Laporan Kasus CKD + Anemia

59
BAB I IDENTITAS PASEN Nama : Ny. H Usia : 41 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Kawin Pendidikan : SLTA Agama : Islam Pekerjaan : IRT Alamat : Rawa Badung, Jakarta Timur 1. ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri Perut Sejak 4 hari SMRS Keluhan Tambahan : Badan Lemas, penglihatan berkunang- kunang, Mual Muntah Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut menjalar hingga ke pinggang. Nyeri perut dirasakan terutama sebelum dan setelah buang air kecil. Air Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 1

description

CKD + Anemia

Transcript of Laporan Kasus CKD + Anemia

Page 1: Laporan Kasus CKD + Anemia

BAB I

IDENTITAS PASEN

Nama : Ny. H

Usia : 41 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan : SLTA

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Rawa Badung, Jakarta Timur

1. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri Perut Sejak 4 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Badan Lemas, penglihatan berkunang-kunang, Mual Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut menjalar

hingga ke pinggang. Nyeri perut dirasakan terutama sebelum dan setelah buang air kecil.

Air kencing berdarah di sangkal pasien. Keluhan ini pernah dirasakan 2 minggu yang

lalu, namun akhir-akhir ini keluhan menetap dan semakin berat. Nyeri perut yang

menjalar ke pinggang dirasakan berupa pegal-pegal yang hilang timbul. Pada Pasien

terdapat gangguan buang air kecil, BAK dirasakan menjadi lebih jarang dan kurang

lancar. Sekali buang air kecil kurang lebih setengah gelah aqua Gangguan BAB disangkal

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 1

Page 2: Laporan Kasus CKD + Anemia

pasien. Pasien juga mengeluh adanya lemas dan mudah lelah beberapa minggu sebelum

masuk rumah sakit. Pusing (+) tapi tidak merasakan sakit kepala. Demam (+) demam

naik-turun tidak menentu. Mual muntah (-), Penurunan Nafsu Makan (+).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien mengkonsumsi obat

hipertensi yang diberikan dokter. Pasien minum obat-obatan darah tinggi

hanya pada saat ada keluhan, pasien tidak rutin meminum obat atau pun

kontrol kedokter.

Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, keluhan pada saluran

kencing dan ginjal.

Riwayat penyakit Keluarga

Ayah Hipertensi

Ibu riwayat penyakit kolesterol

Hiperglikemia, Asma, Jantung disangkal oleh keluarga pasien

Riwayat penyakit ginjal d keluarga di sangkal

Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi apapun

Riwayat Psikososial

Psien tidak bekerja, keseharian seperti Ibu rumah tangga

Makan dan minum kadang teratur- kadang tidak teratur

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 2

Page 3: Laporan Kasus CKD + Anemia

2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Status Gizi :

BB : 46 kg

TB : 150 cm

Kesimpulan : 20 (normal)

A. TANDA VITAL (05 Januari 2015)

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 89x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 37.7ºC

B. STATUS GENERALIS

Kepala : Normochepal, rambut hitam

Mata : Konjungtiva Anemis +/+, Sklera Ikterik -/-

Hidung : Notmonasi, Septum Deviasi -/- , Epitaksis -/-

Telinga : Normotia (+) , Sekret -/-

Mulut : Bibir lembab, tidak ada perdarahan gusi

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 3

Page 4: Laporan Kasus CKD + Anemia

C. THORAX

Paru – paru :

Inspeksi : Retraksi pada paru ka/ki -/-

Palpasi : Vocal Fremitus ka/ki sama

Perkusi : Suara sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/-

Jantung :

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 Linea Midclavicula

Perkusi :

Batas Atas : ICS III Linea Parasternalis Dextra

Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra

Batas Kiri : ICS V Linea Midclavicula Sinistra

Auskultasi : Bg I dan II Reguler, Murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Tampak Cembung

Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)

Perkusi : Tympani pada seluruh lapangan abdomen

Auskultasi : BU (+) 7x/menit

Extremitas : Atas Bawah

Akral : Hangat

Edema : +/+

RCT < 2 detik : < 2”

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 4

Page 5: Laporan Kasus CKD + Anemia

3. RESUME

Pasien perempuan 41 tahun datang dengan keluhan abdominal pain sejak 4

hari SMRS. Menjalar hingga ke pinggang. Dirasa sebelum dan setelah buang

air kecil. Pernah dirasakan 2 minggu yang lalu, saat ini keluhan menetap dan

semakin berat. Gangguan buang air kecil, BAK lebih jarang dan kurang

lancar. Malaise (+). Chepalgia (+). Demam (+) febris (+). Mual muntah (-),

Anoreksia (+). RIwayat gangguan ginjal. Hipertensi (+).

Tekanan Darah: 140/100 mmHg ; Suhu: 37.7ºC.

Konjungtiva Anemis. Edema Miniml pada kaki.

05 Januari 2015: Urea H 235 mg/dL, Creatinine H 15.3 mg/dL

4. DAFTAR MASALAH

Hipertensi

CKD

Aemia

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 5

Page 6: Laporan Kasus CKD + Anemia

5. ASSESMENT

Hipertensi

S: Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien mengkonsumsi obat hipertensi

yang diberikan dokter. Pasien minum obat-obatan darah tinggi hanya pada saat ada

keluhan, pasien tidak rutin meminum obat atau pun kontrol kedokter.

O:

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 89x/menit

RR : 20x/menit

A: Hipertensi Grade I

P: Berikan Diuretik tipe thiazide. Petimbangkan: ACEI, ARB, BB, CCB atau

kombinasi.

CKD

S: Keluhan nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut menjalar hingga ke pinggang.

Nyeri perut dirasakan terutama sebelum dan setelah buang air kecil. Air kencing

berdarah di sangkal pasien. Keluhan ini pernah dirasakan 2 minggu yang lalu, namun

akhir-akhir ini keluhan menetap dan semakin berat.

O: tanggal 05 Januari 2015: Urea H 235 mg/dL, Creatinine H 15.3 mg/dL

A: Gagal Ginjal Kronik

P: Pengendalian gangguan yang mendasari . Kemungkinan pembatasan protein diet,

fosfat, dan K. Suplemen vitamin D. Pengobatan anemia dan gagal jantung . Dosis

semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan. Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala

uremik, atau kadang-kadang hiperkalemia atau gagal jantung. Transplantasi ginjal

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 6

Page 7: Laporan Kasus CKD + Anemia

ANEMIA

S: Pasien juga mengeluh adanya lemas dan mudah lelah beberapa minggu sebelum

masuk rumah sakit. Pusing (+) tapi tidak merasakan sakit kepala.

O: Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 05 januari 2015:

Haemoglobin: L 7.0 mg/dL ; Haematocryt: L 20 %

A: Anemia ec CKD

P: Asam Folat, Vitamin B12

6. HASIL LABORATORIUM

Tanggal Pemeriksaan Hasil

05 Januari 2015 Urinalysis Test

Pregnant Test Negative

Hematology

Haemoglobin L 7.0 mg/dL

Leukocyte 7.3 10^/uL

Hematocrytes L 20 %

Thrombocyte 274

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 7

Page 8: Laporan Kasus CKD + Anemia

7. FOLLOW UP

Tanggal Follow Up

06/01/2015 S:Lemas, pusing, mual muntah.

O: TD:140/100. N: 80x/menit

Edema minimal +4

JVP meningkat

Pemeriksaan Labratorium: Natrium 139

mmol/L. Kalium 4.55 mmol.L. Chloride

H 116 mmol/L

A: Hipertensi Grade II, CKD, Anemia

P: rencana HbsAg, Anti HcV

Konsul dokter Kuspujii

Bicnat 3x1

Vit B12 3x1

Amplidipine 1x10 mg

CaCO3 3x1

Ceftriaxone 2x1 g IV

07/01/2015 S: Lemas, Pusing

O: TD:130/90 mmHg. N: 80x/menit

Pemeriksaan Laboratorium: Urea: H

218 mg/dL. Creatinine H 15.5 mg/dL

A: Hipertensi Grade II, CKD, Anemia

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 8

Page 9: Laporan Kasus CKD + Anemia

P: USG Ginjal, Buli. Terapi Lanjut

08/01/2014 S: Lemas

O: TD: 120/90 mmHg

A: Hipertensi Grade II, CKD, Anemia

P:USG ; Mild Sklerotik Ginjal bilateral

Tidak terlihat batu di kedua ginjal dan

kandung kemih.

