Lapkas kolelitiasis

24
LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Umur : 40 tahun Alamat : Kp. Pasir haur, Kec. Padaluya Pekerjaan : Bidan Pendidikan : D-III Kebidanan Agama : Islam Status Pernikahan: Menikah No. RM : 27XXXXX Masuk RS : 19 Agustus 2014 B. ANAMNESIS Keluhan Utama Mual muntah sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku mual muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sering dan tak dihitung oleh pasien. Pasien juga mengaku merasakan nyeri perut di bagian ulu hati dan bagian perut kanan atas. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut terasa panas di seluruh bagian. Air kencing normal tidak ada perubahan warna seperti berwarna cokelat/ teh. Buang air besar tidak teratur, kira – kira 4 hari sekali. Pasien tidak merasakan panas

description

kolelitiasis

Transcript of Lapkas kolelitiasis

Page 1: Lapkas kolelitiasis

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 40 tahun

Alamat : Kp. Pasir haur, Kec. Padaluya

Pekerjaan : Bidan

Pendidikan : D-III Kebidanan

Agama : Islam

Status Pernikahan: Menikah

No. RM : 27XXXXX

Masuk RS : 19 Agustus 2014

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Mual muntah sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengaku mual muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sering dan tak dihitung

oleh pasien.

Pasien juga mengaku merasakan nyeri perut di bagian ulu hati dan bagian perut kanan

atas. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut terasa panas di seluruh bagian.

Air kencing normal tidak ada perubahan warna seperti berwarna cokelat/ teh. Buang

air besar tidak teratur, kira – kira 4 hari sekali. Pasien tidak merasakan panas

badan.Buang air kecil lancar. Buang air besar tidak teratur, biasanya 4 hari sekali.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama disangkal

Riwayat gastritis

Riwayat Penyakit Keluarga

o Riwayat penyakit yang sama disangkal

Page 2: Lapkas kolelitiasis

Riwayat Operasi

Operasi appendectomy 3 bulan yang lalu

Riwayat Alergi

Alergi makanan disangkal

Alergi obat ibu disangkal

Riwayat Psikososial

o Pasien mengaku kebiasaan setiap hari makan telur. Pasien tidak merokok dan tidak

minum minuman beralkohol

C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Pernapasan : 17 x/menit

Suhu : 37 0C

Status generalis

Rambut : bersihMata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)Mulut : Mukosa bibir lembab (+)Gigi : caries (-)Leher : kelenjar tiroid membesar (-)Dada : simetrisJantung : Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 normal, murmur (-) gallop (-)Paru – paru : Gerakan hemitorak simetris (+/+), Suara paru vesikuler (+/+), ronkhi

(-/-) wheezing (-/-)Abdomen : Status lokalisEkstremitas : oedema (-), simetris (+)

Status lokalis

Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-), massa (-)

Page 3: Lapkas kolelitiasis

Auskultasi : Bising usus (-)/ menurunPalpasi : Terdapat nyeri tekan pada epigastrium dan pada abdomen kuadran

kanan atas

Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI

- Laboratorium o Hb : 12,4o Ht : 36,3o Eritrosit : 4,71o Leukosit : 5,8o Trombosit : 394o MCV : 77,1o MCH : 26,3o MCHC : 34,2o RDW – SD : 46,2o PDW : 11,9o MPV : 9,4

KIMIA KLINIK:

Elektrolit :

o Natrium (Na) : 134,3o Kalium (K) : 3,59o Calcium ion : 1,14

USG upper abdomen

o Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, sistema bilier dan vaskuler intrahepatal tak prominen, tak tampak massa/ nodul

o Vesica fellea : ukuran normal, tampak batu ukuran1,76 X 2,02x1,54 cmintraluminal. Tampak penebala di dinding vesica felea.

o Pankreas : Ukuran dan echostruktur normalo Lien : Ukuran dan echostruktur normal, tak tampak massa

atau nodul .

E. ASSESSMENT

: Wnita 40 tahun dengan Kolelitiasis

F. RENCANA

Kolesistektomi

Page 4: Lapkas kolelitiasis

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau di dalam

saluran empedu atau pada kedua – duanya. Sinonimnya dari batu empedu adalah

kolelitiasis, gallstones, dan billiary calculus.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika

Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan

pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk

menderita batu empedu. Insiden pada wanita dan laki – laki 2 : 1.

Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan

batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini

disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet

berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya

menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga

menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat

dari orang normal.

Page 5: Lapkas kolelitiasis

2.3. ANATOMI

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang

terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar,

dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan

costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,

belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam

omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk

duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna

menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.5

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.

cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat

kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat

collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici

hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf

yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5

2.4. FISIOLOGI SALURAN EMPEDU

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50

ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu

proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain

saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel

thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5

Page 6: Lapkas kolelitiasis

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.

Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.

Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum

mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang

berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.6

A. PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu

berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus

coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang

kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting

untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi

lemak.5

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

- Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang

mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling

besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

- Neurogen :

Page 7: Lapkas kolelitiasis

- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung

atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung

empedu.

- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai

Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan

empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1

1. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :

Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :

- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,

sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil

untuk dapat dicerna lebih lanjut.

- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut

dalam lemak.4

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus

dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu

dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan

dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut

terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut

misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan

terganggu.4

2. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme

bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera

berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.

Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide.

Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka

bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

Page 8: Lapkas kolelitiasis

2.5. PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang

terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo

Maki tahun 1995 sebagai berikut :

1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa

sebagai :

- Batu Kolesterol Murni

- Batu Kombinasi

- Batu Campuran (Mixed Stone)

2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya

paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :

- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium

- Batu pigmen murni

3. Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :

- Batu Kolesterol

- Batu Campuran (Mixed Stone)- Batu Pigmen.3

· Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut

dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang

mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima

sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap

lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada

keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 :

13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh

lebih banyak.

- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi

supersaturasi.

- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

Page 9: Lapkas kolelitiasis

- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.

- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum

terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar

chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu

kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa

tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.4

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen

bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada

peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang

menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.1

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa

berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu

cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan

dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal

kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian

total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada

keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang

berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar

dipompa keluar. 1

· Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang

berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi

saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi

yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang

Page 10: Lapkas kolelitiasis

dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung

glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh

bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 %

batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.

Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing

tambang. 1

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena

adanya komplikasi.3

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai

kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan

sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-

lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba

pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.

Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).

Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra

hepatic.1

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri

viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh

batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu

tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama

antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri

dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan

dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala

dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa

kolelitiasis

.

2.7. DIAGNOSIS

Page 11: Lapkas kolelitiasis

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi

komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin

darah dan fosfatase alkali.

2. Foto Polos Abdomen

Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat

pada foto polos abdomen.

3. Kolesistografi

Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang

tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya

dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-

kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam

mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin

serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak

diekskresi ke saluran empedu.

4. Ultra Sonografi

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98

% dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah

dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula

bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita

hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi

keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai

langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu

tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu,

tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

Page 12: Lapkas kolelitiasis

5. Tomografi Komputer

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek

gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena

mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

2.8. TERAPI KOLELITIASIS

A. TINDAKAN OPERATIF

1. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.

Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan

tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli

menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat

“silent stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka

mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu

kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau

keadaan umum penderita baik.

Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :

- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.

- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes

Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

2. Kolesistostomi

Page 13: Lapkas kolelitiasis

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang

saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan

resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.

Indikasi dari kolesistostomi adalah o Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan o Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,

kesulitan teknik operasi dan o Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan

dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

B. TINDAKAN NON OPERATIF

1. Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang

mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di

klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya

kekambuhan. 1

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu

pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15

mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA

setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.

Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

- Wanita hamil

- Penyakit hati yang kronis

- Kolik empedu berat atau berulang-ulang- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1

Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan

jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam

Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak

mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada

saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing

dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari

karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam

hari. 1

Page 14: Lapkas kolelitiasis

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a

reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.

Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan

waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 1

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah

disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.

Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam

empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan

kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. 1

Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk

membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik

harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

1. Kriteria Munich :

- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).

- Penderita tidak sedang hamil.

- Batu radiolusen

- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.

2. Kriteria Dublin :

- Riwayat keluhan batu empedu

- Batu radiolusen

- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila

multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.- Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. 1

Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita

karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas

penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang

umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita

dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu

penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan

biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan.

Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini ,

Page 15: Lapkas kolelitiasis

karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam

jangka panjang.

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun

dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya

rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan

subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4

3. DIETETIK

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah

memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk

memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk

memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan

cairan tubuh. 1

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung

empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat

menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi,

maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan

gas akan sangat membantu.

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.

-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

2.8 KOMPLIKASI

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya

komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis

akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier

sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung

empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat

fatal.1

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan

keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan

organ tersebut. 7

Page 16: Lapkas kolelitiasis

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah

sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini

menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai

penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui

duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di

dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis

sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan

timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 8

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga

timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE

yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat

membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus

obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.8

 

Page 17: Lapkas kolelitiasis

DAFTAR PUSTAKA

o Schwartz, Seymour I; Gallbladder and Extrahepatic Biliary System; in Principles

of Surgery; seventh ed; McGraw Hill Intl; Singapore; 1999; 1437 - 1465

o Stead et al; First aid for the surgery clerkship;

o eMedicine Journal; Digestive Surgery

o Norton et al; Surgery Basic Science and Clinical Evidence