Presentasi Kasus CKD

45
PRESENTASI KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIK Oleh: dr Hanna Margareth Pembimbing : dr Hj. Komariatun, Sp.PD KGH dr M. Thamrin RSUD DEPATI HAMZAH INTERNSHIP PERIODE 2014-2015 PANGKAL PINANG

description

l

Transcript of Presentasi Kasus CKD

Page 1: Presentasi Kasus CKD

PRESENTASI KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIK

Oleh:

dr Hanna Margareth

Pembimbing :

dr Hj. Komariatun, Sp.PD KGH

dr M. Thamrin

RSUD DEPATI HAMZAH

INTERNSHIP PERIODE 2014-2015

PANGKAL PINANG

Page 2: Presentasi Kasus CKD

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, penulis dapat

menyelesaikan tugas Case Report yang membahas tentang “Penatalaksanaan Penyakit Ginjal

Kronik” sebagai salah satu tugas Internship di RSUD Depati Hamzah.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr Thamrin dan DR.

dr Hj.Komariatun, Sp.PD KGH yang telah membimbing penulis selama bekerja sebagai dokter

Internship di RSUD Depati Hamzah, terutama saat penulisan case report ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan case report ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kami mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada.

Akhir kata, kiranya case report ini berguna bagi penulis pada khususnya, dan para

pembaca pada umumnya. Sekian dan terimakasih.

Pangkal Pinang, September 2015

Penulis.

Page 3: Presentasi Kasus CKD

FORMAT PORTOFOLIO

Topik: CKD stage 5

Tanggal (kasus): Persenter: dr Hanna

Tangal presentasi: Pendamping:

dr Komariatun, Sp.PD, KGH

dr M. Thamrin

Tempat presentasi: RSUD Depati Hamzah , Pangkal Pinang

Obyektif presentasi:

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi: Pasien seorang perempuan berusia 68 tahun datang dengan keluhan sesak nafas ± 1

bulan SMRS bertambah berat ± 3 hari SMRS

□ Tujuan:

- Menganilisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan pasien

- Memberikan terapi pasien CKD

- Memberikan edukasi tentang yang diderita pasien

Bahan bahasan: □ Tinjauan

pustaka

□ Riset □ Kasus □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi □Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos

Data pasien: Nama: Ny. R No registrasi: 781213

Nama RS: RSUD Depati Hamzah ,

Pangkal Pinang

Telp: - Terdaftar sejak: -

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: CKD

2. Riwayat Pengobatan: Pasien menderita hipertensi tetapi jarang minum obat hipertensi

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: Pasien memiliki riwayat ginjal

4. Riwayat keluarga/ masyarakat: Pasien tidak tahu riwayat penyakit keluarga

5. Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga

Page 4: Presentasi Kasus CKD

6. Lain‐lain : -

Daftar Pustaka:

1. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik dan Hipertensi 2009, PERNEFRI.

2. Suwitra, Ketut. 2007. Penyakit Ginjal Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. National Kidney Foundation KDOQI. 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease: Evaluation, Clasiffication and Stratification. New York.

4. Official Journal of The International Society of Nephrology KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease.

5. National Institue Of Health and Care Excellence. 2015. Early Identification and Management Of Chronic Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care.UK.

6. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. The Eight Report of Joint National Comittee (JNC 8). US Department of Health, 2014.

8. J Nephrol, Indian. 2005. Guidelines for Homocysteine in CKD Patients. Supplement 1: s63-64.

9. O’Callaghan, Chris. 2009. At a Glance Sistem Ginjal Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hasil pembelajaran:

1. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronis yang tepat

2. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat

Subjektif

Page 5: Presentasi Kasus CKD

Pasien datang ke IGD RSUD Depati Hamzah mengeluh sesak nafas sejak ± 1 bulan

SMRS dan di rasakan semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Sesak di rasakan terus menerus,

sesak bertambah berat terutama saat melakukan kegiatan sehari-hari misalnya berjalan atau

mandi. Sesak nafas juga di rasakan saat pasien berbaring sehingga pasien kesulitan untuk

tidur.

Pasien mengeluh ada gangguan buang air kecil sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengeluh

frekuensi buang air kecil menjadi lebih jarang dan jumlah air kencingnya semakin sedikit.

Pasien buang air kecil 1-2 kali sehari dengan jumlah setiap kali buang air kecil hanya ¼

gelas. Rasa nyeri saat buang air kecil tidak ada, warna air kencing kuning jernih. Buang air

besar tidak ada keluhan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati ± 1 hari SMRS seperti rasa

panas terbakar. Selain itu pasien mengaku akhir-akhir ini lemas, nafsu makan berkurang, dan

kulitnya kering disertai rasa gatal.

Riwayat tekanan darah tinggi tidak terkontrol +, riwayat sakit ginjal + namun pasien

tidak mengetahui lebih lanjut. Riwayat gula disangkal. Pasien tidak mengetahui riwayat

penyakit keluarga.

