Laporan Kasus Ckd Aji

40
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. P Umur : 73 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Jl. P. Kemerdekaan VII No. 40 Makassar Agama : Islam No. RM : 640984 Tanggal masuk : 6 November 2013 ANAMNESIS Autoanamnesis Keluhan Utama : Muntah Anamnesis Terpimpin: Keluhan ini dialami pasien sejak 10 hari yang lalu hari sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi muntah 5-7 kali sehari dan disertai mual. Muntah berupa air dan sedikit sisa makanan tanpa disertai darah. Tidak ada nyeri ulu hati. Pasien merasakan dirinya lemas dan merasa lebih cepat lelah beberapa hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu, tidak terus menerus, demam memberat pada siang hari tanpa disertai menggigil tidak ada riwayat minum obat penurun panas ketika demam. Kepala dirasakan nyeri dan pusing sejak 10 hari terakhir. Pasien juga mengeluh sering batuk berlendir berwarna putih dan kecoklatan sejak sejak 10 hari terakhir. Tidak ada riwayat sesak dan nyeri dada. Buang air kecil lancar, 1

Transcript of Laporan Kasus Ckd Aji

Page 1: Laporan Kasus Ckd Aji

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. P

Umur : 73 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. P. Kemerdekaan VII No. 40 Makassar

Agama : Islam

No. RM : 640984

Tanggal masuk : 6 November 2013

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Keluhan Utama : Muntah

Anamnesis Terpimpin:

Keluhan ini dialami pasien sejak 10 hari yang lalu hari sebelum masuk rumah sakit,

dengan frekuensi muntah 5-7 kali sehari dan disertai mual. Muntah berupa air dan sedikit

sisa makanan tanpa disertai darah. Tidak ada nyeri ulu hati. Pasien merasakan dirinya

lemas dan merasa lebih cepat lelah beberapa hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga

mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu, tidak terus menerus, demam memberat pada

siang hari tanpa disertai menggigil tidak ada riwayat minum obat penurun panas ketika

demam. Kepala dirasakan nyeri dan pusing sejak 10 hari terakhir. Pasien juga mengeluh

sering batuk berlendir berwarna putih dan kecoklatan sejak sejak 10 hari terakhir. Tidak

ada riwayat sesak dan nyeri dada. Buang air kecil lancar, riwayat sering buang air kecil

pada malam hari dengan frekuensi lebih dari 5 kali. Buang air besar lancar, sehari sekali

konsistensi lunak.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM) diketahui sekitar 10 tahun yang lalu, pasien

mengkonsumsi glibenklamid namun tidak teratur.

Riwayat Hipertensi diketahui sejak 5 tahun yang lalu, saat memeriksakan diri di

puskesmas setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi

saat memeriksakan ke puskesmas yaitu 240/120 mmHg. Pasien mengkonsumsi captopril

dengan teratur.

1

Page 2: Laporan Kasus Ckd Aji

Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Riwayat Penyakit Jantung (-) , Riwayat

Penyakit Stroke (-)

Tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan

Riwayat asam urat tinggi.

II. STATUS PRESENT

Sakit Sedang / Gizi Kurang / Composmentis

BB = 55 kg

BB koreksi = BB – (40% BB)

= 58 – 23,2= 34,8 kg

TB = 155 cm,

IMT = 14,48 kg/m2 (Gizi kurang)

Tanda vital :

Tekanan Darah : 160/80 mmHg

Nadi : 60 x/menit

Pernapasan : 28 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)

Suhu : 36.6oC (Axilla)

III.PEMERIKSAAN FISIS

Kepala

Ekspresi : biasa

Simetris muka : simetris kiri = kanan

Deformitas : (-)

Rambut : hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)

Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

Kelopak Mata : edema (-)

Konjungtiva : anemis (+)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat isokor

Telinga

Pendengaran : kesan normal

Tophi : (-)

2

Page 3: Laporan Kasus Ckd Aji

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : pucat (-), kering (-)

Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-),

Gigi geligi : dalam batas normal

Gusi : dalam batas normal

Leher

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

DVS : R-2 cmH2O

Pembuluh darah : tidak ada kelainan, arteri karotis teraba

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

Thoraks

- Inspeksi :

Bentuk : simetris kiri dan kanan (normochest)

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Buah dada : tidak ada kelainan

Sela Iga : Normal, tidak melebar

- Palpasi :

Fremitus raba : sama pada paru kiri dan kanan

Nyeri tekan : (-)

Massa tumor : (-)

- Perkusi :

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas paru-hepar : ICS IV dekstra

Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra

Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra

3

Page 4: Laporan Kasus Ckd Aji

- Auskultasi :

Bunyi pernapasan : vesikuler

Bunyi tambahan : Rh +/+ (basal paru) ,Wh -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : pekak

Batas atas jantung ICS II sinistra

Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)

Perut

Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas.

