmata ( 14000009) Novi O R Napitupulu ( 14000032) Suyoslan Tambunan ( 14000013) George A Situmorang ( 14000037)

description

fraktur

Transcript of Laporan Tutor 1 Blok 5

Collum fractureLAPORAN TUTORIAL 1BLOK 5 MUSKULOSKLETALCollum Facture

Ketua: Butet Desniar Gultom(14000019)Sekretaris : Fansisca Siallagan (14000036)Anggota : Mitra Simanjuntak ( 14000007) Kartini M Siburian ( 14000017) Abednego Oktara Sebayang ( 14000020) Sartika A Simarmata ( 14000009) Novi O R Napitupulu ( 14000032) Suyoslan Tambunan( 14000013) George A Situmorang ( 14000037) Putri V Sinaga ( 14000038)

Fakultas Kedokteran Universitas HKBP NommensenMedan2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya karena akhirnya laporan tutorial I dari kami kelompok 1 dapat diselesaikan. Adapun tujuan dari penulisan laporan tutorial I ini adalah melaporkan kepada bapak/ ibu dosen mengenai hasil tutorial kami kelompok 1 yang berlangsung selama dua hari yakni pada hari Senin, 27 April 2015 dan Kamis, 30 April 2015.Laporan ini berisikan pokok- pokok bahasan yang kami bahas mengenai kaki kiri tidak bisa digerakkan saat jatuh yang kami perkirakan adalah fraktur collum.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tutor kami atas kesediaan dan pengorbanan waktunya untuk mendampingi tutorial kami ini.Harapan kami, hasil dari laporan kami ini dapat diterima dengan baik oleh bapak/ ibu dosen dan apabila ada kesalahan pada laporan ini kami minta kesediaan bapak/ ibu dosen untuk mengoreksinya dan memberitahukannya kepada kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Medan, 04 Mei 2015 Kelompok 1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1 Pendahuluan1.1 Pemicu1.2 Unfamiliar Terms1.3 Masalah1.4 Analisis Masalah 1.5 Hipotesa

Bab 2 Learning Issue dan Pembahasan2.1 Anatomi,Hisiologi,Fistologi.(tulang,otot,perdarahan dan persarafan)2.2 Definisi dan klasifikasi fraktur2.3 Etiologi dan patofisiologi masalah pada pemicu2.4 Diagnosa banding2.5 Pemeriksaan fisik dan penunjang fraktur2.6 Penatalaksanaan fraktur(tata laksana awal)2.7 Komplikasi dan prognosis2.8 Proses penyembuhan tulang2.9 Anatomical length dan function length

Bab 3 Kesimpulan Daftar Pustaka

Bab 1. Pendahuluan1.1 PemicuSeorang perempuan berusia 65 tahun datang dengan ditandu ke puskesmas mengeluh tidak bisa jalan dan terasa nyeri sesudah jatuh tergelincir di kamar mandi dua hari yang lalu. Sesudah jatuh tungkai bawah kiri tidak bisa diangkat lagi. Pada pemeriksaan fisik oleh dokter didapati panggul kiri bengkak, biru dan letak kaki kiri berputar dan mengarah ke dalam (endorotasi).More Info 1:Hasil roentgen pelvis dan femur AP/L didapatkan collum fracture dengan gambaran tulang osteoporotikMore Info 2:Setelah 10 minggu dilakukan roentgen tulang collum femur kiri didapatkan pembentukkan kalus (+).

1.2 Unfamilliar terms.*Osteoporotic : Penipisan tulang yang abnormal, memungkinkan idiopatik terhadap penyakit lain.*Callus : Jringan penyambung tulang yang tidak teratur, terbentuk pada ujung tulang yang patah, yang diabsorpsi setelah pemulihan sempurna dan akhirnya digantikan oleh tulang asli.

1.3 Masalah.*Tidak bisa jalan dan terasa nyeri. *Tungkai bawah kiri tidak bia diangkat. *Panggul kiri bengkak, biru dan letak kaki kiri endorotasi.

1.4 Analisis Masalah.

Perempuan usia 65 tahun jatuh tergelincir.

Gangguan pada ekstremitas inferior

FEMORISTuba Falopi GENUCOXAECRURIS

Fraktur, dislokasi, rupture.

