Laporan Ekto Endo
-
Upload
widyatmoko-ade-purboubo -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of Laporan Ekto Endo
-
Makalah Endoparasit dan Ektoparasit
Koksidiosis pada Ayam
Oleh :
Ghina Indriani, SKH B94144117
Widyatmoko Ade Purbo, SKH B94144146
Pembimbing
Prof. Drh. Fadjar Satrija, M.Sc, Ph.D
Dr. Drh. Susi Soviana, MSi
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
-
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha peternakan unggas di Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini akibat meningkatnya kebutuhan
protein hewani dari ayam yaitu telur dan daging. Berbagai usaha dilakukan oleh
para peternak ayam, baik peternakan ayam broiler maupun ayam lokal guna
meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi ternaknya. Usaha-usaha yang
dilakukan oleh para peternak secara umum meliputi beberapa aspek, antara lain:
pemilihan bibit dengan kualitas genetika yang baik, meningkatkan manajemen
pemeliharaan, serta pengendalian penyakit yang dapat menurunkan hasil produksi.
Salah satu penyakit ayam yang sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian
bagi peternak adalah koksidiosis.
Sebelum koksidiosis terjadi di peternakan, usaha terbaik adalah dengan
mencegah timbulnya penyakit tersebut dengan menerapkan manajemen
pemeliharaan yang ketat. Seperti misalnya melakukan sanitasi yang baik terhadap
kandang dan lingkungannya, maupun dengan obat tertentu yang dicampurkan
dalam makanan yang lazim disebut koksidiostat, namun berdasarkan temuan di
lapang, usaha tersebut seringkali menemui kegagalan. Apabila tanda-tanda
penyakit koksidiosis telah timbul, maka tidak ada obat yang akan
menyembuhkannya, obat-obat yang ada adalah untuk pencegahan dan harus
diberikan segera apabila diperkirakan akan terjadi infeksi yang meluas.
Patogenitas koksidiosis dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain jumlah
ookista yang termakan oleh ayam, jenis strain koksidia yang menginfeksi, umur
ayam dan status nutrisi dalam inang (Kennedy 2001). Faktor lain yang
berpengaruh terhadap patogenesitas koksidiosis adalah stress lingkungan dan
kesalahan manajemen pemeliharaan seperti kepadatan kandang ayam yang
berlebihan, sistem pemberian pakan yang tidak higienis, sistem sirkulasi udara
dan sanitasi yang buruk (Uko et al. 2004).
Koksidiosis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa genus
Eimeria. Eimeria tenella merupakan spesies yang paling sering dan paling
patogen dalam menginfeksi ayam. Predileksi Eimeria tenella terdapat dalam
sekum, menyebabkan diare berdarah dan sering menimbulkan kematian pada
unggas muda. Koksidiosis menimbulkan kerugian besar dalam industri peternakan
ayam di seluruh dunia, karena penyakit ini memiliki mortality rate yang sangat
tinggi dan dapat menyebabkan penurunan produksi akibat terhambatnya
pertumbuhan serta penurunan efisiensi pakan. Faktor lain yang dapat
menimbulkan kerugian bagi peternak yaitu tingginya biaya pengobatan dan upah
tenaga kerja (William 1999).
Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi tambahan
tentang kejadian koksidiosis pada ayam berdasarkan temuan di lapang serta cara
penanggulangannya.
-
TINJAUAN PUSTAKA
Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa Eimeria
sp. yang menyerang saluran pencernaan terutama epitel usus (Salfina et al. 1996).
Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kerugian
yang ditimbulkan meliputi kematian, morbiditas yang cukup tinggi, masa bertelur
yang terlambat dan produksi menurun, pertumbuhan yang terhambat, dan biaya
pengobatan yang tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur
pada berbagai peternakan ayam. Terdapat sembilan spesies Eimeria yang
ditemukan pada ayam, yaitu: Eimeria tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunetti,
E. acervulina, Emitis, E. mivati, E. praecox, dan E. hagani. Adapun spesies yang
merupakan parasit paling patogen pada unggas yaitu E. tenella dan E. necatrix
(Tampubolon 2004). Berikut klasifikasi dari Eimeria sp:
Filum : Apicomplexa
Kelas : Coccidia
Ordo : Eucoccidiorida
Subordo : Eimeriorina
Famili : Eimeriidae
Genus : Eimeria
Species : Eimeria sp.
Eimeria memiliki siklus hidup yang kompleks dan menciri, yang
berlangsung sekitar 7 hari, meliputi beberapa stadium aseksual dan seksual.
