Laporan Ekto Endo

11
Makalah Endoparasit dan Ektoparasit Koksidiosis pada Ayam Oleh : Ghina Indriani, SKH B94144117 Widyatmoko Ade Purbo, SKH B94144146 Pembimbing Prof. Drh. Fadjar Satrija, M.Sc, Ph.D Dr. Drh. Susi Soviana, MSi PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015

description

contok laporan ekto endo

Transcript of Laporan Ekto Endo

  • Makalah Endoparasit dan Ektoparasit

    Koksidiosis pada Ayam

    Oleh :

    Ghina Indriani, SKH B94144117

    Widyatmoko Ade Purbo, SKH B94144146

    Pembimbing

    Prof. Drh. Fadjar Satrija, M.Sc, Ph.D

    Dr. Drh. Susi Soviana, MSi

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2015

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Usaha peternakan unggas di Indonesia mengalami perkembangan yang

    sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini akibat meningkatnya kebutuhan

    protein hewani dari ayam yaitu telur dan daging. Berbagai usaha dilakukan oleh

    para peternak ayam, baik peternakan ayam broiler maupun ayam lokal guna

    meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi ternaknya. Usaha-usaha yang

    dilakukan oleh para peternak secara umum meliputi beberapa aspek, antara lain:

    pemilihan bibit dengan kualitas genetika yang baik, meningkatkan manajemen

    pemeliharaan, serta pengendalian penyakit yang dapat menurunkan hasil produksi.

    Salah satu penyakit ayam yang sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian

    bagi peternak adalah koksidiosis.

    Sebelum koksidiosis terjadi di peternakan, usaha terbaik adalah dengan

    mencegah timbulnya penyakit tersebut dengan menerapkan manajemen

    pemeliharaan yang ketat. Seperti misalnya melakukan sanitasi yang baik terhadap

    kandang dan lingkungannya, maupun dengan obat tertentu yang dicampurkan

    dalam makanan yang lazim disebut koksidiostat, namun berdasarkan temuan di

    lapang, usaha tersebut seringkali menemui kegagalan. Apabila tanda-tanda

    penyakit koksidiosis telah timbul, maka tidak ada obat yang akan

    menyembuhkannya, obat-obat yang ada adalah untuk pencegahan dan harus

    diberikan segera apabila diperkirakan akan terjadi infeksi yang meluas.

    Patogenitas koksidiosis dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain jumlah

    ookista yang termakan oleh ayam, jenis strain koksidia yang menginfeksi, umur

    ayam dan status nutrisi dalam inang (Kennedy 2001). Faktor lain yang

    berpengaruh terhadap patogenesitas koksidiosis adalah stress lingkungan dan

    kesalahan manajemen pemeliharaan seperti kepadatan kandang ayam yang

    berlebihan, sistem pemberian pakan yang tidak higienis, sistem sirkulasi udara

    dan sanitasi yang buruk (Uko et al. 2004).

    Koksidiosis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa genus

    Eimeria. Eimeria tenella merupakan spesies yang paling sering dan paling

    patogen dalam menginfeksi ayam. Predileksi Eimeria tenella terdapat dalam

    sekum, menyebabkan diare berdarah dan sering menimbulkan kematian pada

    unggas muda. Koksidiosis menimbulkan kerugian besar dalam industri peternakan

    ayam di seluruh dunia, karena penyakit ini memiliki mortality rate yang sangat

    tinggi dan dapat menyebabkan penurunan produksi akibat terhambatnya

    pertumbuhan serta penurunan efisiensi pakan. Faktor lain yang dapat

    menimbulkan kerugian bagi peternak yaitu tingginya biaya pengobatan dan upah

    tenaga kerja (William 1999).

    Tujuan

    Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi tambahan

    tentang kejadian koksidiosis pada ayam berdasarkan temuan di lapang serta cara

    penanggulangannya.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa Eimeria

    sp. yang menyerang saluran pencernaan terutama epitel usus (Salfina et al. 1996).

    Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kerugian

    yang ditimbulkan meliputi kematian, morbiditas yang cukup tinggi, masa bertelur

    yang terlambat dan produksi menurun, pertumbuhan yang terhambat, dan biaya

    pengobatan yang tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur

    pada berbagai peternakan ayam. Terdapat sembilan spesies Eimeria yang

    ditemukan pada ayam, yaitu: Eimeria tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunetti,

    E. acervulina, Emitis, E. mivati, E. praecox, dan E. hagani. Adapun spesies yang

    merupakan parasit paling patogen pada unggas yaitu E. tenella dan E. necatrix

    (Tampubolon 2004). Berikut klasifikasi dari Eimeria sp:

    Filum : Apicomplexa

    Kelas : Coccidia

    Ordo : Eucoccidiorida

    Subordo : Eimeriorina

    Famili : Eimeriidae

    Genus : Eimeria

    Species : Eimeria sp.

    Eimeria memiliki siklus hidup yang kompleks dan menciri, yang

    berlangsung sekitar 7 hari, meliputi beberapa stadium aseksual dan seksual.

    Eimeria memiliki satu generasi ookista, 2-4 stadium aseksual (skisogoni atau

    merogoni), dan satu stadium seksual (sporogoni). Ookista harus bersporulasi

    untuk menjadi infektif. Waktu yang dibutuhkan untuk bersporulasi bervariasi

    antara 12-30 jam pada suhu kamar. Sporulasi ookista yang optimal berlangsung

    pada suhu 25-30C dengan kelembaban dan kadar oksigen yang tinggi. Satu

    ookista yang telah bersporulasi dapat menghasilkan 100000 anak ookista. Proses

    sporulasi untuk menghasilkan stadium infektif dalam waktu 48 jam. Ookista yang

    infektif mengandung 4 sporokista, yang selanjutnya mengandung 2 sporozoit. Jika

    ookista diingesti, maka dinding ookista akan digerus di dalam ventrikulus dan

    sporozoit akan dibebaskan dari sporokista. Kemudian sporozoit akan memasuki

    sel epitel di daerah mukosa usus dan memulai siklus sel yang berlanjut menjadi

    proses reproduksi (Tabbu 2002).

    Pada fase seksual, sejumlah mikrogamet yang motil akan mencari dan

    bersatu dengan makrogamet. Zigot yang dihasilkan akan menjadi dewasa untuk

    menjadi ookista yang akan dibebaskan dari mukosa usus dan bercampur dengan

    feses. Ookista biasanya bersifat resisten terhadap kondisi lingkungan dan berbagai

    desinfektan, meskipun kemampuan bertahan bervariasi menurut keadaan. Ookista

    dapat bertahan dalam tanah selama berminggu-minggu, tetapi ketahanan ookista

    dalam litter hanya beberapa hari karena pengaruh amoniak, bakteri, dan jamur.

    Ookista akan mati pada suhu 55C atau pada keadaan beku. Protozoa ini juga

    dapat mati pada temperatur 37C selama 2-3 hari. kejadian koksidiosis ini

    biasanya lebih rendah pada cuaca panas dan kering dibandingkan pada cuaca

    dingin dan lembab (Tabbu 2002). Skematis siklus hidup Eimeria sp. ditampilkan

    pada gambar 1.

  • Gambar 1 Siklus Hidup Eimeria sp.

    Eimeria sp. tidak menular secara langsung dari ayam ke ayam. Penularan

    alami koksidiosis hanya terjadi dengan cara menelan ookista yang telah

    bersporulasi. Walaupun tidak terdapat hospes intermediete alami untuk Eimeria

    sp., ookista dapat disebarkan secara mekanik oleh berbagai jenis hewan,

    serangga, peralatan tercemar, burung liar, dan debu. Selain itu, sejenis kumbang

    yang hidup di dalam litter juga merupakan carrier mekanik dari ookista.

