Laporan Pendahuluan Polip Hidung

14
LAPORAN PENDAHULUAN POLIP HIDUNG A. Konsep Dasar 1. Pengertian Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat didalam rongga hidung. Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong kedalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal atau sering kali bilateral. Polip hidung sering berasal dari sinus maksila ( antrum ) dapat keluar melalui ostium sinus maksila, masuk kerongga hidung dan membesar di koana dan nasoparing. Polip ini disebut polip koana ( Antro Koana ). Secara makroskopis polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau ke abu-abuan secara mikroskopis tampak sub mukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinopil, limpost, dan sel plasma yang letaknya berjauhan di pisahkan oleh cairan intra seluler, pembuluh darah, saraf, dan kelenjar sangat sedikit. Polip ini dilapisi oleh epitel thorax berlapis semu. 2. Etiologi Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan

Transcript of Laporan Pendahuluan Polip Hidung

Page 1: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

LAPORAN PENDAHULUAN

POLIP HIDUNG

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat

didalam rongga hidung. Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang banyak

berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong kedalam rongga hidung oleh gaya berat.

Polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal atau sering kali

bilateral. Polip hidung sering berasal dari sinus maksila ( antrum ) dapat keluar melalui

ostium sinus maksila, masuk kerongga hidung dan membesar di koana dan nasoparing.

Polip ini disebut polip koana ( Antro Koana ).

Secara makroskopis polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau ke

abu-abuan secara mikroskopis tampak sub mukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak

bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinopil, limpost, dan sel plasma yang

letaknya berjauhan di pisahkan oleh cairan intra seluler, pembuluh darah, saraf, dan

kelenjar sangat sedikit. Polip ini dilapisi oleh epitel thorax berlapis semu.

2. Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi

pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui

dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal

seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan

lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke

dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan

sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh

darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada

anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis (mucoviscidosis).

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip, antara lain:

Alergi terutama rinitis alergi

Sinusitis kronik

Page 2: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

Iritasi

Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi

konka

3. Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah

meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa

yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin

membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai,

sehingga terbentuk polip.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering

adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi

lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan

menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur

bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip

terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan

pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai

riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang

banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen

terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar

dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

Berikut penjabaran patofisiologi polip hidung dalam pohon masalah :

Reaksi Alergi/Hipersensitivitas

Edema mukosa nasal (Pembengkakan mukosa hidung)

Persisten

Polip Hidung

Ggn. Pola nafas

Page 3: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

4. Anatomi dan Fisiologi

Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan

yang tidak menguntungkan.

Hidung mempunyai beberapa fungsi : sebagai indera penghidu, menyiapkan udara

inhalasi agar dapat digunakan paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru

dan memodifikasi bicara.

Alat pencium terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nervus olfaktorius.

Serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lendir hidung dikenal dengan olfaktori.

Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang mengeluaran fibril yang

sangat halus, terjalin dengan serabut-serabut dari bulbus olfaktorius yang merupakan otak

terkecil. Saraf olfaktorius terletak di atas lempeng tulang etmoidalis.

Konka nasalis terdiri dari lapisan selaput lender. Pada bagian puncaknya terdapat

saraf-saraf pembau. Kalau kita bernapas lewat hidung dan kita mencium bau suatu udara,

udara yang kita isap melewati bagian atas dari rongga hidung melalui konka nasalis. Pada

konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung :

o Konka nasalis superior

o Konka nasalis media

o Konka nasalis inferior

Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus para nasalis yang

terdiri dari :

Sinus maksilaris (rongga tulang hidung)

Sinus sfeinodalis (rongga tulang baji)

Sinus frontalis (rongga nasalis inferior)

Sinus ini dilapisi oleh selaput lendir. Jika terjadi peradangan pada rongga hidung,

lender-lendir dari sinus para nasalis akan keluar. Jika tidak dapat mengalir ke luar akan

menjadi sinusitis.

Page 4: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

5. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.

