BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung...

26
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polip Hidung 2.1.1 Definisi Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Bentuk menyerupai buah anggur, lunak dan dapat digerakkan. Polip timbul dari dinding lateral hidung. Polip yang diakibatkan proses inflamasi biasanya bilateral (Schlosser & Woodworth 2009; Mangunkusumo & Wardani 2007). 2.1.2 Epidemiologi Polip hidung biasanya diderita oleh orang dewasa usia 30-60 tahun. Laki-laki lebih dominan dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1. Prevalensi polip hidung dari seluruh orang dewasa Thailand sekitar 1-4%. Prevalensi pada anak-anak jauh lebih rendah. Prevalensi polip hidung di Swedia sekitar 2,7% dengan laki-laki lebih dominan 2,2:1. Di Finlandia, prevalensi polip hidung sekitar 4,3%. Di Amerika Serikat dan Eropa, prevalensi polip 2,1-4,3% (Storms, Yawn, Fromer 2007; Bachert, Watelet, Gevaert, Cauwenberge 2005; Kirtsreesakul 2005; Akerlund, Melen, Holmberg, Bende 2003). Di Indonesia, Sardjono Soejak dan Sri Herawati melaporkan penderita polip hidung sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik THT-KL RS.Dr. Soetomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1. Di RSUP H.Adam Malik Medan selama Maret 2004 sampai Februari 2005, kasus polip hidung sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9 wanita (35%). Selama Januari sampai Desember 2010 didapatkan kasus polip hidung sebanyak 43 orang terdiri dari 22 pria (51,2%) dan 21 perempuan (48,8%). Indrawati (2011) melakukan penelitian di RS DR. Sardjito Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung...

Page 1: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polip Hidung

2.1.1 Definisi

Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di

dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat

inflamasi mukosa. Bentuk menyerupai buah anggur, lunak dan dapat

digerakkan. Polip timbul dari dinding lateral hidung. Polip yang diakibatkan

proses inflamasi biasanya bilateral (Schlosser & Woodworth 2009;

Mangunkusumo & Wardani 2007).

2.1.2 Epidemiologi

Polip hidung biasanya diderita oleh orang dewasa usia 30-60

tahun. Laki-laki lebih dominan dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1.

Prevalensi polip hidung dari seluruh orang dewasa Thailand sekitar 1-4%.

Prevalensi pada anak-anak jauh lebih rendah. Prevalensi polip hidung di

Swedia sekitar 2,7% dengan laki-laki lebih dominan 2,2:1. Di Finlandia,

prevalensi polip hidung sekitar 4,3%. Di Amerika Serikat dan Eropa,

prevalensi polip 2,1-4,3% (Storms, Yawn, Fromer 2007; Bachert, Watelet,

Gevaert, Cauwenberge 2005; Kirtsreesakul 2005; Akerlund, Melen,

Holmberg, Bende 2003).

Di Indonesia, Sardjono Soejak dan Sri Herawati melaporkan

penderita polip hidung sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik

THT-KL RS.Dr. Soetomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1. Di RSUP

H.Adam Malik Medan selama Maret 2004 sampai Februari 2005, kasus

polip hidung sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9 wanita

(35%). Selama Januari sampai Desember 2010 didapatkan kasus polip

hidung sebanyak 43 orang terdiri dari 22 pria (51,2%) dan 21 perempuan

(48,8%). Indrawati (2011) melakukan penelitian di RS DR. Sardjito

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana tipe 1 sekitar

20,8%, tipe 2 sekitar 58,3%, tipe 3 sekitar 16,7% dan tipe 4 sekitar 4,2%.

(Dewi 2011; Munir 2008).

Faktor genetik dianggap berperan dalam etiologi polip hidung.

Sekitar 14% penderita polip memiliki riwayat keluarga menderita polip

hidung. Etnis dan geografis memiliki peranan dalam patofisiologi polip.

Pada populasi Caucasian dominan polip eosinofilik sementara di Asia

dominan neutrofilik (Aaron, Chandra, Conley & Kern 2010).

2.1.3 Patogenesis polip hidung

Alergi ditengarai sebagai salah satu faktor predisposisi polip hidung

karena mayoritas polip hidung mengandung eosinofil, ada hubungan polip

hidung dengan asthma dan pemeriksaan hidung menunjukkan tanda dan

gejala alergi. Suatu meta-analisis menemukan 19% dari polip hidung

mempunyai Ig E spesifik yang merupakan manifestasi alergi mukosa

hidung (Kirtsreesakul 2005).

Ketidakseimbangan vasomotor dianggap sebagai salah satu faktor

predisposisi polip hidung karena sebagian penderita polip hidung tidak

menderita alergi dan pada pemeriksaan tidak ditemukan alergen yang

dapat mencetuskan alergi. Polip hidung biasanya mengandung sangat

sedikit pembuluh darah. Regulasi vaskular yang tidak baik dan

meningkatnya permeabilitas vaskular dapat menyebabkan edema dan

pembentukan polip hidung (Kirtsreesakul 2005).