Palpasi : Nyeri tekan (-) Massa Tumor (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Ascites (+) shifting dullness

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Alat Kelamin

Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum

Rectal Touche

Spinchter mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, pada hand scoen : feses (+)

berwarna kuning, darah (-), lendir (-).

Punggung

Palpasi : NT (-), MT (-), Gibbus (-)

Nyeri ketok : -/-

Auskultasi : Bruit (-)

Gerakan : Normal

Ekstremitas

Edema dorsum pedis +/+

Edema pretibial +/+

Hangat +

Laboratorium

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai RujukanWBC 7.1 x 103/Ul 4 - 10 x 103/uL

4

Page 5: Laporan Kasus Ckd Aji

DARAH RUTIN

(23/12/13)

RBC 3.09 x 106/uL 4–6 x 106/uLHGB 9.6 g/dL 12 - 16 g/dLHCT 26.3.% 37 – 48%

MCV 85,0 pl 76 – 92 pl

MCH 31.2 pg 22 – 31 pg

MCHC 38.7 g/dl 32 – 36 g/dl

PLT 359 x 103/uL 150-400x103/uL

Eo 6,0 x 103/uL 1.00 – 3.00 x 103/uLBaso 1.1 x 103/uL 0.00 – 0.10 x 103/uLNeutr 65.4 52.0 – 75.0

Lymph 19.6 20.0 – 40.0Mono 7.7 2.00 – 8.00

DIABETES (23/12/13)

GDS 348 mg/dl 140 mg/dl

GINJAL HIPERTENSI

(23/12/13)

Ureum 45 mg/dl 10-50 mg/dl

Kreatinin 5.35 mg/dlL (<1,3), P (<1,1)

mg/dlGFR (MDRD) 8.6955ml/mnt/1.73 m2

KIMIA HATI (23/12/13)

SGOT 17 U/L < 38 U/L

SGPT 13 U/L < 41 U/L

Albumin 3.0 gr/dl 3,5-5,0 gr/dlGlobulin 2.0 gr/dl 1.6 -5 gr/dl

Protein Total 6.1 gr/dl 6.6 – 8.7 gr/dl

ELEKTROLIT (23/12/13)

Natrium 133 mmol 138-145 mmol

Kalium 3.0 mmol 3,5-5,1 mmol

Klorida 101 mmol 97-111 mmol

HEPATITIS(23/12/13)

HbsAg Non Reactive Non reactive

Anti HCV Non Reactive Non Reactive

KOAGULASI DAN

TROMBOSIT(23/12/13)

PT 11.5 c 11.9 10-14 detik

APTT 26.2 c 25.9 22-30 detik

Waktu perdarahan (BT)

2’00” 1-7 menit

Waktu bekuan (CT)

8’00” 4-10 menit

URINE RUTIN

Warna Kuning Keruh Kuning Muda

5

Page 6: Laporan Kasus Ckd Aji

(23/12/13)

pH 8,5 4.5 -8.0

BJ 1.010 1.005 – 1.035

Protein 300 / +++ -

Glukosa 250 /++ -

Bilirubine - -

Urobilinogen Normal Normal

Keton - -

Nitrit - -

Blood 200/+++ -

Leukosit 125/++ -

Vit. C - -

Sedimen Leukosit

<5

Sedimen Eritrosit Penuh <5

Sedimen Torak Penuh

Sedimen Kristal NegatifSedimen Epitel

Sel4

Sedimen Lain Negatif

Pemeriksaan tambahan lainnya:

Foto thoraks AP

Kesan : Cardiomegaly dengan dilatation et elongation aorta dengan edema pulmo

Penebalan Fisura susp. Efusi DD/ Pneumonia (D)

