LAPKAS BRONKOPNEUMONIA.docx
-
Upload
herwinati-1 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
description
Transcript of LAPKAS BRONKOPNEUMONIA.docx
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ZK
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 5 bulan
Alamat : Jl. Sarang Bango Rt 08/05 Marunda
Agama : Islam
Suku : Betawi
Nama Orang Tua : Tn. AF
Tanggal Masuk RS : 02 April 2015
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal 02 April 2015, Pukul 12.00 WIB
Pasien datang dari Poli Anak
Keluhan utama
Sesak napas sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari SMRS pasien mengalami batuk berdahak dan pilek. Batuk berdahak
terus menerus, Dahak sulit keluar, kadang pasien muntah ketika batuk,
muntah berisi makanan, cairan dan lendir. Anak pilek dengan sekret
hidung berwarna kehijauan dan terlihat kental. Pasien juga mengalami
demam. Demam terus – menerus. Demam turun sesaat dengan pemberian
obat penurun panas yang diperoleh dari Bidan. Namun beberapa saat
kemudian demam kembali muncul, demam tidak disertai menggigil.
2 hari SMRS pasien terlihat mengalami sesak napas, pasien tampak
kesulitan saat bernafas. Pasien menjadi semakin rewel dan sering
menangis. Saat sesak, pernapasan pasien tidak terdengar suara ‘ngik-ngik’.
1
1 hari SMRS keluhan sesak semakin berat. Pasien terlihat makin sulit
bernafas dan terligat megap-megap. Kejang (-). Nafsu makan anak turun
semenjak sakit. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat asma, kejang, campak
disangkal.
Riwayat Pengobatan
OS diberikan obat penurun panas yaitu paracetamol syrup , demam turun
ketika diberikan obat dan beberapa saat kemudian demam muncul
kembali.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat asma (-). Kakak laki-laki pasien mengalami TB paru dan
melakukan pengobatan selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu rutin melakukan ANC di bidan 4-5x, ibu tidak ada hipertensi, diabetes
melitus, perdarahan selama kehamilan dan tidak mengkonsumsi obat-
obatan selain tablet Fe selama masa kehamilan. Anak lahir spontan
pervaginam dibantu oleh bidan. BBL 2800 gram, PBL 47 cm. dan anak
langsung menangis sesaat setelah lahir.
Kesan : riwayat kehamilan dan persalinan baik, tidak ada resiko dalam
kehamilan.
Riwayat Psikososial
OS tinggal dirumah yang beranggotakan 5 orang, Lingkungan sekitar
tempat tinggal cukup bersih, Kondisi lingkungan rumah ramai penduduk,
jarak antar rumah berdekatan. Sumber air bersih dari air tanah, terdapat
2
jamban keluarga, sumber air minum dari air galon isi ulang. Di lingkungan
rumah tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan OS.
Kesan : Lingkungan rumah , air minum bersih dan jarak antar rumah
berdekatan.
Riwayat Imunisasi
Kesan : Imunisasi Dasar Lengkap kecuali Campak belum waktunya
pemberian.
Pola Makan Anak
Anak diberikan ASI sejak lahir. Diberikan pisang sebanyak 1 buah pisang
setiap 1x/hari sebagai makanan tambahan sejak usia 4 sampai 5 bulan.
Kesan : Anak eksklusif, makanan yang diberikan mencukupi kebutuhan
menurut usia anak.