Ganguuan pembuluh darah dan persarafan

Disfungsi

Bengkak, biru, tidak bisa diangkat, nyeri dan endorotasi

1.5 HipotesaFraktur tertutup pada ekstremitas inferior.

Bab 2 Learning issue dan pembahasan

2.1. Anatomi,Histologi, Fisiologi ekstremitas inferior.(Tulang, otot, perdarahan dan persarafan)Os. Coxa deter bentuknya melalui penyatuan tiga tulang primer (illium,ischium,dan pubis),os.coxae melekat pada sacrum di posterior dan satu sama lain di anterior (pada symphysis pubis) untuk membuka cingulum separuh berat tubuh bagian atas saat berdiri dan seluruh tulang memindahkan berat ke femur. Bagian tulang tersebut memberikan permukaan luas untuk pelekat otot yang kuat menggerakkan femur. Gelang panggung (gelang pelvis) melingkari dan melindungi visera pelvis,terutama organ reproduksi.

Melalui evolusi dan perkembangan, tulang terbesar yaitu femur, mengalami pembengkokan (sudutinklinasi) dan terpuntir (rotasi medial dan torsi sehingga lutut dan semua sendi disebelah inferiornya fleksike posterior) untuk mengakomodas iposisi tegak kita dan memungkinkan pola berjalan dengan dua kaki dan berlari. Sudut inklinasi pelekatan abductor dan rotator pada trochanter major memungkinkan pengungkitan yang bertambah,penempatan superior abductor,dan orientasi oblik femur pada paha. Bersama dengan sudut torsi,gerakan rotator obrik pada articulation coxae diubah menjadi gerakan-gerakan fleksi-ektensi dan abduksi-adduksi (masing-masing pada bidang sagital dan koronal) serta rotasi.

Tulang kita yang terbesar kedua,yaitu tibia, merupakan culumna verticalis yang menahan berat semua organ diatasnya. Fibula yang ramping tidak menahan berat ,tetapi bersamaan dengan membrane interossea yang menempelkan ke tibia ,dapat diakses ke tibia sehingga memberikan area permukaan tambahan untuk pelekatan otot da nmembentuk socket articulation talocruralis. Melalui evolusi dan perkembangan ,kedua tulang tersebut menjadi pronasi secara permanen untuk mengakomodasi bipedalisme.

Banyak tulang kaki membentuk suatu unit fungsional yang memungkinkan penyebaran beban ke bidang yang luas untuk mempertahankan keseimbangan ketika berdiri ,memungkinkan konformasi dan penyesusaian terhadap variasi area, dan melakukan absorsi benturan. Tulang-tulang jug amemindahkan beban dari tumit ke kaki sesuai kebutuhan saat berjalan dan berlari.1

Vena-vena pada ekstremitas bawah meliputi baik vena superficialis (dalam jaringan subkutan) maupun profunda ( disebelah dalam fascia profunda).Vena saphenaparva dan magna superficialis terutama mandrainase integument. Vena perforantes, secara kontinum emintas darah ke vena profunda yang menyertai arteri.Aliran balik darah vena profunda dibantu oleh kompresi otot ( pompa muskula venosa ). Semua vena ekstremitas bawah memiliki katup untuk mengatasi efek gravitasi.

Karena femur bengkok pada sudut inklinasi, pengungkit yang relative transversa yang terbentuk oleh femur proksimal memungkinkan posisi supoerior abductor paha dan memberikan manfaat mekani suntuk rotator medial dan yang lebih dalam pada paha. Hal tersebut penting untuk lokomodasi bipedal. Oleh karena itu ,meskipun disebut demikian ,rotator medial/abduktor (musculus gluteus superficialis) paling aktif selama fase berjalan bila secara simultan memajukan dan meninggikan sisi kontralateral pelvis yang tidak ditopang selama ambulasi. Rotator lateral(musculus gluteus profundus) sisi yang tidak ditopang memutar ekstremitas bebas selama fase ayunan sehingga kaki tetap sejajar dengan garis majunya.

