lapkas ensefalitis

37
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN No. RM : 849557 Nama : An. k Usia : 2 tahun 1 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Nama Orangtua : Tn. W Alamat : Jl. Cempaka No.9 RT 20/RW 07 Kel. Sunter Tanggal MRS : 12 Oktober 2014, Pukul 19.30 WIB II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Demam sudah 3 hari yang lalu Keluhan Tambahan : Muntah (+), batuk dan pilek (-), BAB cair (+), kejang (+). Riwayat Penyakit Sekarang : OS datang diantar ibunya ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu SMRS, demam naik turun. Muntah setiap makan dan minum. BAB cair sudah 3 hari, lendir (+), darah (-). Hari ini sudah 2 kali BAB cair dengan lendir. BAK normal. OS sering minta dipijat akhir-akhir ini.Orang tua OS mengaku 1 jam SMRS, OS kejang seluruh

description

lapkas ensefalitis hasanah

Transcript of lapkas ensefalitis

Page 1: lapkas ensefalitis

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

No. RM : 849557

Nama : An. k

Usia : 2 tahun 1 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Orangtua : Tn. W

Alamat : Jl. Cempaka No.9 RT 20/RW 07 Kel. Sunter

Tanggal MRS : 12 Oktober 2014, Pukul 19.30 WIB

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam sudah 3 hari yang lalu

Keluhan Tambahan : Muntah (+), batuk dan pilek (-), BAB cair (+),

kejang (+).

Riwayat Penyakit Sekarang :

OS datang diantar ibunya ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan demam sejak 3 hari

yang lalu SMRS, demam naik turun. Muntah setiap makan dan minum. BAB cair sudah

3 hari, lendir (+), darah (-). Hari ini sudah 2 kali BAB cair dengan lendir. BAK normal.

OS sering minta dipijat akhir-akhir ini.Orang tua OS mengaku 1 jam SMRS, OS kejang

seluruh tubuh, mata mendelik keatas, kejang >15 menit. Setelah kejang Os sadar. Kejang

terjadi baru pertama kalinya. Batuk dan pilek (-), sesak (-). 1 hari sebelumnya OS dibawa

berobat ke puskesmas, dan diberikan antibiotik, obat penurun panas dan obat anti-mual.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini

- Penyakit flek disangkal

- Riwayat kejang disangkal

Page 2: lapkas ensefalitis

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Di keluarga tidak ada yang mengalami seperti ini

- Asma disangkal pada keluarga

- Penyakit TB disangkal pada keluarga

Riwayat Pengobatan : Riwayat pengobatan TB dan kejang disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Riwayat ANC rutin ke dokter, lahir cukup bulan,

lahir spontan. Selama hamil ibu tidak sakit. BBL 2700 gr, PBL: 45 cm. Keadaan sehat.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi hepatitis B 3x, polio 4x, BCG 1x, DPT 3x, Campak 1x.

Kesan : Riwayat imunisasi dasar sesuai usia.

Riwayat Perkembangan :

- Berbicara kata : umur 1 tahun

- Merangkak : umur 1 tahun 2 bulan

- Berjalan : masih belum bisa berjalan sendiri dengan baik

Kesan : Riwayat perkembangan tidak sesuai usia

Riwayat Makanan : ASI tidak ekslusif, saat ini anak mengkonsumsi susu formula,

bubur dan nasi.

Riwayat Alergi : Alergi obat-obatan, makanan dan debu disangkal

Page 3: lapkas ensefalitis

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umun : Sakit berat

Kesadaran : Somnolen

Tanda Vital

Suhu : 39,4 o C

Nadi : 140 x/menit, lemah

Nafas : 35 x/menit

Antropometri

BB :14 kg

TB : 82 cm

Lingkar Kepala : 47 cm

Status gizi

BB/U :14/12.8 x 100% = 109.4% (Gizi Baik)

TB/U : 82/89 x 100% = 92.13% (Gizi Baik)

BB/TB: 14/11.4 x100% = 122.8% (Obesitas)