3
Riwayat Tumbuh Kembang
Penilaian
PerkembanganKemampuan Anak Kesan
SosialMampu tersenyum apabila diajak bermain
usia 3bulanSesuai Usia
Bahasa Mampu berkata AAA,UUU (huruf fokal) Sesuai Usia
4
usia 3 bulan
Motorik Halus Sudah mampu menggenggam usia 3 bulan Sesuai Usia
Motorik KasarBerdiri sendiri, berjalan dengan baik
Berjalan mundurSesuai Usia
Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan sesuai usia
Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaran Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-Tanda Vital
Nadi : 148 kali/menit
Napas : 56 kali/menit
Suhu : 37.8 °C
Antropometri
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 79 cm
Lingkar Kepala : 43 cm
Status Gizi
BB/U : 10 / 10.4 x 100 % = 96.1 % ( Gizi Baik )
TB/U : 79 / 79 x 100 % = 100 % ( Normal )
BB/TB : 10 / 10.4 x 100 % = 96.1 % ( Gizi Baik )
Kesan : Gizi Baik
D. STATUS GENERALIS
Kepala
Kepala
Ubun-ubun Kecil
Normocephal
Menutup Sempurna
5
Mata
Konjungtiva anemis
Sclera icterus
Edema palpebra
Mata cekung
Mata merah dan berair
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Hidung
Pernapasan cuping hidung
Deviasi septum
Sekret
Perdarahan
+
-
(+/+), berwarna kehijauan
(-/-)
Telinga
Normotia
Sekret
+
-
+
-
Mulut
Mukosa bibir
Sianosis
Stomatitis
Tonsil
Faring Hiperemis
Lembab
-
-
T1/T1
+
Kulit : Sianosis (-), kulit terlihat pucat (-)
Leher
Pembesaran KGB - -
Pembesaran Kelenjar Thyroid - -
Thorax
Inspeksi Gerak dada simetris, retraksi dada (+ / +)
Perkusi Sonor/Sonor
Palpasi Vokal fremitus simetris, nyeri tekan (-/-)
6
Auskultasi Bunyi paru vesikular (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Bunyi jantung I dan II murni, regular, murmur (-),
gallop (-)
Axilla : Pembesaran KGB (-/-)
Abdomen
Inspeksi Distensi (-), Scar (-)
Auskultasi BU (+) normal
Perkusi Tymphani pada seluruh kuadran abdomen, pekak hati (+)
Palpasi Supel
Turgor Kulit Baik, Kembali dalam waktu < 2 detik
Inguinal : Pembesaran KGB inguinal (-/-)
Ekstremitas
Superior
Akral
Edema
Sianosis
RCT
Hangat
-
-
< 2 detik
Hangat
-
-
< 2 detik
Inferior
Akral
Edema
Sianosis
RCT
Hangat
-
-
< 2 detik
Hangat
-
-
< 2 detik
E. RESUME
An. ZK (Laki-Laki, 5 bulan, BB 10 kg)
Keluhan sesak napas 2 hari SMRS, semakin berat, tangan dan kaki
anak dingin, dada seperti tertarik kedalam. 3 hari SMRS pasien mengalami
batuk berdahak, muntah bercampur dahak berwarna kehijauan. Pilek (+),
7
Demam (+) terus – menerus, demam turun ketika diberikan obat penurun
panas. 2 Hari SMRS pasien terlihat sesak napas dan tampak kesulitan saat
bernafas, pasien menjadi rewel dan sering menangis. 1 hari SMRS keluhan
sesak bertambah tampak megap-megap.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan HR 148 kali/menit, RR 56
kali/menit, pernapasan cuping hidung, sekret hidung kehijauan, retraksi dada,
ronkhi (+/+), hangat, RCT < 2dt.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Nilai Normal Satuan
Hemoglobin 10.9 10.8-12.8 g/dL
Hematokrit 34 35-53 %
Trombosit 362 217-491 ribu/µL
Leukosit 18.14 5.50-15.50 ribu/µL
LED 40
RONTGEN THORAX (PA)
G. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Bronkopneumonia
Status Imunisasi : Imunisasi dasar sesuai usia
8
Interpretasi :
Cor CTR normal
Sinuses dan diafragma normal
Pulmo : Hili tebal, corakan vaskular
ramai
Tulang costae normal
Kesan : Cor tidak membesar
Bronkopneumonia dupleks DD/ Proses
spesifik lama
Satatus Tumbuh Kembang : Tumbuh Kembang sesuai dengan usia
Status Gizi : Gizi Baik
H. TATA LAKSANA
IVFD KN3B
BB anak = 10 kg
Kebutuhan cairan = 10 x 100 cc
= 1000 cc
Jumlah tetesan = 1000 cc x 15 = 11 tpm (mikro)
24 x 60
Paracetamol syrup
Dosis = 10-15 mg/kgBB/kali
= 100-150 mg/kali
Pemberian = 3 x 1 cth/hari
Ampicilin IV
Dosis = 50 – 100 mg / kgBB / hari Tiap 6 jam
= 500 – 1000 mg / hari : 3
Pemberian = 3 x 250 mg / 6 jam (IV)
Ambroxol syrup (30 mg/5ml)
Dosis = 1,5 mg/kgBB/hari:3
= 150 mg/hari
= 50 mg/kali
Pemberian = 3 x 1 ½ cth / hari
Domperidone syrup (5 mg / 5 ml)
Dosis = 0.2-0.4 mg/kgBB/hari:3
= 2-4 mg/hari
Pemberian = 3 x ½ cth / hari