Meskipun hanya memiliki sekitar dua pertiga kekuatan gluteus maximus ,hamstring merupakan ekstensor utama panggul yang digunakan saat berjalan normal . Otot tersebut merupakan otot dua sendi dan kontraksi kontreksiknya menyebabkan baik ekstensi panggul maupun fleksi lutut. Namun, saat berjalan paling aktif dalam berkontraksi secara ekssentrik untuk memperlambat fleksi panggul dan ekstensi lutut selama ayunan akhir . Hamstring juga merotasi lutut yang fleksi. Jika resistensi terhadap ekstensi panggul bertambah , atau diperlukan ekstensi yang lebih kuat ,maka musculus gluteus maximus yang bekerja.Bila tulang mengalami fraktur ,pembuluh darah mengalami kerusakan dan sel-sel tulang yang berdekatan dengan daerah fraktur akan mati. Pembuluh darah yang rusak menimbulkan perdarahan setempat dan membentuk bekuan darah. Bekuan darah segera diangkut oleh makrofag dan matriks tulang yang berdekatan deresorbsile hosteoklas. Periosteum dan endosteum disekitar fraktur berespons dengan proliferasi intensif yang menghasilkan jaringan yang mengelilingi fraktur dan menyusup diantara ujung-ujung tulang yang patah. Tulang primer lalu dibentuk melalui sifikasi endokondral dan intra-membranosa. Perbaikan selanjutnya menghasilkan trabekula yang tak teratur ditulang primer ,yang sementara menyatukan kedua ujung tulang yang patah,dan membentuk kalus tulang yang keras.2

2.2. Definisi dan klasifikasi frakturFraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, termasuk retak dan robek.Klasifikasi Fraktur : Sudut Patah Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang . Fraktur Oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur Spiral timbulnya akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur Multipel pada Satu Tulang Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dan suplai darahnya. Fraktur kominuta adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari fragmen tulang. Fraktur Impaksi Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ke tiga yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. Fraktur PatologikFraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya. Fraktur Beban (kelelahan) lainnya Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima untuk berlatih dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru memulai latihan lari.

Fraktur GreenstickFraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak. Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi normal. Fraktur Avulsi Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen. Fraktur SendiCatatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna. Jika tidak ditangani secara tepat, cedera semacam ini akan menyebabkan osteoarthritis pasca trauma yang progresif pada sendi yang cedera tersebut.3

2.3. Patofisiologi masalah pada pemicu.Patofisiologi Fraktur

Peradangan( kalor, dolor,rubor, tumor )Hematoma Kerusakan jaringan di ujung tulang Periosteum tercabikKerusakan mobilitas fisikKerusakan rangka NeuromuskulerCedera vaskuler Kerusakan Integritas TulangFrakturDiskontinuitas JaringanTrauma

osteoporosis

Dislokasi pada collum anterior kearah lateral Fragmen fragmen tulang

nosiseptor terangsang

EndorotasiNyeri

Perubahan perfusi jaringan

2.4. Diagnosa BandingNama PenyakitDefenisi Gejala Klinik

Fraktur Collum FemurisFraktur intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga berakhir di proksimal intertrokanter.

Nyeri, bengkak, tidak dapat berdiri, pemendekan tungkai, endorotasi, krepitasi.

Fraktur FemurRusaknya Kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti; degenerasi tulang.

Nyeri hebat, rotasi luar dari kaki lebih pendek, bengkak, kripitasi, deformitas.

DislokasiKeluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi.

Nyeri, Deformitas, Funtio laesa gerak terbatas.

2.4. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada frakturPEMERIKSAAN FISIK:Pemeriksaan dilakukan secara sistematis, dimulai dari inspeksi(look), palpasi(feel), memeriksa pemeriksaan kekuatan otot(power), menilai gerak sendi baim aktif maupun pasif(move), serta auskultasi.Inspeksi: Pemeriksaan sudah dimulai sejak penderita datang pertama kali, yaitu dengan melihat postur, cara berjalan penderita, raut muka, warna dan tekstur kulit, rupa tulang dan sendi, sinus serta jaringan parut.Palpasi: Palpasi kulit dilakukan untuk merasakan suhu kulit serta denyutan arteri. Palpasi pada jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme dan atrofi otot, keadaan sinovia, massa dan sifatnya, cairan di dalam atau diluar sendi serta pembengkakan. Palpasi tulang harus mencakup penilaian bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan tulang atau adanya gangguan hubungan antar tulang. Pengukuran panjang anggota gerak terutama untuk anggota gerak bawah yang kemungkinan mengalami perbedaan panjang penting untuk dicermati.Kekuatan otot: Kekuatan otot penting artinya, bagi penentuan diagnosis,tindakan, prognosis, serta hasil terapi. Kekuatan dibagi menjadi 6 derajat, yakni (1) derajat 0, tidak ada kontraksi otot; (2) derajat 1, kontraksi otot hanya berupa perubahan tonus otot dan tidak ada gerakan sendi; (3) derajat 2, otot hanya mamapu menggerakkan persendian tetapi tidak mampu melawan pengaruh gravitasi; (4) derajat 3, otot dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa; (5) derajat 4, kekuatan otot seperti pada derjat 3 tetapi mampu melawan tahanan yang ringan; (6) derajat 5, kekuatan otot normal.Pergerakan: Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi (kisaran gerak, range of motion, ROM) normal dan abnormal secara aktif dan pasif. Stabilitas sendi ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dab keadaan ligament yang memertahnkan sendi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligament sa,bil mengamati gerakan sendi. Perlu diperhatikan apakah pergerakan disertai nyeri, krepitasi atau spastisitas (Resisten terhadap pergerakan).

