LAPKAS DKI
-
Upload
richa-purwanty -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
description
Transcript of LAPKAS DKI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit
nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
sensitisasi1
2.2 Epidemiologi
DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan
jenis kelamin.Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara
tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan
kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh1
2.3 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan.
Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu. Kelainan kulit yang
muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi lama kontak, kekerapan (terus-
menerus), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan
dan trauma fisis, suhu dan kelembapan juga ikut berperan1, 3.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan
ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak
dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih muda teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan dari
pada kulit putih), jenis kelamin (perempuan lebih sering terkena DKI), penyakit kulit
yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun)
misalnya dermatitis atopik1,3.
2.4 Patogenesis
1
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis.Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi
sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komplemen inti.Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF) dan inositida
(IP3).AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT).PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskular.
DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating
factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel
tersebut.Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel 1
(ICAM-1).Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan
desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan1.
2.5 Gejala Klinis
2
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat member gejala akut, sedang iritan lemah member gejala kronis. Selain itu
banyak juga factor yang mempengaruhi yaitu faktor individu (misalnya ras, usia,
lokasi, atopi, penyakit kulit lain), factor lingkungan (misalnya suhu, kelembaban
udara dan oklusi). Beberapa penggolongan DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh
faktor individu serta lingkungan antara lain1, 3:
DKI akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat seperti asam sulfat dan HCl atau basa kuat ,
misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan
reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya
kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak.Kulit terasa pedih, panas, lesi
tampak berupa eritema, edema, bula, dan nekrosis dengan pinggir berbatas tegas
dan asimetris.
DKI akut lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24
jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidrofluorat.Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu
serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru
merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
DKI kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lain ialah DKI
kronis.Hal ini didasarkan pada kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor
fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin;
juga bahan seperti detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).Kelainan
3
tampak setelah bermingu-minggu hingga bertahun-tahun.Gambaran berupa kulit
kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hyperkeratosis), likenifikasi dan
difus.Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris
(fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan detergen.Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri
karena kulit (fisur).Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama
tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.Setelah dirasakan mengganggu,
baru mendapat perhatian.
DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan ditangan dibandingkan dengan dibagian lain tubuh. Contoh
pekerjaan yang berisiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli
bangunan, montir dibengkel, juru masak, tukang kebun dan penata rambut.
Reaksi iritan
Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang
terpajan pekerjaan basah, seperti penata rambut dan pekerja logam dalam
beberapa bulan pertama pelatihan.Kelainan juga cenderung monomorf seperti
skuama, vesikel, pustul, dan erosi.Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan
penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.
DKI traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.Gejala
seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat paling cepat 6 minggu.Paling
sering terjadi ditangan.
DKI noneritematosa
DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis.
DKI subyektif
4
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti
terbakar. Disebut juga DKI sensori.
2.6 Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga
penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya
DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas,
sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.Untuk ini
diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai1.
UJI TEMPEL (Patch Test)
Tujuan dari uji tempel untuk mendeteksi dermatitis kontak alergik,
dilakukandengan menempelkan bahan yang dicurigai dengan bentuk dan konsentrasi
yangbenar pada kulit normal. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di
punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar
buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E test.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
- Uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang)agar tidak terjadi
reaksi angry back, reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang
diderita nya makin memburuk.
- Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan
- Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke 3 sampai ke 7 setelah aplikasi
- Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi
sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar punggung selalu kering.
5
- Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan pada penderita yang
mempunyai riwayat urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena dapat
menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang
utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester.
Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka). Untuk
bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu.Hasil positif
dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula.Penting dibedakan,
apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan
konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi reaksi akan menurun
setelah 48 jam (reaksi tipe decrescendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin
meningkat (reaksi tipe crescendo).
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang
diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut:
1= reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrat, papul (+)
2= reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3= reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
4= meragukan: hanya macula eritematosa (?)
5= iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6= reaksi negatif (-)
7= excited skin
8= tidak dites (NT=Not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,
biasanya 72-96 jam setelah aplikasi.Untuk menginterprestasikan hasil uji tempel
tidak mudah.Interprestasi dilakukan setelah pembacaan kedua1.
6
HISTOPATOLOGIK
Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada
DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel
mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di
epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis
epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel
atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil.
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan adalah dermatitis kontak alergi1,5.
No. DKI DKA1. Cenderung akut Cenderung kronik2. Semua orang bisa terkena Hanya orang tertentu (riwayat
alergi/sensitisasi) yang terkena3. Lesi awal berupa : makula,
eritema, vesikel, bula, dan erosi.
Lesi awal berupa : makula, eritema, papula, melebar dari tempat awal
4. Penyebab : iritan primer Penyebab : allergen5. Tergantung konsentrasi
bahan iritan dan status sawar kulit. Terjadi jika bahan iritan melewati ambang batas
Tidak tergantung dengan konsentrasi. Konsentrasi rendah sekalipun sudah dapat memicu DKA. Bergantung pada tingkat sensitisasi
6. Onset pada saat kontak pertama
Onset pada saat kontak berulang
Tabel 1. Perbandingan DKI danDKA
2.8 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat terus menerus
suatu alat), fisik (lingkungan yang lembab, panas, dingin, asap, sinar matahari dan
ultraviolet) atau kimiawi (alkali, sabun, pelarut organik, detergen, pemutih, dan asam
7
kuat, basa kuat). Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka
tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit
yang kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis dapat
diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang
bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan1.
2.9 Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI
kronis yang penyebabnya multifactor, juga pada penderita atopi.
8