Sumbatan ini menetap, tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya

sumbatan yang berat dapat menyebabkan hilangnya indra penciuman. Gangguan drainase

sinus dapat menyebabkan nyeri kepala dan keluarnya sekret hidung. Bila penyebabnya

alergi, penderita mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. Pada

Rinoskopi anterior polip hidung sering kali harus dibedakan dari konka hidung yang

menyerupai polip ( Konka Polipoid ).

Perbedaan antara polip dan konka :

Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri

bila ditekan, tidak mudah berdarah, dan pada pemakaian vasokonstriktor (kapas

adrenalin) tidak mengecil.

Konka Polipoid tidak bertangkai sehingga sukar digerakkan, konsistensinya

keras, nyeri bila ditekan dengan pinset, mudah berdarah, dan dapat mengecil pada

pemakaian vasokonstriktor

6. Diagnostik Test

Karena polip menyebabkan sumbatan hidung, maka harus dikeluarkan, tetapi

sumbatan karena polip tidak hanya ke dalam rongga hidung yang menghalangi aliran

udara , tetapi juga aliran sinus paranasal sehingga infeksi di dalam sinus mudah terjadi.

Apabila sewaktu polip dikeluarkan terjadi infeksi yang tidak diketahui, maka dapat

terjadi perdarahan sekunder. Atas alasan ini maka sebelum setiap operasi dilaksanakan,

perlu diadakan pemeriksaan rontgen sinus dan pembuatan biakan hapus dari hidung.

Sehingga setelah polip dikeluarkan dan dilakukan pemeriksaan histologi, sebaiknya klien

dikirim ke ahli alergi untuk mencari penyebabnya serta pengobatan.

7. Pengobatan

Polip yang masih kecil mungkin dapat diobati secara konservatif dengan pemberian

kortikosteroid per oral. Lokal disuntikkan ke dalam polip atau topical sebagai

semprotan hidung.

Page 5: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

Polip yang sudah besar dilakukan ekstraksi polip / polipeptomi dan menggunakn

senar polip. Apabila terjadi infeksi sinus, irigasi perlu dilakukan dan cara ini

dilakukan dengan perlindungan antibiotic

Pada kasus polip yang berulang-ulang perlu dilakuka operasi etmoidektomi karena

pada umumnya polip berasal dari sinus etmoid.

Etmoidektomi ada 2 cara, yaitu :

Intra nasal

Ekstra nasal

Polip bisa tumbuh kembali oleh karena itu pada pengobatan perlu ditujukan pada

penyebabnya, misalnya alergi.

Page 6: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata

Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku/bangsa, status perkawinan, pekerjaan

alamat, tanggal MRS, diagnosa medis, dan keluarga yang mudah dihubungi.

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat Penyakit Sekarang

Apa keluhan utama, bagaimana sifat keluhan (terus menerus, kadangkadang),

apakah keluhan bertambah berat pada waktu-waktu tertentu atau kondisi tertentu.

Usaha apa yang dilakukan di rumah untuk mengatasi keluhan tersebut

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien pernah menderita penyakit hidung sebelumnya seperti rhinitis,

alergi pada hidung

Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit ini seperti klien saat ini dan

pakah pernah / mengalami alergi / bersin

Pengkajian Psikososial dan Spiritual

Psikologis

Bagaimana perasaan pasien terhadap penyakit yang dialaminya

Sosial

Bagaimana hubungan pasien dengan tim medis dan orang-orang

Spiritual

Bagaimana cara beribadah pasien sebelum dan saat sakit

c. Pola Fungsi Kesehatan

Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup

Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan

efek samping

Pola Nutrisi dan Metabolisme

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

Pola Istirahat dan Tidur

Biasanya pasien tidak dapat tidur karena pilek yang dideritanya

Page 7: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

Pola Persepsi dan Konsep Diri

Biasanya konsep diri pasien menjadi menurun karena pilek terus menerus dan

berbau

Pola Sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus

(baik purulen , serous, mukopurulen)

d. Pemeriksaan Fisik

Status Kesehatan Umum

Keadaan umum, tanda-tanda vital, dan kesadaran

Pemeriksaan Fisik Data Fokus Hidung

o Inspeksi

Inspeksi lubang hidung, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan

atau ada obstruksi kavum nasi. Apakah terdapat peradangan, tumor.

