Laporan Pendahuluan Ckd

18
Laporan Pendahuluan CKD (cronic kidney dieseas) A. DEFINISI Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001). B. KLASIFIKASI CKD Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF. 1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium : a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal Kreatinin serum dan kadar BUN normal

description

laporan pendahuluan

Transcript of Laporan Pendahuluan Ckd

Page 1: Laporan Pendahuluan Ckd

Laporan Pendahuluan

CKD (cronic kidney dieseas)

A.    DEFINISI

  Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi

renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth,

2001).

  Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten

dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju filtrasi

glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,

2007).

  CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif

dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia

yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B.     KLASIFIKASI CKD

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD).

Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun

pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien

pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien

datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD,

untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin

test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya

3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang

dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1.      Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :

a.       Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal

  Kreatinin serum dan kadar BUN normal

  Asimptomatik

  Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b.      Stadium II : Insufisiensi ginjal

  Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)

  Kadar kreatinin serum meningkat

  Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1)      Ringan

Page 2: Laporan Pendahuluan Ckd

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

2)      Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal

3)      Kondisi berat

2% - 20% fungsi ginjal normal

c.       Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

  kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

  ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit

  air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2.      KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD

berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :

a.     Stadium 1   : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih

normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)

b.     Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73

m2)

c.       Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)

d.      Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)

e.       Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

C.    ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

1.     Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2.     Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3.     Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,

stenosis arteri renalis.

4.     Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli

arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5.     Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler

ginjal.

6.     Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7.      Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8.      Nefropati obstruktif                           

a.       Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

b.      Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada

leher kandung kemih dan uretra.

D.     PATOFISIOLOGI

Page 3: Laporan Pendahuluan Ckd

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan

yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat

diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak

bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya

gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan

ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal

yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi

setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1.   Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah

glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang

sebenarnya dibersihkan oleh ginjal

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-

jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak

berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan

meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin

serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini

diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,

tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan

medikasi seperti steroid.

2.   Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal

pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan

masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium

dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan

hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan

kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai

kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan

hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang

semakin memperburuk status uremik.

3.   Asidosis

Page 4: Laporan Pendahuluan Ckd

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring

dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.

Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk

menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan

ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi

4.   Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel

darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat

status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi

eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak

napas.

5.   Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme

kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling

timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan

menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat

dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum

menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal

tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan

mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit

aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.

6.   Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan

keseimbangan parathormon.

Patways CKD / Gagal Ginjal :

Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal Ginjal Kronik

E.     TANDA DAN GEJALA

1.        Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a.        Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan

pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji

comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

b.       Defisiensi hormone eritropoetin

Page 5: Laporan Pendahuluan Ckd

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi

sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses

hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.

2.        Kelainan Saluran cerna

a.        Mual, muntah, hicthcup

dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa

lambung dan usus.

b.       Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea

dan kurang menjaga kebersihan mulut.

c.        Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

3.        Kelainan mata

4.        Kardiovaskuler :

a.          Hipertensi

b.         Pitting edema

c.          Edema periorbital

d.         Pembesaran vena leher

e.          Friction Rub Pericardial

5.        Kelainan kulit

a.        Gatal

Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

a).      Toksik uremia yang kurang terdialisis

b).     Peningkatan kadar kalium phosphor

c).      Alergi bahan-bahan dalam proses HD

b.       Kering bersisik

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.

c.        Kulit mudah memar

d.       Kulit kering dan bersisik

e.        rambut tipis dan kasar

5.        Neuropsikiatri

6.        Kelainan selaput serosa

7.        Neurologi :

a.       Kelemahan dan keletihan

b.      Konfusi

c.       Disorientasi

d.      Kejang

e.       Kelemahan pada tungkai

Page 6: Laporan Pendahuluan Ckd

f.       rasa panas pada telapak kaki

g.      Perubahan Perilaku

8.        Kardiomegali.

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal

yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan

tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%

dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang

disebut Sindrom Uremik

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

  Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,

ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya,

serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

  Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

MANIFESTASI SINDROM UREMIKSistem Tubuh ManifestasiBiokimia   Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)

  Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)

  Hiperkalemia  Retensi atau pembuangan Natrium  Hipermagnesia  Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria  Nokturia, pembalikan irama diurnal  Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010  Protein silinder  Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular   Hipertensi  Retinopati dan enselopati hipertensif  Beban sirkulasi berlebihan  Edema  Gagal jantung kongestif  Perikarditis (friction rub)  Disritmia

Pernafasan   Pernafasan Kusmaul, dispnea  Edema paru  Pneumonitis

Hematologik   Anemia menyebabkan kelelahan  Hemolisis  Kecenderungan perdarahan  Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,

pneumonia,septikemia)

Page 7: Laporan Pendahuluan Ckd

Kulit   Pucat, pigmentasi  Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,

bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)

  Pruritus  “kristal” uremik  kulit kering  memar

Saluran cerna   Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB  Nafas berbau amoniak  Rasa kecap logam, mulut kering  Stomatitis, parotitid  Gastritis, enteritis  Perdarahan saluran cerna  Diare

Metabolisme intermedier

  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin

menurun  Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular   Mudah lelah  Otot mengecil dan lemah  Susunan saraf pusat :  Penurunan ketajaman mental  Konsentrasi buruk  Apati  Letargi/gelisah, insomnia  Kekacauan mental  Koma  Otot berkedut, asteriksis, kejang  Neuropati perifer :  Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg  Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi  Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi

paraplegi

Gangguan kalsium dan rangka

  Hiperfosfatemia, hipokalsemia  Hiperparatiroidisme sekunder  Osteodistropi ginjal  Fraktur patologik (demineralisasi tulang)  Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar

sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)  Konjungtivitis (uremik mata merah)

F.     KOMPLIKASI

Page 8: Laporan Pendahuluan Ckd

a.       Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan

masukan diet berlebih.

b.      Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah

uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c.       Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-

aldosteron

d.      Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,

perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa

e.       Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum

yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

f.       Asidosis metabolic

g.      Osteodistropi ginjal

h.      Sepsis

i.        neuropati perifer

j.        hiperuremia

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.        Laboratorium

a.        Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

  Ureum kreatinin.

  Asam urat serum.

b.       Identifikasi etiologi gagal ginjal

  Analisis urin rutin

  Mikrobiologi urin

  Kimia darah

  Elektrolit

  Imunodiagnosis

c.    Identifikasi perjalanan penyakit

  Progresifitas penurunan fungsi ginjal

  Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau

                   0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

                 0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Page 9: Laporan Pendahuluan Ckd

-         Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

  Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

  Endokrin        :  PTH dan T3,T4

  Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk   ginjal, misalnya: infark

miokard.

2.        Diagnostik

a.    Etiologi CKD dan terminal

  Foto polos abdomen.

  USG.

  Nefrotogram.

  Pielografi retrograde.

  Pielografi antegrade.

  Mictuating Cysto Urography (MCU).

b.    Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

  RetRogram

  USG.

H.     PENATALAKSANAAN MEDIS

1.      Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD)

dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a.       Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

b.      Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

c.       Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

d.      Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

a.       Mencegah memburuknya  fungsi ginjal.

1).    Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2).    Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.

3).    Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4).    Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

5).    Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

6).    Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

7).    Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang

kuat.

b.      Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

1).    Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

Page 10: Laporan Pendahuluan Ckd

2).    Kendalikan terapi ISK.

3).    Diet protein yang proporsional.

4).    Kendalikan hiperfosfatemia.

5).    Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

6).    Terapi hIperfosfatemia.

7).    Terapi keadaan asidosis metabolik.

8).    Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c.       Terapi alleviative gejala asotemia

1).    Pembatasan konsumsi protein hewani.

2).    Terapi keluhan gatal-gatal.