Kesan : Gizi Baik

IV. STATUS GENERALIS

Kepala :

Bentuk : normocephal

Lingkar kepala : 47 cm

Ubun-ubun : Ubun-ubun menutup sempurna

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex pupil (+/+), mata

cekung (-/-), edema palpebra (+/+)

Hidung : sekret (-), deviasi septum (-), epistaksis (-/-)

Telinga : normotia, sektet (-/-)

Mulut : bibir kering, perdarahan gusi (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring

hiperemis (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), kaku kuduk (-)

Thoraks

Page 4: lapkas ensefalitis

Paru

Inspeksi : normochest, dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : tidak teraba ictus cordis ICS-V linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Redup pada batas jantung kanan linea parasternalis dextra, batas

jantung kiri linea midklavikula sinistra

Auskultasi : BJ I dan BJ II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : perut kembung (-), luka bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus (+), normal

Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen

Ascites : -

Palpasi : NTE (+), abdomen supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Turgor kulit : normal

Ekstremitas Atas

Akral : hangat

RCT <2 detik : (+)

Edema : (-)

Sianosis : (-)

Ekstremitas Bawah

Akral : hangat

RCT <2 detik : (+)

Edema : (-)

Sianosis : (-)

Kelenjar inguinal : pembesaran kelenjar inguinal (-/-)

Anus dan rectum : dalam batas normal

Genital : Perempuan

Page 5: lapkas ensefalitis

Refleks :

Tanda rangsang meningeal Fisiologis

Kaku kuduk Negatif Patella Tidak dilakukan

Burdzinski I Negatif Biseps Tidak dilakukan

Burdzinski II Kanan-kiri negatif Tendo Achilles Tidak dilakukan

Kernig Kanan-kiri negatif

>135°

Pemeriksaan Penunjang

V. RESUME

OS masuk RS dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu SMRS,, kesadaran

somnolen. Muntah setiap makan dan minum. Hari ini sudah 2 kali BAB cair dengan

lendir. OS sering minta dipijat. Orang tua OS mengaku 1 jam SMRS, OS kejang seluruh

tubuh, mata mendelik keatas, kejang >15 menit. Kejang terjadi baru pertama kalinya. PF :

Suhu 39,4 o C, nadi 140 kali/menit, lemah. Pemeriksaan lab : Na 123 mEq/L, K 2,4

mEq/L, Cl 88 mEq/L.

VI. ASSESMENT

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

Trombosit

11,3

15,8

31 (L)

362

g/dL

ribu/µL

%

ribu/µL

10,8-12,8

6,00-17,00

35-43

217-491

Natrium (Na)

Kalium (K)

Clorida (Cl)

123 (L)

2,4 (L)

88 (L)

mEq/L

mEq/L

mEq/L

135 -147

3,5 – 5,0

94-111

GDS 158 mg/dL < 200

Page 6: lapkas ensefalitis

- Febris

- GEA

- Dehidrasi ringan-sedang

- Kejang

- Hiponatremia

- Hipokalemia

- Ensefalitis

VII. DIAGNOSIS

- Klinis : Ensefalitis

- Tumbuh Kembang : Delayed Development

- Gizi : Gizi Baik

- Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Gejala Ensefalitis Ensefalopati

Metabolik

Meningitis Epilepsi

Demam

hiperpireksia

(+) (+/-) (+) (-)

Muntah (+) (+/-) (-) (+/-)

Kejang umum (+) (+) (-) (+)

Batuk dan pilek (-) (-) (-) (-)

GEA (-) (+/-) (-) (-)

Sesak (-) (-) (-) (-)

Kesadaran

menurun

(+) (+) (+) (-)

Kaku kuduk (+/-) (-) (+) (-)

Gangguan

metabolik

(+) (+) (+) (-)

IX. PLANNING

Page 7: lapkas ensefalitis

Perawatan umum :