Nebulizer : Ventolin dalam NaCl 2 x 1 / hari
9
I. FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal S O A P
03.04.15 Demam (+)
Batuk (+)
Sesak (+)
Ronkhi (+/+)
Nafsu makan
menurun
N : 148 x/mn
R : 56 x/mn
S : 37.8 °C
Bronko-
pneumon
i
IVFD KN3B 11 tpm
mikro
PCT syr 3x1 cth
Ampicilin 4 x 250mg /
6jam
Ambroxol syr 3x1 ½ cth
Domperidone syr 3 x ½
cth
Ventolin dalam NaCl 2 x
1
04.04.15 Demam (+)
Batuk (+)
Sesak (+)
Ronkhi (+/+)
Nafsu makan
menurun
N : 124 x/mn
R : 42 x/mn
S : 37.4 °C
Bronko-
pneumon
i
Lanjut terapi
05.04.15 Demam (-)
Batuk (+)
Sesak (-)
Ronkhi (+/+)
Nafsu makan
menurun
N : 124 x/mn
R : 28 x/mn
S : 36.8 °C
Bronko-
pneumon
i
PCT syr 3x1 cth
Ampicilin syr 250 mg 4
x 1
Ambroxol syr 3x1 ½ cth
J. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
10
BAB II
PENDAHULUAN
Di negara maju, bronkopneumonia pada anak terutama
disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan
virus. Virkki dkk, melakukan penelitian pada pneumonia anak dan
menemukan etiologi virus saja sebanyak 32 %, campuran bakteri dan virus
30 %, dan bakteri saja 22 %. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas
mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak
berusia di bawah 2 tahun.1
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan
pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak
pada alveoli paru Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan paru yang
mulai pada bronkiolus terminalis dan tersumbat oleh eksudat mukopurulen yang
membentuk bercak terkonsolidasi pada lobules sekitar. Bronkopneumonia proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. 1
Menurut Respirologi Anak IDAI 2008, anak dengan daya tahan
terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak
tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor
imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma
pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. 1
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan
oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten
terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS
yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia ini. 1
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution). 1
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing
(Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat
yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. 1
B. ETIOLOGI
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan
penting pada perbedaan dan kekhasan bronkopneumonia anak, terutama
dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pada neonatus dan bayi
12
kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negatif seperti
E.colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan anak balita, bronkopneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumonie.3
Daftar etiologi bronkopneumonia pada anak sesuai dengan
kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju dapat dilihat
pada table 1.3
Di negara maju, pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan
kesehatan sangat baik. Vaksinasi dengan vaksin konyugat Hib dan
vaksin konyugat Pneumokokus telah mempunyai cakupan yang luas. 3
Secara klinis, umumnya bronkopneumonia bakteri sulit
dibedakan dengan bronkopneumonia virus. Demikian juga dengan
pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentukan etiologi. 3
Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia
dinegara maju
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari
Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3
bulan
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
13
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5
tahun
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1, 2, 3
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun -
remaja
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber : Opstapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-
acquired Pneumonia in infants and children. Am Fam Physician
2004;70 : 899-90.