    Ayam dari segala umur dan ras peka terhadap infeksi, namun kekebalan

    dapat terbentuk secara cepat, sehingga infeksi selanjutnya dapat dibatasi. Biasanya

    penyakit ini ditemukan pada ayam umur 3-6 minggu dan jarang ditemukan pada

    umur

  • MATERI DAN METODE

    Materi

    Jenis hewan yang digunakan sebagai sampel adalah ayam broiler. Ayam

    tersebut merupakan salah satu ayam broiler yang dipelihara di Unit Pengelolahan

    Labolatorium (UPHL) IPB. Sample yang diamati untuk identifikasi endoparasit

    adalah sample feses. Selain itu juga dilakukan koleksi spesimen ektoparasit baik

    yang terdapat pada ayam maupun yang ada disekitar kandang. Spesimen yang

    dikoleksi dari ayam yaitu kutu di permukaan kulit ayam. Sedangkan sampel

    tungau diperoleh dari cabutan bulu.

    Metode

    Endoparasit

    Koleksi Sampel Feses

    Sampel yang dikoleksi berupa feses ayam dari Unit Pengelolahan

    Labolatorium (UPHL) IPB. Sampel yang diambil merupakan sampel yang segar

    atau paling lambat 1-3 jam setelah defekasi. Sampel tersebut kemudian diperiksa

    melalui pemeriksaan feses secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif

    dilakukan dengan metode natif dan pengapungan (floating) sederhana serta

    kuantitatif yaitu McMaster untuk memberikan perkiraan jumlah telur.

    Metode Pemeriksaan Sampel Feses

    a. Metode Natif Feses diambil dengan menggunakan tusuk gigi diletakkan di atas gelas objek

    dan ditambahkan dengan aquadest, lalu dihomogenkan. Gelas objek ditutup

    menggunakan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran

    10x untuk melihat kemungkinan adanya telur cacing dan ookista.

    b. Metode Pengapungan (floating) Feses ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar lalu

    digerus. Tambahkan sebanyak 58 mL larutan pengapung dan aduk hingga

    homogen. Campuran disaring menggunakan saringan teh dan dipindahkan ke

    dalam gelas dan dilakukan penyaringan berulang sebanyak 4-5 kali dengan cara

    memindahkan larutan yang berada dalam gelas 1 ke gelas lain. Setelah dilakukan

    penyaringan kemudian campuran dipindahkan ke dalam tabung reaksi hingga

    cembung dan biarkan beberapa saat hingga telur cestoda maupun nematoda

    terangkat. Bagian atas tabung kemudian di tutup dengan gelas penutup lalu

    diletakan pada gelas objek. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x

    untuk melihat kemungkinan adanya telur cacing cestoda dan nematoda serta

    adanya ookista.

    c. Metode McMaster Metode ini merupakan metode lanjutan dari uji pengapungan. Feses

    ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar lalu digerus.

    Tambahkan sebanyak 58 mL larutan pengapung dan aduk hingga homogen.

  • Campuran disaring menggunakan saringan teh dan dipindahkan ke dalam gelas

    dan dilakukan penyaringan berulang sebanyak 4-5 kali dengan cara memindahkan

    larutan yang berada dalam gelas 1 ke gelas lain. Setelah itu cairan dimasukan

    dalam kedua kamar hitung McMaster, kemudian diamati di bawah mikroskopis

    dengan perbesaran 10x. Hasil telur yang didapat dalam kamar hitung McMaster

    kemudian dihitung dengan menggunakan rumus OGT.

    Cara perhitungan telur pada kamar hitung McMaster :

    Ektoparasit Sekitar Kandang

    Pembuatan Koleksi Spesimen

    Pengoleksian insekta dilakukan dengan menggunakan sweeping net, killing

    jar, dan juga secara manual. Koleksi lalat dapat dilakukan dengan menggunakan

    sweeping net dan killing jar. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Unit

    Pengelolahan Labolatorium (UPHL) IPB.

    Pembuatan Preparat Kering

    Spesimen insekta yang sudah dimatikan, kemudian dilakukan pinning

    menggunakan jarum halus. Ketinggian pinning diatur dengan menggunkan

    pinning block. Insekta yang berukuran kecil ditempelkan pada kertas kecil (stiker)

    yang telah diolesi oleh kutek sebelumnya kemudian kertas dilakukan pinning,

    insekta yang telah di pinning kemudian dimasukkan ke dalam inkubator selama

    24 jam pada suhu 50 oC. Setelah semua siap kemudian dilakukan identifikasi

    preparat.