- Jalan napas terbuka, isap lendir

- Pemberian makanan secara enteral/parenteral

- Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

- Koreksi gangguan asam-basa

- Atasi kejang, mengurangi edema dan menurunkan tekanan intrakranial

X. RENCANA TERAPI

Rencana Terapi

Infus Ka EN 3B

Injeksi Terfacef (Ceftriaxon) 1x1 gr Ondancentron 3x2 mg Calmethason ekstra (Dexamethason) 1.5 mg

Oral Praxion (Paracetamol) syr 3x1¼ cdo

Probiokid 1x1

Smecta ½ sc 2x1 sc

Luminal (Fenobarbital) 2x50 mg

Supp Proriss (Ibuprofen) 125 mg Stesolid (Diazepam) 10 mg

Page 8: lapkas ensefalitis

XI. FOLLOW UP

Tanggal Jam S O A P12 Oktober 2014

21.00 WIB Kejang (spastic), lama kejang 3 detik

N = 168 kali/menitS = 37.8°CRR = 36 kali/menit

-Febris-Obs. kejang

-Loading RL 300 cc-Fenitoin

21.40 WIB Kejang (spastic) 2 kali, lama kejang 2-3 detik dengan interval ± 5 menit

N = 132 kali/menitS = 38.9°CRR = 36 kali/menit

-Febris-Obs. Kejang

-Loading RL 300 cc-Puyer diazepam

22.00 WIB Kejang (spastic) 3 kali, lama kejang 3-5 detik dengan interval ± 5 menit

N = 144 kali/menitS = 39.1°CRR = 37 kali/menit

-Febris-Obs. Kejang

Terapi dilanjutkan

22.1 5 WIB Kejang (spastic) 2 kali, lama kejang 1-2 detik dengan interval 5 menit

N = 152 kali/menitS = 39.3°CRR = 37 kali/menit

-Febris-Obs. Kejang

-Infus RL 12 tpm-Inj. Extra novalgin

13 Oktober 2014

02.30 WIB Kejang (spastic) lama 3-5 detik

Tidak sadar

Pasien meninggal

-

Page 9: lapkas ensefalitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ENSEFALITIS

DEFINISI

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme (Anonim,

1985). Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Dalam

prakteknya di klinik, diagnosis sering dibuat berdasarkan manifestasi-manifestasi neurologis dan

temuan-temuan epidemiologis, tanpa bahan histologis. (Nelson, 1992).

ETIOLOGI

I. Infeksi-infeksi Virus

A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia

1. Gondongan, kadang-kadang bersifat ringan. 

2. Campak, Dapat memberikan sekuele berat.

3. Kelompok virus entero, Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.

4. Rubela, jarang sekali kecuali pada rubela congenital

5. Kelompok Virus Herpes

- Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sering ditemukan pada neonates

menimbulkan kematian.

- Virus varicela-zoster; jarang; berat sering ditemukan.

- Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat pada CMV congenital

- Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang

6. Kelompok virus poks, Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP

berat.

B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda

- Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk.

- Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga.

C. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.

- Rabies : saliva mamalia jinak dan liar

Page 10: lapkas ensefalitis

- Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera

- Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat

II. Infeksi-infeksi Non-virus

A. Riketsia, Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.

B. Mycoplasma pneumonia, Terdapat interval beberapa hari antara gejala tuberculosis dan

bakteri lain; sering mempunyai komponen ensefalitik.

C. Bakteri, Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki komponen-

komponen ensefalitis.

D. Spirochaeta, Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis

E. Jamur, Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai resiko khusus;

kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis, moniliosis;

koksidioidomikosis

F. Protozoa, Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp; Acanthamoeba; Toxoplasma

gondii.

G. Metazoa , Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis.

III. Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi

Penderita-penderita dimana agen-agen infeksi atau salah satu komponennya berperan

sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh in

vitro dari susunan syaraf. Diduga pada kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang

diperantarai oleh sel dan komplemen, terutama berperan penting dalam menimbulkan

kerusakan jaringan.

A. Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik tertentu (Agen ini dapat pula secara

langsung menyebabkan kerusakan SSP).