Obyektif

Pada pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran komposmentis, keadaan umum

pasien tampak sakit sedang. Tekanan darah pasien 150/100 mmHg, frekuensi nafas cepat,

frekuensi nadi dan suhu tubuh masih dalam batas normal serta tidak terdapat gangguan

motorik.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa, pemeriksaan darah rutin

dengan hemoglobin rendah, GDS normal, fungsi ginjal berupa ureum dan kreatinin di atas

batas normal, EKG tidak normal.

Assessment

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis

dengan CKD stage 5, UAP, anemia, dan hipertensi grade 2

Plan

Pengobatan:

Page 6: Presentasi Kasus CKD

Pada pasien ini diberikan infus Asering 10 tpm, ISDN 5 mg SL ekstra di UGD, ranitidine 2x1

IV. Obat oral berupa ISDN 5 mg 3x5 tab K/P, Ascardia 80 mg 1x1 tab, Simvastatin 20 mg

1x1 tab, amlodipin 10 mg 1x1 tab, asam folat 2x1 tab, bicnat 3x1 tab, CaC03 3x1 tab.

Pendidikan: Dilakukan pengaturan diet kepada pasien berupa diet rendah garam, rendah

lemak, rendah protein

Konsultasi: Dijelaskan secara rasional tentang penatalaksanaan yang dilakukan

Rujukan: Pada pasien ini dilakukan konsul kepada dokter spesialis penyakit dalam, konsultan

ginjal hipertensi

BAB I

IDENTITAS PASIEN

Page 7: Presentasi Kasus CKD

Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 68 tahun

Alamat : Air Mesu

Agama : Islam

MRS : 12 Agustus 2015

Tanggal Keluar : 18 Agustus 2015

Anamnesa

Keluhan Utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Depati Hamzah mengeluh sesak nafas sejak ± 1 bulan SMRS dan di rasakan semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Sesak di rasakan terus menerus, sesak bertambah berat terutama saat melakukan kegiatan sehari-hari misalnya berjalan atau mandi. Sesak nafas juga di rasakan saat pasien berbaring sehingga pasien kesulitan untuk tidur. Pasien mengeluh ada gangguan buang air kecil sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengeluh frekuensi buang air kecil menjadi lebih jarang dan jumlah air kencingnya semakin sedikit. Pasien buang air kecil 1-2 kali sehari dengan jumlah setiap kali buang air kecil hanya ¼ gelas. Rasa nyeri saat buang air kecil tidak ada, warna air kencing kuning jernih. Buang air besar tidak ada keluhan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati ± 1 hari SMRS seperti rasa panas terbakar. Selain itu pasien mengaku akhir-akhir ini lemas, nafsu makan berkurang, dan kulitnya kering disertai rasa gatal.

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tekanan darah tinggi tidak terkontrol +, riwayat sakit ginjal + namun pasien tidak

mengetahui lebih lanjut. Riwayat gula disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit keluarganya

Riwayat Psikososial (Pendidikan dan Sosial Ekonomi)

Pendidikan : Sekolah Dasar

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Perkawinan : sudah menikah

Pemeriksaan Fisik

Page 8: Presentasi Kasus CKD

Vital sign

Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 28x/menit

Tekanan Darah : 150/100 mmHg    

Status gizi : cukup

Keadaan umum

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis

Kepala : Konjungtiva anemis (+), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 12 Agustus 2015

Darah Rutin

Leukosit 6,3 5-10

Eritrosit 2,01 4.80-5.50

HB 6,1 12-14

Hematokrit 19,3 40.0-46.0

Trombosit 151 150-400

Kadar Gula Darah

GDS 123 < 180

Fungsi Ginjal

Ureum 258 15-39

Kreatinin 11,2 0,6-1,1

Page 9: Presentasi Kasus CKD

Pemeriksaan EKG

Diagnosis Kerja: - CKD stage 5- UAP- Anemia- Hipertensi grade 2

Terapi:

1. IVFD: Asering 10 tpm

2. Ranitidin 2x1 IV

3. ISDN 5 mg SL (ekstra di UGD)

4. ISDN 5 mg 3x1 tab K/P

5. Ascardia 80 mg 1x1 tab

6. Simvastatin 20 mg 1x1 tab

7. Amlodipin 10 mg 1x1 tab

8. Asam Folat 2x1 tab

9. Bicnat 3x1 tab

Page 10: Presentasi Kasus CKD

10. CaCO3 3x1 tab

11. Observasi KU dan TTV

12. Edukasi: Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang

akan dilakukan

13. Konsul dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi:

- Siapkan HD

- Skrining Pre HD

- Pro transfusi PRC 2x250 CC

- Bicnat 3x1

- Folat 2x1

- Lenal Acl 3x1

Prognosis : dubia at malam

Folow Up Tanggal 13 Agustus 2015

Subjektif : Keluhan sesak berkurang

Vital sign

Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 24x/menit

Tekanan Darah : 150/100 mmHg    

Keadaan umum

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis

Kepala : mata anemis (+), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Pemeriksaan Laboratorium