09/01/2015 S: Pasien menolk HD

O:

A: CKD

P: Transfusi 300cc. USG ; Mild

Sklerotik Ginjal bilateral

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 9

Page 10: Laporan Kasus CKD + Anemia

BAB II

Pendahuluan

Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia publik. Hal

ini diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit

kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF). Di Amerika Serikat, ada meningkatnya

insiden dan prevalensi gagal ginjal, dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi (lihat

Epidemiologi).

Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative (K / DOQI) dari National Kidney Foundation

(NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan ginjal atau tingkat

filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 untuk 3 atau bulan

lagi. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis

ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan progresif GFR. Pada tahun

2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit ginjal kronis, sebagai

berikut:

Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)

Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik; klinis

manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan dan

penyebab / atau lembaga tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada pasien

dengan penyakit ginjal kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin menghentikan,

kemajuan. Perawatan medis pasien dengan penyakit ginjal kronis (lihat Pengobatan)

harus fokus pada hal berikut: Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit

kronis kidney, Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis , Tepat waktu

perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 10

Page 11: Laporan Kasus CKD + Anemia

BAB III

Tinjauan Pustaka

Anatomi dan Fisiologi ginjal

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk

homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur keseimbangan

cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-

masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di

belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan

sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang

membawa urine ke lingkungan luar tubuh.

1. Ginjal

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal),

didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus

lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal

terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di

sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa  berukuran panjang 11-12 cm,

lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa.

Mikroskopis Ginjal

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap

ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai

kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal,

yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.

Vaskularisasi ginjal

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 11

Page 12: Laporan Kasus CKD + Anemia

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II.

Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis

tengah. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-

25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada

korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah

otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat

merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian

mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.

Persarafan Pada Ginjal

Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf

ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan

bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.

2. Fisiologi Ginjal

Fungsi ginjal yaitu :

1. Mempertahankan keseimbangan H2O di dalam tubuh

2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh

3. Mengatur kuantitas dan konsentrasi sebagian besar ion ECF seperti sodium, klorida,

potasium, ion hidrogen, bikarbonat, dll

4. Mempertahankan volume plasma

5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa di dalam tubuh

6. Membuang produk akhir metabolisme tubuh

7. Membuang zat asing seperti obat-obatan, pestisida, dan material non-nutritive lain yang

masuk ke dalam tubuh

8. Memproduksi eritropoietin

9. Memproduksi renin

10. Mengubah vitamin D ke bentuk aktif

Filtrasi glomerulus

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 12

Page 13: Laporan Kasus CKD + Anemia

Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap protein plasma yang

lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam

amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah (90

mmHg vs 10-30 mmHg). Kenaikan ini terjadi karena arteriol aferen yang menuju ke kapiler

glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan daripada

kapiler yang lain. 

Faktor-faktor yang memengaruhi laju filtrasi glomerulus

1. Tekanan arteri

Bila tekanan arteri meningkat, maka tekanan di dalam glomerulus meningkat.

Tetapi, peningkatan filtrasi tidak sebesar yang diperkirakan, karena arteriol secara

otomatis diatur oleh suatu mekanisme yang disebut “autoregulasi” untuk menjaga

tekanan glomerulus dari peningkatan yang terjadi pada organ lain.

2. Efek konstriksi arteriol aferen pada laju filtrasi glomerulus

Konstriksi arteriol aferen menurunkan kecepatan aliran darah dalam glomerulus dan

menurunkan tekanan glomerulus. Akibatnya, ada penurunan filtrasi yang

berhubungan dengan glomerulus

3. Efek konstriksi arteriol eferen

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 13

Page 14: Laporan Kasus CKD + Anemia

Konstriksi arteriol eferen meningkatkan tahanan terhadap aliran keluar dari

glomerulus.

4. Efek aliran darah glomerulus

Jika arteriol aferen dan eferen berkonstriksi, maka jumlah darah yang mengalir ke

glomerulus tiap menitnya akan menurun.

Lebih tepatnya, GFR adalah tingkat aliran cairan antara kapiler glomerulus dan kapsula

Bowman:

 

Dimana:

 adalah GFR.

 disebut filtrasi konstan dan didefinisikan sebagai produk dari konduktivitas hidrolik dan

daerah permukaan kapiler glomerulus.

 adalah tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus.

 adalah tekanan hidrostatik dalam kapsul Bowman.

 adalah tekanan osmotik koloid dalam kapiler glomerular.

dan   adalah tekanan osmotik koloid dalam kapsula Bowman.

Metode penentuan GFR tercatat di bagian atas dan di bawah dan jelas dari persamaan kami

bahwa   dapat ditemukan dengan membagi GFR eksperimental oleh tekanan filtrasi

bersih: 

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 14

Page 15: Laporan Kasus CKD + Anemia

Tahap Pembentukan Urine :

1. Filtrasi Glomerular

2.  Reabsorpsi

3.  Sekresi

Tubular reabsopsi

Hanya sekitar 1% dari fitrasi glomerulus yang meninggalkan tubuh karena sisanya (99%

lainnya) diserap ke dalam darah ketika melewati tubulus ginjal. Hal ini disebut reabsorpsi

tubular dan terjadi melalui tiga mekanisme yaitu osmosis, difusi dan transportasi aktif.

Proses reabsorpsi tubular terjadi dalam urutan sebagai berikut :

Tubulus konvulasi proksimal

Sebagian besar volume larutan fitrat ini direabsorpsi dalam tubulus konvulasi proksimal

(PCT). Termasuk air dan sebagian besar / semua glukosa (kecuali dalam kasus penderita

diabetes).

Sebagian besar energi yang dikonsumsi oleh ginjal digunakan dalam reabsorpsi ion natrium

(Na+), yang merupakan zat terlarut negatif yaitu mereka dilarutkan dalam komponen air

dari solusi fitrat. Sebagai konsentrasi Na+ dalam larutan filtrat tinggi (hampir sama

dengan konsentrasi Na+ dalam plasma darah), Na+ bergerak dari cairan tubulus ke dalam

sel dari PCT. Dalam kasus ion Na+ banyak ini terjadi dengan bantuan symporters.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 15

Page 16: Laporan Kasus CKD + Anemia

Symporters sekaligus memfasilitasi perjalanan melalui membran PCT kedua Na+ dan lain

zat / zat terlarut. Zat lain seperti itu yang diserap dengan Na+ dengan cara ini termasuk

glukosa (jenis penting dari gula), asam amino , asam laktat dan ion bikarbonat (HCO 3-).

Ini kemudian melanjutkan melalui sel-sel melalui difusi dan/atau proses transportasi

lainnya.

Zat terlarut secara selektif pindah dari filtrat glomular untuk plasma dengan transportasi

aktif. (Namun, hampir semua glukosa dan asam amino, dan jumlah tinggi tetapi variabel

ion, yang diserap kembali lagi nanti - lihat bagian berikutnya, di bawah).

Setelah zat terlarut (termasuk Na+), air ini kemudian juga diserap kembali melalui osmosis.

Sekitar 80% dari volume filtrat diserap kembali dengan cara ini. Karena ini bagian dari

proses reabsorpsi tidak dikontrol oleh tubulus proksimal itu sendiri. Air yang tersisa

(bersama dengan garam-garam terlarut dan urea) melewati dari PCT ke dalam bagian

bawah Henle. Kemudian melewati sepanjang Loop of Henle, dan sampai bagian atas

Henle.