Auskultasi: Pada pemeriksaan fisik sistem muskuloskletal, auskultasi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila ada krepitasi(misalnya pada fraktur) atau untuk mendengan bising fistula arteriovenosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG: Pemeriksaan radiologi,laboratorium,histopatologi, serta pemeriksaan khusus sistem muskuloskletal dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang sistem muskuloskletal. Radiologi.Berbagai pemeriksaan radiologi dapat digunakan antara lain foto polos tulang, foto polos dengan media kontras, serta pemeriksaan radiologi khusus seperti CT-scan,MRI,pindai radioisotope, serta ultrasonografi.Foto polos tulang: Pada foto polos tulang, perlu diperhatikan keadaan densitas tulang baik setempat maupun menyeluruh, keadaan korteks dan medula, hubungan antara kedua tulang antar sendi, kontinuitas, kontur, besar ruang sendi, perubahan jaringan lunak, serta gambaran khas pada penyakit-penyakit tertentu.Foto polos dengan media kontras: Beberapa pemeriksaan foto polos dengan media kontras antara lain sinografi(untuk melihat batas dan lokasi sinus), artrografi(untuk melihat batas ruang sendi), mielografi(dengan memasukksan cairan media ke dalam teka spinalis),dan arteriografi(untuk melihat susunan pembuluh darah). LaboratoriumSelain pemeriksaan darah dan urin rutin, dilakukan pula pemeriksaan cairan serebrospinal, cairan synovial dam pemeriksaan cairan abnormal lainnya. HistopatologiPemeriksaan histopatologi dilakukan terhadap jaringan lunak atau tulang yang diperoleh dari biopsy, baik secara tertutup dengan jarum halus(FNAB) maupun secara terbuka. FNAB tidak dianjurkan pada tumor tulang primer karena hasilnya belum tentu menentukan apakah penderita bebas dari penyakit. Pemeriksaan KhususArtroskopi: Artroskopi berguna untuk memperlihatkan kelainan pada sendi, misalnya fraktur intra-antikuler, robekan ligament, kelainan degenerative,reumatik dan benda asing lainnya dalam sendi. Sealin bermanfaan untuk diagnostic, saat ini artroskopi juga banyak digunakan untuk terapi berbagai kelainan sendi.Elektrodiagnosis: Berguna untuk mengetahui fungsi saraf dan otot dengan menggunakan metode elektrik. Periksaan ini meliputi pemeriksaan konduksi saraf dan elektromielografi.2.5. Penatalaksanaan fraktur (tata laksana awal)

Penatalaksanaan awal dan Tindakan awal pada korban Fraktur1. Hal- hal yang perlu dicermati ketika menangani korban frakturPerlu kita cermati pada saat seorang mengalami kecelakaan, mungkin itu terjatuh di kamar mandi, cedera ketika berolahraga dan lain- lainnya merupakan hal yang tidak wajar apabila yang pertama sekali menolongnya adalah seorang tenaga medis. Mungkin saja yang menolongnya adalah orang awam. Tindakan awal yang diberikan pada korban Fraktur (patah tulang) sangat vital dan penting untuk mencegah komplikasi yang bisa terjadi pada korban tersebut. Berikut hal- hal yang perlu dicermati ketika menangani atau pun memberi bantuan pada korban Fraktur(patah tulang). Korban merasa atau mendengar suara patahan tulang Bagian yang terluka terasa sakit sekali, terutama saat disentuh atau digerakkan Sulit menggerakkan bagian yang terluka Gerakan bagian tubuh yang terluka tidak normal atau tidak seperti biasanya Terlihat bengkak Ada rasa sensasi tidak enak pada ujung tulang tubuh yang terluka Terlihat ada perubahan bentuk Ukuran atau panjang tulang berbeda dengan pasangan tubuh lainnya Bagian tubuh yang luka terlihat membiru