Page 11: Presentasi Kasus CKD

Tanggal 13 Agustus 2015

Kadar Gula Darah

GDP 149 70-110

Fungsi Ginjal

Ureum 271 15-39

Kreatinin 10,7 0,6-1,1

Lab Hipertensi

Kolestrol total 170 50-200

Triglyceride 26 50-150

HDL 44 45-65

LDL 121 <130

Skrining Pre HD

HBsAg - -

HIV - -

HCV - -

Planning:- Diet BB 1800 kal, rendah garam, rendah lemak, protein 30 g- Amlodipin 10 mg 1x1- Valsartan 80 mg 1x1- Bicnat 3x1- Folat 2x1- Lenal acl 3x1- Simvastatin 10 mg 0-0-1- ISDN 5 mg tab K/P- Ascardia 80 mg 1x1- Cek PT, aPTT- HD inisiasi

Folow up Tanggal 14 Agustus 2015

Subjektif : Keluhan sesak berkurang

Vital sign

Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 24x/menit

Tekanan Darah : 130/80 mmHg    

Keadaan umum

Page 12: Presentasi Kasus CKD

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis

Kepala : konjungtiva anemis (+), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 14 Agustus 2015

Fungsi Ginjal

Ureum 173 15-39

Kreatinin 7,9 0,6-1,1

Darah Rutin

Hb 6,2 12-14

Hematologi

PT 11.9 9.7-12.3

aPTT 34.3 25.5-42.1

Planning:- Diet BB 1800 kal, rendah garam, rendah lemak, protein 30 g- Amlodipin 10 mg 1x1- Valsartan 80 mg 1x1- Bicnat 3x1- Folat 2x1- Lenal acl 3x1- Simvastatin 10 mg 0-0-1- ISDN 5 mg tab K/P- Ascardia 80 mg 1x1- Transfusi PRC 2x250 cc

Folow up Tanggal 15 Agustus 2015

Subjektif : sesak -

Vital sign

Page 13: Presentasi Kasus CKD

Nadi : 86 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 24x/menit

Tekanan Darah : 130/80 mmHg    

Keadaan umum

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis

Kepala : mata anemis (-), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Planning:- Diet BB 1800 kal, rendah garam, rendah lemak, protein 30 g- Amlodipin 10 mg 1x1- Valsartan 80 mg 1x1- Bicnat 3x1- Folat 2x1- Lenal acl 3x1- Simvastatin 10 mg 0-0-1- ISDN 5 mg tab K/P- Ascardia 80 mg 1x1

Folow up Tanggal 16 Agustus 2015

Subjektif : sesak -

Vital sign

Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 24x/menit

Tekanan Darah : 130/80 mmHg    

Keadaan umum

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Page 14: Presentasi Kasus CKD

Pemeriksaan generalis

Kepala : konjungtiva anemis (-), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Planning:- Diet BB 1800 kal, rendah garam, rendah lemak, protein 30 g- Amlodipin 10 mg 1x1- Valsartan 80 mg 1x1- Bicnat 3x1- Folat 2x1- Lenal acl 3x1- Simvastatin 10 mg 0-0-1- ISDN 5 mg tab K/P- Ascardia 80 mg 1x1

Folow up Tanggal 17 Agustus 2015

Subjektif : Tidak ada keluhan

Vital sign

Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 22x/menit

Tekanan Darah : 130/80 mmHg    

Keadaan umum

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis

Kepala : konjungtiva anemis (-), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Page 15: Presentasi Kasus CKD

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Planning:- Diet BB 1800 kal, rendah garam, rendah lemak, protein 30 g- Amlodipin 10 mg 1x1- Valsartan 80 mg 1x1- Bicnat 3x1- Folat 2x1- Lenal acl 3x1- Simvastatin 10 mg 0-0-1- ISDN 5 mg tab K/P- Ascardia 80 mg 1x1- Besok Cek Hb, ureum, kreatinin

Folow up Tanggal 18 Agustus 2015

Subjektif : tidak ada keluhan

Vital sign

Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat

Suhu : 36oC

Pernafasan : 20x/menit

Tekanan Darah : 140/80 mmHg    

Keadaan umum

KU : Tampak Sakit Sedang                   

Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan generalis

Kepala : konjuntiva anemis (-), edema palpebral (-), pupil isokor 3/3, RCL +/+

Leher : JPV 5±2 cmHg

Thorax : Bentuk dada simetris, gerak pernapasan simetris

Cor : S1S2 Normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesiculer/vesiculer, RH (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : perut tampak datar