C. PATOLOGI DAN PATOGENESIS
14
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat
reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman
ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan
edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi
proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan
paru yang tidak terkena akan tetap normal. 3
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong
perjalanan penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan
sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan
bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi
sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan baru
(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau
abses-abses kecil sering disebabkan oleh Streptococcus aureus pada
neonatus atau bayi kecil, karena Streptococcus aureus menghasilkan
berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase,
dan koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan
bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga
terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi
koagulase dan virulensi kuman. Streptococcus yang tidak menghasilkan
koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel
dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak
memerlukan terapi lebih lanjut. 3
15
D. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis bronkopneumonia pada anak
berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan
saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS. 5
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
bronkopneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan
imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan
prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada
anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik
penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam
tatalaksananya.5
Gambaran klinis pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,
muntah atau diare ; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner. 5
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. 5
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti
pekak perfusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada
neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda bronkopneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi
paru umumnya tidak ditemukan kelainan. 5
E. BRONKOPNEUMONIA PADA NEONATUS DAN BAYI KECIL
16
Bronkoneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi
vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi
terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya
melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS
(hospital-acquired pneumonia), misalnya dari perawat, dokter, atau
pasien lain ; atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator.
Di samping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
infeksi dari masyarakat (community-acquired pneumonia).1
Spektrum etiologi bronkopneumonia neonatus meliputi
Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram
negatif seperti bakteri E.colli, Pseudomonas, atau Klebsiela ;
disamping bakteri utama penyebab yaitu Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylloccus aureus. Oleh karena
itu, pengobatannya meliputi antibiotik yang sensitif terhadap semua
kelompok bakteri tersebut, misalnya kombinasi antibiotik beta-laktam
dan amikasin, kecuali bila dicurigai adanya infeksi Chlamydia
trachomatis yang tidak responsif terhadap antibiotik beta-laktam. 1
Gambaran klinis bronkopneumonia pada neonatus dan bayi
kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas
cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi
atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering
terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan
sepsis atau meningitis. Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju,
yaitu dilaporkan 20-50 %.1
F. BRONKOPNEUMONIA PADA BALITA DAN ANAK YANG
LEBIH BESAR
Spektrum etiologi bronkopneumonia pada anak meliputi
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B,
Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, disamping berbagai virus respiratori. Pada anak yang
17
lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumoniae merupakan etiologi
pneumonia atipik yang cukup signifikan. 1
Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala,
anoreksia, dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah
dan diare. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea,
retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung, ronki, dan
sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan
konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak yang lebih
besar suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveoler. Retraksi
dan takipnea merupakan tanda klinis bronkopneumonia yang bermakna.
Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada
tertinggal di daerah efusi. Gerakan dada juga akan terganggu bila
terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah,
sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin
berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul. 1
G. DARAH PERIFER LENGKAP
Pada penyebab virus dan juga pada mikroplasma umumnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan
tetapi, pada penyebab bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<
5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>
30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteremi, dan resiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang
ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan
sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan
glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.
Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
18
Dalam penatalaksanaan terapi bronkopneumonia, sulit untuk
melakukan identifikasi mikrobiologis. Dibawah ini dijelaskan
karakteristik bronkopneumnia sesuai etiologinya. 2
1. Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang
bertanggung jawab atas lebih dari 90% kasus bronkopneumonia pada
masa kanak-kanak.
Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya
menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan
oleh virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.