- Campak

- Rubela

- Pertusis

- Gondongan

- Varisela-zoster

- Influenza

- Mycoplasma pneumonia

Page 11: lapkas ensefalitis

- Infeksi riketsia

- Hepatitis

B. Berhubungan dengan vaksin

- Rabies

- Campak

- Influenza

- Vaksinis

- Pertusis

- Yellow fever

- Typhoid

IV. Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat

Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai virus yang didapatkan

pada awal masa kehidupan, yang tidak harus disertai dengan penyakit akut, sedikit banyak

ikut berperan sebagian pada penyakit neurologis kronis di kemudian hari :

- Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubella

- Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)

- Leukoensefalopati multifokal progresif

V. Kelompok kompleks yang tidak diketahui Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo,

dan lain-lain (Nelson, 1992).

KLASIFIKASI

Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus

langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi

terdahulu. Sesuai dengan jenis virus, ensefalitis diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

A. Ensefalitis virus sporadic

Virus yang bersifat sporadik adalah virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV), Herpes

Zoster, mumps, limfogranuloma dan limphocytic choriomeningitis yang ditularkan

melalui gigitan tupai dan tikus. (Bradley, 1991).

B. Ensefalitis virus epidemic

Page 12: lapkas ensefalitis

Golongan virus ini adalah virus entero seperti poliomyelitis, virus Coxsacki, virus ECHO,

serta golongan virus ARBO.

C. Ensefalitis pasca infeksi

Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi, dan jenis-jenis virus yang

mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik (Anonim, 1985).

PATOFISIOLOGI

Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen penyakit dan pejamu.

Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus

akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan

dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada

stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi

perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran

virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis

adanya penyakit neurologis.

Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan

destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi jaringan saraf terhadap

antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan

respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh

darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah

dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan

susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan

banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-

agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen

yang menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain. (Nelson, 1992).

Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran

darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran darah

dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran

langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus

paranasalis. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di

bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini

Page 13: lapkas ensefalitis

membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit

yang sudah mati.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti

jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan

infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula

dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang

konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses

dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid

yang dapat mengakibatkan meningitis. (Harsono, 1996). Proses radang pada ensefalitis virus

selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu

ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis. (Arif, 2000)

Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui

saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa

kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau

nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV.

Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di

pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH,

rabies dan herpes zoster.

Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening,

poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak

(coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau

melalui ruang ekstraseluler.

Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion

bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada

pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang

rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer. (Harsono,

1996).

Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan hal yang

penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan herpes zoster dapat

tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-

bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama. (Khumer, 1987).

Page 14: lapkas ensefalitis

EPIDEMIOLOGI

Karena terdapat banyak penyebab ensefalitis, maka tidak terdapat pola epidemiologi yang

sama. Tetapi sebagian besar kasus yang terjadi pada musim panas dan musim gugur,

mencerminkan adanya virus arbo dan virus entero sebagai etiologi. Ensefalitis yang disebabkan

karena virus arbo terjadi dalam bentuk epidemik, dengan batas wilayah yang ditentukan oleh

batas vektor nyamuk serta prevalensi binatang reservoar alamiah.

Kasus-kasus enesefalitis yang sporadis dapat terjadi setiap musim, pertimbangan

epidemiologis yang harus ditinjau ulang dalam usaha mencari agen penyebab meliputi wilayah

geografis, iklim, pemaparan oleh binatang, air, manusia, dan bahan makanan, tanah, manusia,

dan faktor-faktor hospes (Nelson, 1992).

Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Dari penderita yang hidup, 20-

40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa (Anonim, 1985).

MANIFESTASI KLINIK

Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas

sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa trias

ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Arif, 2000).

Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak,

seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil.

Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek

tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan (Kempe, 1982). Manifestasi

klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas seperti infeksi umum,

kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-

muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan

kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku

kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia (Harsono, 1996).

Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung

pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap

antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan

karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten. (Arif, 2000).