    Ektoparasit Pada Ayam

    Pengamatan kutu dan tungau dilakukan secara makroskopis dan

    mikroskopis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui morfologi kutu dan

    tungau yang diperoleh sehingga dapat diidentifikasi. Sebelum dilakukan

    pengamatan terlebih dahulu dilakukan koleksi spesimen. Spesimen kutu diambil

    dengan menggunakan pinset sedangkan spesimen tungau diperoleh melalui

    pencabutan bulu ayam yang selanjutnya direndam dalam larutan ethanol. Kutu

    dan tungau yang telah diperoleh dimasukkan kedalam botol spesimen yang telah

    diisi dengan ethanol. Alat dan bahan yang digunakan selanjutnya untuk

    pemprosesan spesimen agar dapat diidentifikasi antara lain object glass, cover

    glass, mikroskop, mikropskop stereo, gelas piala, cawan petri, alkohol 70%, 80%,

    90%, dan alkohol absolut, xylol,minyak cengkeh, canada balsem, pipet tetes, ose,

    dan pinset.

    Pengamatan Makroskopis

    Secara umum spesimen kutu dan tungau hasil koleksi dari ayam tidak dapat

    diamati secara makroskopis dikarenakan ukurannya yang kecil sehingga

    menyulitkan proses identifikasi.

  • Pengamatan Mikroskopis

    Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dulu dilakukan pembuatan preparat

    slide. Hasil koleksi direndam dalam larutan KOH 10% dimasukan ke dalam dua

    cawan petri besar secukupnya. Kemudian dipisahkan antara spesimen kutu dan

    tungau dari kotoran dan dimasukan ke dalam cawan petri yang lebih kecil dan

    diberi label sesuai dengan jenis spesimennya. Kutu dan tungau yang telah

    dipisahkan selanjutnya direndam dalam larutan nesbit untuk membersihkan isi

    perut dan spesimen menjadi tipis. Setelah spesimen kutu dan tungau menjadi tipis,

    beberapa tetes Hoyer diletakkan di object glass lalu ditambahkan beberapa

    sepesimen kutu dan tungau yang diletakkan pada object glass yang berbeda

    tergantung dari jenis spesimennya. Selanjutnya posisi kutu dan tungau diatur

    sehingga semua bagian tubuhnya dapat diamati. Proses pengaturan posisi kutu dan

    tungau dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan bantuan ose. Cover glass

    diletakkan diatas object glass sehingga menutupi spesimen. Spesimen kutu dan

    tungau yang telah berbentuk preparat dimasukkan ke dalam inkubator dengan

    suhu 50C selama 2-3 hari agar preparat kering sempurna. Setelah itu preparat

    diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 410.

    HASIL PEMERIKSAAN

    Status Hewan

    Signalement

    Nama : Ike

    Jenis hewan : Ayam

    Jenis kelamin : Jantan

    Umur : 1.5 bulan

    Ras : Broiler

    Warna : Putih

    Berikut gambar penampakan ayam yang digunakan sebagai sampel (Gambar 2).

    Gambar 2. Ayam broiler sampel

  • Anamnese

    Kondisi ayam lemah dengan bulu yang kusut, penurunan napsu makan,

    pertumbuhan badan lambat dan feses berwarna hijau gelap (Gambar 3).

    Gambar 3. Feses ayam berwarna hijau gelap

    Identifikasi Sampel Feses

    Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang

    Dilakukan

    Hasil

    Identifikasi

    10x

    Pengapungan

    Ookista

    Eimeria sp.

    10x

    Mc Master

    Ookista

    Eimeria sp.

    Jumlah

    ookista

    250 600

    Identifikasi Spesimen Kutu dan Tungau

    Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang

    Dilakukan

    Hasil

    Identifikasi

    4x

    Mikroskopis

    Menopon

    gallinae

  • Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang

    Dilakukan

    Hasil

    Identifikasi

    4x

    Mikroskopis

    Megninia sp.