2. Tindakan awal yang dapat dilakukan pada korban Fraktur ( patah tulang)Tindakan awal merupakan hal yang sangat penting bagi korban Fraktur. Komplikasi yang terjadi dapat dicegah semaksimal mungkin jika diberi tindakan awal yang tepat pada korban Fraktur. Berikut hal yang harus dilakukan pada korban Fraktur; Hentikan perdarahan apabila terjadi patah tulang terbuka. Gunting pakaian korban sebelum melakukan pertolongan. Bila korban tak sadarkan diri, anggap ia mengalami luka di bagian kepala, leher atau tulang belakang. Jangan mencoba untuk mengembalikan tulang yang terlihat keluar. Jangan membersihkan luka atau menyisipkan sesuatu pada tulang yang luka meskipun tujuannya untuk menolong. Tutup luka secara perlahan dengan kain steril atau perban untuk menghentikan perdarahan. Tutup luka secara keseluruhan, termasuk tulang yang menonjol keluar. Hubungi paramedis atau ambulans, jangan mengangkat korban yang terluka di bagian kepala, leher atau tulang belakang tanpa memakai tandu. Jaga kepala tetap lurus dengan badan. Bila pertolongan medis belum datang sementara korban harus dibawa ke rumah sakit, gunakansplintdi atas dan di bawah luka sebelum korban dipindah.

3. Cara dalam mengangkat atau menandu pasienPrinsip yang harus digunakan dalam menandu atau mengangkat Korban adalah menjaga keadaan korban dalam keadaan yang tidak banyak pergerakan. Untuk itu dibutuhkan minimal tiga orang dalam mengangkat dan menandu korban. Orang pertama, tugas dari orang pertama ini adalah menjaga posisi kepala korban agar tidak bergerak, untuk itu posisi orang tersebut harus didepan kepala korban. Orang kedua, tugas dari orang kedua ini adalah menjaga posisi vertebra bagian superior (tulang punggung atas) dan lengan bagian atas. Hal ini bertujuan untuk menjaga keadaan tulang vertebra yang kemungkinan mengalami Fraktur dan jangan sampai tangan dalam posisi bergelantungan Orang ketiga, tugas dari orang ketiga ini adalah menjaga bagian dari tulang vertebra bagian inferior(tulang punggung bawah), lengan bawah beserta bagian dari coxae dan femoris korban. Orang keempat, tugas dari orang keempat ini adalah menjaga bagian cruris hingga pedis dalam posisi yang tidak banyak pergerakan dan kaki tidak bergelantungan

4. Penatalaksanaan di Rumah sakit atau pusat kesehatan masyarkatPrinsip dalam menangani kasus fraktur adalah mengembalikan posisi tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi tersebut selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna, karena tulang mempunyai kemampuan remodelling (proses swapugar).Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani kasus Fraktur Cara pertama, yakni berupa reposisi secara non- operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen direposisi secara non- operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi dilakukan pemasangan prostesis pada kolum femur secara operatif. Cara kedua, yakni berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini disebut juga dengan ORIF (open reduction internal fixation). Bahan yang digunakan berupa pelat dan sekrup. Keuntungan dari ORIF tercapainya reposisi yang sempurna dan kokoh. Cara ketiga, yakni berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prostesis, yang dilakukan pada fraktur colum femur. Cara ini digunakan ketika tulang tidak dapat lagi direposisi, biasanya pada orang tua.

