Laporan Pendahuluan SNH

28
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH) I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. DEFINISI Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh. Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai. B. ETIOLOGI Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:

description

stroke non hemoragic

Transcript of Laporan Pendahuluan SNH

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler.

Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah

cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi

akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang

mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.

Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena

sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak

berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. ETIOLOGI

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan

dari salah satu tempat kejadian, yaitu:

1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau

leher).

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang

mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak

yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di

sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang

sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena

penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang

dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis

seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

Adapun beberapa keadaan ini yang menjadi penyebab trombosis

yaitu :

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis  adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh

darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.

Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan

berkurangnya aliran darah.

- Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi

thrombosis.

- Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus)

- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis ( radang pada arteri )

2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di

bawa ke otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah

otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan

gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah

ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart

Desease.(RHD)

b. Myokard infark

c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan

kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan

mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan

kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik

sementara atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

1. Infeksi

Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,

terutama yang menuju ke otak.

2. Obat-obatan

Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan

stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit

lumen pembuluh darah ke otak.

3. Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan

seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat

parah dan menahun.

C. FAKTOR RISIKO

Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak

dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable).

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable)

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis

kelamin, ras, dan herediter/keturunan.

a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan

usia, dua kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55

tahun. Namun, stroke dapat terjadi juga pada semua usia.

b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki

dari pada wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat

stroke dari pada laki-laki.

c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko

yang lebih besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit

putih. Hal ini berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi,

obesitas, dan diabetes mellitus pada ras Africa- America.

d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke,

serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga

meningkatkan risiko terjadinya stroke. Orang tua yang pernah

mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali

lipat kejadian stroke pada keturunannya.

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang

berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan

medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.

a. Hipertensi.

Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik non

perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya

gangguan jantung yang menjadi penyebab munculnya emboli

otak. Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah otak,

karena menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling

pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.

b. Penyakit jantung.

Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard,

kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan

jantung conginetal juga temasuk kedalam faktor resiko stroke.

Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling penting

diobati.

c. Dibetes melitus.

DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian

stroke, dan meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua

usia. Individu dengan diabetes mellitus memiliki resiko lima

kali lebih besar terserang stroke dari pada individu yang tidak

menderita diabetes mellitus.

d. Peningkatan kolesterol serum.

Hiperlipidemia didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar

kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar

kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya

penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular.

e. Merokok.

Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat

meningkatkan efek terbentuknya thrombus dan pembentukan

aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan

hampir dua sampai emapt kali lipat resiko stroke.

f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah

yang alcohol dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2

minuman beralkohol setiap hari memiliki resiko tinggi terhadap

hipertensi, yang juga meningkatkan resiko mereka menderita

stroke.

g. Obesitas.

Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi,

dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko

stroke.

h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke

sama besar baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang

etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik

ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang

menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko.

i. Diet.

Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet

tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran

dapat meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan

terlarang, terutama penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan

risiko stroke.

j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke

dan dapat meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut

(Black & Hawk, 2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya,

luas area neuron yang rusak, lokasi neuron yang terkena serangan,

dan kondisi pembuluh darah kolateral di serebral. Manifestasi dari

stroke iskemik termasuk hemiparesis sementara, kehilangan fungsi

wicara dan hilangnya hemisensori. Stroke dapat dihubungkan dengan

area kerusakan neuron otak maupun defisit neurologi, menurut

Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi klinis dari stroke meliputi:

1. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas

dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan

motorik. Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis

(kelemahan) dan hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering

terjadi setelah stroke, yang biasanya desebabkan karena stroke pada

bagian anterior atau bagian tengah arteri serebral, sehingga memicu

terjadinya infark bagian motorik dari kortek frontal.

2. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan

berkomunikasi,termasuk berbicara, membaca, menulis dan

memahami bahasa lisan. Terjadi jika pusat bahasa primer yang

terletak di hemisfer yang terletak di hemisfer kiri serebelum tidak

mendapatkan aliran darah dari arteri serebral tengah karena

mengalami stroke, ini terkait erat dengan area wernick dan brocca.

3. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit

untuk mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini

disebabkan oleh terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab

untuk menghasilkan bicara.

4. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang

dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir

dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

5. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan

karena stroke pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf

yang mengatur proses menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII

(facialis), N IX (glossofarengeus) dan N XII (hipoglosus).

6. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan

seperti diplopia.

7. Horner’s syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis

pada mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak

mata atas, kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan

berkurangnya air mata.

8. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus

dari sisi kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering

mengabaikan salah satu sisinya.

9. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus

parietal yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.

10. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak

yang mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi,

yaitu bagian kortek serebral, area temporal, limbik, hipotalamus,

kelenjar pituitari yang mempengarui korteks motorik dan area bahasa.

11. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan

salah satu bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung

kemih, yang kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan

ke otak tentang pengisian kandung kemih tetapi otak tidak dapat

enginterpretasikan secara benar pesan tersebut dan tidak

mentransmisikan pesan ke kandung kemih untuk tidak mengeluarkan

urin. Ini yang menyebabkan terjadinya frekuensi urgensi dan

inkontinensia.

Urutan saraf Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk dan fungsi

I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatanIII Nervus

okulomotorisMotorik Penggerak bola mata dan

mengangkat kelopak mataIV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan

penggerak bola mata

V Nervus trigeminus

N. Oftalmikus

N. Maksilaris

N. Mandibularis

Motorik dan sensorik

Motorik dan sensorik

Sensorik

Motorik dan sensorik

-

Kulit kepala dan kelopak mata atas

Rahang atas, palatum dan hidungRahang bawah dan lidah

VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mataVII Nervus fasialis Motorik dan

Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah dan selaput lendir rongga mulut

VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran

IX Nervus vagus Sensorik dan motorik

Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan citarasa

X Nervus vagus Sensorik dan motorik

Faring, laring, paru-paru dan esophagus

XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leherXII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah

E.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran

dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti

polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).

Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit

yang sedang diderita saat ini seperti anemia.

b. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan

yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia)

atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini

(diabetes, gangguan ginjal).

c. Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan

koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna

jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.

d. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara

stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga

mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim

jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.

2. Pemeriksaan Radiologi

a. CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke

hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien

stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera

mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk

menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi

kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan

stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT

scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam

setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang

menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat

daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan

ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya

stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,

hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya

perberdaan gray-white matter.

b. CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna

untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan

melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region

otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya

iskemik di daerah tersebut.

c. CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan

CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi

defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari

pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat

memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami

hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.

d. MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan

oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini

dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak

sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI

memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2

standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti

diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted

imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat

mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi

iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI

juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat

mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang

serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa

gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika

dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan

pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna

untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut

termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri

vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan

pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai

mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan

untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini

juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.

Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan

jantung adalah EKG dan foto thoraks.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi Trombolitik

Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan

secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu

enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan

protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National

Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-

PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke,

dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut

diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1

jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak

mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini

adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.

Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan

FDA pada tahun 1996.

2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang

mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak

artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa

infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang

memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,

trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada

keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan

intraserebral karena pemberian heparin tersebut.

a. Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein

plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,

ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah

48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang

merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.

b. Heparin

Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas

lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin.

Waktu paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau

infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus

initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis

atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting

Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:

memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,

alopesia, osteoporosis dan diare.

3. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu

peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas

trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal

eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.

Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi

yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan

cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi

trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan

demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline

diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam

jendela waktu 12 jam sesudah onset.

4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

a. Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara

menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang

mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan

obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai

bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi

1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali

sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi

yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah

diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise

ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein

plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.

Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan

glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen

dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.

Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,

hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.

b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi

aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini

bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan

melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet

dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai

oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin

adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat

dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15

hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang,

adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

5. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika

kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang

diikuti infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang

mengalami infark harus dilakukan.

a. Karotis Endarterektomi

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri

karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang

mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang

mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga

berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk

membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit

di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada

penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.

Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di

daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka

mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5

persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)

b. Angioplasti dan Sten Intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan

vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga

patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman

dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki

resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan

stenting (CAS) digunakan sebagai alternative dari carotid

endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada

prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.

- Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke

dalam arteri di lipatan paha

- Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang

tersumbat di arteri karotis

- Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan

mengembangkan balon kecil didalam dindng pembuluh

darah (angioplasty)

- Setelah menggembungkan balon sementara waktu,

dokter biasanya meninggalkan kawat berbentuk

sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah untuk menjaga

agar pembuluh darah tetap terbuka

H. KOMPLIKASI

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan

pengkajian psikososial.

1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi

nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain

gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran

disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan

perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat

terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi

oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian

obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat

antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya

riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat

kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian

dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk

mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

6. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas

mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian

mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai

respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat.

B. DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient

3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.

4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap

5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan

sentral bicara

C. INTERVENSI

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit

Buku Kedokteran (EGC). Jakarta

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2

Penerbit Jakarta: EGC

Herdman, T. Heater.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan

Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Medi

Action