Supel, nyeri tekan epigastrium, nyeri lepas –

BU + 6x/m

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 18 Agustus 2015

Page 16: Presentasi Kasus CKD

Fungsi Ginjal

Ureum 192 15-39

Kreatinin 9,1 0,6-1,1

Darah Rutin

Hb 9,1 12-14

Planning:- Diet BB 1800 kal, rendah garam, rendah lemak, protein 30 g- Amlodipin 10 mg 1x1- Valsartan 80 mg 1x1- Bicnat 3x1- Folat 2x1- Lenal acl 3x1- Simvastatin 10 mg 0-0-1- ISDN 5 mg tab K/P- Ascardia 80 mg 1x1- Boleh pulang setelah HD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 17: Presentasi Kasus CKD

Definisi

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti terlihat pada tabel1, 2, 3

Batasan Penyakit Ginjal Kronik 4,5

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal (satu atau lebih) seperti:

1. Albuminuria (AER [ albumin excretion rate ] 30 mg/24 jam; ACR [ Albumin Creatinin Ratio ] 30 mg/g atau 3 mg/mmol)

2. Urine sedimen yang abnormal3. Elektrolit yang abnormal karena kelainan tubular4. Histologi yang abnormal5. Kelainan pada pemeriksaan pencitraan6. Riwayat transplantasi ginjal

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73 m² selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Klasifikasi

Klasifikasi Diagnosis Etiologi Penyakit Ginjal Kronik1, 2

Penyakit Tipe Utama (contoh)

Penyakit Ginjal Diabetik Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit Ginjal Non-Diabetik Penyakit Glomeruler (penyakit otoimun, infeksi sistemik,neoplasia)

Penyakit Vaskular(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit Tubulointerstisial(Infeksi saluran kemih, batu, obstruksi, toksisitas obat)

Penyakit Kistik(penyakit ginjal polikistik)

Penyakit Ginjal Transplan Rejeksi kronik, Toksisitas obat, penyakit rekuren, glomerulopati transplant

Page 18: Presentasi Kasus CKD

Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar laju filtasi glomerulus, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

(*) pada perempuan dikalikan 0,85

Laju Filtrasi Glomerulus dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik4, 5

Kategori GFR Fungsi Ginjal Laju filtrasi Glomerulus(ml/menit/1,73 m²)

Stadium 1 Normal/Meningkat ≥ 90Stadium 2 Penurunan Ringan 60-89Stadium 3a Penurunan Ringan-Sedang 45-59Stadium 3b Penurunan Sedang-Berat 30-44Stadium 4 Penurunan Berat 15-29Stadium 5 Gagal Ginjal <15 atau dialysis

Klasifikasi Berdasarkan Albuminuria

Kategori AER

(mg/24jam)

ACR Terms

(mg/mmol) (mg/g)

A1 <30 <3 <30 Normal-Peningkatan Ringan

A2 30-300 3-30 30-300 Peningkatan Sedang

A3 >300 >30 >300 Peningkatan berat

FISIOLOGI

Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal6:

1. Mempertahankan kesimbangan H2O di tubuh

2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi keseimbangan H20. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks osmotic masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau penciutan sel yang merugikan.

*

Page 19: Presentasi Kasus CKD

3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstra sel, termasuk natrium, klorida, kalium, kalsium, ion hydrogen, bikarbonat, fosfat, sulfat, dan magnesium. Bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam cairan ekstra sel dapat berpengaruh besar.

4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal dalam keseimbangan garam dan H20

5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HC03- di urin

6. Mengeksresikan produk-produk akhir metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan sisa ini menjadi racun terutama otak

7. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan, pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk tubuh

8. Menghasilkan eritropoietin, suatu hormone yang merangsang produksi sel darah merah

9. Menghasilkan rennin, suatu hormone enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang penting dalam penghematan garam oleh ginjal.

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya

Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin:

1. Filtrasi glomerulus

Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon) setiap hari. Dengan mempertimbangkan bahwa volume terata plasma orang dewasa adalah 2,75 liter, volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehungga bahan-bahan dapat dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus.

2. Reabsorpsi Tubulus

Sewaktu filtrate mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus. Bahan-bahan yang tidak direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan

Page 20: Presentasi Kasus CKD

yang perlu dihemat oleh tubuh secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.

3. Sekresi Tubulus

Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80% mengalir melalui arterior eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstrasi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.

Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.2

Page 21: Presentasi Kasus CKD

Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti proses maladaptasi berupa skerosis nefron yang masih tersisa. Prosea ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksi rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap hiperfiltasi, sklerosis dan progretifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosterin, sebagian diperantai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progretifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya skelrosis dan fibroisis glomerulus maupun tubulointestinal.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang,dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gangguan ginjal.

Pendekatan Diagnostik

Gambaran Klinis

Penderita penyakit ginjal kronik datang dengan keluhan beraneka ragam, baik spesifik maupun tidak spesifik. Sebagian lagi tidak mempunyai keluhan atau ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin. Keluhan yang spesifik pada umumnya berupa gangguan pada urin, mulai dari perubahan volume urin (berkurang atau bertambah), sifat-sifat urin (bau, warna, berbuih, mengandung darah dlsb), maupun proses pengeluaran urin (sakit, sulit dslb). Bisa juga berupa perasaan sakit pada pinggang yang menyebar ke sepanjang perjalanan ureter sampai ke genitalia. Keluhan yang tidak spesifik seperti sembab, lemah/letih, mual/muntah, sesak nafas, gatal-gatal.