Sekresi tubular

Proses ketiga dimana darah ginjal bersih (mengatur komposisi dan volume) disebut sekresi

tubular dan melibatkan zat yang ditambahkan ke cairan tubular. Hal ini menghilangkan

jumlah yang berlebihan dari zat terlarut tertentu dari tubuh, dan juga menjaga darah pada

pH sehat normal (yang biasanya dalam kisaran pH 7,35 sampai pH 7.45).

Zat yang disekresikan ke dalam cairan tubular (untuk dihapus dari tubuh) meliputi:

Kalium ion (K +),

Ion Hidrogen (H +),

Ammonium ion (NH 4 +),

kreatinin,

urea,

beberapa hormon, dan

beberapa obat (misalnya penisilin).

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 16

Page 17: Laporan Kasus CKD + Anemia

Aldosteron

Aldosteron merupakan salah satu hormon mineralokortikoid yang diproduksi oleh korteks

adrenal. Aldosteron dan steroid lain yang mempunyai aktivitas mineralokortikoid

meningkatkan reabsorpsi ion Na+ di ginjal, kelenjar keringat, saliva, dan kolon. Dengan

demikian Na+ ditahan di cairan ekstrasel, sehingga volume cairan ekstrasel meningkat.

Di ginjal, terutama pada sel P (principal cells) di duktus koligentes, aldosteron meningkatkan

retensi Na+ melalui pertukaran dengan ion K+ dan ion H+ di tubulus renalis, sehingga

menimbulkan diuresis K+ dan meningkatkan keasaman kemih.

Reabsorpsi Na+ dan K+

Reabsorpsi Na+ dan Cl- berperan penting dalam metabolisme aor dan eletrolit tubuh.

Trransport Na+ umumnya berpasangan dengan transport H+, elektrolit lain, glukose, asam

amino, asam organik, fosfat, dan beberapa zat lain dalam melewati dinding tubulus. Di

tubulus proksimal, ansa Henle asendens tebal, tubulus distal, dan di tubulus koligentes

ginjal, ion Na+ dari lumen tubulus masuk ke dalam sel epitel tubulus melalui

kotransporter atau penukar (exhanger) menuruni selisih konsentrasi dan selisih potensial

listrik dan kemudian ditransport secara aktif ke ruang antar sel ginjal oleh Na+-K+-

ATPase, yaitu 3 ion Na+ keluar dari sel dan 2 ion K+ masuk ke dalam sel. Transport

terjadi di lateral intercellular space.

Normalnya sekitar 60% ion Na+ yang difiltrasi glomerulus, akan direabsorpsi oleh tubulus

proksimal, terutama melalui penukar (exchanger) Na+-H+. Selebihnya yang 30%

diabsorpsi kotransporter bersama Na+-Cl--K+ di ansa Henle asendens tebal, 7% diabsorsi

oleh kotransporter Na+-Cl- di tubulus liku distal (distal convoluted tubule). Sedang

sisanya yang sekitar 3% yang mencapai duktur koligentes ekskresi atau absorpsinya

diatur oleh aldosteron.

Pengaturan ekskresi Na+

Ion Na+ difiltrasi di glomerulus dalam jumlah yang banyak. Tetapi lebih dari 96% ion Na+

diserap kembali oleh ginjal. Karena ion Na+ merupakan ion yang paling banyak di cairan

ekstrasel dan karena garam Na+ merupakan 90% zat yang aktif menimbulkan tekanan

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 17

Page 18: Laporan Kasus CKD + Anemia

osmosis dalam plasma dan cairan antarsel, maka jumlah Na+ di dalam tubuh merupakan

penentu utama volume cairan tubuh. Melalui berbagai mekanisme, ion Na+ diatur

ekskresinya sesuai dengan yang dikonsumsi. Ion Na+ yang diekskresikan melalui kemih

dapat berkisar dari hanya 1 mEq/d pada saat konsumsi garam rendah sampai 400 mEq/d

pada saat konsumsi Na+ tinggi.

Variasi ekskresi Na+ terjadi melalui perubahan LFG (laju filtrasi glomerulus = glomerular

filtration rate, GFR) dan pengaturan aldosteron pada sekitar 3% yang mencapai duktus

koligentes. Faktor lain yang berpengaruh pada reabsorpsi Na+ yaitu hormon

adrenokortikal lain, ANP dan hormon natriuretik lain, serta sekresi H+ dan K+ di tubulus

ginjal.

Pengaturan ekskresi K+

Sebagian besar dari K+ yang difiltrasi direabsorpsi secara aktif dari lumen tubulus di tubulus

proksimal., dan kemudian sekresikan kembali di tubulus distal. Tetapi kecepatan sekresi

K+ ini sangat bergantung kepada kecepatan aliran di lumen tubulus. Jumlah K+ yang

diekskresi biasanya sesuai dengan yang dikonsumsi.

Ekskresi air

Sekitar 180 L air difiltrasi dalam sehari semalam di glomerulus ginjal. Sedang produksi

kemih dalam 24 jam hanya sekitar 1 liter. Itu berarti bahwa yang 179 L direabsorpsi oleh

ginjal. Ada dua macam reabsorpsi air di ginjal, yaitu obligatory water reabsorption (tidak

boleh tidak pasti terjadi) yang terjadi di tubulus proksimal, dan facultative water

reabsorption yang terjadi di duktus koligentes. Fakultatif artinya kalau perlu. Reabsorpsi

ini diatur oleh vasopresin atau hormon antidiuresis (ADH). Bila osmolalitas cairan

ekstrasel tinggi, sekresi ADH dirangsang, ADH akan memasang banyak aquaporin (kanal

air) di duktus koligentes sehingga reabsorpsi air banyak (air ditahan di dalam tubuh).

Sebaliknya bila osmolalitas cairan ekstrasel rendah, sekresi ADH dihambat, akuaporin

yang terpasang sedikit dan reabsorpsi air sedikit. Hal demikian dapat terjadi karena

mekanisme counter current ginjal membuat daerah antarsel di medula ginjal sangat tinggi

osmolalitasnya sehingga bila akuaporin banyak terpasang maka air yang lewat duktus

koligentes akan terserap ke daerah itu.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 18

Page 19: Laporan Kasus CKD + Anemia

Gagal Ginjal

1. Definisi

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan

pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti

sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal

sebagian atau sepenuhnya kehilangan kemampuan mereka untuk menyaring air dan

limbah dari darah.

Membangun dari zat beracun yang biasanya dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal dapat

menyebabkan masalah kesehatan yang berbahaya.

Akut gagal ginjal (juga disebut sebagai ginjal kegagalan) terjadi dengan cepat.

Disfungsi ginjal ringan sering disebut insufisiensi ginjal.

Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya fungsi

ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu atau penurunan lambat dan progresif fungsi

ginjal. Ini biasanya akibat komplikasi dari yang lain kondisi medis yang serius. Tidak

seperti gagal ginjal akut, yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis

terjadi secara bertahap - selama minggu, bulan, atau tahun - sebagai ginjal perlahan

berhenti bekerja, yang mengarah ke stadium akhir penyakit ginjal (ESRD).

2. Klasifikasi

Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit ginjal

kronis, sebagai berikut:

Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 19

Page 20: Laporan Kasus CKD + Anemia

3. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal,

dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi. Penyakit ginjal adalah penyebab utama

kematian kesembilan di Amerika Serikat. Nasional Ketiga Kesehatan dan Survey

(NHANES III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang

dewasa di Amerika Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) memiliki tahap 1, 3%

(5,3 juta) harus tahap 2, 4,3% (7,6 juta) memiliki stadium 3, 0,2% (400.000) memiliki

stadium 4, dan 0,2% (300.000) memiliki tahap 5.

Prevalensi penyakit ginjal kronis tahap 1-4 meningkat dari 10% pada tahun 1988-1994

menjadi 13,1% pada 1999-2004. Peningkatan ini sebagian dijelaskan oleh peningkatan

prevalensi diabetes dan hipertensi, yang merupakan penyebab paling umum dari penyakit

ginjal kronis. Data dari Amerika Serikat Renal Data System (USRDS) menunjukkan

bahwa prevalensi gagal ginjal kronis meningkat 104% antara tahun 1990-2001.