2.6. Komplikasi dan Prognosis.

Komplikasi fraktur : Komplikasi umumPasien yang mengalami fracture collum femur, yang sebagian besar merupakan orang lanjut usia, beresiko untuk mengalami komplikasi yang umum terjadi pada semua penderita fracture, di mana mereka mengalami proses imobilisasi yang cukup lama. Komplikasi umum tersebut ialah terjadinya deep vein thrombosis, emboli pulmonal, pneumonia, dan ulkus dekubitus akibat berbaring dalam jangka waktu yang lama secara terus menerus. Komplikasi khususNekrosis AvaskularNekrosis caput femur akibat proses iskemik terjadi pada 30% pasien yang mengalami fracture displaced dan pada 10% pasien dengan fracture undisplaced. Komplikasi ini belum dapat didiagnosis atau diketahui pada saat awal terjadinya fracture.Setelah beberapa minggu setelah terjadinya fracture, melalui pemeriksaan bone scan, baru mulai tampak dan ditemukan adanya gangguan vaskularisasi tersebut.Pada pemeriksaan X-ray, perubahan vaskularisasi ini bahkan baru dapat terdeteksi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah diagnosis fracture.Nekrosis caput femur ini akan menimbulkan keluhan rasa nyeri dan hilangnya fungsi struktur tersebut yang bersifat progresif, yang semakin lama akan semakin memburuk jika tidak segera ditangani. Metode tata laksana yang dipilih pada pasien berusia lebih dari 45 tahun untuk mengatasi komplikasi ini ialah dengan total joint replacement. Sedangkan pada pasien dengan usia yang lebih muda, tata laksana yang akan digunakan masih menjadi kontroversi. Terapi core decompression tidak dapat digunakan pada kasus osteonekrosis traumatik ini, sedangkan terapi realignment atau rotational osteotomy dapat dilakukan pada pasien dengan segmen nekrosis yang relatif tidak terlalu luas.Terapi arthrodesis juga banyak dikemukakan sebagai salah satu pilihan terapi, tetapi pada prakteknya sangat jarang dilakukan.Non-UnionLebih dari 30% kasus fracture collum femur mengalami kegagalan untuk menyatu kembali dan resiko ini akan semakin meningkat pada fracture-fracture dengan displaced yang parah. Ada beberapa penyebab terjadinya komplikasi ini, antara lain karena suplai darah yang kurang baik, reduksi yang tidak sempurna, fiksasi yang tidak adekuat, dan adanya tardy healing yang merupakan ciri khas fracture intra-articular. Pada komplikasi non-union, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri, tungkai yang mengalami fracture tampak lebih pendek dari tungkai yang sehat, dan mengalami kesulitan untuk berjalan. Hal ini dikonfirmasi melalui pemeriksaan X-ray yang juga menunjukkan hasil penyatuan tulang yang kurang baik atau tidak berhasil.Metode terapi yang digunakan untuk mengatasi komplikasi ini sangat bergantung pada penyebab non-union ini terjadi dan dengan mempertimbangkan usia pasien. Pada pasien dengan usia yang relatif masih muda, ada tiga pilihan metode terapi yang dapat digunakan, antara lain: Jika garis fracture hampir vertikal dengan caput femur yang masih baik, dapat dilakukan subtrochanteric osteotomy dengan fiksasi internal untuk mengubah garis fracture agar sudutnya menjadi lebih horizontal. Jika terdapat masalah pada teknik reduksi atau fiksasi, tanpa adanya tanda-tanda nekrosis, dapat dilakukan pencabutan screw, reduksi fracture, memasang screw yang baru dengan cara yang tepat, dan memasang bone graft di sepanjang garis fracture. Bone graft dapat diambil misalnya dari segmen tulang fibula. Jika terjadi nekrosis pada caput femur tanpa adanya gangguan pada persendian, metode yang dapat dilakukan ialah dengan prosthetic replacement. Namun, jika disertai dengan gangguan pada persendian, makan harus dilakukan total replacement.Sedangkan pada pasien lanjut usia, ada dua prosedur yang mungkin dapat dilakukan, yaitu: Jika nyeri yang timbul sangat berat dan mengganggu, maka caput femur, baik mengalami nekrosis avaskular ataupun tidak, harus segera diangkat dan diganti melalui prosedur total joint replacement. Jika pasien berusia sangat tua, tidak lagi menjalani aktivitas fisik secara aktif, dan nyeri yang timbul tidak terlalu berat, maka hanya dengan penggunaan raised heel dan stout stick atau elbow crutch biasanya sudah dapat mengatasi komplikasi ini.OsteoartritisNekrosis avaskular yang terjadi pada caput femur, setelah beberapa tahun kemudian, dapat menyebabkan timbulnya osteoartritis sekunder pada panggul.Jika terdapat gangguan berat pada pergerakan sendi dan kerusakan telah meluas hingga permukaan articular, maka perlu dilakukan total joint replacement.Prognosis :Tergantung pada sifat fracturenya, seorang atlet dapat kembali ke keadaan sebelum terjadinya fracture tersebut.Displacedstress fracture pada fracturecollum femur dapat mengakibatkan kelumpuhan walaupun diterapi dengan baik. Diagnosis dan penatalaksanaan awal dapat mencegah terjadinya displaced pada fracture dan memperbaiki prognosis yang akan terjadi.