Atherosclerosis Aortae

Bulging Diafragma Kanan

EKG

Sinus ritme, HR : 73x/menit, Normo axis, Left Ventricular Hyperthrophy

USG

Kesan : Tanda-tanda PNC kiri

6

Page 7: Laporan Kasus Ckd Aji

Cholelith dan Sludge GB

IV. ASSESSMENT :

CKD stage V ec. Nefropati Diabetik on HD regular

Diabetes Mellitus Tipe 2

Hipertensi Grade II

Anemia Normositik Normokrom

CAP

Hiponatremia

V. PENATALAKSANAAN AWAL

- Diet rendah garam, rendah purin rendah proteinp 0.6 gr/kg BB/ hari, dan rendah

kalium

- Restriksi cairan

- Metoclorpramide 1 amp/8 jam/iv

- Amlodipine 10 mg 0-0-1

- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv/ drips dalam NaCl 0,9 % 100 cc

- Ambroxol 3x1 tab

- Koreksi NaCl 3 % , 2 kolf

Rencana Pemeriksaan

- Kontrol darah rutin, elektrolit, albumin, asam urat

- Balance cairan

- Konsul GH

- Konsul EMD

- GDP, HBA1C

- Sputum BTA 3x

VI. PROGNOSIS

Ad functionam : Dubia et malam

Ad sanationam : Dubia et malam

Ad vitam : Dubia et malam

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

7

Page 8: Laporan Kasus Ckd Aji

20/12/2013

T : 180/80 mmHg

N : 70 x/i

P : 16 x/i

S : 36,5 C ⁰

GDP : 81 mg/dl

S :

Muntah (+), mual (+), NUH (-)

Pusing (+), lemas (+), Nafsu Makan

Kurang (+), Batuk (-) , Sesak (-)

BAK sedikit

BAB belum 5 hari

O :

SS / GK / CM

Anemis +/+, ikterus -/-

MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O

BP : vesikuler

BT : Rh +/+ basal paru, Wh -/-

BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)

Abd : Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ascites + (shifting dullness)

Ext : Edema +/+

Balance cairan : input-output

750-500 + 500 (HD) – 500 (IWL)

= -750 cc

A :

CKD stage V on HD reguler

Dispepsia ec Gastropati Uremicum

HT Grade II

DM Tipe 2

CHF ec HHD

Anemia Normositik Normokrom

P :

Diet Rendah garam, rendah

kalium, rendah protein 1.2

gr/kgBB/hr

Restriksi cairan

Balance cairan kateter

Ondansentron 8 mg 3x1

Amlodipine 10 mg 0-0-1

Valsartan 80 mg 2-0-0

Tunda Levemir & Insulin

HD regular (Selasa,Kamis,Sabtu)

Anjuran :

GDS pre meal (siang, malam)

GDP/hari

Kontrol BTKV

USG Abdomen

Kontrol (DR, Ureum, Kreatinin,

Elektrolit)

21/12/2013

T : 160/70 mmHg

N : 65 x/i

P : 18 x/i

S : 36,3 C ⁰

GDP : 146 mg/dl

S :

Muntah (-), mual (+), NUH(-)

Pusing (+), lemas (+), Gatal-gatal (+)

Bengkak pada perut dan tungkai (+)

BAK sedikit

Sudah BAB

P :

Diet Rendah garam, rendah

kalium, rendah protein 1,2

gr/kgBB/hr

Restriksi cairan

Balance cairan

8

Page 9: Laporan Kasus Ckd Aji

O :

SS / GK / CM

Anemis +/+, ikterus -/-

MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O

BP : vesikuler

BT : Rh +/+ (basal paru), Wh -/-

BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)

Abd : Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ascites + (shifting dullness)

Ext : Edema +/+

Balance Cairan : Input – output

500 – 200-100 : +200 cc

A :

CKD stage V ec Nefropati Diabetik

on HD reguler

HT Grade II

CHF ec HHD

Anemia Normositik Normokrom

Susp. TB Paru

Ondasentron 8 mg 3x1

Amlodipine 10 mg 0-0-1

Valsartan 80 mg 2-0-0

Ambroxol 3x1

HD regular (Senin, Kamis, Sabtu)

Cetirizin 200 mg 1x1

Novorapid 6-6-6 iu/sc

Tunda Levemir

Anjuran :

Tunggu hasil lab kontrol

GDS pre meal (Siang, Malam)