    Identifikasi Spesimen Lalat

    Hasil pemeriksaan makroskopis Uji yang

    Dilakukan

    Hasil

    Identifikasi

    Makroskopis

    Musca

    domestica

    Makroskopis

    Chrysomia sp.

    PEMBAHASAN

    Ayam-ayam yang dipelihara di Unit Pengelolahan Labolatorium (UPHL)

    IPB dikandangkan dalam kandang besi dengan ukuran 50x50cm (Gambar 4).

    Dalam satu kandang terdapat dua ekor. Berdasarkan temuan dilapang diperoleh

    hasil bahwa kondisi kandang kurang terawat kebersihannya dengan feses ayam

    yang dibiarkan menumpuk dilantai. Menumpuknya feses menarik lalat untuk

    bertelur. Jenis lalat hasil koleksi dapat didentifikasi merupakan Musca domestica

    dan Chrysomia sp. Musca domestica mengalami metamorfosis sempurna, diawali

    dengan tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Untuk bertelur, lalat memilih tempat

    tempat yang lembab dan banyak mengandung zat organik seperti sampah dan

    bahan busuk lainnya (Kadarsan et al. 1983). Telur menetas kurang dari 24 jam

    setelah diletakkan, tergantung pada keadaan cuaca. Pada suhu 15-20 oC, periode

    menetas telur berkisar 24 jam. Sedangkan pada suhu 25-35 oC hanya 8-12 jam.

    Dalam waktu sekitar 10-20 jam telur menetas menjadi larva (Kadarsan et al.

    1983). Dalam perkembangan larva terdapat 3 bentuk instar. Instar I dan II

    lamanya 24 jam. Instar ketiga lamanya 3 hari atau lebih.

    Ayam dalam kandang tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat dan

    kondisi bulu yang kusam.

  • Gambar 4. Kondisi kandang ayam di Unit Pengelolahan Labolatorium (UPHL)

    IPB

    Ayam yang diambil sampel fesesnya memiliki gejala klinis berupa tubuh

    yang kecil akibat pertumbuhan yang lambat, bulu kusut, dan terjadi penurunan

    nafsu makan. Pada hasil pemeriksaan natif, sampel feses ayam tidak menunjukkan

    adanya ookista Eimeria sp. Tidak adanya ookista pada pemeriksaan natif tidak

    menunjukkan bahwa sampel feses bebas dari ookista, maka diperlukan metode

    lain agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hal ini dibuktikan oleh hasil

    pemeriksaan metode pengapungan sederhana dan metode McMaster ditemukan

    ookista dari Eimeria sp. Metode McMaster ini merupakan metode kuantitatif,

    sehingga dapat diketahui jumlah ookista yang terdapat pada setiap gram feses

    dengan perhitungan menggunakan rumus. Jumlah ookista yang didapatkan adalah

    sebanyak 250 600 per gram tinja. Angka ini digunakan untuk menentukan derajat

    infeksi dari protozoa tersebut. Jumlah ookista dalam feses di atas 100 000 dapat

    menimbulkan tampaknya gejala klinis hingga kematian. Perbedaan derajat infeksi

    ini dapat disebabkan oleh umur hewan dan status kekebalan tubuh hewan (Tabbu

    2002). Penularan koksidiosis ini dapat disebabkan oleh alat kandang, pakan,

    tempat minum yang terinfeksi ookista, dan dipindahkan melalui vektor mekanik

    seperti lalat, serangga, dan kumbang. Dalam dunia kesehatan masyarakat peran

    Musca domestica menjadi penting karena dapat menjadi vektor mekanik berbagai

    penyakit yang diakibatkan oleh berbagai macam organisme patogen seperti virus,

    bakteri, protozoa dan cacing. Lalat ini juga dapat bertindak sebagai inang antara

    beberapa cacing parasit. Adanya pulvili, labela dan sejumlah bulubulu halus

    pada bagian tubuh memungkinkan lalat rumah berperan sebagai penyebar

    penyakit. Hal ini ditunjang oleh perilaku lalat rumah yang suka berpindahpindah

    antara makanan dan feses untuk makan dan bertelur (Levine 1990).