Page 15: lapkas ensefalitis

Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi

saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda

radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit

neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai

menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi,

kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental (Harsono, 1996). 

Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh (1) berat dan lokalisasi anatomis susunan

saraf yang terlihat (2) patogenesitas agen yang menyerang (3) kekebalan dan mekanisme reaktif

lain penderita (Nelson 1992).

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi

jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi

epidemiologik (komite Medik RSUP Dr. Sadjito, 2000).

Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah :

A. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejala-gejala

kerusakan SSP.

B. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan sedikit

peningkatan protein (normal pada ESL).

C. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)

D. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam 3-4

minggu secara terpisah (Kempe, 1982).

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :

a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan,

kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala, fokal

serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap

penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah

endemik dan lain-lain (Nelson, 1992).

b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan

sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan :

Page 16: lapkas ensefalitis

- Gangguan kesadaran

- Hemiparesis 

- Tonus otot meninggi

- Reflek patologis positif.

- Reflek fiisiologis menningkat

- Klonus

- Gangguan nervus kranialis

- Ataksia (Komite Medik RSUP Dr. Sarjito, 2000)

c. Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan

memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus umumnya

cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap

mili meter kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna

(Nelson, 1992). Kadar protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai

360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang

disebabkan oleh toxocara canis. Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif (Komite

Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000).

d. Pemeriksaan pelengkap 

- Isolasi virus

Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya timbul sebelum

munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan inokulasi intraserebral mencit dan

diidentifikasi dengan tes-tes serologik dengan antiserum yang telah diketahui.

- Serologi

Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya penyakit.

Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer antibodi spesifik

selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang disebabkan oleh

salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah dimana anggota golongan

lain endemik atau bila individu yang terkena infeksi, sebelumnya pernah terkena

infeksi virus arbo yang mempunyai hubungan dekat. Dalam keadaan tersebut,

diagnostik etiologik secara pasti tidak mungkin dilakukan (Jawetz, 1991).

- EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau perlambatan

Page 17: lapkas ensefalitis

- CT scan kepala

Sifat atau komposisi jaringan dapat ditentukan dengan melihat kepadatan atau

nilai Hounsfield. Ada empat kategori kepadatan secara umum, yaitu pengapuran

tulang atau yang sangat padat dan putih terang, kepadatan jaringan lunak yang

menunjukkan berbagai nuansa warna abu-abu, kepadatan lemak yang berwarna

abu-abu gelap dan udara yang berwarna hitam. Dengan menerapkan prinsip-prinsip

ini, dimungkinkan untuk menentukan bagian yang terlihat pada CT scan apapun,

dan CT scan kepala pada khususnya.

CT scan kepala dapat menunjukkan :

1. CT bisa menunjukkan hipodens pada pre kontras-hyperdensity pada post

kontras salah satu atau kedua lobus temporal, edema / massa dan kadang-

kadang peningkatan kontras.

2. Lesi isodens atau hipodens berbentuk bulat cincin, noduler atau pola homogen

dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi pada hemisfer (grey-white

junction).

3. Bias ditemukan edema cerebri.

4. Kadang disertai tanda-tanda perdarahan.

Gambar 6. CT Scan otak pada seorang gadis dengan Rasmussen's encephalitis.

DIAGNOSIS BANDING

Page 18: lapkas ensefalitis

Diagnosis banding untuk ensefalitis meliputi kemungkinan meningitis bakterial, tumor

otak, abses ekstradural, abses subdural, infiltrasi neoplasma (Harsono, 1996), trauma kepala pada

daerah epidemik (Kempe, 1982), ensefalopati, sindrom Reye (Arif, 2000)

PENATALAKSANAAN

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai

menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi

organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau

parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah

(Arif, 2000). Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.

Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan

Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung

umur) dan pemberian oksigen.

3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia

serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena

dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12

jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan

dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam

untuk waktu lama.