3).    Terapi keluhan gastrointestinal.

4).    Terapi keluhan neuromuskuler.

5).    Terapi keluhan tulang dan sendi.

6).    Terapi anemia.

7).    Terapi setiap infeksi.

2.      Terapi simtomatik

a.      Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum

K+ (hiperkalemia ) :

1).    Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2).    Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau

serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b.      Anemia

1).    Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:

Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant

Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2).    Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang

toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

3).    Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan

besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia,

tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun

harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a).    HCT < atau sama dengan 20 %

b).    Hb  < atau sama dengan 7 mg5

Page 11: Laporan Pendahuluan Ckd

c).    Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan high output heart

failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a).    Hemosiderosis

b).    Supresi sumsum tulang

c).    Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d).   Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

e).    Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi

ginjal.

c.       Kelainan Kulit

1).    Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada

klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a).    Bersifat subyektif

b).    Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a).    Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b).    Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c).    Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang

apabila diperlukan

d).   Pemberian obat

  Diphenhidramine 25-50 P.O

  Hidroxyzine 10 mg P.O   

2).    Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi

toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan

dialisis.

d.      Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya : 

1).    HD reguler.

2).    Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3).    Operasi sub total paratiroidektomi.

e.       Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe

vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :

1).    Restriksi garam dapur.

Page 12: Laporan Pendahuluan Ckd

2).    Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3).    Obat-obat antihipertensi.

3.      Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG

kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,

dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a.       Dialisis yang meliputi :

1).    Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien

GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,

indikasi HD adalah

1.      Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara

sampai fungsi ginjalnya pulih.

2.      Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:

a.          Hiperkalemia > 17 mg/lt

b.         Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

c.          Kegagalan terapi konservatif

d.         Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,

hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi

dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %

e.          Kelebihan cairan

f.          Mual dan muntah hebat

g.         BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

h.         preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

i.           Sindrom kelebihan air

j.           Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan

yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood

Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg

% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m²,

mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)

secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit,

LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5

mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga

Page 13: Laporan Pendahuluan Ckd

disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem

paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah

dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang

kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre

kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi

sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo,

2006).

2).    Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,

yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang

telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,

pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih

cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-

medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri

(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

b.      Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan

program transplantasi ginjal, yaitu:

1)      Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,

sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

2)      Kualitas hidup normal kembali

3)      Masa hidup (survival rate) lebih lama

4)      Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif

untuk mencegah reaksi penolakan

5)      Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

I.        Pengkajian Keperawatan

a. PENGKAJIAN  PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

  Airway

1)      Lidah jatuh kebelakang

2)      Benda asing/ darah pada rongga mulut

3)      Adanya sekret

Page 14: Laporan Pendahuluan Ckd

  Breathing

1)      pasien sesak nafas dan cepat letih

2)      Pernafasan Kusmaul

3)      Dispnea

4)      Nafas berbau amoniak

  Circulation

1)   TD meningkat

2)   Nadi kuat

3)   Disritmia

4)   Adanya peningkatan JVP

5)   Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

6)   Capillary refill > 3 detik

7)   Akral dingin

8)   Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

  Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan dan

keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai

A : Allert               sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon  kesadaran menurun, berespon thd suara

P : Pain Respons   kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri

U : Unresponsive  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan

pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1.   AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2.   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3.   Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

  Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai

udema ekstremitas, napas terengah-engah.

  Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran kemih,

hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik,

keganasan, nefritis herediter)

Anamnesa

         Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)

         Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium

Page 15: Laporan Pendahuluan Ckd

         Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.

         Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3

         Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun, nausea,

ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.

         Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

         Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran, perubahan

fungsi motorik

         Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

         Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido

         Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul

         Lain-lain : Penurunan berat badan

J.       Masalah keperawatan

1.      Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar

2.      Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis

3.      Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

4.      Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah

5.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang

inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

6.      Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah   dan

prosedur dialysis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Page 16: Laporan Pendahuluan Ckd