Eimeria memiliki satu generasi ookista, 2-4 stadium aseksual (skisogoni atau
merogoni), dan satu stadium seksual (sporogoni). Ookista harus bersporulasi
untuk menjadi infektif. Waktu yang dibutuhkan untuk bersporulasi bervariasi
antara 12-30 jam pada suhu kamar. Sporulasi ookista yang optimal berlangsung
pada suhu 25-30C dengan kelembaban dan kadar oksigen yang tinggi. Satu
ookista yang telah bersporulasi dapat menghasilkan 100000 anak ookista. Proses
sporulasi untuk menghasilkan stadium infektif dalam waktu 48 jam. Ookista yang
infektif mengandung 4 sporokista, yang selanjutnya mengandung 2 sporozoit. Jika
ookista diingesti, maka dinding ookista akan digerus di dalam ventrikulus dan
sporozoit akan dibebaskan dari sporokista. Kemudian sporozoit akan memasuki
sel epitel di daerah mukosa usus dan memulai siklus sel yang berlanjut menjadi
proses reproduksi (Tabbu 2002).
Pada fase seksual, sejumlah mikrogamet yang motil akan mencari dan
bersatu dengan makrogamet. Zigot yang dihasilkan akan menjadi dewasa untuk
menjadi ookista yang akan dibebaskan dari mukosa usus dan bercampur dengan
feses. Ookista biasanya bersifat resisten terhadap kondisi lingkungan dan berbagai
desinfektan, meskipun kemampuan bertahan bervariasi menurut keadaan. Ookista
dapat bertahan dalam tanah selama berminggu-minggu, tetapi ketahanan ookista
dalam litter hanya beberapa hari karena pengaruh amoniak, bakteri, dan jamur.
Ookista akan mati pada suhu 55C atau pada keadaan beku. Protozoa ini juga
dapat mati pada temperatur 37C selama 2-3 hari. kejadian koksidiosis ini
biasanya lebih rendah pada cuaca panas dan kering dibandingkan pada cuaca
dingin dan lembab (Tabbu 2002). Skematis siklus hidup Eimeria sp. ditampilkan
pada gambar 1.
-
Gambar 1 Siklus Hidup Eimeria sp.
Eimeria sp. tidak menular secara langsung dari ayam ke ayam. Penularan
alami koksidiosis hanya terjadi dengan cara menelan ookista yang telah
bersporulasi. Walaupun tidak terdapat hospes intermediete alami untuk Eimeria
sp., ookista dapat disebarkan secara mekanik oleh berbagai jenis hewan,
serangga, peralatan tercemar, burung liar, dan debu. Selain itu, sejenis kumbang
yang hidup di dalam litter juga merupakan carrier mekanik dari ookista.
Ayam dari segala umur dan ras peka terhadap infeksi, namun kekebalan
dapat terbentuk secara cepat, sehingga infeksi selanjutnya dapat dibatasi. Biasanya
penyakit ini ditemukan pada ayam umur 3-6 minggu dan jarang ditemukan pada
umur
-
MATERI DAN METODE
Materi
Jenis hewan yang digunakan sebagai sampel adalah ayam broiler. Ayam
tersebut merupakan salah satu ayam broiler yang dipelihara di Unit Pengelolahan
Labolatorium (UPHL) IPB. Sample yang diamati untuk identifikasi endoparasit
adalah sample feses. Selain itu juga dilakukan koleksi spesimen ektoparasit baik
yang terdapat pada ayam maupun yang ada disekitar kandang. Spesimen yang
dikoleksi dari ayam yaitu kutu di permukaan kulit ayam. Sedangkan sampel
tungau diperoleh dari cabutan bulu.
Metode
Endoparasit
Koleksi Sampel Feses
Sampel yang dikoleksi berupa feses ayam dari Unit Pengelolahan
Labolatorium (UPHL) IPB. Sampel yang diambil merupakan sampel yang segar
atau paling lambat 1-3 jam setelah defekasi. Sampel tersebut kemudian diperiksa
melalui pemeriksaan feses secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif
dilakukan dengan metode natif dan pengapungan (floating) sederhana serta
kuantitatif yaitu McMaster untuk memberikan perkiraan jumlah telur.
