LAPKAS DKI

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi 1 2.2 Epidemiologi DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh 1 2.3 Etiologi Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan. Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi lama kontak, kekerapan (terus-menerus), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian 1

description

lapkas

Transcript of LAPKAS DKI

Page 1: LAPKAS DKI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit

nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses

sensitisasi1

2.2 Epidemiologi

DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan

jenis kelamin.Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara

tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan

kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh1

2.3 Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan.

Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain bahan

pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu. Kelainan kulit yang

muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi lama kontak, kekerapan (terus-

menerus), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan

dan trauma fisis, suhu dan kelembapan juga ikut berperan1, 3.

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak

dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih muda teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan dari

pada kulit putih), jenis kelamin (perempuan lebih sering terkena DKI), penyakit kulit

yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun)

misalnya dermatitis atopik1,3.

2.4 Patogenesis

1

Page 2: LAPKAS DKI

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis.Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi

sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau

komplemen inti.Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam

arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF) dan inositida

(IP3).AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT).PG dan LT

menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga

mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai

kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas

melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan

vaskular.

DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis

protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating

factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan

mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel

tersebut.Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel 1

(ICAM-1).Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu

sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,

menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan

iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai

dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan

desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel

dibawahnya oleh iritan1.

2.5 Gejala Klinis

2

Page 3: LAPKAS DKI

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan

kuat member gejala akut, sedang iritan lemah member gejala kronis. Selain itu

banyak juga factor yang mempengaruhi yaitu faktor individu (misalnya ras, usia,

lokasi, atopi, penyakit kulit lain), factor lingkungan (misalnya suhu, kelembaban

udara dan oklusi). Beberapa penggolongan DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh

faktor individu serta lingkungan antara lain1, 3:

DKI akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan.

Penyebab DKI akut adalah iritan kuat seperti asam sulfat dan HCl atau basa kuat ,

misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan

reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya

kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak.Kulit terasa pedih, panas, lesi

tampak berupa eritema, edema, bula, dan nekrosis dengan pinggir berbatas tegas

dan asimetris.

DKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24

jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut

lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium

klorida, asam hidrofluorat.Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu

serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru

merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah

menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

DKI kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lain ialah DKI

kronis.Hal ini didasarkan pada kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor

fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin;

juga bahan seperti detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).Kelainan

3

Page 4: LAPKAS DKI

tampak setelah bermingu-minggu hingga bertahun-tahun.Gambaran berupa kulit

kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hyperkeratosis), likenifikasi dan

difus.Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris

(fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus

menerus dengan detergen.Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri

karena kulit (fisur).Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama

tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.Setelah dirasakan mengganggu,

baru mendapat perhatian.

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih

banyak ditemukan ditangan dibandingkan dengan dibagian lain tubuh. Contoh

pekerjaan yang berisiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli

bangunan, montir dibengkel, juru masak, tukang kebun dan penata rambut.

Reaksi iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang

terpajan pekerjaan basah, seperti penata rambut dan pekerja logam dalam

beberapa bulan pertama pelatihan.Kelainan juga cenderung monomorf seperti

skuama, vesikel, pustul, dan erosi.Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan

penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.

DKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.Gejala

seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat paling cepat 6 minggu.Paling

sering terjadi ditangan.

DKI noneritematosa

DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis.

DKI subyektif

4

Page 5: LAPKAS DKI

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti

terbakar. Disebut juga DKI sensori.

2.6 Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran

klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga

penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya

DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas,

sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.Untuk ini

diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai1.

UJI TEMPEL (Patch Test)

Tujuan dari uji tempel untuk mendeteksi dermatitis kontak alergik,

dilakukandengan menempelkan bahan yang dicurigai dengan bentuk dan konsentrasi

yangbenar pada kulit normal. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di

punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar

buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E test.

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

- Uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang)agar tidak terjadi

reaksi angry back, reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang

diderita nya makin memburuk.

- Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan

- Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan

pada hari ke 3 sampai ke 7 setelah aplikasi

- Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi

sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar punggung selalu kering.

5

Page 6: LAPKAS DKI

- Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan pada penderita yang

mempunyai riwayat urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena dapat

menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita

semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang

utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester.

Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka). Untuk

bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu.Hasil positif

dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula.Penting dibedakan,

apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan

konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi reaksi akan menurun

setelah 48 jam (reaksi tipe decrescendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin

meningkat (reaksi tipe crescendo).

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan

pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang

diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut:

1= reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrat, papul (+)

2= reaksi kuat: edema atau vesikel (++)

3= reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4= meragukan: hanya macula eritematosa (?)

5= iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6= reaksi negatif (-)

7= excited skin

8= tidak dites (NT=Not tested)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,

biasanya 72-96 jam setelah aplikasi.Untuk menginterprestasikan hasil uji tempel

tidak mudah.Interprestasi dilakukan setelah pembacaan kedua1.

6

Page 7: LAPKAS DKI

HISTOPATOLOGIK

Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada

DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel

mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di

epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis

epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel

atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan adalah dermatitis kontak alergi1,5.

No. DKI DKA1. Cenderung akut Cenderung kronik2. Semua orang bisa terkena Hanya orang tertentu (riwayat

alergi/sensitisasi) yang terkena3. Lesi awal berupa : makula,

eritema, vesikel, bula, dan erosi.

Lesi awal berupa : makula, eritema, papula, melebar dari tempat awal

4. Penyebab : iritan primer Penyebab : allergen5. Tergantung konsentrasi

bahan iritan dan status sawar kulit. Terjadi jika bahan iritan melewati ambang batas

Tidak tergantung dengan konsentrasi. Konsentrasi rendah sekalipun sudah dapat memicu DKA. Bergantung pada tingkat sensitisasi

6. Onset pada saat kontak pertama

Onset pada saat kontak berulang

Tabel 1. Perbandingan DKI danDKA

2.8 Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan

iritan, baik yang bersifat mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat terus menerus

suatu alat), fisik (lingkungan yang lembab, panas, dingin, asap, sinar matahari dan

ultraviolet) atau kimiawi (alkali, sabun, pelarut organik, detergen, pemutih, dan asam

7

Page 8: LAPKAS DKI

kuat, basa kuat). Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka

tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit

yang kering.

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis dapat

diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang

bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan1.

2.9 Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan

sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI

kronis yang penyebabnya multifactor, juga pada penderita atopi.

8