Lapkas anestesi.docx

31
Bab I Status Pasien 1.1 Identitas Pasien Nama : Ny. R Umur : 75 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Pasir jariah, cibeber Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam Status : Menikah Tanggal masuk : 11 Juni 2014 Diagnosa preop : Basal sel karsinoma Jenis pembedahan : Biopsi Eksisi + Skin graft Tehnik anastesi : GA dengan Endotrakeal tube no.7 1.2 Anamnesis (Autoanamnesis 11 juni 2014 ) Ny.R usia 75 tahun di diagnosa BCC , dengan keluhan luka pada pelipis kanan yang tak kunjung sembuh. ± 1 tahun yang lalu SMRS pasien mengeluhkan adanya benjolan sebesar biji beras yang menyerupai andeng-andeng. Benjolan terasa gatal dan tumbuh semakin membesar. Akan tetapi, bila digaruk pada area benjolan tersebut pasien terasa nyaman. ± 4 bulan yang lalu ketika digaruk benjolan tersebut menjadi luka dan basah. Kemudian luka tersebut diobati menggunakan tumbukan tanaman tetapi luka yang dialami tidak sembuh malah semakin parah dan melebar dari luka awal. Daerah luka menjadi gatal dan sedikit 1

description

Lapkas anestesi.docx

Transcript of Lapkas anestesi.docx

Page 1: Lapkas anestesi.docx

Bab I

Status Pasien

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Umur : 75 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Pasir jariah, cibeber

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status : Menikah

Tanggal masuk : 11 Juni 2014

Diagnosa preop : Basal sel karsinoma

Jenis pembedahan : Biopsi Eksisi + Skin graft

Tehnik anastesi : GA dengan Endotrakeal tube no.7

1.2 Anamnesis (Autoanamnesis 11 juni 2014 )

Ny.R usia 75 tahun di diagnosa BCC , dengan keluhan luka pada pelipis

kanan yang tak kunjung sembuh. ± 1 tahun yang lalu SMRS pasien mengeluhkan

adanya benjolan sebesar biji beras yang menyerupai andeng-andeng. Benjolan terasa

gatal dan tumbuh semakin membesar. Akan tetapi, bila digaruk pada area benjolan

tersebut pasien terasa nyaman. ± 4 bulan yang lalu ketika digaruk benjolan tersebut

menjadi luka dan basah. Kemudian luka tersebut diobati menggunakan tumbukan

tanaman tetapi luka yang dialami tidak sembuh malah semakin parah dan melebar dari

luka awal. Daerah luka menjadi gatal dan sedikit nyeri. Pasien tidak merasa demam

selama ada luka, pasien sering merasa sakit kepala dan leher terasa tegang, BAB tidak

terganggu, BAK tidak terganggu, lemas tidak dirasakan oleh pasien.

Aktivitas sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan dan

tidak ada hambatan untuk aktivitasnya. Tidak merasa lelah maupun sesak napas atau

sakit dada bila berjalan jauh maupun naik tangga. Tidak memerlukan bantal

penyangga kepala saat tidur dan menyangkal keluhan batuk di malam hari.

1

Page 2: Lapkas anestesi.docx

Pasien menyangkal adanya keluhan cepat lelah, sesak, berat badan menurun,

suka merasa cemas, tangan basah, tangan terasa panas, keringat banyak. Pasien juga

menyangkal adanya keluhan batuk darah, demam atau keringat di malam hari.

Pasien menyatakan telah puasa sejak jam 12 malam atas saran dokter. Pasien

mengaku tidak mengunakan gigi palsu dan tidak terdapat gigi yang goyang.

Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi, ttapi 2 minggu sebelum

dilakukan operasi sudah kontrol ke bagian penyakit dalam.alergi obat dan riwayat

operasisebelumnya disangkaloleh pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)

- Antropometri :

o Berat badan : 47 kg

o Tinggi badan : 150cm

o BMI :

- Tanda-tanda vital

o Tekanan darah : 169/100 mmHg

o Nadi : 97 x/ menit

o Suhu : 36,5oC

o Laju nafas : 20 x/ menit

Status generalis

Kepala : Normosepal,terdapat luka tebuka pada regio oksipital dextra.