5. Pengobatan kausatif.

Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis

bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. (Nelson, 1992)

Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan Acyclovir

intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi

maka diberikan Adenine arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan

setelah pengobatan dengan Acyclovir (Bradley, 1991). Dengan pengecualian penggunaan

Adenin arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simplek, maka pengobatan

yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan untuk mempertahankan

Page 19: lapkas ensefalitis

kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang. Efektivitas berbagai cara

pengobatan yang dianjurkan belum pernah dinilai secara objektif (Nelson, 1992).

6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh.

7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi

kebutuhan pernapasan buatan.

GEJALA SISA DAN KOMPLIKASI

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat

dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem

kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap (Nelson,

1992).

Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid),

hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi (Harsono, 1996). Komplikasi pada bayi

biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat (Kempe,

1982).

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu

dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama perawatan.

Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita.

Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada etiologi penyakit

dan usia penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat. Ensefalitis

yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis virus entero

(Nelson, 1992).

Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %. Dari penderita yang

hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Penderita yang sembuh tanpa kelainan

neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih menderita retardasi mental,

epilepsi dan masalah tingkah laku (Anonim, 1985).

2.2 ENSEFALOPATI METABOLIK

Page 20: lapkas ensefalitis

DEFINISI

Ensefalopati (Ensefalo + pati) adalah penyakit degeneratif otak sedangkan Metabolisme

merupakan suatu Biotransformasi. Maka Ensefalopati Metabolik adalah Gangguan

neuropsikiatrik akibat penyakit metabolic otak. Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum

keadaan klinis yang ditandai dengan :

1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat

2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi

3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4. Tanpa disertai tanda-tanda infeksi bacterial yang jelas

MANIFESTASI KLINIK

Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang

menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan

oleh kelainan pada otak maupun di luar otak. Kondisi ini mempengaruhi fungsi Ascending

Reticular Activating System dan atau mengganggu proyeksinya di kortek serebri sehingga terjadi

gangguan kesadaran dan atau kejang. Mekanisme terjadinya disfungsi otak ini multifaktorial,

termasuk perubahan aliran darah dan gangguan fungsi neurotransmitter diikuti gagalnya energy

metabolisme dan depolarisasi seluler. Singkatnya, ensefalopati metabolik merupakan kelainan

fungsi otak yang penyebabnya berasal dari intra dan ekstraserebral. Prosesnya termasuk

gangguan metabolik (elektrolit, serum osmolaritas, fungsi renal dan disfungsi hepar, beberapa

defisiensi (subtrat metabolik, hormone turoid, vitamin B12, dll), racun (obat-obatan, alcohol, dll)

atau kelainan toksik sistemik (misalnya sepsis). Pada ensefalopati metabolik terdapat disfungsi

difus dari otak, yang onsetnya cepat dengan fluktuasi tingkat kesadaran (perhatian dan

konsentrasi).

Klinis pasien dengan ensefalopati metabolik tergantung penyebabnya, usia dan keadaan

neural (misalnya kapasitas untuk kompensasi pada suatu disfungsi), biasanya klinisnya mirip,

berupa penuranan kesadaran, kehilangan intelek progress (dementia), hypereksitasi seperti

dementia agitasi (delirium) atau kejang (myoclonus general dan multifocal, kejang tonik-klonik).

Page 21: lapkas ensefalitis

Kondisi seperti hyponatremi, hyperosmolar, hypercapnia, hypercalcemia, gagal hati

(Hepatic Encephlopaty, Parto Systemic Encephalopaty, Hepatic Coma) dan gagal ginjal

(almunium encephalopathy, dialysis encephalopathy syndrome, dialysis disequilibrium

syndrome) akan menyebabkan kelainan yang reversible pada asrosit dan neuron, sehingga terjadi

gangguan cadangan energy, perubahan flux ion yang melintasi membrane neural dan

menyebabkan kelainan neurotransmitter.