Yang harus dicari adalah kepastian (paling sedikit dugaan kuat) bahwa proses penyakitnya sudah berlangsung selama tiga bulan atau lebih. Pada pemeriksaan fisik, yang sering terlihat adalah kesan anemis, hipertensi, edema muka/tungkai, pembesaran jantung, efusi pleura maupun asites. Pada anamnesis, perlu digali riwayat penyakit penderita sebelumnya seperti diabetes, hipertensi, edema (sindrom nefrotik), SLE, hiperurisemia, kencing batu, operasi dll. Selain itu harus ditanyakan riwayat keluarga, riwayat social seerti pekerjaan, merokok/peminum alkohol, pemakaian obat dalam jangka waktu lama. Semua ini untuk mencari kemungkinan etiologi dan faktor resiko penyakit ginjal kronik.

Page 22: Presentasi Kasus CKD

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan hematologi

Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan hematologi rutin pada penderita adalah ada tidaknya anemia karena anemia merupakan gejala yang sangat sering terjadi pada penyakit ginjal kronik. Lebih dari 85% penderita penyakit ginjal kronik, terutama pada tahap lanjut akan mengalami anemia.1

Frekuensi Pemeriksaan anemia4

a. Untuk pasien penyakit ginjal kronis tanpa anemia

- Setiap tahun pada pasien dengan stadium 3

- Setidaknya dua kali dalam setahun pada pasien dengan stadium 4-5

- Setidaknya setiap 3 bulan pada pasien dengan stadium 5 dengan hemodialisa dan Peritoneal dialysis-dependent

b. Untuk pasien dengan anemia tetapi tidak diterapi dengan Erythropoiesis-stimulating agent ( ESA )

- Setidaknya setiap 3 bulan pada pasien dengan stadium 3-5 tanpa dialysis dan stadium 5 dengan peritoneal dialysis-dependent

- Setidaknya setiap bulan pada pasien dengan stadium 5 dengan hemodialisa

Evaluasi anemia pada penyakit ginjal kronis:

Untuk mengidentifikasi anemia pada penyakit ginjal kronis harus dilakukan pemeriksaan konsentrasi Hb pada:

a. Ketika secara klinis mengindikasikan pasien dengan laju filtrasi glomerulus 60 ml/min/1.73 m2 ( stadium 1-2)

b. Setiap tahun pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus 30–59 ml/min/1.73 m2 (stadium 3a-3b)

c. Setidaknya dua kali setiap tahun pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus <30 ml/min/1.73 m2 (stadium 4-5)

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menemukan anemia:

- Complete blood count (CBC), termasuk HB, indikator sel darah merah, jumlah dan diferensiasi sel darah putih, dan platelet

- Absolute reticulocyte count

- Serum ferritin level

- Serum transferrin saturation (TSAT)

- Serum vitamin B12

- folat level

Pemeriksaan darah lain yang perlu dilakukan adalah, ureum/BUN, kreatinin, asam urat, elektrolit yaitu Na, K, Ca dan fosfat inorganik. Yang prnting dilakukan adalah pemeriksaan fungsi ginjal dengan menghitung LFG. Kenaikan kadar BUN dan kreatinin darah dapat dipakai sebagai gambaran dari penurunan fungsi ginjal, tapi belum dapat memastikan besaran laju filtasi glomerulus (LFG), karena korelasi antara kenaikan kadar kreatinin dan penurunan LFG tidak linier.2

Page 23: Presentasi Kasus CKD

Disamping itu ada beberapa keadaan yang memperlihatkan peningkatan kadar kreatinin darah tanpa penurunan LFG, misalnya pada pemakaian obat-obatan tertentu (trimethroprim, cimetidin), kerusakan massa otot (trauma)/

Untuk mengetahui LFG perlu dilakukan tes klirens kreatinin (creatinin clearance test ) mempergunakan rumus Cockroft-Gault.

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

(*) pada perempuan dikalikan 0,85

2. Urinalisis

Urinalisis merupakan pemeriksaan yang sangat penting dalam diagnosis penyakit ginjal termasuk penyakit ginjal kronis. Urinalisa dilakukan secara makroskopis, mikroskopis, bakteriologis, maupun pemeriksaan biokimiawi. Secara makroskopis yang harus diperhatikan pada urin adalah, gross hematuria (urin tampak merah seperti air cucian daging atau kehitaman), proteinuria (urin berbuih seperti susu), pyuria ( urin berwarna coklat kotor ), atau urin berwarna kuning.