Metode Pemeriksaan Sampel Feses
a. Metode Natif Feses diambil dengan menggunakan tusuk gigi diletakkan di atas gelas objek
dan ditambahkan dengan aquadest, lalu dihomogenkan. Gelas objek ditutup
menggunakan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran
10x untuk melihat kemungkinan adanya telur cacing dan ookista.
b. Metode Pengapungan (floating) Feses ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar lalu
digerus. Tambahkan sebanyak 58 mL larutan pengapung dan aduk hingga
homogen. Campuran disaring menggunakan saringan teh dan dipindahkan ke
dalam gelas dan dilakukan penyaringan berulang sebanyak 4-5 kali dengan cara
memindahkan larutan yang berada dalam gelas 1 ke gelas lain. Setelah dilakukan
penyaringan kemudian campuran dipindahkan ke dalam tabung reaksi hingga
cembung dan biarkan beberapa saat hingga telur cestoda maupun nematoda
terangkat. Bagian atas tabung kemudian di tutup dengan gelas penutup lalu
diletakan pada gelas objek. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x
untuk melihat kemungkinan adanya telur cacing cestoda dan nematoda serta
adanya ookista.
c. Metode McMaster Metode ini merupakan metode lanjutan dari uji pengapungan. Feses
ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar lalu digerus.
Tambahkan sebanyak 58 mL larutan pengapung dan aduk hingga homogen.
-
Campuran disaring menggunakan saringan teh dan dipindahkan ke dalam gelas
dan dilakukan penyaringan berulang sebanyak 4-5 kali dengan cara memindahkan
larutan yang berada dalam gelas 1 ke gelas lain. Setelah itu cairan dimasukan
dalam kedua kamar hitung McMaster, kemudian diamati di bawah mikroskopis
dengan perbesaran 10x. Hasil telur yang didapat dalam kamar hitung McMaster
kemudian dihitung dengan menggunakan rumus OGT.
Cara perhitungan telur pada kamar hitung McMaster :
Ektoparasit Sekitar Kandang
Pembuatan Koleksi Spesimen
Pengoleksian insekta dilakukan dengan menggunakan sweeping net, killing
jar, dan juga secara manual. Koleksi lalat dapat dilakukan dengan menggunakan
sweeping net dan killing jar. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Unit
Pengelolahan Labolatorium (UPHL) IPB.
Pembuatan Preparat Kering
Spesimen insekta yang sudah dimatikan, kemudian dilakukan pinning
menggunakan jarum halus. Ketinggian pinning diatur dengan menggunkan
pinning block. Insekta yang berukuran kecil ditempelkan pada kertas kecil (stiker)
yang telah diolesi oleh kutek sebelumnya kemudian kertas dilakukan pinning,
insekta yang telah di pinning kemudian dimasukkan ke dalam inkubator selama
24 jam pada suhu 50 oC. Setelah semua siap kemudian dilakukan identifikasi
preparat.
Ektoparasit Pada Ayam
Pengamatan kutu dan tungau dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui morfologi kutu dan
tungau yang diperoleh sehingga dapat diidentifikasi. Sebelum dilakukan
pengamatan terlebih dahulu dilakukan koleksi spesimen. Spesimen kutu diambil
dengan menggunakan pinset sedangkan spesimen tungau diperoleh melalui
pencabutan bulu ayam yang selanjutnya direndam dalam larutan ethanol. Kutu
dan tungau yang telah diperoleh dimasukkan kedalam botol spesimen yang telah
diisi dengan ethanol. Alat dan bahan yang digunakan selanjutnya untuk
pemprosesan spesimen agar dapat diidentifikasi antara lain object glass, cover
glass, mikroskop, mikropskop stereo, gelas piala, cawan petri, alkohol 70%, 80%,
90%, dan alkohol absolut, xylol,minyak cengkeh, canada balsem, pipet tetes, ose,
dan pinset.
Pengamatan Makroskopis
Secara umum spesimen kutu dan tungau hasil koleksi dari ayam tidak dapat
diamati secara makroskopis dikarenakan ukurannya yang kecil sehingga
menyulitkan proses identifikasi.
-
Pengamatan Mikroskopis
Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dulu dilakukan pembuatan preparat
slide. Hasil koleksi direndam dalam larutan KOH 10% dimasukan ke dalam dua
cawan petri besar secukupnya. Kemudian dipisahkan antara spesimen kutu dan
tungau dari kotoran dan dimasukan ke dalam cawan petri yang lebih kecil dan
diberi label sesuai dengan jenis spesimennya. Kutu dan tungau yang telah
dipisahkan selanjutnya direndam dalam larutan nesbit untuk membersihkan isi
perut dan spesimen menjadi tipis. Setelah spesimen kutu dan tungau menjadi tipis,
beberapa tetes Hoyer diletakkan di object glass lalu ditambahkan beberapa
sepesimen kutu dan tungau yang diletakkan pada object glass yang berbeda
tergantung dari jenis spesimennya. Selanjutnya posisi kutu dan tungau diatur
sehingga semua bagian tubuhnya dapat diamati. Proses pengaturan posisi kutu dan
tungau dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan bantuan ose. Cover glass
diletakkan diatas object glass sehingga menutupi spesimen. Spesimen kutu dan
tungau yang telah berbentuk preparat dimasukkan ke dalam inkubator dengan
suhu 50C selama 2-3 hari agar preparat kering sempurna. Setelah itu preparat
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 410.