Menurut ketiga Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi, diperkirakan bahwa

6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua dari 12 tahun memiliki nilai

kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang memiliki GFR kurang dari 60 mL /

menit, mayoritas dari mereka berada di populasi Medicare senior (5,9 juta orang).

Rasial demografi

Penyakit ginjal kronis mempengaruhi semua ras, tetapi, di Amerika Serikat, kejadian

signifikan lebih tinggi dari ESRD ada pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih;

tingkat kejadian untuk orang kulit hitam hampir 4 kali lipat untuk kulit putih.

Choi et al menemukan bahwa tingkat ESRD antara pasien kulit hitam melebihi orang-

orang di antara pasien putih di semua tingkat baseline GFR diperkirakan (eGFR). Risiko

ESRD antara pasien kulit hitam tertinggi pada eGFR 45-59 mL/min/1.73 m 2 (rasio

hazard, 3,08), seperti risiko kematian.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 20

Page 21: Laporan Kasus CKD + Anemia

Jenis kelamin dan yang berkaitan dengan usia demografi

Pada NHANES III, distribusi GFRs diperkirakan untuk tahap penyakit ginjal kronis

adalah serupa pada kedua jenis kelamin. Meskipun demikian, USRDS Tahunan 2004

Laporan Data menunjukkan bahwa tingkat kejadian kasus ESRD lebih tinggi untuk pria,

dengan 409 per juta penduduk pada tahun 2002 dibandingkan dengan 276 untuk wanita.

Penyakit ginjal kronis ditemukan pada orang dari segala usia. Meskipun demikian, di

Amerika Serikat, tingkat kejadian tertinggi terjadi pada pasien ESRD lebih tua dari 65

tahun. Sesuai NHANES III data, prevalensi penyakit ginjal kronis adalah 37,8% di antara

pasien yang lebih tua dari 70 tahun. Sebuah studi tentang pemuda Israel mengungkapkan

bahwa pasien berusia 16-25 tahun dengan hematuria mikroskopis gigih tanpa gejala

terisolasi memiliki peningkatan risiko diperlakukan ESRD selama 22 tahun.

Proses biologis penuaan memulai perubahan struktural dan fungsional dalam berbagai

ginjal. Massa ginjal semakin menurun dengan bertambahnya umur. Glomerulosclerosis

menyebabkan penurunan berat ginjal. Pemeriksaan histologi adalah penting untuk

penurunan jumlah glomerulus sebanyak 30-50% pada usia 70 tahun. Puncak GFR selama

dekade ketiga kehidupan di sekitar 120 mL/min/1.73 m 2; itu menunjukkan penurunan

rata-rata tahunan sekitar 1 mL/min/y/1.73 m 2, dengan nilai rata-rata 70 mL/min/1.73 m 2

pada usia 70 tahun.

4. Etiologi

Gagal ginjal dapat terjadi dari suatu situasi akut atau dari masalah kronis. Pada gagal ginjal

akut, fungsi ginjal hilang dengan cepat dan dapat terjadi dari berbagai penghinaan bagi

tubuh. Daftar penyebab sering dikategorisasikan berdasarkan:

Penyebab prerenal (pre = sebelum + ginjal) penyebab adalah karena penurunan suplai darah

ke ginjal. Contoh penyebab prerenal dari gagal ginjal adalah:

hipovolemia (volume darah rendah) karena kehilangan darah;

dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh (misalnya, muntah , diare , berkeringat, demam)

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 21

Page 22: Laporan Kasus CKD + Anemia

miskin asupan cairan;

obat, misalnya, diuretik ("air pil") dapat menyebabkan kehilangan air yang berlebihan,

dan

aliran darah yang abnormal dari dan ke ginjal karena penyumbatan arteri renalis atau

vena.

Penyebab ginjal gagal ginjal (merusak langsung pada ginjal sendiri) termasuk:

Sepsis : sistem imun tubuh yang kewalahan dari infeksi dan menyebabkan peradangan

dan penutupan ginjal. Hal ini biasanya tidak terjadi dengan infeksi saluran kemih .

Obat-obatan: Beberapa obat yang toksik terhadap ginjal, termasuk nonsteroidal anti-

inflammatory drugs seperti ibuprofen dan naproxen . Lainnya berpotensi obat beracun

meliputi antibiotik seperti aminoglikosida [ gentamicin (Garamycin), tobramycin ],

lithium (Eskalith, Lithobid), yodium yang mengandung obat seperti yang disuntikkan

untuk studi radiologi pewarna.

Rhabdomyolysis: Ini adalah situasi di mana ada kerusakan otot yang signifikan dalam

tubuh, dan serat otot yang rusak menyumbat sistim penyaringan dari ginjal. ini dapat

terjadi karena trauma, cedera menghancurkan, dan luka bakar. Beberapa obat digunakan

untuk mengobati tinggi kolesterol dapat menyebabkan rhabdomyolysis .

Multiple Myeloma

Akut glomerulonefritis atau peradangan dari glomeruli, sistim penyaringan dari ginjal.

Banyak penyakit dapat menyebabkan peradangan ini termasuk lupus eritematosus

sistemik , Wegener granulomatosis , dan sindrom Goodpasture .

Pasang penyebab ginjal gagal ginjal (posting = setelah + ginjal) disebabkan oleh faktor-

faktor yang mempengaruhi arus keluar urin:

Obstruksi kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan tekanan balik karena ginjal

terus memproduksi urin, tetapi obstruksi bertindak seperti bendungan, dan air seni

punggung atas ke ginjal. Ketika tekanan meningkat cukup tinggi, ginjal yang rusak dan

ditutup.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 22

Page 23: Laporan Kasus CKD + Anemia

Hipertrofi prostat atau kanker prostat dapat menghalangi urethra dan mencegah kandung

kemih dari pengosongan.

Tumor di perut yang mengelilingi dan menghalangi ureter.

Batu ginjal. Biasanya, batu ginjal hanya mempengaruhi satu ginjal dan tidak

menyebabkan gagal ginjal. Namun, jika hanya ada satu hadir ginjal, batu ginjal dapat

menyebabkan ginjal tunggal gagal

Penyebab penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:

Diabetes penyakit ginjal

Hipertensi

Vascular penyakit

Glomerular penyakit (primer atau sekunder)

Tubulointerstitial penyakit

Obstruksi saluran kemih

Penyakit pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis adalah sebagai

berikut:

Ginjal arteri stenosis

Pola antibodi antinetrofil sitoplasma sitoplasma (C-ANCA)-positif dan pola antibodi

antinetrofil perinuklear sitoplasma (P-ANCA)-positif vaskulitid

Antinetrofil sitoplasma antibodi (ANCA)-negatif vaskulitid

Atheroemboli

Hipertensi nephrosclerosis

Renal vein thrombosis

Belum dilunasi ginjal cedera akut

Penyakit glomerulus primer meliputi:

Membran nefropati

Imunoglobulin A nefropati (IgA)

Focal dan segmental glomerulosclerosis (FSGS)

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 23

Page 24: Laporan Kasus CKD + Anemia

Minimal perubahan penyakit

Membranoproliferatif glomerulonefritis

Cepat penyebab glomerulonefritis progresif (bulan sabit) Sekunder penyakit glomerulus

meliputi:

Diabetes mellitus

Sistemik lupus eritematosus

Rheumatoid arthritis

Campuran jaringan ikat penyakit

Scleroderma

Goodpasture sindrom

Wegener granulomatosis

Campuran krioglobulinemia

Postinfectious glomerulonefritis

Endokarditis

Hepatitis B dan C

Sipilis

Human immunodeficiency virus (HIV)

Infeksi parasit

Heroin menggunakan

Emas

Penisilamin

Amiloidosis

Rantai cahaya deposisi penyakit

Neoplasia

Thrombocytopenic purpura trombotik (TTP)

Hemolitik uremik-syndrome (HUS)