Mata : Sklera ikterik(-/-),konj.anemis(-/-),pupil isokor,R.cahaya (+/+)

Hidung : Septum nasi di tengah, sekret -/-, darah -/-

Mulut : Mukosa oral kering , Mallampati II

Telinga : Sekret -/-

Leher :

o Tiroid : pembesaran (-)

o KGB : pembesaran (-)

o Thyromental Distance : 7,5cm

2

Page 3: Lapkas anestesi.docx

Paru

Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : Bunyi nafas vesikular, ronki +/+, wheezing -/-

Jantung

o Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

o Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 midclavikularis sinistra

o Perkusi (batas jantung)

Atas : ICS II

Kanan : Linea parasternalis dekstra

Kiri : 1 cm lateral linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : Datar

- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Bising usus +, 8 x/menit

Ekstremitas : Capillary Refill Time < 2 detik, akral hangat, udem (-)

Status lokalis

Terdapat ulcer berkrusta berwarna kehitaman, basah, pus (+) pada bagian oksipital dextra

dengan ukuran ± 8 cm x 4cm , tepi irregular, nyeri (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi Rutin

Hemoglobin 14,2 12-16 gr/dl

Leukosit 7,7 4,8- 10,8 . 10^3/uL

Hematokrit 42,5 37-47 %

3

Page 4: Lapkas anestesi.docx

Trombosit 367 150-450 . 10^3/uL

Laju Endap Darah 40-67 7-17 mm/jam

Glukosa darah puasa 96 70-110 mg%

Fungsi hati

AST (SGOT) 23 <31 U/L

ALT (SGPT) 19 <32U/L

Fungsi ginjal

Ureum 19,1 10-50 mg%

Kreatinin 0,6 0,5-1 mg%

Elektrolit

Natrium 147,7 135-148 mEq/L

Kalium 4,51 3,50-5,30 mEq/L

Calsium ion 0,75 1,15-1,29 mmol/L

HbsAg Non reaktif Non reaktif

Imunologi

FT4 1,34 0,70-1,48 ng/dl

TSH 1,013 0,350-4,94uIu/ml

Rontgen Thorax :

Cor, sinus dan diafragma normal

Pulmo : hili kasar dan corakan bertambah

Tampak bercak lunak di perihiler

Kesan : Bronkopneumonia

Elektrokardiogram : sinus rhytem

1.5. Diagnosa Kerja

Basal cell Carnimona pro Biopsi eksisi+ skin graft

LAPORAN ANASTESI

4

Page 5: Lapkas anestesi.docx

1. PERIOPERATIF

Keadaan umum baik, GCS 15

Informed consent (+)

Puasa selama 9 jam 40 menit

Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu

IV line terpasang dengan infuse RL

Tanda-tanda vital preoperatif

a. Tekanan darah : 169/100 mmHg

b. Nadi : 97 x/menit

c. Pernafasan : 20 x/menit

d. Suhu : 36,5oC

e. Saturasi O2 : -

Status Fisik : ASA II

2.PREMEDIKASI ANASTESI

Mengurangi mual dan muntah : Ondansentron tab 4 mg bolus IV

Kontrol TD : Lanjutkan pengobatan captopril ( dari poli klinik )

3. PROSEDUR ANASTESI

Operasi dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2014 pukul ....... s/d ....WIB

Anestesi Umum :

Posisi : terlentang

Teknis Anestesi : ETT No. 7,0

Anestesi dengan :

Induksi : IV

Maintenance : O2 3 L, N2O 3 L v0l % dan sevoflurene 2%

Respirasi : Assist dan Spontan

Rencana Medikasi dan pelaksanaan pada kasus : fentanyl 30 mg, propofol 100 mg, roculax 30 mg

Pemberian Cairan Perioperatif : RL 900 ml

5

Page 6: Lapkas anestesi.docx

Perhitungan Cairan

• Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 47kg 50 kg)