a. Pada hematuria ( gross atau microscopic ), harus dibedakan apakah hematurianya glomerular atau ekstra-glomerular. Hematuria glomeruler memperlihatkan sel eritrosit yang isomorfik dan sering tampak adanya cast eritrosit. Sedangkan pada ekstraglomerular memperlihatkan eritrosit yang dismorfic dan tidak pernah ada cast. Hematuria mikroskopik didefinisikan, adanya eritrosit lebih dari 2 sel/lbp pada sedimen urin tersentifuge.

b. Adanya sel leukosit dalam urine sering menggambarkan terjadinya infeksi traktus urinarius atau inflamasi ginjal. Leukosuri yang kurang dari 3 sel/lpb sering bukan merupakan keadaan patologis. Leukosuri lebih dari 5 sel/lpb mengindikasikan pemeriksaan lanjutan seperti, biakan urin untuk memastikan adanya infeksi traktus urinarius, atau pencitraan ( imaging ) untuk mencari kelainan urologis. Pada perempuan, leukosuria juga bisa disebabkan oleh kelainan di bidang obstetric-ginekologis. Leukocyte esterase test merupakan sebuah test untuk melihat kadar esterase yang dilepaskan oleh granulosit yang mengalami lisis. Pada leukosuria berat test ini memperlihatkan reaksi positif. Reaksi positif palsu terjadi pada urin yang mengalami kontaminasi dengan sel vagina. Keberadaan nitrites merupakan petanda akan adanya bakteri yang dapat mengubah nitrate menjadi nitrite. Sebagian besar kuman negative dapat melakukan perubahan ini. Beberapa jenis kuman tertentu sperti Streptococus Faecalis, Neisseria Gonorrhoeae, Mycobacterium Tuberculosis tidak bisa mengubah nitrate menjadi nitrite. Pada urine yang tersimpan lama terjadi reaksi negative palsu. Adanya leukocyte esterase test positif dan nitrites merupakan indikasi kuat untuk terjadinya infeksi.

c. Pada orang sehat protein dalam urine ada dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu kurang dari 150 mg/24 jam, yang terdiri dari sedikit ( <30 mg ) albumin, protein tubuler dan protein lain. Adanya protein urin

*

Page 24: Presentasi Kasus CKD

yang lebih dari 150 mg/24 jam beararti abnormal dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Dikenal 3 jenis proteinuria yaitu:

1) Glomerular proteinuria, terjadi akibat kerusakan pada basal membrane glomerulus sehingga terjadi peningkatan filtrasi glomerulus yang melebihi kemampuan tubulus untuk mereabsorbsi. Bila jumlah protein dalam urine 24 jam melebihi 2 g, pada umunya disebabkan oleh kerusakan glumerulus.

2) Tubuler proteinuria, terjadi sebagai akibat dari tidak terabsorbsinya low molecular-weight protein seperti betamicroglobulin atau lysozyme, atau adanya defek pada tubulus proksimal sehingga tidak mampu mereabsorbsi protein filtrate glomerulus. Tubuler proteinuria tidak pernah melebihi 2 g/24 jam.

3) Overflow proteinuria terjadi bila kelebihan produksi protein sistemik ( small molecular weight ) diatas kemampuan tubulus untuk mereabsorbsinya. Misalnya pada kasus myeloma.

Urine Albumin/Creatinin ratio

Protein/Creatine Ratio

Urinary Protein

Dipstick mg/mmol mg/mmol mg/24 jam

Normal <2.5 (M) <3.5 (W) <15 <150

Microalbuminuria <2.5 (M) <3.5 (W) <15 150-300

“Trace” proteinuria

15-29 5-29 300-500

Proteinuria N/A 30-350 500-3500

Nephrotic N/A >350 >3500

Equivalent ranges of urinary protein loss

Equivalent ranges for urinary albumin loss

Albumin Excrerion Rate (AER)

Urine dipstick µg/mnt mg/24 hrs

Normal 0 6-20 10-30

Page 25: Presentasi Kasus CKD

Microalbuminuria 0 >20-200 30-300

“Trace” proteinuria Trace >200 >300

Proteinuria +/++ N/A N/A

Nephrotic +++ N/A N/A

d. Pengukuran Microalbuminuria (MAU) merupakan sesuatu yang sangat penting, karena MAU bukan hanya sebagai marker, tapi juga sebagai faktor resiko dan faktor pronogstik untuk kelainan ginjal dan kardiovaskular. MAU diukur secara kuantitatif dengan immunoassay. Untuk kepastian harus diukur tiga kali berturut-turut dan dikatakan MAU bila dua diantaranya memperlihatkan positif. Pada populasi normal Urinary Albumin Excretion Rate (UAER) berkisar antara 1.5-20 µg/min. UAER meningkat pada keadaan setelah beraktifitas berat, infkesi traktur urinarius dan kehamilan. Pada siang hari nilai UAER lebih tinggi dibandingkan malam hari. Angka refrensinya adalah 20-200 µ/min atau 30-300/mg/24 jam.

4. Pencitraan ginjal ( Renal imaging)

Pencitraan ginjal merupakan pemeriksaan penunjang yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pemeriksaan penunjang lain. Jenis pencitraan tergantung pada indikasinya.