Henoch Schonlein purpura-

Alport syndrome

Refluks nefropati

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 24

Page 25: Laporan Kasus CKD + Anemia

Penyebab penyakit tubulointerstitial meliputi:

Obat-obatan (misalnya sulfa, allopurinol)

Infeksi (virus, bakteri, parasit)

Kronis hipokalemia

Kronis hypercalcemia

Sarkoidosis

Multiple myeloma cor nefropati

Logam berat

Radiasi nefritis

Polikistik ginjal

Cystinosis

Obstruksi saluran kemih dapat disebabkan oleh salah satu dari berikut:

Urolitiasis

Benign prostatic hypertrophy

Tumor

Retroperitoneal fibrosis

Uretra striktur

Neurogenik kandung kemih

5. Pathophysiology

CKD secara kasar dapat dikategorikan sebagai cadangan ginjal berkurang, insufisiensi ginjal,

atau gagal ginjal (stadium akhir penyakit ginjal). Awalnya, sebagai jaringan ginjal kehilangan

fungsinya, ada kelainan sedikit karena jaringan yang tersisa dapat meningkatkan kinerja

(adaptasi fungsional ginjal); kehilangan 75% dari jaringan ginjal menyebabkan penurunan GFR

hanya 50% dari normal.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 25

Page 26: Laporan Kasus CKD + Anemia

Fungsi ginjal menurun mengganggu kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis

cairan dan elektrolit. Perubahan melanjutkan ditebak, tetapi tumpang tindih dan variasi individu

ada. Kemampuan untuk berkonsentrasi penurunan urin awal dan diikuti dengan penurunan

kemampuan untuk mengekskresikan fosfat, asam, dan K. Ketika gagal ginjal lanjut (GFR ≤ 10

mL/min/1.73 m 2), kemampuan untuk mengencerkan urin hilang, dengan demikian osmolalitas

urin biasanya tetap dekat dengan plasma (300-320 mOsm / kg), dan volume urin tidak merespon

cepat terhadap variasi dalam asupan air.

Plasma konsentrasi kreatinin dan urea (yang sangat tergantung pada filtrasi glomerular) mulai

naik nonlinier sebagai GFR berkurang. Perubahan-perubahan yang minimal sejak dini. Ketika

GFR turun di bawah 10 mL/min/1.73 m 2 (normal = 100 mL/min/1.73 m 2), tingkat mereka

meningkat dengan cepat dan biasanya berhubungan dengan manifestasi sistemik (uremia). Urea

dan kreatinin tidak kontributor utama dengan gejala uremik, mereka adalah penanda untuk zat

lain (sebagian belum didefinisikan dengan baik) yang menyebabkan gejala.

Meskipun keseimbangan GFR, Na dan air berkurang tetap terjaga dengan ekskresi fraksional

peningkatan Na dan respon normal terhadap rasa haus. Dengan demikian, konsentrasi plasma Na

biasanya normal, dan hipervolemia jarang terjadi kecuali asupan Na atau air sangat dibatasi atau

berlebihan. Gagal jantung dapat terjadi dari Na dan kelebihan air, terutama pada pasien dengan

cadangan jantung menurun.

Kelainan Ca, fosfat, hormon paratiroid (PTH), vitamin metabolisme D, dan osteodistrofi ginjal

dapat terjadi. Produksi ginjal penurunan calcitriol kontribusi untuk hipokalsemia. Penurunan

ekskresi ginjal hasil fosfat dalam hiperfosfatemia. Hiperparatiroidisme sekunder adalah umum

dan dapat mengembangkan pada gagal ginjal sebelum kelainan pada Ca atau konsentrasi fosfat

terjadi. Untuk alasan ini, pemantauan PTH pada pasien dengan CKD moderat, bahkan sebelum

hyperphosphatemia terjadi, telah direkomendasikan.

Osteodistrofi ginjal (mineralisasi tulang abnormal akibat hiperparatiroidisme, defisiensi

calcitriol, fosfat serum, atau rendah atau normal serum Ca) biasanya mengambil bentuk

meningkatnya turnover tulang karena penyakit hyperparathyroid tulang (osteitis fibrosa) tetapi

juga dapat melibatkan pergantian tulang menurun karena tulang adinamik penyakit (dengan

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 26

Page 27: Laporan Kasus CKD + Anemia

penekanan paratiroid meningkat) atau osteomalacia. Kekurangan calcitriol dapat menyebabkan

osteopenia atau osteomalacia.

Hiperkalemia

Kemampuan untuk mempertahankan kalium (K) ekskresi pada tingkat mendekati normal

umumnya diselenggarakan dalam penyakit ginjal kronis selama keduanya sekresi aldosteron dan

aliran distal dipertahankan. Lain pertahanan terhadap retensi kalium pada pasien dengan penyakit

ginjal kronis meningkat ekskresi kalium dalam saluran pencernaan, yang juga berada di bawah

kendali aldosteron.

Metabolik asidosis

Asidosis metabolik sering merupakan campuran dari anion gap yang normal dan anion gap

meningkat, yang terakhir ini umumnya diamati dengan penyakit ginjal kronis tahap 5 tetapi

dengan anion gap umumnya tidak lebih tinggi dari 20 mEq / L. Pada penyakit ginjal kronis,

ginjal tidak mampu untuk memproduksi amoniak cukup dalam tubulus proksimal

mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk amonium. Pada penyakit ginjal

tahap kronis 5, akumulasi fosfat, sulfat, dan anion organik lainnya adalah penyebab dari

peningkatan anion gap.

Asidosis metabolik telah terbukti memiliki efek merusak pada keseimbangan protein,

menyebabkan berikut:

Negatif nitrogen balance

Peningkatan degradasi protein

Peningkatan oksidasi asam amino esensial

Mengurangi sintesis albumin

Kurangnya adaptasi ke diet rendah protein

Kelainan Na dan air

Garam dan air oleh ginjal penanganan diubah pada penyakit ginjal kronis. Volume ekstraseluler

ekspansi dan total-tubuh hasil volume overload dari kegagalan natrium dan ekskresi air bebas.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 27

Page 28: Laporan Kasus CKD + Anemia

Ini biasanya menjadi klinis nyata ketika GFR turun menjadi kurang dari 10-15 ml / menit, ketika

mekanisme kompensasi telah menjadi kelelahan.

Sebagai fungsi ginjal menurun lebih lanjut, retensi natrium dan volume memimpin ekspansi

ekstraseluler edema perifer dan, tidak jarang, edema paru dan hipertensi. Pada natrium, lebih

tinggi GFR dan air berlebih asupan bisa menghasilkan gambar yang sama jika jumlah yang

tertelan natrium dan air melebihi potensi yang tersedia untuk ekskresi kompensasi.

Anemia

Normokromik normositik anemia terutama berkembang dari sintesis ginjal penurunan

eritropoietin, hormon yang bertanggung jawab untuk stimulasi sumsum tulang untuk produksi sel

darah merah (RBC). Dimulai pada awal perjalanan penyakit dan menjadi lebih parah sebagai

GFR semakin menurun dengan ketersediaan massa ginjal kurang layak.

Tidak ada respon retikulosit terjadi. RBC kelangsungan hidup menurun, dan kecenderungan

perdarahan meningkat dari disfungsi uremia akibat trombosit. Penyebab lain dari anemia pada

penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:

Kehilangan darah yang kronis

Sekunder hiperparatiroidisme

Peradangan

Gizi kekurangan

Akumulasi inhibitor dari eritropoiesis

Patofisiologi Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

Ketika terjadi gangguan pada glomerulus maka fungsi ginjal pun terganggu, termasuk fungsi endokrinnya (Gambar 4). Anemia pada penyakit ginjal kronik dikaitkan dengan konsekuensi patofisiologik yang merugikan, termasuk berkurangnya transfer oksigen ke jaringan dan penggunaannya, peningkatan curah jantung, dilatasi ventrikel, dan hipertrofi ventrikel.

Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor lain yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon eritropoesis mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu. Alasan yang paling utama dari

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 28

Page 29: Laporan Kasus CKD + Anemia

fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien dengan penyakit ginjal yang berat. Defisiensi eritropoetin merupakan penyebab utama anemia pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik.Para peneliti mengatakan bahwa sel-sel peritubular yang menghasilkan eritropoetin rusak sebagian atau seluruhnya seiring dengan progresivitas penyakit ginjalnya. Selanjutnya pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay menunjukkan bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit ginjal, pasien anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan konsentrasi serum eritropoetin yang tidak adekuat. Inflamasi kronik, menurunkan produksi sel darah merah dengan efek tambahan terjadi defisiensi erotropoetin. Proses inflamasi seperti glomerulonefritis, penyakit reumatologi, dan pielonefritis kronik, yang biasanya merupakan akibat pada gagal ginjal terminal, pasien dialisis terancam inflamasi yang timbul akibat efek imunosupresif. Defisiensi eritropoetin relatif pada penyakit ginjal kronik dapat berespon terhadap penurunan fungsi glomerulus. Satu studi mengatakan bahwa untuk mempertahankan kemampuan untuk meningkatkan kadar eritropoetin dengan cara tinggal pada daerah yang tinggi. Selain itu, telah terbukti juga bahwa racun uremik juga dapat menginaktifkan eritopoietin atau menekan respon sumsum tulangterhadap eritropoietin.

Dalam hal pengurangan jumlah eritropoetin, penghambatan respon sel prekursor eritrosit terhadap eritropoetin dianggap sebagai penyebab dari eritropoesis yang tidak adekuat pada pasien uremia. Terdapat toksin-toksin uremia yang menekan proses ertropoesis yang dapat dilihat pada proses hematologi pada pasien dengan gagal ginjal terminal setelah terapi reguler dialisis. Ht biasanya meningkat dan produksi sel darah merah yang diukur dengan kadar Fe yang meningkat pada eritrosit, karena penurunan kadar eritropetin serum. Substansi yang menghambat eritropoesis ini antara lain poliamin, spermin, spermidin, dan PTH. Spermin dan spermidin yang kadar serumnya meningkat pada gagal ginjal kronik yang tidak hanya memberi efek penghambatan pada eritropoesis tetapi juga menghambat granulopoesis dan trombopoesis. Karena ketidakspesifikkan, leukopenia, dan trombositopenia bukan merupakan karakteristik dari uremia, telah disimpulkan bahwa spermin dan spermidin tidak memiliki fungsi yang signifikan pada patogenesis dari anemia pada penyakit ginjal kronik. Kadar PTH meningkat pada uremia karena hiperparatiroidsm sekunder, tetapi hal ini masih kontroversi jika dikatakan bahwa PTH memberikan efek penghambatan pada eritropoesis. Walaupun menurut penelitian, dilaporkan paratiroidektomi menyebabkan peningkatan dari kadar Hb pada pasien uremia, peneliti lain mengatakan tidak ada hubungan antara kadar PTH dengan derajat anemia pada pasien uremia. Walaupun efek langsung penghambatan PTH pada eritropoesis belum dibuktikan secara final, akibat yang lain dari peningkatan PTH seperti fibrosis sumsum tulang dan penurunan masa hidup eritrosit ikut bertanggung jawab dalam hubungan antara hiperparatiroid dan anemia pada gagal ginjal.

Pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko kehilangan darah oleh karena terjadinya disfungsi platelet. Penyebab utama kehilangan darah pada pasien-pasien ini adalah dari hemodialisis. Pada suatu penelitian, dibuktikan pasien-pasien hemodialisis dapat kehilangan darah rata-rata 4,6 L/tahun. Kehilangan darah melalui saluran cerna, sering diambil untuk pemeriksaan laboratorium dan defisiensi asam folat juga dapat menyebabkan anemia. Kekurangan asam folat bisa bersamaan dengan uremia, dan bila pasien mendapatkan terapi hemodialisis, maka vitamin yang larut dalam air akan hilang

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 29

Page 30: Laporan Kasus CKD + Anemia

melalui membran dialisis. Kecendrungan terjadi perdarahan pada uremia agaknya disebabkan oleh gangguan kualitatif trombosit dan dengan demikian menyebabkan gangguan adhesi.

Kekurangan zat besi dapat disebabkan karena kehilangan darah dan absorbsi saluran cerna yang buruk (antasida yang diberikan pada hiperfosfatemia juga mengikat besi dalam usus). Selain itu, proses hemodialisis dapat menyebabkan kehilangan 3 -5 gr besi per tahun. Normalnya, kita kehilangan besi 1-2 mg per hari (Gambar 3), sehingga kehilangan besi pada pasien-pasien dialisis 10-20 kali lebih banyak.

Homeostasis besi tampaknya terganggu pada penyakit ginjal kronik. Untuk alasan yang masih belum diketahui (kemungkinan karena malnutrisi), kadar transferin pada penyakit ginjal kronik setengah atau sepertiga dari kadar normal, menghilangkan kapasitas sistem transport besi. Situasi ini yang kemudian mengganggu kemampuan untuk mengeluarkan cadangan besi dari makrofag dan hepatosit pada penyakit ginjal kronik.

Masa hidup eritrosit pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup eritrosit normal. Peningkatan hemolisis eritrosit ini tampaknya disebabkan oleh kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat pada sel darah itu sendiri. Hemolisis pada gagal ginjal terminal adalah derajat sedang. Pada pasien hemodialisis kronik, masa hidup eritrosit diukur menggunakan 51Cr menunjukkan variasi dari sel darah merah normal yang hidup tetapi rata-rata waktu hidup berkurang 25-30%.

Diabetes Melitus

Patofisiologi yang mendasari pada diabetes tipe 2 ditandai oleh tiga gangguan berikut (1)

resistensi perifer terhadap insulin, terutama pada sel otot: (2) peningkatan produksi glukosa

oleh hati, dan (3) sekresi pankreas diubah. Peningkatan jaringan resistensi terhadap insulin

umumnya terjadi pertama dan akhirnya diikuti oleh sekresi insulin terganggu. Pankreas

memproduksi insulin, namun resistensi insulin mencegah penggunaan yang tepat pada

tingkat sel. Glukosa tidak dapat memasuki sel target dan terakumulasi dalam aliran darah,

mengakibatkan hiperglikemia. Tingkat glukosa darah tinggi sering merangsang peningkatan

produksi insulin oleh pankreas: demikian. Tipe 2 diabetes individu seringkali memiliki

produksi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia).

Resistensi insulin mengacu pada sensitivitas jaringan terhadap insulin. Reaksi intraseluler

berkurang, membuat insulin kurang efektif merangsang pengambilan glukosa oleh

jaringan dan mengatur pelepasan glukosa oleh hati.

Jika kadar glukosa darah yang meningkat secara konsisten untuk jangka waktu yang

signifikan, mekanisme filtrasi ginjal ditekankan, memungkinkan protein darah bocor ke

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 30

Page 31: Laporan Kasus CKD + Anemia

dalam urin. Akibatnya, tekanan di dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Diperkirakan

bahwa tekanan tinggi berfungsi sebagai stimulus tingkat nefropati.

Perubahan terdeteksi paling awal dalam perjalanan nefropati diabetik adalah penebalan di

glomerulus. Pada tahap ini, ginjal dapat mulai memungkinkan lebih albumin (protein)

dari normal dalam urin, dan ini dapat dideteksi dengan tes sensitif untuk albumin.

Sebagai nefropati diabetes berlangsung, peningkatan jumlah glomeruli yang hancur.

Sekarang jumlah albumin yang diekskresikan dalam urin meningkat, dan dapat dideteksi

dengan teknik urinalisis biasa. Pada tahap ini, biopsi ginjal jelas menunjukkan nefropati

diabetes dan akhirnya menyebabkan gagal ginjal kronis.

6. Manifestasi Klinis

Gagal Ginjal Akut Gejala

Gejala-gejala berikut dapat terjadi dengan gagal ginjal akut. Beberapa orang tidak memiliki

gejala, setidaknya pada tahap awal. Gejala-gejala mungkin sangat halus.