10 kg pertama : 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc

10 kg kedua : 10 x 2 cc/kg/jam = 20 cc

30 kg sisanya : 30 x 1cc/kg/jam = 30 cc

Pasien puasa 8 jam preoperative : 8 x 100 cc/jam = 800 cc

• Kebutuhan resusitasi intraoperatif

Pembedahan kecil : 0-2cc/kgBB

2x50 = 100 cc

Total pemberian cairan : 800 + 100 = 900cc

STEP BY STEP TINDAKAN ANASTESI

1. Pasien di baringkan di meja operasi, dipasang monitoring tekanan darah dan saturasi.

2. Diberikan medikasi dengan mengunakan fentanyl 30 mg, propofol 100 mg, roculax

30 mg

3. Memberikan oksigenasi, dengan mengunakan O2 sebanyak 3 liter dan dengan

mengunakan N2O sebanyak 3 liter dan sevlofuran sebanyak 3 liter.

4. Setelah itu dilakukan pemeriksaan reflek bulu mata dengan cara menyentuh bulu mata

pasien, setelah reflek bulu mata sudah (-) . tunggu selama 3 menit sambil pasien di

berikan oksigenasi, N2O, sevoflurans.

5. Bila reflek bulu mata sudah (-) melakukan intubasi oral :

o ekstensikan kepala. Buka mulut pasien.

o Pegang laringoskope dengan tangan kiri , lengkungan skope menghadap ke

depan.

o Memasukan skope melalui sudut mulut sebelah kanan ,menggeser lidah

dengan laringoskope sambil di tarik ke depan.

o Identifikasi epiglottis, pita suara, trakea

o Masukan ett yang sudah diberi jelly ke lubang antara pita suara sampai balon

atau batas hitam melewati pita suara .

6

Page 7: Lapkas anestesi.docx

o Isi cuff / balon dengan udara secukupnya,hubungkan ett dengan mesin anastesi

o Periksa keadaan ett apakah sudah tepat , pompa bag sambil memeriksa suara

nafas di dada kiri dan kanan dengen stetoskope

o Bila suara nafas dada kanan dan kiri terdengar simetris serta dada kanan

terangkat simetris saat bag di pompa berarti ett sudah benar letaknya.

o Lakukan ventilasi dengan kebutuhan pasien ( 50 kg x10 liter /menit = 500 liter

permenit ) kalau balon nya berisi 2 liter berarti yang di pompa sebanyak

seperempat dari balon. Di pompa setiap 5 detik sekali. (60 menit: 12 x/menit =

5). Ketika awal di lakukan ventilasi yang cepat agar konsentrasi obat yang

masuk lebih banyak.

o Perkuat ett/ fiksasi dengan plester , pasang guedel supaya ett tidak tergigit jika

pasien mengalami kejang.

o Pompa bag di hentikan saat pasien sudah mengalami napas spontan.

4.PEMANTAUAN SELAMA ANASTESI

Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap

pemberian obat anastesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan jantung.

Kardiovaskuler : nadi setiap 15 menit

: tekanan darah setiap 15 menit

Respirasi : inspeksi pernapasan spontan pada pasien

: saturasi oksigen

PEMBAHASAN

7

Page 8: Lapkas anestesi.docx

Pada kasus seorang perempuan 75 tahun dilakukan operasi BE + skin graft oleh

karena BCC. Dilakukan anastesi umum dengan metode semi-closed intubation menggunakan

pipa endotrakeal nomor 7.

Anestesi umum (general anestesia) adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat

sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat

anestesia. Untuk mewujudkan trias anestesi berupa hipnotika, anestesia/analgesia, dan

relaksasi dapat diberikan obat anestesi tunggal maupun kombinasi.

Teknik anestesi umum dapat berupa :

- anestesi umum intravena

- anestesia umum inhalasi

- anestesi imbang (kombinasi anestesi intravena dan inhalasi).

Pada pasien ini dilakukan anestesi teknik inhalasi menggunakan pipa endotrakeal

metode nafas kendali. Metode ini cocok untuk dilakukan pada operasi yang berlangsung

lama, pada kasus ini memakan waktu 1 jam 30 menit.