Fenomena Bernouilli terjadi karena menurunnya tekanan akibat

konstriksi. Tekanan negatif akan mengakibatkan inflamasi mukosa hidung

yang kemudian memicu terbentuknya polip hidung (Kirtsreesakul 2005).

Ruptur epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat

mengakibatkan prolaps lamina propria dari mukosa. Hal ini akan memicu

terbentuknya polip hidung (Kirtsreesakul 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Infeksi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan

polip hidung. Hal ini didasari pada percobaan yang menunjukkan rusaknya

epitel dengan jaringan granulasi yang berproliferasi akibat infeksi bakteri

Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus atau Bacteroides

fragilis (merupakan bakteri yang banyak ditemukan pada rhinosinusitis)

atau Pseudomonas aeruginosa yang sering ditemukan pada cystic fibrosis

(Lund 1995).

2.1.4 Makroskopis

Secara makroskopik polip hidung tampak sebagai lesi non-

neoplastik yang merupakan edema mukosa sinonasal, yang prolaps ke

dalam rongga hidung (Choi et al 2006).

2.1.5 Mikroskopis

Secara mikroskopik didapatkan perubahan struktur epitel yaitu

hiperplasia sel goblet, metaplasia skuamosa serta infiltrasi sel-sel radang

seperti eosinofil, limfosit dan sel plasma. Selain itu terdapat pula edema

hebat lamina propria disertai dengan akumulasi matriks protein dan

penebalan membran basal. Pada tingkat seluler, proses inflamasi akan

melibatkan epitel, sel dendritik, sel endothelial dan sel inflamasi seperti

limfosit, eosinofil, neutrofil dan sel mast. Pada tingkat molekular banyak

sekali gen-gen pro-inflamasi yang sudah dapat diidentifikasi (Liu et al

2004).

2.1.6 Klasifikasi histopatologi polip hidung (Hellquist 1996)

1. Edematous, Eosinophilic Polyp (Allergic Polyp)

Gambaran histopatologi berupa edematous stroma, hyperplasia

goblet cells di epitel respiratori, didapatinya sejumlah besar eosinofil dan

sel mast di stroma polip dan penipisan bahkan adanya hialinisasi minimal

pada membran basalis yang terlihat jelas membatasi stroma yang edema

dengan epitel. Pada stroma terlihat sejumlah fibroblast yang jarang

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

dimana terdapat juga sejumlah sel inflamasi. Stroma yang edema

sebagian terisi cairan yang membentuk rongga seperti pseudokista.

Infiltrasi sel inflamasi dapat sangat tegas. Polip edematous biasanya

bilateral.

A B

Gambar 1. A. Edematous, Eosinophilic Polyp. Terdapat banyak sel-sel inflamasi, paling

banyak adalah eosinofil dan sel mast. Terlihat adanya penipisan membran basal (tanda

panah). B. Edematous polyp dengan hiperplasia sel goblet, penipisan membran basal

(tanda panah) dan stroma longgar yang mengandung pseudocystic berisi cairan.

A B

Gambar 2. A. Adanya sejumlah sel goblet di epitel saluran nafas yang mengalami

hiperplasia. Kebanyakan sel-sel inflamasi tidak jelas, stroma yang edema didominasi

eosinofil. B. Sebuah polip dimana sebagian epitel saluran nafas menggantikan sel goblet.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Gambar 3. Polip edematous dengan infiltrasi sel-sel inflamasi yang padat.

2. Chronic Inflammatory Polyp (Fibroinflammatory Polyp)

Tidak adanya edema stroma dan hiperplasia sel goblet adalah

tanda khas tipe histopatologi polip ini. Dijumpai sel goblet tetapi epitel

devoid hiperplasia sel goblet. Sering terlihat adanya epitel squamous dan

metaplasia epitel cuboidal. Terdapat penipisan membran basal walaupun

tidak sejelas penipisan membran basal pada tipe eosinofilik. Sering terlihat

adanya infiltrasi sel inflamasi dengan dominasi limfosit yang sering

bercampur dengan eosinofil. Stroma mengandung sejumlah fibroblast dan

tidak jarang terdapat fibrosis. Pada tipe ini sering kali terlihat adanya

hiperplasia minimal kelenjar seromusin dan dilatasi pembuluh darah sering

terlihat.

Gambar 4. Polip tipe inflamasi. Terdapat sebagian daeran epitel permukaan saluran

nafas yang mengalami metaplasia kuboidal tetapi tidak terdapat hiperplasia sel goblet.

Membran basal menunjukkan tidak adanya hialinisasi. Stroma mengandung jaringan ikat

dengan beberapa pembuluh darah yang mengalami dilatasi dan sejumlah besar dengan

infiltrasi limfosit. Terdapat banyak kelenjar seromusin, lebih banyak daripada polip

edematous.

3. Polyp with Hyperplasia of Seromucinous Glands

Tipe polip ini ditandai dengan didapatinya banyak kelenjar

seromusin dan stroma yang edema. Tipe ini mempunyai banyak

kesamaan dengan tipe edematous. Terdapat kelenjar yang sangat banyak

dengan kelenjarnya merupakan gambaran histopatologi yang khas tipe ini.