GDP/hari

Usul : Konsul Pulmo

22/11/2013

T : 150/70 mmHg

N : 80 x/i

P : 24 x/i

S : 37,5 C ⁰

S :

Muntah (-), mual (-), NUH(-)

Pusing (-), lemas (+), Nafsu makan

kurang ,Lemas post injeksi insulin

meskipun GDS premeal 179 mg/dl,

Gatal-gatal (+)

Bengkak pada perut dan tungkai(+) BAB

Hitam , BAK sedikit

O :

SS / GC / CM

Anemis +/+, ikterus -/-

MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O

P :

Diet Rendah garam, rendah

kalium, rendah protein 1,2

gr/kgBB/hr

Restriksi cairan

Balance cairan

Amlodipine 10 mg 0-0-1

Valsartan 80 mg 2-0-0

Laxadyn Syr 3x1

Ambroxol (Stop)

Cetirizin 200 mg 1x1 (kp)

HD regular (Senin,Kamis,Sabtu)

9

Page 10: Laporan Kasus Ckd Aji

BP : vesikuler

BT : Rh +/+ (basal paru), Wh -/-

BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)

Abd : Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ascites + (shifting dullness)

Ext : Edema +/+

Balance Cairan : Input – output

600 – 400- 500 : 300 cc

A :

CKD stage V on Nefropati Diabetik

on HD

HT grade II

Cholelitihiasis

Anemia Normositik normokrom

Hipoalbuminemia

DM Tipe 2 NO

Pruritus Generalisata ec uremia

Stop Insulin

Anjuran :

Lapor EM

GDP/hari

Urinalisa

DR, Ur, Kr, GGT, elektrolit,

PT, APTT , Albumin,

Bilirubin Total

Usul Stop Furosemid

Tunggu Jawaban BTKV

23/11/2013

T : 140/60 mmHg

N : 82 x/i

P : 24 x/i

S : 36,5 C ⁰

GDP : 187 mg/dl

S :

Muntah (-), mual (-)

Pusing (+), lemas (+), Nafsu makan

masih kurang, makan 3 sdm

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

BAK sedikit

O :

SS / GC / CM

Anemis +/+, ikterus -/-

MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O

BP : vesikuler

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)

Abd : Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba

P :

Diet Rendah garam, rendah

kalium, rendah protein 1,2

gr/kgBB/hr

Restriksi cairan 600 cc /hari

Balance cairan

Omeprazole 20 mg 2x1 (stop)

Neurodex 2x1

Laxadyn Syrup

Amlodipine 10 mg 0-0-1

Valsartan 80 mg 2-0-0

HD Reguler (Senin, Kamis,

Sabtu)

Humulin R 6-6-6 iu/sc ac

10

Page 11: Laporan Kasus Ckd Aji

Ascites + (shifting dullness)

Ext : Edema +/+

Balance Cairan : Input – output

750 – 700 : +50 cc

Hasil Lab 23/11/14 :

WBC : 7100

Hb : 9.6

PLT : 359.000

GDP : 187

G2PP :284

GDS : 348

Ur : 45

Kr : 5.35

GOT/GPT : 17/13

GGT : 33

Alb : 3.0

Na : 128

K : 3.6

PT : 11.5

INR : 0,96

UL : Prot : 300 +

Glu : 200

Leukosit +125

A :

CKD stage V on DM on HD

HT grade II

Cholelitihiasis

Anemia Normositik normokrom

Hipoalbuminemia

DM Tipe 2 NO

Pruritus Generalisata ec uremia

28/12/2013

T : 170/80 mmHg

S :

Muntah (-), mual (-), Gatal-gatal (+)

P :

Diet Rendah garam, rendah

kalium, rendah protein 1,2

11

Page 12: Laporan Kasus Ckd Aji

N : 80 x/i

P : 20 x/i

S : 36,7 oC GDP : 152 mg/dl

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

BAK sedikit

O :

SS / GC / CM

Anemis +/+, ikterus -/-

MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O

BP : vesikuler

BT : Rh +/+ (basal paru), Wh -/-

BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)

Abd : Peristaltik (+) kesan normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ascites + (shifting dullness)

Ext : Edema +/+

Balance Cairan : Input – output

600 – 600 : 0 cc

A :