2.8 Proses penyembuhan tulang

Kejadian dalam penyembuhan fraktur bertanggung jawab terhadap debridement, stabilisasi, dan terutama remodeling tempat fraktur. Penyembuhan fraktur dapat terjadi baik primer maupun sekunder. Penyembuhan primer terjadi melalui ontak langsung dengan fragmen-fragmen fraktur. Tulang baru tumbuh langsung melintasi ujung tulangyang mengalami kompresi untuk menyatukan fraktur. Penyembuhan tulang kortikal primer sangat lambat dan tak dapat menjembatani celah fraktur. Dari gambar radiografis kita bisa melihat tidak didapatkannya bridging callus pada proses penyembuhan ini. Proses ini terjadi kurang lebih 2 minggu sejak cedera. Secara primer jika terdapat fiksasi rigid maka memerlukan kontak korteks secara langsung dan vaskularisasi intramedular yang utuh. Proses penyembuhan primer bergantung pada resorpsi osteoklas tulang yang diikuti dengan pembentukan tulang baru osteoblastik.

Dari gambar terlihat: fiksasi kompresi rigid fraktur dengan menggunakan plat. Terdapat kontak korteks secara langsung dan vaskularisasi intramedular yang utuh, yang memungkinkan penyembuhan primer. Tulang baru tumbuh secara langsung yang terkompresi untuk menyatukan fraktur.

Dari gambar kita bisa melihat: gambaran mikroskopiknpenyembuhan tulang primer. Terjadi resorpsi osteoklas tulang melintasi tempat fraktur yang diikuti dengan pembentukan tulang baru osteoblastik. Tulang baru tumbuh secara langsung melintasi ujung tulang yang terkompresi. Absopsi tulang dinamakan cutting cones. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan vascular dan pembentukan tulang baru osteoblastik.Dan pada penyembuhan sekunder terjadi mineralisasi dan penggantian matriks kartilago dengan gambaran radiografis yang khas berupa pembentukan kalus. Semakin besar geraka yang terjadi maka semakin banyak pula jumlah kalus yang akan terbentuk. Bridging callus eksternal dapat menambah stabilitas tempat fraktur dengan menambah lebar tulang. Cara ini dapat terjadi pada pemasangan gips dan fiksasi ekstrnal, serta pada pemasangan batang intrameduler (intrameddulary rod) fraktur.Ada tiga tahap utama proses penyembuhan fraktur yang dibuat oleh Cruess dan Dumont adalah: Fase inflamasi (10%) Fase reparative (40%) Dan fase remodeling (70%)Fase fase tersebut masih saling tumpang tindih, panjang waktu untuk setiap fase bervariasi tergantung pada lokasi dan beratnya fraktur, cedera penyerta serta usia dari pasien tersebut.

1. Fase inflamasiBerlangsung sekitar 1-2 minggu. Pada awal fase ini suatu fraktur akan mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Peningkatan vaskularisasi disekitar lokasi fraktur akan menyebabkan terjadinya hematomafraktur, yang kemudian segera diinvasi oleh sel radang. Sel- sel tersebut, termasuk osteoklas yang berfungsi membersihkan jaringan nekrotik dan mempersiapkan dasar untuk fase reparatif. Pada pemeriksaan radiografis, garis fraktur menjadi semakin jelas.

2. Fase reparatif Berlangsung selama beberapa bulan.fase ini ditandai oleh diferensiasi sel masenkim pluripotensial. Hematoma fraktur kemudian diinvasi oleh kondroblas dan fibroblast yang akan meletakkan matriks untuk pembentukan kalus. Awalnya terbentuk kalus lunak yang disusun oleh jaringan fibrosa dan kartilago. Osteoblas kemudian bertanggung jawab terhadap mineralisasi kalus yang luank dan mengubahnya menjadi anyaman tulang kalus keras (woven bone) sehingga meningkatkan stabilitas fraktur. Tulang tipe ini masih imatur dan emah terhadap torsi sehingga tidak mampu menhan tekanan. Akhir fase reparative ditandai oleh stabilitas fraktur dan secara radiografis, garis fraktur mulai menghilang. Delayed union dan non-union dapat terjadi akibat kesalahan pada fase repartif penyembuhan tulang.