Hiperplasia kelenjar menyebabkan gambaran histopatologi tipe ini mirip

neoplasma glandular jinak dan sering disebut pada banyak literature

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

sebagai tubulocytic adenoma. Polip disusun oleh banyak kelenjar dengan

sel silindris dengan inti sel ganjil terletak didepan bagian basal sel.

Kelenjar biasanya berhubungan dengan overlying epitel dan menunjukkan

ketiadaan atypia. Perbedaan dengan tumor kelenjar, pada tipe ini kelenjar

terletak terpisah satu sama lain, berbeda dengan tumor dimana kelenjar

sering kali saling bersentuhan bahkan lengket pada bagian leher satu

sama lain. Tipe polip ini sangat jarang, hanya sekitar 5% dari seluruh

polip.

Gambar 5. Polip hidung dengan hiperplasia kelenjar seromusin. Namun tidak terdapat

atipik.

4. Polyp with Stromal Atypia

Tipe ini adalah tipe yang paling jarang. Dapat dengan mudah

dianggap sebagai suatu neoplasma jika ahli patologi anatomi tidak familiar

dengan gambaran histopatologi ini. Secara makroskopis sama dengan

polip hidung yang lain tetapi gambaran histopatologi ditandai dengan

stroma yang atypik.

A Gambar 6. A. Polip dengan stroma atipik. Stroma lebih gembur dengan sel-sel inflamasi

tetapi terdapat sejumlah sel bizarre dan sebagian berbentuk seperti bintang berselubung.

Inti sel-sel tersebut atipik dan cenderung hiperkromatik. Tidak adanya mitosis. B. Tipe

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

lain dari polip dengan stroma atipik. Sel-sel atipik terlihat berada di tengah gambar.

Terlihat inflamasi tegas di gambar A dan edema di gambar B.

2.1.7 Histomorfologi dan patomekanisme polip

Peradangan merupakan prinsip utama dalam patogenesis

pembentukan dan pertumbuhan polip. Karakteristik polip hidung yang

matang ditandai dengan proses peradangan yang tampak seperti

pembentukan pseudokista yang kosong dan penumpukan sel-sel radang

di subepitel, dimana eosinofil adalah sel yang dominan. Banyak penelitian

yang fokus terhadap rekruitmen dan usia eosinofil di polip hidung. Sitokin

dan kemokin bertindak sebagai mediator dalam proses ini. Pada polip

yang kecil yang tumbuh dari mukosa meatus media yang normal pada

penderita polip hidung bilateral, dijumpai sejumlah eosinofil pada masa

awal pertumbuhan polip. Dari sini diduga ada penumpukan protein plasma

yang diatur oleh eosinofil. Albumin dan protein plasma yang lain

menumpuk didalam pseudokista bersama infiltrasi eosinofil. Histomorfologi

polip didominasi oleh epitel yang rusak, membran basal yang menipis dan

meradang dan terdapat sedikit jaringan stroma yang mengalami fibrosis,

dengan minimal pembuluh darah dan kelenjar serta tidak adanya struktur

saraf.

Peradangan eosinofil pada polip diatur oleh sel T yang teraktivasi.

IL-5 memegang peranan penting dalam proses rekruitmen, aktivasi dan

inhibisi apoptosis eosinofil.

TGF-β1, suatu sitokin dengan kerja menginhibisi sintesis IL-5.

Produksi IL-5 yang tinggi dan tidak adanya TGF-β1 diduga menjadi

penyebab utama lamanya usia eosinofil dan menfasilitasi degradasi

jaringan matrix, kedua hal tersebut merupakan karakteristik struktur polip.

ICAM-1, E-selectin dan P-selectin juga terlihat pada epitel polip

yang berperan dalam rekruitmen eosinofil. VCAM-1 juga meningkat secara

bermakna pada polip. Pengobatan dengan steroid topikal menurunkan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

densitas eosinofil serta ekspresi VCAM-1 pada polip (Bachert, Watelet,

Gevaert & Cauwenberge 2005).

Tabel 1. Komponen Polip Hidung.

Albumin dan protein plasma yang lain

Histamin

IL-1β, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8

Interferon-γ

Faktor stimulasi koloni Granulosit-makrofag

RANTES

Faktor pertumbuhan fibroblas dasar

EOTAXIN

Faktor pertumbuhan endotel vaskular

Selectin-P

Faktor stimulasi koloni Granulosit-makrofag

Selectin-E

Faktor pertumbuhan pentransfer α-1 and β-1

MMP-7, MMP-9

Faktor pertumbuhan turunan Keratinosit

CD 4+, CD 8+

Adhesi intersel molekul-1

Makrofag

Adhesi sel vaskular molekul-1

Sel Mast

Faktor nekrosis tumor α

Sumber: Bachert, Watelet, Gevaert, Cauwenberge 2005; Shun et al 2005; Bateman,

Fahy, Woolford 2002.