CKD stage V ec Nefropati Diabetik

on HD

HT grade II

Anemia Normositik normokrom

Hipoalbuminemia

DM Tipe 2 NO

Pruritus Generalisata ec uremia

gr/kgBB/hr

Restriksi cairan

Balance cairan

Amlodipine 10 mg 0-0-1

Valsartan 80 mg 2-0-0

Humulin R 6-6-6 iu/sc

Humulin N 0-0-10 iu/sc

Laxadyn syr 3x1

HD Reg ( Senin, Kamis, Sabtu)

RESUME

Seorang wanita 73 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan muntah, dengan frekuensi 5-

7 kali yang dialami sejak 10 hari sebelum masuk Rumah sakit. Muntah berisi air serta

sedikit sisa makanan dan tidak ada darah . Tidak ada nyeri ulu hati. Pasien merasakan

dirinya lemas dan merasa lebih cepat lelah beberapa hari sebelum masuk rumah sakit.

Pasien juga mengeluh demam, demam di alami sejak 5 hari yang lalu, tidak terus menerus

demam memberat pada siang hari tanpa disertai menggigil, tidak ada riwayat minum obat

penurun panas ketika demam. Pasien juga merasakan nyeri kepala dan pusing sejak 10

12

Page 13: Laporan Kasus Ckd Aji

hari terakhir, hilang timbul. Pasien juga mengeluh sering batuk berlendir berwarna putih

dan kecoklatan sejak sejak 10 hari terakhir. Tidak ada riwayat sesak dan nyeri dada.

Buang air kecil lancar, riwayat sering buang air kecil pada malam hari dengan frekuensi

lebih dari 5 kali. Buang air besar lancar, sehari sekali dengan konsistensi lunak.Riwayat

DM (+) diketahui sekitar 10 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi glibenklamid namun

tidak teratur.

Riwayat HT (+) diketahui sejak 5 tahun yang lalu, saat memeriksakan diri di puskesmas

setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi saat

memeriksakan ke puskesmas yaitu 240/120 mmHg. Pasien menkonsumsi captopril dengan

teratur. Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Penyakit Jantung Korroner (-), Stroke

(-), tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup serta komposmentis.

Tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 60 x/menit, pernapasan 28 x/menit, suhu 36.6oC

(axilla). Pada kepala ditemukan anemis +/+. Jantung: kardiomegali ( batas jantung kiri :

ICS V linea aksilaris anterior sinistra). Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada regio

epigastrium dan didapatkan ascites (shifting dullness +). Pada ekstremitas didapatkan

edema pretibial dan edema dorsum pedis.

Pada pemeriksaan laboratorium darah Hb: 6,4 gr/dl, MCV : 92 pl, MCH : 29,6 pg,

MCHC : 32,2 gr/dl, HCT : 19,9 , Ureum : 120 mg/dl, Kreatinin : 9.9 mg/dl, Albumin : 3,0

gr/dl, GDS 384 mg/dl. Dan hasil urinalisis didapatkan Protein : 300/+++, Glukosa : 250/+

++, Blood : 200/+++.

Hasil pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan kardiomegali dengan dilatation et

elongation aortae dengan edema pulmo, penebalan fisura susp/ efusi DD pneumonia

dextra, atherosclerosis aortae, bulging diafragma kanan.USG abdomen ditemukan adanya

tanda-tanda PNC kiri dan Cholelith dan Sludge GB. Hasil pemeriksaan EKG : 73x/menit,

Normo axis, Left Ventricular Hyperthropy.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka

pasien ini diassessment dengan CKD stage V ec.Nefropati Diabetik, Diabetes Mellitus

tipe 2, Hipertensi Grade II, Anemia Normositik Normokrom, Hipoalbuminemia, dan

CAP.

DISKUSI

13

Page 14: Laporan Kasus Ckd Aji

Assesment pada pasien ini, yaitu CKD stage 5 ec. Nefropati Diabetik, Diabetes

Mellitus tipe 2, Hipertensi Grade II, Anemia Normositik Normokrom, Hipoalbuminemia,

dan CAP.

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang

merasa mual, muntah, disertai dengan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung

kearah gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat

ditemukan adanya peningkatan tekanan darah dan adanya konjungtiva yang anemis

menunjukkan adanya anemia.

Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa

hemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan dengan gagal

ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang

menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. LFG pasien 8.69 ml/mnt/1.73 m2, terdiagnosa

pasien gagal ginjal kronik derajat 5. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien

mempunyai riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu, dan mengkonsumsi glibenklamid tidak

teratur, radiologis (USG Abdomen) didapatkan adanya tanda-tanda pyelonephritis chronic

sinistra (PNC), hal ini menunjukkan bahwa ada proses infeksi yang menyebabkan

kerusakan fungsional ginjal.

Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut

sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari

meningkatnya kadar ureum dalam darah lebih dari 2.5 kali dari nilai normal, seperti yang

dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 120 mg/dl, dimana kisaran

normalnya seharusnya berada pada 10-50 mg/dl.

Pada pemeriksaan juga ditemukan pasien mengalami edema daerah pretibial dan

dorsum pedis serta adanya ascites. Didukung juga dengan hasil pemeriksaan laboratorium

albumin 3,0 gr/dl dan ditemukannya protein 3 (+++) pada urin pasien, hal ini

menjelaskan bahwa pasien telah mengalami keadaan hipoalbuminemia. Gangguan

permeabilitas selektif pada penyaring glomerulus, dimana dalam hal ini terjadi

peningkatan permeabilitas membran basalis sehingga terjadi proteinuria dan

hipoalbuminemia pada pasien. Keadaan ini selanjutnya dapat menjelaskan bahwa terjadi

penurunan tekanan osmotik kapiler yang menyebabkan transudasi ke dalam interstitium

sehingga dapat menyebabkan edema.

Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The

Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood

14

Page 15: Laporan Kasus Ckd Aji

Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol >

160 mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg. Dan pada hasil pemeriksaan foto thoraks

AP juga ditemukan adanya kardiomegali dengan dilatation et elongation aortae yang

mungkin merupakan akibat kompensasi dari hipertensi yang sudah lama dan tidak

terkontrol.

Pada pasien ini juga ditemukan kadar glukosa sewaktu yang tinggi yaitu sebesar 384

mg/dl. Peningkatan kadar glukosa sewaktu dalam darah disebabkan riwayat DM

penderita, dimana terjadinya gangguan pada hormone insulin yang dihasilkan oleh

pankreas sehingga menyebabkan peninggian kadar glukosa dalam darah dimana

seharusnya glukosa tersebut dapat masuk ke intrasel untuk di metabolisme untuk

menghasilkan energy. Kadar glukosa yang tidak terkontrol disertai dengan pengobatan

yang tidak teratur dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik. Sebaliknya pada

stadium dini gagal ginjal kronik dapat timbul gangguan ekskresi ginjal sehingga

terdapatnya glukosa pada urin.

Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini dibuktikan

dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisis

dengan hasil laboratrium darah yang menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu

kadar hemoglobin 6,4 gr/dl. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan

sel-sel darah merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan

defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Diketahui juga bahwa racun uremik

dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap

eritropietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah masa hidup sel darah

merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup sel darah merah

normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena

cacat pada sel itu sendiri.

15

Page 16: Laporan Kasus Ckd Aji

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik

ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya

bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan

penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal.1 Penyakit ini sering terjadi,

seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi

(penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2

Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,

diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2

GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)

memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada

anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun

penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4

GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens

kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih

berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah

mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama

diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar

bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.5

World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes

mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millennium ketiga, termasuk negara

Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan

ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami

peningkatan di era awal abad 21. Pada pasien DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat

terjadi seperti batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan

glomerulonephritis yang pada akhirnya terjadi suatu kelainan patologis berkepanjangan yang

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif dan irreversible yang

disebut sebagai Gagal Ginjal Kronik.6

16

Page 17: Laporan Kasus Ckd Aji

II. DEFINISI

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat

penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis 6,7

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit.1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau

lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.6

III. EPIDEMIOLOGIDiperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika

Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data pada

tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di

Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per

tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60

juta/tahun.6

World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes

mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada milennium ketiga, termasuk negara Asia

Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal,

sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami

peningkatan di era awal abad 21.11

17

Page 18: Laporan Kasus Ckd Aji

IV. ETIOLOGI

Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara

lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di

Amerika Serikat.6

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat

penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6

Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi

obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.6

Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999) 6

Penyebab Insiden

Diabetes Melitus- Tipe 1 (7%)- Tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besarGlomerulonefritisNefritis interstitialisKista dan penyakit bawaan lainPenyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)NeoplasmaTidak diketahuiPenyakit lain