Renal Imaging techniques and their main indication/applications

Condition Technique

Chronic Kidney Disease Ultrasonography

Proteinuria/Nephrotic Syndrome Ultrasonography

Renal Artery Stenosis MRA

Renal Stones Plain Abdominal Film

Ultrasonography

Non-contrast CT Scan

Renal Infection Abdomen Ultrasonography or CT Abdomen

Retroperitoneal Fibrosis CT Scan Abdomen

Common current indications for renal biopsy

Major:

- Acute renal Failure-diagnosis not apparent by clinical data

- Nephrotic Syndrome

- Nephritic Syndrome of unclear etiology

Page 26: Presentasi Kasus CKD

- Rapid Progressive Glomerulonepheritis (RPGN)

- Acute or Chronic renal allograft dysfunction

Relative indications

- Asymptomatic hematuria

- Asymptomatic proteinuria

Contraindications for renal biopsy

Absolut:

- Uncooperative patients

- Bleeding diathesis or anticoagulant

Relative contraindications

- Small kidney ( <9 cm )

- Multiuple bilateral cyst or renal tumor

- Hydronephrosis

- Active renal infection

- Uncontrolles high blood pressure

- Anatomical abnormality of the kidney

- Pregnancy

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi2:

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition )

3. Memperlambat pemburukan ( progression ) fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksana ( action plan ) Penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya:

Derajat LFG

( ml/mnt/1,73 m² )

Rencana Tatalaksana

1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

Page 27: Presentasi Kasus CKD

pemburukan ( progression ) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskular

2 60-89 Menghambat pemburukan ( progression ) fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan inidikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien Penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid ( superimposed factors ) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah:

- Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang terartur terhadap status nutrisi pasien. Bila malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lai, yang terutama dieksresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein, akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah, asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus ( intraglomerulus hyperfiltration ), yang

Page 28: Presentasi Kasus CKD

akan meningkatkan progretifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Pembatasan asupan protein dan fosfat pada Penyakit ginjal kronik

LFG ml/menit

Asupan protein

g/kg/hari

Fosfat

g/kg/hari

>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

25-60 0,6-0,8/kg/hari,

termasuk ≥0,35 gr/kg/hr nilai biologi tinggi

≤10 g

5-25 0,6-0,8/kg/hari,

termasuk ≥0,35 gr/kg/hr nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam keton

≤10 g

<60

( Sindrom Nefrotik )

0,8/kg/hr (+1 gr protein/g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keton

≤9 g

- Terapi Farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan keruskan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi mebuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Berdasarkan JNC 8, semua umur dengan penyakit ginjal kronik target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg terutama penghambat ensim konveting angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme atau ACE inhibitor sendiri atau dengan kombinasi dengan kelas lain), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.8

4. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kariovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, kelebihan

Page 29: Presentasi Kasus CKD

cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

5. Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.

Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik

Derajat Penjelasan LFG

( ml/mnt )

Komplikasi

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

≥90 -

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan

60-89 Tekanan darah mulai naik

3 Penurunan LFG sedang 30-59 Hiperfosfatemia

Hipokalsemia

Anemia

Hiperparatiroid

Hipertensi

Hiperhomosistenemia

4 Penurunan LFG berat 15-29 Malnutrisi

Asisodis metabolik

Cendrung hiperkalemia

Dislipidemia

5 Gagal ginjal <15 Gagal jantung

Uremia

Beberapa komplikasi pada penyakit ginjal kronik:

1. Anemia

Diagnosis anemia pada penyakit ginjal kronis4,5

a. Anemia pada dewasa dan anak-anak >15 tahun dengan penyakit ginjal kronis ketika Hb <13 g/dl pada laki-laki dan <12 g/dl pada perempuan.

b. Anemia pada anak-anak dengan penyakit ginjal kronis jika HB <11 g/dl usia 0,5-5 tahun, <11,5 usia 5-12 tahun, dan <12 g/dl usia 12-15 tahun

Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah ( misal, pendarahan saluran cerna,

Page 30: Presentasi Kasus CKD

hematuri ), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjainya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh subtansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain bila ditemukan.2

Pemberian eritropoitin ( EPO ) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selau mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfuse pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan memperburuk fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.