Tabel 2. Teori pembentukan polip hidung

Penelitian Mekanisme pembentukan

Ramanathan et al ↓ Respon imun lokal berbasis Th-1 1

↑ Aktivitas berbasis Th-2 ↑ Eosinofil

Ramanathan et al ↓ Reseptor mirip Toll-9 2

Lane et al ↑ Reseptor mirip Toll-2

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Qiu et al ↑ Ekspresi surviving

Kowalski et al ↓ Apoptosis eosinofil

Meyer et al ↑ Ekspresi eotaxin

Olze et al ↑ RANTES ↑ Eosinofil

Rudack et al ↑ Eosinofil yang berhubungan dengan sitokin IL-5

Ohori et al ↑ VCAM-1 yang diperkuat oleh TNF-α

Kim et al Ketiadaan limfangiogenesis pada inflamasi mukosa hidung ↑ Edem stroma dan pembentukan polip

Lechapat-Zalcman Meningkatnya regulasi MMP-9 di kelenjar dan pembuluh darah

Bernstein et al ↑ Produksi super antigen stapilokokus aureus

Van Zele et al Aktivasi sitokin Th-1 dan Th-2

Cannady et al Abnormalitas metabolisme NO

Sumber: Aouad & Chiu 2011.

2.1.8 Diagnosis

2.1.8.1 Anamnesis

Keluhan utama penderita polip hidung adalah hidung tersumbat.

Rinore mulai yang jernih sampai purulen atau post nasal drips, gangguan

penghidu, suara sengau serta rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala

(Lund 1995).

2.1.8.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat massa yang berwarna

pucat dan mudah digerakkan. Adanya fasilitas naso-endoskopi akan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

sangat membantu diagnosis kasus polip stadium dini (Mangunkusumo dan

Wardani 2007).

2.1.8.3 Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas penegakan

diagnosa polip hidung. Menurut Hellquist (1996), ada empat tipe

histopatologi polip hidung, antara lain : Edematous, Eosinophilic Polyp

(Allergic Polyp), Chronic Inflammatory Polyp (Fibroinflammatory Polyp),

Chronic Inflammatory Polyp (Fibroinflammatory Polyp) dan Polyp with

Stromal Atypia.

2.1.8.4 Pemeriksaan radiologi

CT scan diindikasikan pada kasus polip yang gagal terapi

medikamentosa, ada komplikasi sinusitis dan rencana tindakan bedah

terutama bedah sinus endoskopi fungsional (Mangunkusumo dan Wardani

2007).

2.1.9 Stadium polip

Tabel 3. Stadium Polip Menurut Mackay and Lund 1995.

Kondisi Polip Stadium

Tidak ada polip 0

Polip terbatas pada meatus media 1

Polip sudah keluar dari meatus media tetapi belum memenuhi rongga hidung

2

Polip yang massif (memenuhi rongga hidung) 3

Sumber: Assanasen & Naclerio 2001.

Tabel 4. Stadium Polip Menurut Yamada et al 2000.

Kondisi Polip Stadium

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Tidak ada polip 0

Polip di meatus media dan belum mencapai batas bawah konka media

1

Polip belum mencapai titik tengah antara batas bawah konka media dan batas atas konka inferior

2

Polip belum melewati batas bawah konka inferior 3

Polip melewati batas bawah konka inferior 4

Sumber: Yamada et al 2000.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan naso-endoskopi untuk menilai

polip hidung dan menentukan stadium berdasarkan stadium polip menurut

Mackay and Lund.

2.1.10 Penatalaksanaan polip hidung

Penatalaksanaan polip hidung dengan medikamentosa, operasi

atau kombinasi. Berdasarkan guideline PERHATI-KL, stadium 1 (menurut

Mackay and Lund) dapat diterapi dengan medikamentosa (polipektomi

medikamentosa), untuk stadium 2 dapat diterapi medikamentosa atau

operasi dan stadium 3 dianjurkan untuk dioperasi (Aouad & Chiu 2011;

PERHATI-KL 2007).

Tujuan Penatalaksanaan Polip Hidung.

1. Eliminasi polip hidung atau mengurangi ukuran polip sebesar mungkin.

2. Membuka kembali jalan nafas melalui hidung.

3. Meredakan gejala.

4. Penciuman kembali normal.

5. Mencegah kekambuhan polip hidung.

6. Mencegah komplikasi

Sumber: Mygind & Lildholdt 1996; Badia & Lund 2001.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Sarat Terapi Polip Hidung yang Ideal.

1. Kepatuhan pasien (dipengaruhi rasa nyeri atau ketidaknyamanan, biaya

pengobatan, lamanya pengobatan dan lamanya efek pengobatan.

2. Tidak ada efek samping yang berbahaya.

3. Tidak ada perubahan struktur normal dan fungsi hidung.

Sumber: Mygind & Lildholdt 1996.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Sumber: Perhati (2007).

Gambar 7. Algoritma Penatalaksanaan Polip Hidung & Sinus Paranasal.

Keluhan Sumbatan hidung dengan 1/> gejala:

Rinore purulen, anosmia/hiposmia, post nasal drips, sakit kepala frontal Tampak massa dgn rinoskopi / naso-endoskopi

Massa polip hidung Tentukan stadium

Curiga keganasan

Biopsi

Stadium 2 dan 3: terapi bedah

Stadium 1 dan 2: terapi medik

Jika mungkin: biopsi untuk tentukan tipe polip (eosinofilik/netrofilik) dan/lakukan polipektomi reduksi pada polip stadium 2 dan 3 untuk memperbaiki airway.