44%

27%10%4%3%2%2%4%4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2000 6

Penyebab Insiden

GlomerulonefritisDiabetes MelitusObstruksi dan InfeksiHipertensiSebab lain

46,39%18,65%12,85%8,46%13,65%

V. PATOFISIOLOGIPatofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron

yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth

factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan

kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti

18

Page 19: Laporan Kasus Ckd Aji

oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh

penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6

Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dimana kemampuan pancreas untuk menghasilkan insulin

sudah tidak adekuat yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah. Kelebihan gula

darah yang memasuki sel glomerulus melalu fasilitasi glucose transporter (GLUT), yang

mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathyway,

Protein Kinase C (PKC) pathyway, dan penumpukan zat yang disebut dengan advance

glycation end-products (AGEs).11

Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan

intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik

meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai

hormon vasoaktif, seperti Angiotensin-II (A-II) dan endotelin.11

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh

Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk

terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling

dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal

LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan

fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan

(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada

LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,

nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien

memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan

darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan

terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi

pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.

Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6

19

Page 20: Laporan Kasus Ckd Aji

VI. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,

dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault, yaitu:6

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease), yaitu :10

Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl) SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 6

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringanKerusakan ginjal dengan LFG sedangKerusakan ginjal dengan LFG beratGagal ginjal

≥ 90

60 – 89

30 – 59

15 – 29

≤ 15 atau dialisis

Klasifikasi menurut NICE 2008 8

1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK

2. Proteinuria:

a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih

b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih

20

*)LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – Umur) x Berat Badan 72 x kreatinin plasma (mg/dl)

LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x [albumin]+ 0.318

Page 21: Laporan Kasus Ckd Aji

(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)

3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:

a. LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)

b. LFG 30 – 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)

4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia

Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2, apabila

keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal

ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.

21

Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008 8

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi 6

Penyakit Tipe Mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit pada transplantasi

Diabetes Tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Rejeksi kronikKeacunan obat (siklosporin/takrolimus)Penyakit recurrent (glomerular)Transplant glomerulopathy

Page 22: Laporan Kasus Ckd Aji

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus dimulai

dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah

protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode

pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20 ug/menit, disebut

juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap sebagai nefropati insipient. Derajat

albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin dalam

urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin ratio (ACR). Tingginya eksresi

albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal.11

Tabel 7. Tingkat Kerusakan Ginjal Yang dihubungkan dengan Eksresi Albumin/ Protein dalam Urin

Kategori Kumpulan Urin 24 Jam (mg/24 hr)

Kumpulan Urin sewaktu (ug/min)

Urin sewaktu (ug/mg creat)

Normal <30 <30 <30Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299Albuminuria Klinis

≥ 300 ≥ 300 ≥ 300

Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:

Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai

pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.

Tahap ini masih ireversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I

ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya kelainan fungsi ginjal

akan normal kembali.

Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan struktur

ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah

latihan jasmani, keadaan stress, atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini bisa

22

Page 23: Laporan Kasus Ckd Aji

berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya . Progresivitas

biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap

sepi (silent stage).

Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat

mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis

diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis glomerulus.

LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat. Keadaan ini dapat

bertahan bertahun-tahun dan progresifitasnya masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa

dan tekanan darah yang ketat.

Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan

proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering meningkat serta LFG

yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20 tahun diabetes tegak. Penyulit

diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak

dan gangguan vaskular umum. Progresivitas kearah gagal ginjal hanya dapat diperlambat

dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan darah.

Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga pasien

menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi

pengganti, dialysis maupun cangkok.

Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang mengalami

mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun

sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk adanya nefropati

diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut pada nefropati nyata.

Setelah terjadi penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara individual akan

tetapi 20 tahun setelah keadaan ini hanya sekitar 20% dari mereka yang berlanjut menjadi

penyakit ginjal tahap akhir.11

VIII. PENATALAKSANAAN

Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan selalu

dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan faktor risiko

untuk progresivitas ke tahap berikutnya sampai ke tahap akhir. Faktor risiko lainnya adalah

konsumsi rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan pada umumnya sama dan

adalah juga merupakan tindakan pencegahan untuk memperlambat progresivitas dimaksud.

Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah.

23

Page 24: Laporan Kasus Ckd Aji

Di samping itu perlu pula dilakukan upaya mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,

menurunkan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll,

juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskular. 6,8,11

a. Pengendalian Kadar Gula Darah

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan pasien

telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah

progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskular, baik pada pasien DM Tipe 1

maupun DM Tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan

sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara intensif adalah pencapaian

kadar HbAIc <7%, kadar gula darah preprandial 90-130 mg/dl, post-prandial <180 mg/dl. 11

b. Pengendalian Tekanan Darah

Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang

besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ kardiovaskular. Makin

rendah tekanan darah yang dicapai makin baik pula renoproteksi. Banyak panduan yang

menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan darah pada pasien

diabetes. Pada umumnya target adalah tekanan darah <130/90 mmHg, akan tetapi bila

proteinuria lebih berat, >lgr/24 jam maka target perlu lebih rendah, yaitu <125/75 mmHg.

Harus diingat bahwa mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi

berbagai jenis obat, dengan berbagai efek samping, dan harga obat yang kadang sulit

dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah

yang ditargetkan, apapun jenis obat yang dipakai. Tetapi karena Angiotensin converting

enzyme inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek

antiproteinurik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal

pengobatan hipertensi pada pasien DM. 11

c. Pengaturan Diet

Pengaturan diet terutama dalam kerangka manajemen DM tidak diterangkan dalam

judul ini Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah

protein sangat penting. Dalam suatu peneliti di klinik selama 4 tahun pada pasien DM tipe 1

yang diberi diet mengandung protein 0,9 gram/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan risiko

terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76%. Umumnya dewasa ini

disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar

10% kebutuhan kalori, pada pasien dengan Nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai

menurun maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin

24

Page 25: Laporan Kasus Ckd Aji

bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi

terjadinya kekurangan nutrisi. Jenis protein juga berperan dalam terjadinya dislipidemia.

Mengganti daging merah dengan daging ayam pada pasien DM tipe 2 menurunkan ekskresi

albumin dalam urin sebanyak 46% dengan disertai penurunan kolesterol total, LDL

kolesterol, dan apolipoprotein B. Ini mungkin karena komposisi lemak jenuh dan tak jenuh

pada kedua jenis bahan makanan berbeda. Pasien DM sendiri cenderung mangalami keadaan

dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila diperlukan dislipidemia

diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <100 mg/dl pada pasien DM dan <70

mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.11

d. Penanganan Multifaktorial

Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Centre di Copenhagen mendapatkan bahwa

penanganan intensif secara multifactorial pada pasien DM tipe dengan mikroalbuminuria

menunjukkan pengurangan faktor risiko yang jauh melebihi penanganan sesuai panduan

umum penanggulangan diabetes nasional mereka. Juga ditunjukkan bahwa terjadi penurunan

yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskular, termasuk strok yang fatal dan non-fatal.

Demikian pula kejadian spesifik seperti nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih

rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah terapi yang dititrasi sampai mencapai target,

baik tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria serta juga disertai

pencegahan penyakit kardiovaskular dengan pemberian aspirin. Dalam kenyataannya pasien

dengan terapi intensif lebih banyak, mendapat obat golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga

dengan obat hipoglikemik oral dan insulin. Untuk pengendalian lemak darah lebih banyak.11

IX. PROGNOSIS

Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,

kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,

bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK

sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,

sehingga penanganannya seringkali terlambat.6,9

25

Page 26: Laporan Kasus Ckd Aji

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi

Indonesia. 2003: 13-22.

2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi

Ketiga. 2001(6): 531-4.

3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrison’s Principles and

Internal Medicine. 16th edition. 2005(11): 1653-63.

4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798-

overview. 2014.

5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice

Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25-35.

6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi

kelima. 2009(137): 1035-40.

7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney

International. 2005(67): 2089-2100.

8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney

Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care

Experience. 2008: 3-39.

9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a

KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. 2011

Jul;80(1): 17-28.

10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of

Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation,

Classification, Stratification. 2002(5): 89-90.

11. Harun R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi kelima.

2009(126): 534.

26

Page 27: Laporan Kasus Ckd Aji

27