Contohnya, tingginya konstrasi amoniak dalam otak berhubungan dengan koma hepatik

yang mengganggu metabolisme energi serebral dan pompa Na-K ATPase, sehingga

meningkatkan jumlah dan ukuran astrosit, kelainan fungsi sel saraf, dan meningkatnya

konsentrasi produk dari metabolisme ammonia, juga menyebabkan abnormalitas

neurotransmitter, berupa “fase” neurotransmitter yang aktif pada permukaan reseptor. Berbeda

dengan hyperammonia, diamana mekanismenya berbeda dan belum diketahui. Mekanisme

ensefalopati metabolik pada gagal ginjal juga tidak diketahui. Tidak seperti ammonia, urea tidak

menyebabkan toksisitas pada pusat persarafan (Central Nervous System). Penyebabnya

multifactor, termasuk peningkatan permeabilitas sawar darah otak terhadap substansi seperti

asam organic dan peningkatan kalsium otak atau muatan fosfat LCS.

Volume cairan otak berhubungan dengan status kesadaran, faktor lain juga berperan.

Kadar sodium dibawah 125 mmol/L menyebabkan konfusi dan di bawah 115 mmol/L

berhubungan dengan koma dan konvulsi. Besarnya perubahan neurologik bergantung dari

perubahan kadar yang cepat serum. Dialysis pada gagal ginjal dapat meningkatkan resiko

terjadinya kejang : hampir sepertiga pasien dengan gagal ginjal mengalami ensefalopati

metabolik akibat dialysis. Dysequilibrium syndrome, berupa pertukaran cairan yang cepat yang

terlihat pada pasien dengan sindroma uremik, biasanya setelah dialysis pertama. Manifestasinya

berupa kejang dan konfusi sedang. Lesi pada struktur otak, yang dapat dilihat dengan pencitraan

otak, juga meningkatkan resiko terjadinya kejang.

ETIOLOGI

Berdasarkan penyakit penyebabnya, ensefalopati metabolik terbagi; ensefalopati

metabolik primer dan ensefalopati sekunder. Yang tergolong dalam ensefalopati metabolik

primer ialah penyakit-penyakit yang memperlihatkan :

Page 22: lapkas ensefalitis

1. Degenerasi di substansia grisea otak, yaitu : penyakit Jacob Creutzfeldt, penyakit Pick,

penyakit Alzhemair, korea Huntington, Epilepsimioklonik progresiva.

2. Degenerasi di substansia alba, yaitu : penyakit Schilder dan berbagai jenis leukodistrofia.

Sedangkan Ensefalopati metabolik sekunder penyebabnya banyak sekali, sehingga dapat

diklasifikasikan menurut sebab pokoknya, yaitu :

1. Kekurangan zat asam, glikose dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk metabolisme

sel

a) Hypoksia, yang bisa timbul karena : penyakit paru-paru, anemia, intoksikasi karbon

mono-oksida, methemoglobinemia, keadaan setelah insult epileptic berhenti.

b) Iskemia, yang bisa berkembang karena : “Cerebal Blood Flow” yang menurun akibat

penurunan “cardiac output”, seperti pada sindrom Stokes-Adams, aritmia, infark

jantung, dekompensasio kordis dan stenosis aorta. CBF menurun akibat penurunan

resistensi vascular perifer, seperti pada sinkope ortostatik atau vasovagal,

hipersensitivitas sinus koratikus dan volume darah yang rendah. CBF menurun akibat

resistensi vascular yang meningkat, seperti pada ensefalopati hipertensif, sindrom

hiperventilasi dan sindrom hyperviskositas.

c) Hypoglikemia, yang bias timbul karena pemberian insulin atau pembuatan insulin

endogenik meningkat.

d) Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1.

2. Penyakit-penyakit organik di luar susunan saraf

a) Penyakit non-endokrinologik, seperti : penyakit hepar, ginajal, jantung dan paru.

b) Penyakit endokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tomur Pankreas miksedema,

feokromositoma dan tirotoksikosis.