Semua stadium tipe netrofilik: terapi bedah

Semua stadium tipe eosinofilik: terapi medik

Persiapan pra bedah: HDST dan CT Scan

Terapi bedah

Terapi medik: 1. Steroid topikal dan/atau 2. Polipektomi medikamentosa (HDST)

Tidak ada perbaikan: Tetap/membesar/mengecil sedikit

Perbaikan: Mengecil cukup banyak

Perbaikan: hilang

Tindak lanjut dengan steroid topikal Pemeriksaan berkala dengan naso-endoskopi Sembuh

Polip rekuren: - Cari faktor alergi - Kaustik /ekstraksi polip kecil - Steroid topikal - Operasi ulang - Steroid oral (HDST)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

2.2 Fisiologi Kortikosteroid

Steroid adalah hormon yang dibuat dari kolesterol di kortex adrenal.

Kelenjar adrenal adalah organ kecil yang terletak diatas ginjal. Kelenjar ini

mengandung banyak pembuluh darah yang mengalirkan darah dari dan

menuju kelenjar. Kelenjar ini menghasilkan epinefrin yang mengatur

tekanan darah dan fungsi saraf. Kortex adrenal menghasilkan dua jenis

steroid yakni androgen adrenal dan kortikosteroid. Kortikosteroid memiliki

banyak fungsi, antara lain mengatur metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengatur system

kardiovaskular dan saraf, ginjal, otot rangka dan fungsi organ yang lain.

Jika seseorang mendapat kortikosteroid diatas kemampuan kelenjar

adrenal memproduksi kortikosteroid maka akan menyebabkan insufisiensi

kelenjar adrenal. Penderita akan menderita demam, keletihan, tidak

bertenaga dan tekanan darah rendah. Gejala ini sangat mirip dengan

penderita infeksi yang berat. Tergantung berapa lama dan besarnya dosis

steroid yang didapat, penurunan dosis bertahap mutlak dilakukan dan

dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu (Beck

2004).

2.3 Kortikosteroid

Tujuan penggunaan kortikosteroid adalah untuk mengurangi ukuran

dan jumlah polip, membuka jalan nafas melalui hidung, memperbaiki

kemampuan menghidu, mengurangi inflamasi, untuk mengurangi

intensitas operasi, menunda operasi atau bahkan menghilangkan polip

sehingga tidak perlu dioperasi lagi (Bachert 2011; VLckova et al 2009).

Apoptosis merupakan proses yang penting dalam mengurangi

jumlah sel-sel inflamasi. Kortikosteroid meng-induksi proses apoptosis sel-

sel inflamasi pada polip hidung pada in vitro. Pemberian steroid oral,

topikal maupun steroid injeksi intra polip terbukti meng-induksi apoptosis

pada polip hidung (Assanasen & Naclerio 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Polip hidung adalah manifestasi proses inflamasi maka

kortikosteroid adalah terapi yang efektif. Kortikosteroid semprot hidung

atau sistemik bekerja dengan mengurangi konsentrasi mediator inflamasi

dan sel-sel inflamasi dengan cara meng-inhibisi proliferasi sel dan meng-

induksi apoptosis. Efek anti inflamasi ini tidak hanya berdampak pada sel-

sel inflamasi seperti limfosit dan eosinofil tetapi juga sel-sel epitel dan

fibroblas. Efikasi klinis kortikosteroid sebagai anti inflamasi dapat dilihat

dari kemampuannya mengurangi infiltrasi eosinofil di saluran nafas

dengan cara mencegah peningkatan kemampuan hidup dan mencegah

aktifasi eosinofil. Kortikosteroid merupakan terapi konservatif pilihan untuk

polip baik sebagai terapi utama maupun untuk mencegah kekambuhan.

Fokkens et al mendapati angka kekambuhan sekitar 5%-10% setelah

operasi. Dalziel et al mendapati angka kekambuhan sekitar 28% setelah

bedah sinus endoskopi fungsional dan sekitar 35% setelah semprot

hidung polipektomi (Newton & Ah-See 2008; Ferguson & Orlandi 2006;

Watanabe, Kanaizumi, Shirasaki, Himi 2004).

Kortikosteroid menghambat pelepasan mediator vasoaktif sehingga

mengurangi vasodilatasi, ekstravasasi cairan dan deposit mediator.

Kortikosteroid mengurangi amplifikasi reaksi inflamasi dengan mengurangi

rekruitmen sel-sel inflamasi dan juga menghambat proliferasi fibroblast

dan sintesa matrix protein ekstraselular. Hal ini akan mengakibatkan

berkurangnya sitokin dan sel-sel inflamasi. Sel T sangat sensitif terhadap

kortikosteroid. Jumlah sel T yang berkurang sangat tergantung pada dosis

kortikosteroid. Rekruitmen sel-sel inflamasi dihambat dengan dihambatnya

ekspresi ikatan molekul seperti ICAM-1 dan VCAM-1, yang berperan

dalam proses influx basofil dan sel mast di lapisan epitel mukosa hidung.