Pada gambar sudah terlihat: pembentukan kalus lunak pada fase reparative penyembuhan tulang. Hematoma mulai terorganisasi dan kemudian diinvasi oleh kondroblas dan fibroblasyang meletakkan matriks untuk pembentukan kalus. Kalis lunak tersusun oleh jaringan fibrosa dan kartilago.

Dari gambar sudah terlihat: pembentukan kalus keras pada fase reparative. Osteblas bertanggung jawab terhadap mineralisasi kalus lunak, mengubahnya menjadi anyaman tulang kalus keras. Kalus lunak kemudian diganti oleh kalus yang lebih kuat secara mekanis.

3. Fase remodeling Berlangsung selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, terdiri dari aktivitas osteoblas dan osteoklas yang mengakibatlan penggantian anyaman tulang imatur yang tidak terorganisasi dengan tulang lamellar matur yang terorganisasi sehingga menmabh stabilitas pada tempat fraktur. Seiring waktu kanalis medularis akan terbentuk kembali secara bertahap. Resorpsi tulang terjadi pada permukaan konveks dan pertumbuhan tulang baru pada permukaan konkaf. Prosess ini memungkinkan sedikit koreksi deformitas anguler, namun tidak mengoreksi deformitas rotasional. Secara radiografis fraktur biasanyasudah tidak terlihat. Endosteum menyuplai sewkitar dua pertiga kebutuhan darah ke tualng sisanya dipasok oleh periosteum. Pelebaran kanalis medularis saat pemasangan batng intramedular akan menggangu suplai darh endosteal sehingga memerlukan waktu. Cedera jaringan lunak akan menghalani aliran darah ke fragmen dan menggangu penyembuhan tulang. Jaringan lunak yang melingkupi tulang, akan menyerap sebagian energy yang dihantarkan ke tulang untuk melindungi tulang dari kekeringan dan memberikan suplai darh untuk penyembuhan tulang. Daerah metafisis tulang tidak memiliki lapisan cambium periosteal (periosteal cambium layer). Akibatnya hanya sedikit pembentukan kalusyang tampak secara radiografis di bagian ini dibandingkan dengan daerah diafisis.

Dari gambar terlihat: kelebihan kalus diresorpsi . aktivitas osteoblas dan osteoklas menghasilkan penggantian anyaman tulang imatur tidak terorganisasi dengan tulang lamelar yang lebih terorganisasi sehingga menambah stabilitas pada tempat fraktur dan Kanalis medularis terbentuk kembali.

2.9 Anatomical Length and Function lengthAnatomic Leg Length adalah ulasan tentang analisis data yang dikumpulkan pada anatomi ketimpangan panjang kaki relatif terhadap prevalensi, besarnya, efek dan kepentingan klinis. Pengukuran kisaran tulang ini dapat dilakukan misalnya pada tulang paha (femur) dari condylus lateralis ke tuberculum mayus. Function Leg Length memeriksa fungsional kaki termasuk hubungan anatomi dan fungsi, dan memberikan garis besar untuk pengambilan keputusan klinis.dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat/perangkat dengan x-ray.

Bab 3Kesimpulan dan Daftar pustaka

3.1 KesimpulanTejadinya Fraktur Collum dengan salah satu faktor adanya osteoporosis pada pasien.

Daftar pustaka1. Putz, Reinhard. Sobotta atlas anatomi manusia. 22th.ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2006. 262-298p 2. Moore Keith L, Dalley Arthur F. Anatomi Berorientasi Klinis vol 1.5th.ed. Jakarta: Penerbit buku Erlangga; 2013. 74-149p

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol 2.6th.ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2006. 1365-1373p

4. 5. Sjamsuhidajat dan De jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd.ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2013. 1043- 1048p6. Sjamsuhidajat dan De jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd.ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2013. 960-963p7. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junquiera.12th.ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2011. 118-122p8. Hoppenfeld Stanley dan Vasantha L. Murthy. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2011. 2-4p9. Junqueira, Luiz Carlos. Histologi Dasar teks dan atlas.10th.ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2007. 128-129p