Insidens tertinggi pada masa kanak-kanak usia 4 tahun pertama
kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebarannya yang
cenderung meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti
taman kanak-kanak, rumah penitipan anak). 5
a. Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran
nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang
mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya
ke bagian paru lain yang berdekatan. 5
Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan
mukus atau saliva dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru
karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli
akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang
berurutan, yaitu : 5
Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah
yang berdilatasi dan bocor.5
Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah
merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. 5
19
Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)
Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. 5
Resolusi (7 s/d 11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat
yang terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti
pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya
daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-
saluran nafas yang lebih kecil. 5
b. Gambaran Klinis
Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan
hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat
naik secara mendadak sampai 39°C atau lebih. Anak sangat gelisah,
dispnea. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar
mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk
nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang),
pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah
supraklavikuler, interkostal dan subkostal. 5
Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat dijumpai
pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna
seperti karat. Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema,
sehingga perlu dilakukan torasentesis sesegera mungkin. 5
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang
terkena. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup yang
terlokalisasi. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya ronki basah
halus ataupun adanya suara-suara pernafasan yang melemah. Tanpa
pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3
minggu. 5
20
c. Diagnosis
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 –
40.000/mmk dengan jumlah sel polimorfonuklear terbanyak,
sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk
sering berhubungan dengan prognose penyakit yang buruk. Nilai
hemoglobin bisa normal atau sedikit menurun. 4
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk
dalam dan aspirasi trakea yang dilakukan dengan hati-hati. Jenis
pemeriksaan berupa pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan
biakan. Selain itu biakan juga bisa didapatkan dari darah atau dari
cairan pleura yang didapatkan dengan melakukan torasentesis.
Gambaran radiologis dapat berupa adanya bercak-bercak
infiltrat pada satu atau beberapa kasus. 4
2. Staphylococcus aureus
a. Patofisiologi
Staphylococcus menghasilkan bermacam-macam toksin dan
enzim misalnya hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase.
Koagulase akan mengadakan interaksi dengan suatu faktor plasma
untuk menghasilkan suatu zat aktif yang mengubah fibrinogen menjadi
fibrin dan selanjutnya menyebabkan pembentukan koagulan. 2
Bronkopneumonia akibat organisme ini bersifat unilateral
atau lebih menonjol pada satu sisi dibandingkan dengan sisi yang lain.
Ditandai dengan daerah-daerah luas yang mengalami nekrosis
perdarahan serta daerah-daerah pembentukan rongga-rongga yang
tidak beraturan. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan
eksudat fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang
mengandung koloni staphylococcus, lekosit, eritrosit dan debris
nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-trombus
sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan
luas. 2
b. Gambaran Klinis
21
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga
lain yang disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi
saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama beberapa hari
sampau 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk
dan tanda kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan
yang menungkat, retraksi dada dan subkostal, nafas cuping hidung,
sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat mengalami
gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah,
anoreksia, diare serta distensi abdomen. 2
Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara
pernafasan yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara
pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau empiema, pada perkusi
didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara yang berkurang
pada auskultasi. 2
c. Diagnosis
Diagnosis pasti dengan didapatkan adanya lekositosis
terutama sel-sel polimorfonuklear, sedangkan bila didapatkan lekopeni
maka prognosisnya buruk. Biakan didapatkan dari aspirasi trakea atau
sadapan pleura. Pada cairan pleura menunjukkan adanya eksudat
dengan jumlah sel-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 sampai
100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar glukosa rendah yang
relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah. 2