Sebelum anestesi dilakukan, dilakukan evaluasi dan persiapan. Penilaian dan

persiapan pra anestesi dimulai dari anamnesis, yang meliputi riwayat penyakit sistemik yang

diderita, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh anestesi, riwayat pemakaian obat

yang telah maupun sedang digunakan, riwayat operasi terdahulu, kebiasaan merokok, dan

riwayat alergi. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi

nikotin yang mempengaruhi sistem kardiovaskular, tetapi pada pasien ini tidak terdapat

riwayat merokok.

Pada Pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan penyulit untuk dilakukan tindakan

intubasi seperti gigi goyang, terdapat masa di leher,malampati score 2.

Evaluasi Preoperatif

Dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi pre-operatif pasien geriatri

1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit

yang berhubungan dengan penuaan. Penyakit- penyakit biasa pada pasien

dengan usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap penanganan

anestesi dan memerlukan perawatan khusus serta diagnosis. Penyakit

8

Page 9: Lapkas anestesi.docx

kardiovaskuler dan diabetes umumnya sering ditemukan pada populasi

ini. Komplikasi pulmoner mempunyai insidens sebesar 5,5% dan

merupakan penyebab morbiditas ketiga tertinggi pada pasien usia lanjut yang

akan menjalani pembedahan non cardiac.4

2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik

dan pasien secara keseluruhan sebelum pembedahan

Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut meliputi :

1. Ikatan protein plasma.

Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah

albumin dan untuk obat-obat dasar adalah α1-acid glikoprotein. Kadar sirkulasi

albumin akan menurun sejalan dengan usia, sedangkan kadar α1-acid

glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap

efek obat tergantung pada protein tempat obat itu terikat, dan menyebabkan

perubahan fraksi obat yang tidak terikat. Hubungan ini kompleks, dan umumnya

perubahan kadar protein pengikat plasma bukanlah faktor redominan yang

menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan

usia.5

2. Perubahan komposisi tubuh

Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,

peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh

total dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan

konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan

lemak tubuh dapat menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan

potensial memanjangnya efek klinis obat yang diberikan. 5

3. Metabolisme obat

Gangguan hepar dan klirens ginjal dapat terjadi sesuai dengan penambahan

usia. Tergantung pada jalur degradasi, penurunan reversi hepar dan ginjal dapat

mempengaruhi profil farmakokinetik obat.5

4. Farmakodinamik.

Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin disebabkan

karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ ( farmakodinamik).

Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau

sensitivitas menentukan pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi pada

9

Page 10: Lapkas anestesi.docx

pasien usia lanjut. Umumnya, pasien berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap

obat anestesi. Jumlah obat yang diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang

diberikan bisa lebih lama. 5

Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena

adanya interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan.

Kompensasi yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis

berhubungan dengan proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan

dengan usia. Apapun penyebab efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia

lanjut biasanya memerlukan penurunan dosis pengobatan yang secukupnya

MANAGEMENT PASIEN HIPERTENSI DARI SUDUT PANDANG ANASTESI.

Pada kasus ini pasien mengalami hipertensi yang tidak terkontrol dan pasie menggunakan

obat hipertensi captopril ( golongan ACE Inhibitor) maka pemberian ACE inhibitor harus

dihentikan sementara mengingat dapat terjadi hipotensi saat operasi berlangsung.

Premedikasi pada pasien hipertensi

Premedikasi mengurangi kecemasan preoperasi dan sangat dibutuhkan pada pasien-

pasien hypertensi. Hipertensi preoperasi yang ringan sampai moderat sering membaik setelah

pemberian obat anxiolitik, seperti midazolam.dari buku morgan dikatakan, beberapa klinisi

menghentikan sementara ACE inhibitor oleh karena adanya peningkatan insiden hipotensi

intraoperasi. Agonis α2-adrenergik pusat dapat bermanfaat sebagai ajuvan untuk premedikasi

pasien-pasien hipertensi,clonidine (0,2 mg) meningkatkan sedasi, mengurangi pemberian

obat anestesi intraoperatif, dan mengurangi hipertensi perioperatif.