    Selain temuan tersebut, hasil koleksi spesimen ektoparasit juga diperoleh

    adanya kutu Menopon gallinae dan tungau Megninia sp. Menopon gallinae sering

    juga disebut sebagai kutu penggigit. Kutu ini memakan bulu dan serpihan kulit.

    Pada ayam kutu ini banyak ditemukan pada bagian dada, paha dan sayap

    (Kadarsan et al. 1983). Tungau Megninia sp. merupakan tungau yang hidup pada

    bulu atau pangkal bulu. Tungau ini jarang ditemukan pada peternakan modern,

    karena siklus hidup tungau dapat diputus dengan memisahkan unit penetasan dari

    unit produksi. Ayam yang terinfeksi oleh tungau ini dapat mengalami penurunan

  • produksi dan menimbulkan lesi pada kulit (Tabbu 2002). Adanya infestasi parasit

    tersebut dapat memperburuk kondisi ayam yang terinfeksi Eimeria sp. Infestasi

    kutu dan tungau menimbulkan kegatalan pada ayam, sehingga ayam merasa tidak

    nyaman. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan napsu makan dan stress

    sehingga ayam mengalami imunosupresi. Ayam yang mengalami imunosupresi

    akan lebih mudah terinfeksi ookista Eimeria sp.

    Penanggulangan koksidiosis pada ayam dapat dilakukan dengan sanitasi

    yang baik, menjaga litter dengan optimal, penggunaan koksidiostat dalam pakan.

    Kontak dengan Eimeria sp. dapat ditekan jika litter tetap kering dan diaduk

    karena tidak mendukung proses sporulasi. Ayam yang terinfeksi koksidiosis

    dipisahkan dari kandang dan ayam sehat diberi koksidiostat. Pengobatan dapat

    dilakukan segera setelah diagnosa koksidiosis diketahui. Pengobatan dapat dengan

    penggunaan sulfonamid. Sulfonamid ini memiliki kekuatan koksidiostat yang

    lebih baik daripada efek koksidiosidal (Tampubolon 2004).

    KESIMPULAN

    Kejadian koksidiosis erat hubungannya dengan penanggulangan sejak dini

    untuk mencegah terjadinya kerugian bagi peternak. Penanggulangan yang dapat

    dilakukan antara lain menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar

    kandang serta menjaga kondisi litter agar tetap kering untuk mencegah terjadinya

    sporulasi. Kondisi kandang serta lingkungan sekitar kandang yang terjaga

    kebersihannya dapat menekan infestasi lalat sebagai vektor mekanik, sehingga

    penyebaran infeksi Eimeria sp. dapat dicegah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Kadarsan SA, Purwaningsih E, Munaf HB, Budiarti I, Hartini S. 1983. Binatang

    Parasit. Bogor (ID) : Lembaga Biologi Nasional LIPI.

    Kennedy, J. M. 2001. Coccidiosis in Chickens. College of Veterinary Medicine.

    University of Missouri.

    Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. Wardiarto GA editor. Yogyakarta

    (ID): Gajah Mada University Pr.

    Safina A, Hamdan, Siswansyah DD. 1996. Studi patogenitas Eimeria tenella

    pada ayam buras di Kalimantan Selatan. JITV Vol 2 No.4

    Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 2. Yogyakarta

    (ID): Kaninus

    Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Bogor (ID): Pusat Studi Ilmu Hayati IPB

    Uko, M. U., I. C. Okoli and E. B. Etuk. 2004. Prevalence and Management Issue

    Associated with Poultry Coccidiosis in Abak Agricultural Zone of Akwa

    Ibom State, Nigeria. Department of Animal Science and Technology,

    Federal University of Technology Owerri Nigeria.

    Williams, R. B. 1999. A compartmentalised model for the stimation of the cost of

    c cc w c c p c . I . J. P . 29:

    12091229.