Penurunan produksi urin

Tubuh bengkak

Masalah berkonsentrasi

Kebingungan

Kelelahan

Kelesuan

Mual, muntah

Diare

Nyeri perut

Logam rasa di mulut

Kejang dan koma dapat terjadi pada gagal ginjal akut yang sangat parah

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 31

Page 32: Laporan Kasus CKD + Anemia

Pemeriksaan Penunjang

Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada tahap awal. Hanya tes

laboratorium dapat mendeteksi masalah berkembang. Siapapun pada peningkatan risiko

untuk penyakit ginjal kronis harus secara rutin diuji untuk perkembangan penyakit ini.

Urin, darah, dan pencitraan tes ( X - ray ) digunakan untuk mendeteksi penyakit ginjal,

serta mengikuti kemajuannya, seperti kelainan jantung kongestif, effusi pleura.

Semua tes ini memiliki keterbatasan. Mereka sering digunakan bersama-sama untuk

mengembangkan gambaran sifat dan tingkat dari penyakit ginjal.

Secara umum, pengujian ini dapat dilakukan secara rawat jalan.

Tes Urine

Urinalisis: Analisis urin memberi wawasan yang sangat besar ke dalam fungsi dari ginjal.

Langkah pertama dalam urine adalah melakukan tes dipstick. Dipstick ini memiliki

reagen yang memeriksa urin untuk kehadiran konstituen normal dan abnormal berbagai

termasuk protein. Kemudian, urin diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari sel-sel

darah merah dan putih, dan adanya gips dan kristal (padatan).

Tes urine dua puluh empat jam: Tes ini mengharuskan Anda untuk mengumpulkan semua

urin Anda selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisa untuk produk protein dan

limbah (urea nitrogen, dan kreatinin). Keberadaan protein dalam urin mengindikasikan

kerusakan ginjal. Jumlah kreatinin dan urea diekskresikan dalam urin dapat digunakan

untuk menghitung tingkat fungsi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR).

Laju filtrasi glomerulus (GFR): GFR adalah cara standar untuk menyatakan fungsi ginjal

secara keseluruhan. Sebagai penyakit ginjal berlangsung, GFR turun. GFR normal adalah

sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan 85-115 mL / menit pada wanita. Ini mengurangi

pada kebanyakan orang dengan usia. GFR dapat dihitung dari jumlah produk sampah di

urin 24-jam atau dengan menggunakan spidol khusus diberikan secara intravena.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 32

Page 33: Laporan Kasus CKD + Anemia

Perkiraan GFR (eGFR) dapat dihitung dari tes rutin pasien darah. Pasien dibagi menjadi

lima tahap penyakit ginjal kronis didasarkan pada mereka GFR (lihat Tabel 1 di atas).

Tes Darah

Kreatinin dan urea (BUN) dalam darah: darah urea nitrogen dan serum kreatinin adalah tes

darah yang paling umum digunakan untuk layar untuk, dan memonitor penyakit ginjal.

Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot normal. Urea adalah produk limbah dari

pemecahan protein. Tingkat zat ini meningkat dalam darah sebagai memperburuk fungsi

ginjal.

Rumus Cockcroft-Gault untuk memperkirakan CrCl harus digunakan secara rutin sebagai

sarana sederhana untuk memberikan pendekatan yang dapat diandalkan fungsi ginjal

residu pada semua pasien dengan penyakit ginjal kronis. Rumus adalah sebagai berikut:

CrCl (pria) = ([140-usia] × berat badan dalam kg) / (serum kreatinin × 72)

CrCl (perempuan) = CrCl (pria) × 0,85

Perkiraan GFR (eGFR): Laboratorium atau dokter Anda dapat menghitung GFR diperkirakan

dengan menggunakan informasi dari kerja darah Anda. Adalah penting untuk menyadari

Anda GFR estimasi dan stadium penyakit ginjal kronis. Dokter Anda menggunakan tahap

penyakit ginjal Anda untuk merekomendasikan pengujian tambahan dan saran pada

manajemen.

Pemeriksaan pencitraan

X - ray : Sebuah pyelogram retrograde dapat diindikasikan jika indeks kecurigaan yang tinggi

klinis untuk obstruksi meskipun ada sebuah temuan negatif pada ginjal ultrasonografi.

Pyelography intravena tidak umum dilakukan karena potensi toksisitas ginjal dari kontras

intravena, namun prosedur ini sering digunakan untuk mendiagnosa batu ginjal. Plain perut x-ray

sangat berguna untuk mencari batu radio-opak atau nefrokalsinosis. Sebuah voiding

cystourethrogram (VCUG) merupakan standar kriteria untuk diagnosis refluks vesicoureteral

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 33

Page 34: Laporan Kasus CKD + Anemia

USG: USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG adalah jenis tes

noninvasif pencitraan. Secara umum, ginjal menyusut dalam ukuran pada penyakit ginjal

kronis, meskipun mereka mungkin normal atau bahkan dalam ukuran besar dalam kasus-

kasus disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik dewasa, nefropati diabetik, dan

amiloidosis. USG juga dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya obstruksi saluran

kemih, batu ginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke ginjal.

Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi) kadang-kadang diperlukan dalam kasus-

kasus di mana penyebab dari penyakit ginjal tidak jelas. Biasanya, biopsi dapat

dikumpulkan dengan anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum melalui kulit ke

dalam ginjal.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 34

Page 35: Laporan Kasus CKD + Anemia

CT scan / MRI : Sebuah computed tomography (CT) scan berguna untuk lebih menentukan

massa ginjal dan kista biasanya dicatat pada USG. Juga, adalah tes yang paling sensitif untuk

mengidentifikasi batu ginjal. IV kontras ditingkatkan CT scan harus dihindari pada pasien

dengan gangguan ginjal untuk menghindari gagal ginjal akut; risiko ini secara signifikan

meningkatkan pada pasien dengan moderat sampai berat penyakit ginjal kronis. Dehidrasi juga

nyata meningkatkan risiko ini. Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna pada pasien

yang memerlukan CT scan tetapi tidak bisa menerima kontras intravena. Hal ini dapat

diandalkan dalam diagnosis trombosis vena ginjal, seperti CT scan dan venography ginjal.

Magnetic resonance angiography juga menjadi lebih berguna untuk diagnosis stenosis arteri

ginjal, meskipun arteriografi ginjal tetap menjadi standar kriteria.

7. Tatalaksana

Pengendalian gangguan yang mendasari

Kemungkinan pembatasan protein diet, fosfat, dan K

Suplemen vitamin D

Pengobatan anemia dan gagal jantung

Dosis semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan

Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala uremik, atau kadang-kadang hiperkalemia

atau gagal jantung

Transplantasi ginjal

Tidak ada obat untuk penyakit ginjal kronis. Empat Tujuan terapi adalah untuk:

1. memperlambat perkembangan penyakit;

2. mengobati penyebab dan faktor-faktor;

3. mengobati komplikasi penyakit, dan

4. menggantikan fungsi ginjal hilang.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 35

Page 36: Laporan Kasus CKD + Anemia

Strategi untuk memperlambat progresi dan mengobati kondisi yang mendasari penyakit ginjal

kronis adalah sebagai berikut:

Pengendalian glukosa darah: Mempertahankan kontrol yang baik dari diabetes sangat

penting. Orang dengan diabetes yang tidak mengontrol glukosa darah mereka memiliki

risiko jauh lebih tinggi dari semua komplikasi diabetes, termasuk penyakit ginjal kronis.

Kontrol tekanan darah tinggi: ini juga memperlambat perkembangan penyakit ginjal

kronis. Dianjurkan untuk menjaga tekanan darah Anda di bawah ini mmHg 130/80 jika

Anda memiliki penyakit ginjal. Hal ini sering berguna untuk memonitor tekanan darah di

rumah. Obat tekanan darah yang dikenal sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme

(ACE) atau penghambat reseptor angiotensin (ARB) memiliki manfaat khusus dalam

melindungi ginjal.