Kortikosteroid mengurangi pelepasan mediator seperti histamin,

prostanoids dan leukotrien. Hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah

sel-sel inflamasi di mukosa. Kortikosteroid menormalkan jumlah sel yang

mengalami influx. Walaupun demikian, kortikosteroid kelihatannya tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

mempunyai pengaruh terhadap makrofag dan neutrofil. Hal ini mungkin

yang menjadi alasan bahwa kortikosteroid topikal tidak menurunkan daya

tahan tubuh terhadap infeksi (Bachert, Watelet, Gevaert, Cauwenberge

2005).

Konsentrasi Metilprednisolon intravena di plasma lebih tinggi jika

diberikan pada pukul 08.00 daripada diberikan pada pukul 16.00. Bersihan

metilprednisolon lebih tinggi 28% jika diberikan pada sore hari daripada

jika diberikan pada pagi hari. Efek klinis menjadi lebih adekuat dan

gangguan pada sirkardian cortisol akan lebih minimal jika kortikosteroid

diberikan pada pagi hari (Fisher et al 1992).

Beberapa penderita polip hidung tidak menunjukkan adanya

perbaikan dengan steroid. Hal ini mungkin dikarenakan jenis polip yang

tidak respon terhadap glukokortikoid seperti cystic fibrosis atau primary

ciliary dyskinesia, yang khas dengan infiltrasi lokal neutrofil bukan

eosinofil. Penyebab lain adalah adanya infeksi purulen sehingga polip

tidak respon secara temporer terhadap steroid atau dikarenakan distribusi

steroid semprot hidung yang tidak adekuat oleh karena hidung yang

dipenuhi massa polip (Mygind & Lildholdt 1996).

Tabel 5. Mediator Proinflamasi yang ditekan Kortikosteroid Intranasal

Mediator Komponen

Sitokin IL-6, IL-8; sintesis antibodi IgE

Sel-sel Langerhan Sintesis IgE dan stimulasi sel T Limfosit Aktifasi sel T seperti CD 3+,CD 4+,CD8+ dan CD 25+

Sel Mast Pelepasan IgE tergantung histamin

Basofils Produksi IL-4 dan IL-13 dan pelepasan IgE bergantung

histamin

Eosinofil Sitokin seperti IL-4 dan IL-5

Sumber: Demoly 2007.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

2.3.1 Kortikosteroid semprot hidung

Food and Drug Administration sejak Januari 2005 hanya menerima

kortikosteroid semprot hidung sebagai terapi polip hidung. Sediaan steroid

nasal topikal dapat berupa drops atau spray. Tidak ada penelitian yang

membandingkan efikasi kedua sediaan ini (Aouad & Chiu 2011; Ferguson

& Orlandi 2006).

Bioavailabilitas adalah sejumlah obat yang masuk ke sirkulasi

sistemik. Rasio terapetik adalah potensi pencapaian efek yang diinginkan

dibandingkan dengan efek sistemik yang tidak diinginkan. Tujuan

pemberian kortikosteroid semprot hidung adalah untuk mencapai

perbandingan tertinggi antara efek lokal dengan efek sistemik.

Kortikosteroid semprot hidung adalah terapi terbaik pada polip hidung

meskipun mekanisme kerjanya pada polip hidung sampai saat ini belum

dapat dipahami dengan baik (Pornsuriyasak & Assanasen 2008;

Jankowski, Bouchoua, Coffinet, Vignaud 2002).

Tabel 6. Kortikosteroid Intranasal

Kortikosteroid Generasi

Triamcinolone acetonide ( TAA ) I

Flunisolide ( FLU ) I

Beclomethasone dipropionate ( BD ) I

Budesonide

( BUD ) I

Mometasone furoate ( MF ) II

Fluticasone propionate ( FP ) II

Ciclesonide aqueous ( CIC ) II

Fluticasone furoate ( FF ) II

Sumber: Sastre & Mosges 2012; Pornsuriyasak & Assanasen 2008.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Tabel 7. Perkiraan Bioafibilitas Kortikosteroid Semprot Hidung

Kortikosteroid Bioavibilitas sistemik

Dexamethasone (oral) 76 %

Flunisolide 49 %

Triamcinolone acetonide 46 %

Beclomethasone dipropionate 44 %

Budesonide 34 %

Fluticasone propionate < 1 %

Fluticasone furoate 0,5 %

Mometasone furoate < 0,1 %

Ciclesonide aqueous Sangat rendah

Sumber: Sastre & Mosges 2012.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Gambar 8. Metabolisme 200 μg MF, FP, Bud dan TAA.

Sumber: Demoly 2007. Oleh karena aktifitas mukosiliar hidung maka sekitar 70% steroid

semprot hidung akan masuk ke saluran cerna. TAA lebih sedikit mengalami metabolisme

di hati sehingga bioavibilitas sistemiknya menjadi jauh lebih tinggi daripada MF dan FP.