HASIL PEMERIKSAAN
Status Hewan
Signalement
Nama : Ike
Jenis hewan : Ayam
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 1.5 bulan
Ras : Broiler
Warna : Putih
Berikut gambar penampakan ayam yang digunakan sebagai sampel (Gambar 2).
Gambar 2. Ayam broiler sampel
-
Anamnese
Kondisi ayam lemah dengan bulu yang kusut, penurunan napsu makan,
pertumbuhan badan lambat dan feses berwarna hijau gelap (Gambar 3).
Gambar 3. Feses ayam berwarna hijau gelap
Identifikasi Sampel Feses
Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang
Dilakukan
Hasil
Identifikasi
10x
Pengapungan
Ookista
Eimeria sp.
10x
Mc Master
Ookista
Eimeria sp.
Jumlah
ookista
250 600
Identifikasi Spesimen Kutu dan Tungau
Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang
Dilakukan
Hasil
Identifikasi
4x
Mikroskopis
Menopon
gallinae
-
Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang
Dilakukan
Hasil
Identifikasi
4x
Mikroskopis
Megninia sp.
Identifikasi Spesimen Lalat
Hasil pemeriksaan makroskopis Uji yang
Dilakukan
Hasil
Identifikasi
Makroskopis
Musca
domestica
Makroskopis
Chrysomia sp.
PEMBAHASAN
Ayam-ayam yang dipelihara di Unit Pengelolahan Labolatorium (UPHL)
IPB dikandangkan dalam kandang besi dengan ukuran 50x50cm (Gambar 4).
Dalam satu kandang terdapat dua ekor. Berdasarkan temuan dilapang diperoleh
hasil bahwa kondisi kandang kurang terawat kebersihannya dengan feses ayam
yang dibiarkan menumpuk dilantai. Menumpuknya feses menarik lalat untuk
bertelur. Jenis lalat hasil koleksi dapat didentifikasi merupakan Musca domestica
dan Chrysomia sp. Musca domestica mengalami metamorfosis sempurna, diawali
dengan tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Untuk bertelur, lalat memilih tempat
tempat yang lembab dan banyak mengandung zat organik seperti sampah dan
bahan busuk lainnya (Kadarsan et al. 1983). Telur menetas kurang dari 24 jam
setelah diletakkan, tergantung pada keadaan cuaca. Pada suhu 15-20 oC, periode
menetas telur berkisar 24 jam. Sedangkan pada suhu 25-35 oC hanya 8-12 jam.
Dalam waktu sekitar 10-20 jam telur menetas menjadi larva (Kadarsan et al.
1983). Dalam perkembangan larva terdapat 3 bentuk instar. Instar I dan II
lamanya 24 jam. Instar ketiga lamanya 3 hari atau lebih.
Ayam dalam kandang tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat dan
kondisi bulu yang kusam.
-
Gambar 4. Kondisi kandang ayam di Unit Pengelolahan Labolatorium (UPHL)
IPB
Ayam yang diambil sampel fesesnya memiliki gejala klinis berupa tubuh
yang kecil akibat pertumbuhan yang lambat, bulu kusut, dan terjadi penurunan
nafsu makan. Pada hasil pemeriksaan natif, sampel feses ayam tidak menunjukkan
adanya ookista Eimeria sp. Tidak adanya ookista pada pemeriksaan natif tidak
menunjukkan bahwa sampel feses bebas dari ookista, maka diperlukan metode
lain agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hal ini dibuktikan oleh hasil
pemeriksaan metode pengapungan sederhana dan metode McMaster ditemukan
ookista dari Eimeria sp. Metode McMaster ini merupakan metode kuantitatif,
sehingga dapat diketahui jumlah ookista yang terdapat pada setiap gram feses
dengan perhitungan menggunakan rumus. Jumlah ookista yang didapatkan adalah
sebanyak 250 600 per gram tinja. Angka ini digunakan untuk menentukan derajat
infeksi dari protozoa tersebut. Jumlah ookista dalam feses di atas 100 000 dapat
menimbulkan tampaknya gejala klinis hingga kematian. Perbedaan derajat infeksi
ini dapat disebabkan oleh umur hewan dan status kekebalan tubuh hewan (Tabbu
2002). Penularan koksidiosis ini dapat disebabkan oleh alat kandang, pakan,
tempat minum yang terinfeksi ookista, dan dipindahkan melalui vektor mekanik
seperti lalat, serangga, dan kumbang. Dalam dunia kesehatan masyarakat peran
Musca domestica menjadi penting karena dapat menjadi vektor mekanik berbagai
penyakit yang diakibatkan oleh berbagai macam organisme patogen seperti virus,
bakteri, protozoa dan cacing. Lalat ini juga dapat bertindak sebagai inang antara
beberapa cacing parasit. Adanya pulvili, labela dan sejumlah bulubulu halus
pada bagian tubuh memungkinkan lalat rumah berperan sebagai penyebar
penyakit. Hal ini ditunjang oleh perilaku lalat rumah yang suka berpindahpindah
antara makanan dan feses untuk makan dan bertelur (Levine 1990).