3. Intoksikasi eksogenik

a) Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikol; inergi, ethanol dan penenang.

b) Racun yang menghasilkan banyak karbolit acid, seperti paraldehyde, methylalkohol,

dan ethylene.

c) Inhibitor enzim, seperti : cyanide, salysilat dan logam-logam berat.

4. Gangguan balans cairan dan elektrolit

a) Hypo dan hypernatremia

Page 23: lapkas ensefalitis

b) Asidosis respiratorik dan metabolik

c) Alkolosis respiratorik dan metabolik

d) Hypo dan hyperkalemia

5. Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-enzim serebral,

seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subarakhnoidal.

6. Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan morfologik, seperti

pada komosio

Faktor Resiko, bila terdapat :

- Penurunan kadar oksigen dalam darah

- Infeksi

- Bedah mayor

- Penyakit berat

- Penggunaan zat-zat sedative dan narkotik

- Perdarahan saluran cerna

- Diare atau muntah persisten yang menyebabkab penurunan kadar potassium

- Ketidakseimbangan kadar elektrolit

Gejala :

- Konfusio atau agitasi

- Perubahan tingkah laku atau personality

- Pelupa

- Disorientasi

- Insomnia

- Kekakuan otot atau ragiditas

- Tremor

- Sulit berbicara

- Pergerakan yang tidak terkontrol, kejang (jarang)

- Stupor atau koma

DIAGNOSIS

Page 24: lapkas ensefalitis

Ensefalopati Metabolik merupakan salah satu kasus emergency. Pada pemeriksaan darah

ditemukan peningkatan kadar amonia dan kelainan signifikan yang berhubungan dengan organ

penyebab ensefalopati tersebut. Sebaiknya selalu curiga adanya ensefalopati metabolik dan

sebaiknya dilakukan screening test bila terdapat kejang setelah melakukan prosedur yang

berhubungan dengan pertukaran cairan seperti bilas kandung kemih, hemodialisis, dan prosedur

radiografi yang menggunakan materi kontras yang mengandung iodium melalui intravena, dan

pemberian cairan IV secara cepat. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan GDS, AGD, plasma

amoniak, laktat darah, plasma keton, asam amino plasma, fungsi liver, asam organik urin.

PENATALAKSAAN

Hospitalisasi dan perawatan emergensi di rumah sakit, para staff akan menangani

problem yang menyebabkab kondisi pasien saat itu. Akan dilakukan pembuangan atau

penetralisiran toksin yang ada dalam aliran darah. Tujuannya adalah mengembalikan kondisi

seperti semula. Namun, kerusakan otak masih mungkin terjadi. Dalam beberapa kasusu bahkan

kerusakannya bersifat permanen.

Mediamentosa, obat-obatan yang digunakan adalah untuk menetralisir toksin, menangani kondisi

pasien, mencegah rekurensi. Pantangan diet : dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan rendah

protein. Diet lainnya disesuaikan dengan kondisi dan penyebab. Pemberian makan melalui NGT

diperlukan pada pasien koma.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1985, Ensefalitis dalam Hasan R., Ilmu Kesehatan Anak, H : 622-624, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Anonim 1996, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi Klinis, Ed. I. H : 172-179, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak Nelson, edisi

12, Bag 2, H : 42-48, EGC, Jakarta

Page 25: lapkas ensefalitis

Bradley, W.G., Ensefalitis Viral dalam Carol H., Neurology in Clinical Practice, p : 599-603,

Butterworth. Heinemann, Boston.

Dorlan, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke 20. Jakarta : ECG.

Jawetz, E, et all, Penyakit-penyakit Virus melalui Autropoda dalam Bonang G. Review of

Medical Microbiology, 1991, 16 ed., p : 489-493, Lange Medical Publications, Los Atlos,

California.

Kempe, C.H., 1982, Infections, bacterial and Spirochaetal In Jerry L. Eller, Current Pediatric

Diagnosis and Treatment, 7 ed., p : 732-733, Lange Medical Publications, Los Atlos, California.

Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar Pelayanan Medis,

Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Mardjono, Mahar. 2008. Neurologis Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.