Gambaran radiologis berupa bercak-bercak dan terbatas
dalam perluasannya dan melibatkan seluruh lobus paru. Perkembangan
dari bronkopneumonia menjadi efusi atau empiema sangat
mengarahkan petunjuk pada suatu bronkopneumonia staphylococcus.. 2
3. Streptococcus hemolyticus
Streptococcus grup A paling sering mengakibatkan infeksi traktus
respiratorius bagian atas, tapi kadang juga dapat menimbulkan infeksi ke
daerah-daerah lain tubuh termasuk traktus respiratorius bagian bawah. 2
22
Penyakit ini paling sering ditemukan pada anak berumur 3-5
tahun dan jarang dijumpai pada bayi-bayi. Penyakit ini sering timbul
dengan dipermudah oleh adanya infeksi-infeksi virus terutama eksantema-
eksantema dan influenza epidemis. 2
a. Patofisiologi
Infeksi traktus respiratorius akibat bakteri ini menimbulkan
terjadinya trakeitis, bronkiolitis yang selanjutnya menjadi
bronkopneumonia. Lesi-lesi terjadi pada mukosa trakeobronkial
menjadi nekrosis disertai dengan pembentukan ulkus-ulkus yang tidak
beraturan dan adanya sejumlah besar eksudat, edema dan perdarahan
yang terisolasi. 2
Proses ini kemudian menyebar luas ke sekat-sekat antar
alveolus dan pembuluh-pembuluh limfonodi, yang selanjutnya secara
limfogen menyebar ke mediastinum dan hilus dan mencapai
permukaan pleura dan menjadi pleuritis. Eksudat ini kandungan
fibrinnya lebih sedikit bila dibanding dengan eksudat yang diakibatkan
oleh pneumococcus. 2
b. Gambaran Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan
bronkopneumonia oleh pneumococcus. Awalnya terjadi secara tiba-
tiba yang ditandai demam tinggi, menggigil, tanda-tanda kesukaran
bernafas serta kadang-kadang adanya kelemahan badan. 2
c. Diagnosis
Adanya lekositosis seperti pada kasus pneumococcus. Selain
itu ditegakkan dari kenaikan titer antistreptolisin serum. Biakan bakteri
ini positif didapatkan dari hapusan tenggorokan, sekresi nasofaring,
tapi yang lebih positif lagi ditemukannya bakteri ini dalam cairan
pleura, darah atau dari cairan aspirasi paru. 2
Pada gambaran radiologis didapatkan bronkopneumonia difus
yang disertai efusi pleura yang luas, kadang bisa terlihat suatu
adenopati di daerah hilus paru-paru. 2
23
4. Haemophillus influenza
Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak
ditemukan pada anak-anak dan sangat berhubungan dengan adanya
riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan
epiglotitis. Organisme patogen yang sering ditemukan adalah
Haemophilus influenzae tipe B dan termasuk bakteri gram negatif. 2
a. Patofisiologi
Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara
hematogen. Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi
peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun sel-sel
limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara
meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai
dengan perdarahan. 2
b. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan
gambaran klinis yang diakibatkan oleh pneumococcus. Batuk hampir
selalu dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini
juga dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas. 2
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang
terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan yang tubuler
saat auskultasi. 2
c. Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur
didapatkan dari an pleura maupun dari aspirasi paru yang
memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia
relatif. 2
5. Klebsiella pneumonia
Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada
traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat.
Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat
Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada
24
neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring
mereka tanpa memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya
sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang
menyebarkan infeksi adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang
pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-sumber utama
infeksi nosokomial dengan organisme tersebut. 2
a. Patofisiologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal.
Bakteri ini memasuki alveoli melalui peralatan yang dipakai dengan
kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi
benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus
yang banyak dan bahkan jaringan setempat sudah fibrosis. 2
b. Gambaran Klinis
Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini
adalah kekakuan yang multipel pada onset yang mendadak, demam,
batuk yang produktif, nyeri pleuritis dan kelemahan yang tiba-tiba,
serta dapat terjadi hemoptisis. 2
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup
saat perkusi dan adanya ronki basah kasar saat auskultasi akibat
banyaknya sekresi pus pada kavitas paru. 2
c. Diagnosis
Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran
adanya infiltrasi pada lobus paru dan pleura-pleura yang menonjol.
Kultur bakteri yang positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta
hasil aspirasi paru. 4
H. PENATALAKSANAAN
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya
penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis bronkopneumonia harus dirawat inap. 2
25
Dasar tatalaksana rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.. Penyakit
penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama
keberhasilan pengobatan. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab
tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat.
Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris.
Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan
etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis
pasien serta faktor epidemiologi. 2
1. Pneumococcus
a. Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan
pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-
anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan
dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular tanpa penyulit.
Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari
setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi
penisilin maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari.
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin
untuk mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk
pengobatan penyakit ini. Pemberian oksigen segera untuk penderita
kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis. 2
b. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai
secara dini pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas
bronkopneumonia akibat bakteri pneumococcus selama masa bayi dan
26
masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya
morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. 2
2. Staphylococcus aureus
a. Penatalaksanaan
Penisilin G dengan dosis 25.000-50.000 unit/kgBB/6 jam
secara intravena. Cefuroxime diberikan sebagai obat tunggal efektif
untuk bronkopneumonia dengan dosis 75 mg/kgBB/hari.
Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul,
pemberian oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk
mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai
mengembang, maka pipa-pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini
dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam rongga
toraks lebih dari 5-7 hari. 2
b. Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar
dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10-
30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum
penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta
adanya penyakit yang menyertai. 2
3. Streptococcus hemolyticus
a. Penatalaksanaan
Obat pilihan yang diberikan adalah penisilin G dengan dosis
100.000 unit/kgBB/hari. Awal pemberiannya secara parenteral,
kemudian disempurnakan dengan pemberian oral selama 2-3 minggu
setelah terlihat adanya kemajuan klinis. Cefuroxime bisa diberikan
sebelum kultur bakteri dilakukan dengan dosis 75 mg/kgBB/hari, ini
merupakan terapi yang efektif dan sebaiknya dilanjutkan selama 10
hari. 2
27
Bila pada penderita sudah terjadi empiema, maka harus
dilakukan torasentesis untuk tujuan penegakan diagnosa dan
mengeluarkan cairan supaya paru-paru dapat kembali mengembang
secara optimal. 2
b. Prognosis
Angka mortalitas dan morbiditas menurun setelah pengobatan
dengan antibiotika yang sesuai segera diberikan. Selebihnya
penyebaran penyakit selanjutnya jarang terjadi. 2
4. Haemophilus influenzae
a. Penatalaksanaan
Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100
mg/kgBB/hari. Pemberian kloramfenikol ini dikatakan efektif karena
obat sangat aktif mengatasi hasil produksi bakteri ini yaitu berupa beta
laktamase dan tidak menimbulkan efek pada cairan serebrospinal serta
memberikan efek bakterisidal yang lebih bagus dibanding dengan
ampicillin. 2
b. Prognosis
Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan
bakteri penyebab akan melemah dan tidak mampu lagi menyebar
terlalu jauh. Namun apabila terdapat penyakit penyerta seperti
bakteremia, empiema maka hal tersebut akan memperburuk
prognosisnya. 2
5. Klebsiella pneumoniae
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga
sangat dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri
ini. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada
kavitas paru.
Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk
fungsi pengembangan parunya. 2
28
Tabel 2. karakteristik berdasarkan etiologi 2
Karakte
r
Pneumokokus S.Aureus S.Hemolitikus H.Influenza Klabsiella.P
Batuk Batuk kering
menjadi
produktif
Batuk Batuk Batuk tidak
produktif
Batuk produktif
Demam Naik
mendadak
Tinggi Tinggi Demam Demam
Umur <4tahun <1tahun Jarang pd bayi Jarang terjadi
(Inos)
Neonatus &
bayi kecil (inos)
Radiolog
is
Bercak difus
dgn air
bronchogram
(-)
Bercak difus
dgn efusi/
empiema
Bercak difus
dgn efusi dan
kadang
adenopati hilus
Tidak spesifik infiltrasi lobus
paru
Tata
Laksana
Penicillin G
Klorampenikol
Penicilin G
Ceforoxim
Penicilin Chorampenicol Ceftriakson
29