Selain temuan tersebut, hasil koleksi spesimen ektoparasit juga diperoleh
adanya kutu Menopon gallinae dan tungau Megninia sp. Menopon gallinae sering
juga disebut sebagai kutu penggigit. Kutu ini memakan bulu dan serpihan kulit.
Pada ayam kutu ini banyak ditemukan pada bagian dada, paha dan sayap
(Kadarsan et al. 1983). Tungau Megninia sp. merupakan tungau yang hidup pada
bulu atau pangkal bulu. Tungau ini jarang ditemukan pada peternakan modern,
karena siklus hidup tungau dapat diputus dengan memisahkan unit penetasan dari
unit produksi. Ayam yang terinfeksi oleh tungau ini dapat mengalami penurunan
-
produksi dan menimbulkan lesi pada kulit (Tabbu 2002). Adanya infestasi parasit
tersebut dapat memperburuk kondisi ayam yang terinfeksi Eimeria sp. Infestasi
kutu dan tungau menimbulkan kegatalan pada ayam, sehingga ayam merasa tidak
nyaman. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan napsu makan dan stress
sehingga ayam mengalami imunosupresi. Ayam yang mengalami imunosupresi
akan lebih mudah terinfeksi ookista Eimeria sp.
Penanggulangan koksidiosis pada ayam dapat dilakukan dengan sanitasi
yang baik, menjaga litter dengan optimal, penggunaan koksidiostat dalam pakan.
Kontak dengan Eimeria sp. dapat ditekan jika litter tetap kering dan diaduk
karena tidak mendukung proses sporulasi. Ayam yang terinfeksi koksidiosis
dipisahkan dari kandang dan ayam sehat diberi koksidiostat. Pengobatan dapat
dilakukan segera setelah diagnosa koksidiosis diketahui. Pengobatan dapat dengan
penggunaan sulfonamid. Sulfonamid ini memiliki kekuatan koksidiostat yang
lebih baik daripada efek koksidiosidal (Tampubolon 2004).
KESIMPULAN
Kejadian koksidiosis erat hubungannya dengan penanggulangan sejak dini
untuk mencegah terjadinya kerugian bagi peternak. Penanggulangan yang dapat
dilakukan antara lain menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar
kandang serta menjaga kondisi litter agar tetap kering untuk mencegah terjadinya
sporulasi. Kondisi kandang serta lingkungan sekitar kandang yang terjaga
kebersihannya dapat menekan infestasi lalat sebagai vektor mekanik, sehingga
penyebaran infeksi Eimeria sp. dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
Kadarsan SA, Purwaningsih E, Munaf HB, Budiarti I, Hartini S. 1983. Binatang
Parasit. Bogor (ID) : Lembaga Biologi Nasional LIPI.
Kennedy, J. M. 2001. Coccidiosis in Chickens. College of Veterinary Medicine.
University of Missouri.
Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. Wardiarto GA editor. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Pr.
Safina A, Hamdan, Siswansyah DD. 1996. Studi patogenitas Eimeria tenella
pada ayam buras di Kalimantan Selatan. JITV Vol 2 No.4
Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 2. Yogyakarta
(ID): Kaninus
Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Bogor (ID): Pusat Studi Ilmu Hayati IPB
Uko, M. U., I. C. Okoli and E. B. Etuk. 2004. Prevalence and Management Issue
Associated with Poultry Coccidiosis in Abak Agricultural Zone of Akwa
Ibom State, Nigeria. Department of Animal Science and Technology,
Federal University of Technology Owerri Nigeria.
Williams, R. B. 1999. A compartmentalised model for the stimation of the cost of
c cc w c c p c . I . J. P . 29:
12091229.