Mometasone furoate dan FP adalah kortikosteroid lipofilik yang

memiliki banyak reseptor di mukosa. Keduanya sangat efisien,

dimetabolisme di hati dan bioavibilitas sistemik minimal sehingga potensi

efek samping sistemik sangat rendah. Triamcinolone adalah kortikosteroid

sintetis yang memiliki struktur yang sama dengan hydrocortison,

fludrocortison dan dexametason; adalah anti inflamasi dengan efek

mineralkortikoid yang minimal. Dibandingkan dengan mometasone, TAA

lebih nyaman digunakan, efek iritasi lebih kecil, aroma lebih lembut, lebih

terasa nyaman saat mengenai mukosa hidung serta rasa yang lebih

ringan. Fluticasone furoate adalah kortikosteroid sintetis terbaru yang

diperkenalkan pada tahun 2007. Fluticasone furoate mempunyai cakupan

yang luas terhadap reseptor glukokortikoid dengan efek anti inflamasi

yang sangat kuat. Fluticasone furoate semprot hidung tersedia dalam

Intranasal Kortikosteroid 200 μg

Nose 30% Gut 70% Nasociliary clearance

140 μg 60 μg Deposition

77% hepatic first-pass 99 % hepatic first-pass No first-pass

14 μg e.g. TAA 1,4 μg e.g. MF/FP 60 μg

Systemic circulation

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

bentuk suspensi mikro FF 27,5 μg FF dalam 50 μg suspensi tiap semprot.

Mula kerja FF sangat cepat, 8 jam setelah semprotan pertama, berbeda

dengan FP pada hari kedua setelah pemberian pertama. FF mempunyai

afinitas terbesar terhadap reseptor glukokortikoid jika digunakan semprot

hidung dan berikatan dengan reseptor paling lama. Masa kerja lebih lama

(24 jam) dengan dosis sekali semprot setiap hari. Pemberian FF sekali

semprot sehari menunjukkan efektifitas yang sama dengan pemberian FP

dua kali semprot sehari. Dosis yang dianjurkan 110 μg sekali sehari

terbagi dalam dua kali semprot (27,5 μg/semprot) tiap hidung/polip.

Fluticasone furoate yang masuk kedalam saluran cerna akan metabolisme

di hati oleh isozim P450, CYP3A4, sehingga efek sistemik sangat minimal

(< 0,5 %). Harus dipertimbangkan pemberian FF pada penderita

gangguan fungsi hati. Fluticasone Furoate tidak diidentifikasi di urin orang

yang mendapat semprot hidung sehingga tidak perlu penyesuaian dosis

pada penderita dengan gangguan ginjal. Pemberian bersama

ketokonazole atau obat lain yang bersifat inhibitor kuat CYP3A4 seperti

ritonavir sebaiknya dihindari. Efek samping yang timbul umumnya ringan

serta dapat sembuh sendiri dan paling sering timbul adalah epistaksis,

faringitis, mukosa hidung terasa kering dan panas (Sastre and Mosges

2012; Kumar, Kumar, Parakh 2011; Djupesland 2010; Pornsuriyasak &

Assanasen 2008; Doggrell & Sheila 2003; Mann 2003).

Tabel 8. Cara pemakaian kortikosteroid semprot hidung yang disarankan.

1. Posisi kepala netral, menatap keatas.

2. Rongga hidung bersih.

3. Masukkan nozzle kedalam rongga hidung.

4. Semprotkan kearah lateral 5. Gunakan atas saran dokter. 6. Bernafas lembut saat rongga hidung disemprot. 7. Bernafas melalui hidung.

Sumber: Sastre and Mosges (2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Tabel 9. Perbandingan Kortikosteroid Semprot Hidung.

FP MF BUD CIC FF

Bioavibilatas (%) < 2 Minim 34 < 1 1,26

Ikatan protein (%) 91 99 85 99 99

Ekskresi F 95 % U 5 %

F 55 % U 45 %

F 34 % U 66 %

F 66 % U 20 %

F 90 % U 1 %

Waktu paruh (jam) 7,8 5,8 2-3 6-7 15,1

Afinitas reseptor 1775 900 855 120 2989

Telah diterima FDA (years)

4 2 6 6 2

Onset reaksi (jam) 12 11 4 1 6-8

Dosis semprot (μg) 50 50 32 50 27,5

Diterima FDA (year) 1994 1997 1999 2006 2007

Sumber: Kumar,Kumar,Parakh (2011). Keterangan: F= feses, U= urin.

Naclerio and Mackay (2001) melaporkan bahwa penggunaan

kortikosteroid semprot hidung selama 4-6 minggu, efektif mengurangi

ukuran polip hidung. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan

Fluticasone furoate 110 μg sekali sehari yang diberikan dalam dua kali

semprot (27,5 μg/semprot) untuk tiap polip hidung.

2.3.2 Kortikosteroid oral

Penggunaan steroid oral hanya dalam jangka pendek (2-3 minggu)

oleh karena resiko efek samping sistemik. Steroid oral kontraindikasi

pada penderita infeksi akut, ulkus peptikum, psikosis dan osteoporosis.