Inspeksi dapat menggunakan alat Rinoskopi.

o Palpasi

Lakukan penekanan ringan pada cuping hidung, bila konsistensinya lunak,

tidak nyeri bila ditekan, tak mudah berdarah; maka dapat dipastikan klien

menderita polip pada hidung

2. Data Subyektif dan Objektif

a. Data Subyektif

Klien mengeluh adanya massa yang menyumbat hidung

Klien mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin

Klien mengeluah tidak bisa atau mengalami gangguan pernapasan

b. Data Objektif

Adanya pembengkakka mukosa, iritasi mukosa, kemerahan

Adanya massa berwarna putih seperti agar-agar

Klien tampak sulit untuk inspirasi – ekspirasi

3. Diagnosa Keperawatan

Page 8: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Adanya Obstruksi Pada

Hidung (Polip)

Tujuan : Jalan nafas menjadi lebih efektif

Kriteria Hasil : * Frekuensi nafas normal

* Tidak ada suara nafas tambahan

* Tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No Intervensi Rasional

1. Kaji bunyi kedalaman dan gerakan

dada

Penurunan bunyi nafas dapat

menyebabkan atelektasis, ronchi dan

wheezing menunjukkan akumulasi

sekret

2. Pertahankan jalan nafas klien,

tempatkan klien pada posisi yang

nyaman dengan kepala tempat

tidur tinggi (posisi semi fowler)

Posisi membantu memaksimalkan

ekspansi paru dan menurunkan upaya

pernafasan

3. Catat kemampuan mengeluarkan

mukosa/batuk efektif

Sputum berdarah kental atau cerah

dapat diakibatkan oleh kerusakan paru

atau luka bronchial

4. Berikan obat sesuai dengan

indikasi mukolitik, ekspektoran,

dan bronkodilator

- Mukolitik untuk menurunkan batuk

- ekspektoran untuk membantu

memobilisasi secret

- bronkodilator menurunkan spasme

bronkus

- bronkodilator menurunkan spasme

bronkus

b. Nyeri Akut berhubungan dengan Kerusakan Mukosa Hidung Akibat Pembesaran

Mukosa

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kreiteria Hasil : * Klien mengungkapkan nyeri yang dialaminya berkurang/hilang

Page 9: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

* Wajah klien tidak menyeringai

No Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien dalam

menentukan tindakan selanjutnya

2. Jelaskan sebab dan akibat nyeri

pada klien serta keluarganya

Dengan sebab dan akibat nyeri

diharapkan klien berpartisipasi dalam

perawatan untuk mengurangi nyeri

3. Ajarkan tehnik relaksasi dan

distraksi

- Relaksasi :

Membantu pasien tetap tenang dan

mengurangi rasa sakit

- Distraksi :

Mengalihkan perhatian pasien

terhadap nyeri yang dialaminya

4. Lanjutkan program dokter dalam

pemberian obat analgetik

Mengurangi rasa nyeri dan

mempercepat proses penyembuhan

c. Resiko Tinggi Terjadi Gangguan Persepsi Sensori (Penciuman) berhubungan dengan

Menurunnya Kemampuan Dalam Penciuman Sekunder Terhadap Polip

Tujuan : Tidak terjadi gangguan persepsi sensori (penciuman)

No Intervensi Rasional

1 Kaji derajat ketajaman penciuman Mengetahui sejauh mana ketajaman

penciuman pasien

2 Bersihkan keadaan mukosa hidung Membantu pasien untuk bernapas dan

meningkatkan indra penciuman pasien

3 Persiapkan untuk polipeptomi Mencegah terjadinya resiko gangguan

pernciuman

Page 10: Laporan Pendahuluan Polip Hidung

DAFTAR PUSTAKA

Soepardi, M Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal : 97 – 99

Higler, Adams Boies. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal : 173

Junadi, Purnaman dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Hal : 248 – 249

Syaifuddin, H, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.Jakarta : EGC. Hal : 334