Manajemen intraoperasi pada pasien hipertensi

Tujuan

Rencana anestesi menyeluruh untuk pasien hipertensi adalah memelihara satu batas tekanan

darah yang stabil. Pasien-pasien dengan hipertensi borderline bisa diperlakukan sebagai

pasien normotensif. Mereka yang sudah lama hipertensi atau kurang terkontrol,

bagaimanapun, telah terjadi perubahan autoregulasi aliran darah serebral; sehingga tekanan

darah rata-rata (mean lood pressure) yang lebih tinggi dibanding normal diperlukan untuk

memelihara aliran darah serebral yang cukup. Karena kebanyakan pasien-pasien dengan

hipertensi lama diasumsikan memiliki CAD dan hipertropi jantung, peningkatan tekanan

darah berlebihan tidak diharapkan. Hipertensi, terutama yang disertai takikardia, dapat

10

Page 11: Lapkas anestesi.docx

memicu atau memperburuk iskemia miokardium, disfungsi ventrikel, atau kedua-duanya.

Tekanan darah arteri biasanya dijaga supaya berada di kisaran 10–20% dari ukuran

preoperatif. Jika hipertensi (>180/120 mmHg) didapatkan preoperasi, tekanan darah arteri

harus dipertahankan pada normal tinggi (150–140/90–80 mm Hg).

Monitoring

Kebanyakan pasien hipertensi tidak memerlukan monitor khusus intraoperasi.

Monitoring langsung tekanan darah intraarterial (direct intraarterial pressure monitoring)

perlu dilakukan untuk pasien-pasien dengan perubahan tekanan darah yang lebar dan bagi

mereka yang dilakukan prosedur operasi besar sehubungan dengan perubahan yang cepat dan

bermakna pada preload dan afterload jantung. Monitoring Electrokardiografi terfokus pada

deteksi tanda-tanda iskemia. Pengeluaran urin perlu dimonitor ketat dengan kateter urin yang

terus terpasang pada pasien-pasien gagal ginjal yang sedang mengalami prosedur operasi

lebih dari 2 jam.

Salah satu dari beberapa teknik yang bisa digunakan sebelum intubasi untuk menipiskan

respon hypertensi:

Memperdalam anestesia dengan volatil yang kuat selama 5–10 min.

memberikan opioid secara bolus (fentanyl, 2,5–5 μg/kg; alfentanil, 15–25 μg/kg; sufentanil, 0,25–0,5 μg/kg; atau remifentanil, 0,5–1 μg/kg).

Memberikan lidokain, 1,5 mg/kg intravena atau intratrachea.

Memblokade β-adrenergik dengan esmolol, 0.3–1.5 mg/kg; propranolol, 1–3 mg; atau labetalol, 5–20 mg.

Pemilihan obat anastesi pada pasien hipertensi Obat induksi

Keunggulan suatu obat hipertensi atau teknik dibanding yang lain belum jelas. Bahkan setelah anestesia regional, pasien-pasien hipertensi sering mengalami penurunan tensi yang besar dibanding pasien-pasien normotensi. Propofol, bariturat, benzodiazepin, dan etomidate mempunyai keamanan yang sama untuk induksi anestesi umum pada kebanyakan pasien hypertensi.

Obat maintenance Anestesia bisa dilanjutkan dengan aman dengan volatil (dengan atau tanpa nitro

oxida), teknik balance (opioid + nitro oxida + pelemas otot), atau teknik intravena secara total. Tanpa memperlihatkan teknik pemeliharaan yang digunakan, penambahan volatil atau vasodilator intravena umumnya membuat kendali tekanan darah intraoperasi lebih memuaskan. Vasodilasi dan depresi miokardium yang relatif cepat dan refersibel oleh volatil

11

Page 12: Lapkas anestesi.docx

menyebabkan pemberian obat dilakukan secara titrasi sehingga efeknya dapat menghambat tekanan darah arteri. Beberapa klinisi percaya bahwa opioid, sufentanil paling kuat dalam mensupresi sistem otonom dan mengendalikan tekanan darah.

Relaxan muscleKecuali pancuronium yang diberikan secara bolus dalam jumlah besar, setiap pelemas

otot (disebut juga neuromuscular blocking agent) dapat digunakan secara rutin. Pancuronium menyebabkan blokade vagal dan pelepasan katekolamin oleh syaraf sehingga dapat menimbulkan hipertensi pada pasien-pasien yang kurang terkontrol tekanan darahnya. Ketika pancuronium diberi pelan-pelan dengan peningkatan dosis kecil, peningkatan bermakna pada denyut jantung dan tekanan darah mungkin lebih sedikit. Selain itu, pancuronium bermanfaat dalam mengurangi tonus vagal yang meningkat akibat pemberian opioid atau manipulasi pembedahan.