Namun penggunaan steroid oral masih direkomendasikan untuk

penderita rinosinusitis kronik dengan polip hidung dan untuk

penatalaksanaan exaserbasi gejala yang berat pada penderita tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbaikan gejala yang cepat

dan perubahan ukuran polip hidung dengan penggunaan steroid oral.

Pemberian kortikosteroid oral jangka pendek preoperatif diikuti

kortikosteroid semprot hidung postoperatif menunjukkan penurunan angka

kekambuhan setelah operasi yang bermakna. Adapun steroid oral yang

sering digunakan pada terapi polip hidung antara lain: Metilprednisolon,

Dexametason dan Prednisone. Lildholdt mendapatkan polipektomi dengan

steroid oral jangka pendek menunjukkan hasil yang sama dengan

polipektomi dengan menggunakan snare. Komplikasi yang dapat timbul

berupa imunosupresi, gangguan penyembuhan luka, ulkus peptikum,

mudah memar, meningkatnya kadar gula darah, meningkatnya tekanan

darah, meningkatnya tekanan intra ocular, supresi adrenal, katarak,

perubahan distribusi lemak tubuh, retensi cairan, kehilangan potassium

dan calcium, menurunnya kepadatan tulang, kelemahan otot, hirsutism,

emosi yang labil hingga psychosis (Bachert 2011; Kowalski 2011; Al-

Husban, Nawasreh, Al-Raggad 2010; Perhati 2007; Ferguson & Orlandi

2006; Jankowski, Bouchoua, Coffinet, Vignaud 2002)

Pemberian kortikosteroid oral harus dengan dosis yang diturunkan

secara bertahap. Penurunan dosis dapat dilakukan dengan mengurangi

setengahnya setiap 5 hari sekali hingga mencapai dosis 8 mg. Pemberian

seperti ini dapat dilakukan sampai 4 kali dalam setahun jika tidak ada

kontra indikasi pada individu tersebut (Bachert, Watelet, Gevaert,

Cauwenberge 2005).

Pada penelitian ini peneliti menggunakan Metilprednisolon 64 mg

tappering off selama kurang lebih 3 minggu sebagai terapi. Dosis

diturunkan setengahnya setiap 5 hari sekali.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

2.4 Kerangka Teori Penelitian.

Gambar 9. Kerangka Teori Penelitian

Kortikosteroid

Sel T

TGFβ-1 Ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1

Sekresi Sitokin dan Kemokin

Pelepasan Mediator

Proliferasi Fibroblast

Interleukin 5 Influx Basofil dan Sel Mast

Jumlah sel-sel radang

Ukuran polip

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 10. Kerangka Konsep Penelitian.

2.6 Anatomi Hidung

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan

ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi

kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum nasi mempunyai 4 dinding, yaitu

dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah

septum nasi. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan

dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh

mukosa hidung.

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka inferior

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksil a dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan

bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral

hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior

terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral

Kortikosteroid

Fluticasone furoate semprot hidung

Metilprednisolon oral

Polip hidung Polip hidung

Sel-sel inflamasi Sel-sel inflamasi

Apoptosis Apoptosis

Jumlah sel radang polip hidung

Ukuran polip

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat ostium duktus

nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding

lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal,

maksila dan etmoid anterior. Pada konka superior yang merupakan ruang

diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid

posterior dan sinus sfenoid.

Gambar 11. Dinding lateral hidung (Ballenger 2003).

Kompleks Ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding

lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea.

Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus

unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger

nasi dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang

merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di

anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal (Soetjipto 2007).

Epitel yang melapisi vestibulum adalah keratinized, squamous cell

epithelium dan ditumbuhi rambut hidung serta mengandung kelenjar

sebasea. Dari tepi konka inferior menuju posterior, epitel berubah menjadi

cuboidal epithelium dan pseudostratified ciliated columnar respiratory

epithelium. Pada bagian posterior nasofaring, epitel berubah lagi menjadi

nonkeratinized, squamous cell epithelium (Hwang and Abdalkhani 2009).

Keterangan gambar dari atas ke bawah:

- Konka superior - Meatus nasi

superior - Konka media - Meatus nasi media - Konka inferior - Meatus nasi

inferior

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB 2 Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42402/4/Chapter II.pdf · Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 penderita polip dimana

2.7 Fisiologi Hidung

Menurut Corey dan Yilmaz (2009), ada lima fungsi hidung:

1. Fungsi respirasi.

2. Fungsi pertahanan lokal.

Adanya rambut hidung dan klirens mukosiliar adalah bagian

terpenting dalam mekanisme pertahanan terhadap patogen dan

toxin yang terhirup bersama udara.

3. Sebagai pengatur suhu dan kelembaban udara.

Hidung sangat berperan penting dalam mengatur suhu dan

kelembaban udara yang akan memasuki pari-paru.

4. Fungsi penghidu.

Di rongga hidung terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara

untuk menampung stimulus penghidu.

5. Fungsi resonansi suara

Kualitas suara sangat ditentukan oleh vibrasi suara di faring,

rongga mulut dan rongga hidung.

Universitas Sumatera Utara