Transfusi sel darah merah untuk terapi anemia kronik4

a. Pada tatalaksana anemia kronis sebaiknya dihindarkan jika memungkinkan untuk mengurangi resiko yang terkait dengan penggunaannya

b. Pada pasien dengan transplantasi organ yang memenuhi syarat, sebaiknya dihindarkan untuk menghindari allosensitisasi

c. Untuk tatalaksana anemia kronik, dianjurkan penggunaan transfusi sel darah merah apabila:

- Terapi ESA tidak efektif ( misalnya hemoglobinopathies, bone marrow failure, ESA resistance )

- Resiko terapi ESA therapy lebih besar dari keuntungannya ( misalnya previous or current malignancy, previous stroke )

- Disarankan untuk transfusi pada penyakit ginjal kronis dengan non akut anemia tidak harus didasarkan pada setiap batas Hb, tetapi harus ditentukan oleh terjadinya gejala yang disebabkan oleh anemia

Terapi segera anemia

a. Jika terjadi situasi klinis akut tertentu , dianjurkan pasien ditransfusi ketika manfaat dari transfusi sel darah merah lebih besar daripada risiko

- Ketika koreksi yang cepat anemia diperlukan untuk menstabilkan kondisi pasien (misalnya , perdarahan akut , penyakit arteri koroner yang tidak stabil)

- Ketika diperlukan koreksi cepat HB sebelum operasi

2. Asam folat tetap diberikan sebagai terapi landasan untuk mengurangi homosistein. Tidak ada risiko telah dilaporkan dengan penggunaan asam folat/vitamin. Kombinasi dosis tinggi asam folat ( 5mg / hari ), vitamin B6 ( 50mg /hari ) dan vitamin B12 (0.4mg /hari) menurunkan homosistein sebesar 25 %. Meskipun terapi asam folat mengurangi homosistein, namun efek morbiditas dan mortalitas kardiovaskular tidak diketahui.8

3. Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronil yang sering terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormone kalsitriol (1.25(OH)2D3. Penatalaksanaan hiperfosfastemia meliputi pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi

Page 31: Presentasi Kasus CKD

fosfat di saluran cerna. Dialysis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.2

4. Mengatasi Hiperfosfatemia

a. Pembatasan asupan fosfat. Pemberian dier rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.b pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya malnutrisi.

b. Pemberian pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam kalsium, alumunium hidroksida, garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorbsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat ( CaC03 ) dan calcium acetate.

c. Pemberian bahan kalsium memetik yaitu sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidroklorida.

Pengikat Fosfat, Efikasi, dan Efek Sampingnya

Cara/Bahan Efikasi Efek Samping

Diet rendah fosfat Tidak selalu mudah Malnutrisi

Al (OH)3 Bagus Intoksikasi Al

Ca C03 Sedang Hipercalcemia

Ca Acetat Sangat Bagus Mual, muntah

Mg (OH) 2 / MgCO3 Sedang Intoksikasi Mg

5. Pemberian Kalsitriol (1.25 (OH2D3)

Untuk mengatasi osteodistrofi renal, terapi pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat dan kalsium di saluran cerna sehingga meningkatkan absorbsi fosfat dan kalsium di saluran cerna sehingga dikhawatirkan mengakibatakan penumpukan garam calcium carbonate di jaringan, yang disebut kalsifikasi metastatic. Disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid. Oleh karena itu, pemakainnya dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormone paratiroidnya > 2,5 kali normal.

6. Pembatasan cairan dan elektrolit

Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan unyuk mencegah terjadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang dikeluarkan, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible

Page 32: Presentasi Kasus CKD

water loss antara 500-800 ml/hari ( sesuai dengan luas permukaan tubuh ), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin.

Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalim dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium seperti buah dan sayuran harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derjat edema yang terjadi.

7. Terapi pengganti ginjal ( Renal Replacement Therapy ) dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

Tanpa terapi pengganti ginjal, kematian akibat kelainan metabolic dapat terjadi dengan cepat. Transplantasi merupakan pengobatan yang paling balik, namun karena jumlah organ yang tersedia sedikit, maka pasien biasanya memulai dialysis sambil menunggu transplantasi. Dialysis dimulai untuk mengatasi atau mencegah hiperkalemia yang mengancam jiwa, asidosis, atau edema paru hipervolemik, atau untuk mengatasi komplikasi gagal ginjal kronik seperti perikarditis, neuropati, kejang, dan koma.

Penggantian ginjal modern mrnggunakan dialysis untuk mengeluarkan zat terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air, yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan. Heparin digunakan dalam sirkuit dialysis untuk mencegah penggumpalan darah. Pada pasien yang memiliki resiko pendarahan, prostasiklin dapat digunakan untuk hal tersebut, walaupun dapat menyebabkam hipotensi akibat vasodilatasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik dan Hipertensi 2009, PERNEFRI.

Page 33: Presentasi Kasus CKD

2. Suwitra, Ketut. 2007. Penyakit Ginjal Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. National Kidney Foundation KDOQI. 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease: Evaluation, Clasiffication and Stratification. New York.

4. Official Journal of The International Society of Nephrology KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease.

5. National Institue Of Health and Care Excellence. 2015. Early Identification and Management Of Chronic Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care.UK.

6. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. The Eight Report of Joint National Comittee (JNC 8). US Department of Health, 2014.

8. J Nephrol, Indian. 2005. Guidelines for Homocysteine in CKD Patients. Supplement 1: s63-64.

9. O’Callaghan, Chris. 2009. At a Glance Sistem Ginjal Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.