Tabel 20–7. Obat Parenteral untuk Pengobatan Cepat Hipertensi

Obat Dosis Onset Durasi

Nitroprusside 0.5–10 g/kg/min 30–60 1–5 min

Nitroglycerin 0.5–10 g/kg/min 1 min 3–5 min

Esmolol 0.5 mg/kg lebih dari 1 min; 50–300 g/kg/min 1 min 12–20 min

Labetalol 5–20 mg 1–2 min 4–8 jam

Propranolol 1–3 mg 1–2 min 4–6 jam

Trimethaphan 1–6 mg/min 1–3 min 10–30 min

Phentolamine 1–5 mg 1–10 min 20–40 min

Diazoxide 1–3 mg/kg perlahan 2–10 min 4–6 jam

Hydralazine 5–20 mg 5–20 min 4–8 jam

Nifedipine (sublingual) 10 mg 5–10 min 4 jam

Methyldopa 250–1000 mg 2–3 jam 6–12 jam

Nicardipine 0.25–0.5 mg 1–5 min 3–4 jam

5–15 mg/h

Enalaprilat 0.625–1.25 mg 6–15 min 4–6 jam

Fenoldopam 0.1–1.6 mg/kg/min 5 min 5 min

Manajemen post operasi pasien hipertensi

Monitoring ketat tekanan darah harus dilanjutkan di ruang pemulihan dan periode

awal sesudah operasi. Pada iskemia miokardium dan gagal jantung kongestif, dengan

12

Page 13: Lapkas anestesi.docx

peningkatan tekanan darah yang menetap dapat berperan untuk pembentukan hematoma dan

pecahnya pembuluh darah pada tempat jahitan.

Hipertensi pada periode penyembuhan sering disebabkan banyak faktor dan diperkuat

oleh kelainan pernapasan, nyeri, kelebihan volume cairan, atau distensi kandung kencing.

Penyebab yang menyokong harus dikoreksi dan obat antihipertensi parenteral diberikan jika

perlu. Labetalol intravena terutama bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah tinggi

dan takikardia, sedangkan nicardipine bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah pada

kondisi denyut jantung yang lambat, terutama jika dicurigai iskemia myokard atau terdapat

bronkospasme. Ketika pasien mulai boleh makan per oral, pengobatan yang diberikan

sebelum operasi harus dimulai kembali.

Fungsi Ginjal pada Geriatri

Aliran darah ginjal dan massa ginjal dan laju filtrasi glomerulus dan bersihan

kreatinin menurun. Gangguan penanganan natrium, kemampuan konsentrasi, dan kapasitas

pengenceran memberi kecenderungan pasien usia lanjut untuk mengalami dehidrasi atau

overload cairan.

Fungsi ginjal menurun, mempengaruhi kemampuan ginjal untuk mengekskresikan

obat. Penurunan kemampuan ginjal untuk menangani air dan elektrolit membuat

penatalaksanaan cairan yang tepat menjadi lebih sulit; pasien usia tua lebih cenderung untuk

mengalami hipokalemia dan hiperkalmeia. Hal ini diperparah oleh penggunaan diuretik yang

sering pada populasi usia lanjut.

Pada kasus diberikan terapi cairan yang sudah dihitung sesuai dengan kebutuhan

pasien mengingat pada pasien geriatri lebih banyak mengalami gangguan elektrolit.cairan

yang diberikan sebanyak 900ml.

Sistem Respirasi pada geriatri

Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,

kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan

perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas

vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit

dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat

terjadi gagal nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang,

13

Page 14: Lapkas anestesi.docx

refleks laring dan faring juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan

kemungkinan aspirasi isi lambung lebih besar .

Pencegahan terjadinya hipoksia perioperatif meliputi, periode preoksigenasi yang

lebih panjang, pemberian konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi selama anastesi,

kenaikan kecil pada tekanan positive end expiratory dan toilet pulmoner yang agresif.