Diet: Diet kontrol sangat penting untuk perkembangan memperlambat penyakit ginjal

kronis dan harus dilakukan konsultasi dengan praktisi kesehatan dan ahli gizi. Untuk

beberapa pedoman umum, lihat Perawatan Diri di Depan bagian dari artikel ini.

Gizi:

Pembatasan garam: Batasi untuk 4-6 gram sehari untuk menghindari retensi cairan dan

membantu mengontrol tekanan darah tinggi.

Asupan cairan: asupan air yang berlebihan tidak membantu mencegah penyakit ginjal.

Pembatasan asupan air disamakan dengan jumlah air yang keluar melalui urin

(penampungan urin per 24 jam) dikurangkan sedikit untuk asupan air.

Pembatasan Kalium: Hal ini diperlukan pada penyakit ginjal maju karena ginjal tidak

mampu mengeluarkan kalium. Tingginya kadar kalium bisa menyebabkan irama jantung

abnormal . Contoh makanan tinggi kalium meliputi pisang, jeruk, kacang-kacangan, dan

kentang.

Pembatasan protein berat pada penyakit ginjal masih kontroversial. Namun, pembatasan

moderat (0,8 g / kg / hari) aman dan mudah untuk sebagian besar pasien untuk

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 36

Page 37: Laporan Kasus CKD + Anemia

mentolerir. Beberapa ahli merekomendasikan 0,6 g / kg / hari untuk pasien dengan

diabetes dan, untuk pasien tanpa diabetes,> 0,8 g / kg / hari jika GFR adalah 25 sampai

55 mL/min/1.73 m 2 atau 0,6 g / kg / hari jika GFR adalah 13 sampai 24 mL/min/1.73 m 2.

Gejala uremik Banyak nyata mengurangi ketika protein katabolisme dan generasi urea

berkurang. Karbohidrat dan lemak yang cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan

energi dan mencegah ketosis. Pasien untuk siapa <0,8 g / kg / hari telah diresepkan harus

diikuti oleh ahli gizi. Karena pembatasan diet dapat mengurangi asupan vitamin yang

diperlukan, pasien harus mengambil multivitamin yang mengandung vitamin yang larut

dalam air. Administrasi vitamin A dan E tidak diperlukan. Vitamin D dalam bentuk 1,25-

dihydroxyvitamin D

Komplikasi penyakit ginjal kronis mungkin memerlukan perawatan medis.

Retensi cairan dapat diobati dengan salah satu dari sejumlah obat diuretik, yang

menghilangkan kelebihan air dari tubuh. Namun, obat ini tidak cocok untuk semua

pasien.

Anemia dapat diobati dengan agen eritropoiesis merangsang seperti erythropoietin

(Aranesp, Aranesp Gratis Albumin, Aranesp SureClick). Eritropoiesis merangsang agen

adalah kelompok obat yang menggantikan kekurangan erythropoietin, yang biasanya

diproduksi oleh ginjal sehat. Seringkali, pasien yang dirawat dengan obat tersebut

membutuhkan suplemen besi dengan mulut atau kadang-kadang bahkan intravena.

Penyakit tulang berkembang pada penyakit ginjal karena ketidakmampuan untuk

mengeluarkan fosfor dan kegagalan untuk membentuk aktif vitamin D. Dalam keadaan

seperti itu, dokter anda mungkin meresepkan obat fosfor mengikat dalam usus, dan

mungkin meresepkan bentuk aktif vitamin D.

Asidosis dapat berkembang dengan penyakit ginjal. Asidosis dapat menyebabkan

kerusakan protein, peradangan, dan penyakit tulang. Jika asidosis signifikan, dokter

mungkin menggunakan obat-obatan seperti natrium bikarbonat (baking soda) untuk

memperbaiki masalah.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 37

Page 38: Laporan Kasus CKD + Anemia

Dialisis

Ada dua jenis dialisis 1) hemodialisis dan 2) dialisis peritoneal.

Dialisis Akses

Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah dapat dipindahkan

meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk memungkinkan pembersihan limbah, racun,

dan kelebihan cairan. Ada tiga jenis akses vaskular: fistula arteriovenosa (aVF), graft

arteriovenosa, dan kateter vena sentral.

1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk hemodialisis adalah aVF,

dimana arteri secara langsung bergabung ke pembuluh darah. Vena ini memakan waktu

dua sampai empat bulan untuk memperbesar dan matang sebelum dapat digunakan untuk

cuci darah. Setelah matang, dua jarum ditempatkan ke dalam vena untuk dialisis. Satu

jarum digunakan untuk menarik darah dan dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua

adalah untuk mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak terinfeksi atau

mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses dialisis.

2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada mereka yang

memiliki pembuluh darah kecil atau dalam fistula yang telah gagal dibuat. Teknik ini

terbuat dari bahan buatan dan jarum dialisis dimasukkan ke dalam jalur secara langsung.

3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau permanen. Pipa ini

yang baik ditempatkan di leher atau pangkal paha ke dalam pembuluh darah besar.

Meskipun kateter memberikan akses langsung untuk cuci darah, mereka rentan terhadap

infeksi dan juga dapat menyebabkan pembuluh darah menggumpal atau sempit.

Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter ditanamkan ke dalam rongga perut

(dibatasi oleh peritoneum) dengan prosedur bedah minor. Kateter ini adalah tabung tipis yang

terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon atau poliuretan. Kateter biasanya

memiliki satu atau dua manset yang membantu menahannya di tempat. Ujung kateter mungkin

lurus atau melingkar dan memiliki beberapa lubang untuk memungkinkan jalan keluar dan

kembali cairan. Meskipun kateter dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 38

Page 39: Laporan Kasus CKD + Anemia

disarankan untuk menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu sehingga

memungkinkan penyembuhan dan mengurangi risiko kebocoran berkembang.

Hemodialisis

Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada mesin dialisis.

Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan kumpulan

berongga tabung kapiler serat.

Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran semipermeabel,

sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk membersihkan darah) dipompa

sepanjang sisi lain, dalam kompartemen yang terpisah, dalam arah yang berlawanan.

Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan yang

diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk limbah (urea

nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral

berbagai.

Pengeluaran kelebihan cairan.

Darah kemudian kembali ke tubuh.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 39

Page 40: Laporan Kasus CKD + Anemia

Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari kehidupan.

Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat. Transplantasi ginjal dapat

berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak berhubungan, atau orang yang telah

meninggal karena sebab lain (donor kadaver).

8. Prognosis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah, lebih tinggi albuminuria,

usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal.

Juga, serum albumin rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat

memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.

Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang mencolok dan menunjukkan

bahwa harapan hidup pasien masuk ke hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih

dari 69.000 pasien dialisis terdaftar dalam program ESRD meninggal.

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 40

Page 41: Laporan Kasus CKD + Anemia

Daftar Pustaka

Davey, Patrick. At a Glance Medicine. 2005. Penerbit : Erlangga. Hal : 258, Gagal ginjal

Kronis dan pasien dialisis.

Kathuria, Yogendra, MD, FACP, FASN. 2012. Chronic Kidney Disease.

http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm

Arora, Pradeep, MD. Mar 28, 2012. Chronic Kidney Disease.

http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview

Kaufman, Dixon B, MD, PhD. Jan 25, 2012. Renal Transplantation (Medical).

http://emedicine.medscape.com/article/429314-overview

PATHOPHYSIOLOGY: Chronic kidney failure secondary to Diabetes Mellitus type II.

http://nursingdepartment.blogspot.com/2009/03/pathophysiology-of-diabetes-

milletus.html

James I. McMillan, MD. December 2007. Chronic Kidney Disease (Chronic Renal

Failure).

http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failure/

chronic_kidney_disease.html

Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New York : Lange

Medical Book. 2004.

Physiology of Kidney. 2012.

http://www.ivy-rose.co.uk/HumanBody/Urinary/Urinary_System_Kidneys_Actions.php

Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 41