Aspirasi pneumonia adalah komplikasi yang umum dan berpotensial untuk membahayakan

nyawa. Predisposisi dari terjadi nya aspirasi pneumonia adalah adanya penurunan protektic

laryngeal reflek yang terjadi seiring dengan penuaan.

Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk

melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, diantaranya:Meredakan kecemasan

dan ketakutan, Memperlancar induksi anesthesia, Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan

bronkus, Meminimalkan jumlah obat anestetik, Mengurangi mual-muntah pasca bedah,

Menciptakan amnesia, Mengurangi isi cairan lambung, dan Mengurangi reflek yang

membahayakan.

Dalam kasus ini, diberikan ondansentron 4 mg IV .Ondansetron ialah suatu antagonis

5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah karena pada pasien geriatri

Ph lambung cenderung meningkat dan pengosongan lambung memanjang.

Medikasi pada kasus

Pada pasien ini digunakan obat-obat:

Anestesi IV : Propofol 100mg

Muscle relaksan :Roculax 30 mg

Analgetik : Fentanyl 30 mg

Anti muscle relaksan : Neostigmin

Anti kolinergik : Sulfas Atrophine 0,25 mg

O2 : 3 liter/menit

Volatil : sefovlurane 2% dan N2O 3 liter/menit

Nama obat Dosis Onset of Action Duration of Action

Propofol 2-2,5mg/kgBB 1-1,5menit 30-45 menit

14

Page 15: Lapkas anestesi.docx

Rocuronium 0,6-1mg/kgBB 30 detik 5-10 menit

Fentanyl 2-50ug/kgBB 2 menit 45 menit-2jam

Neostigmin 0,04-0,08mg/kgBB < 3 menit 40-60 menit

Sulfas atropin 0,01-0,02mg/kgBB 45-60 detik 1-2 jam

Anestesi intravena- Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan

lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi

pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada

pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol

dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam

etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat

obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik

dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).

a. Mekanisme kerja

Diduga efek sedatif hipnotik melalui interaksi dengan reseptor GABA – A (Gamma

Amino Butired Acid), neurotransmitter inhibitori utama pada sistem saraf pusat.

b. Farmakokinetik

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,

eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh

propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh

lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi

cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif

singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni

tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

c. Farmakodinamik

15

Page 16: Lapkas anestesi.docx

Pada sistem saraf pusat, dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam

dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada

pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.

Pada sistem kardiovaskular, dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh

darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi,

pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.

Sistem pernafasan, dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam

beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian

diprivan

d. Dosis dan penggunaan

o Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

o Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infuse

o Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 – 150 µg/kg/min IV (titrate to

effect). Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau

apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

o Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang

minimal0,2%.

e. Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa

muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan

dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2

menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara

I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien

setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga

pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti

hiperlipidemia dan pankreatitis.

Muscle relaxan- Recuronium

16

Page 17: Lapkas anestesi.docx

Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau

untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu

operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh.

Relaksasi otot skeletal dapat terjadi dengan anestesi inhalasi yang dalam, blok syaraf

regional atau dengan obat yang memblok pertemuan neuromuskular. Golongan obat yang

disebut terakhir ini sering disebut sebagai obat pelumpuh otot, dimana obat ini dapat

menimbulkan paralisis dari otot skeletal tanpa menyebabkan amnesia, tidak sadar dan juga

tidak menimbulkan analgesi.

Berdasarkan mekanisme kerja obat pelumpuh otot pada pertemuan neuromuskular,

obat ini dapat digolongkan dalam dua golongan. Golongan obat yang menimbulkan

depolarisasi, secara fisik menyerupai asetilkolin (ACh) sehingga akan terikat pada reseptor

ACh dan menimbulkan potensial aksi dari otot skeletal karena terbukanya kanal natrium.

Obat golongan non-depolarisasi juga terikat pada reseptor ACh namun tidak

menyebabkan terbukanya kanal natrium sehingga tidak terjadi kontraksi otot skeletal, karena

tidak timbul potensial aksi pada lempeng akhir motorik.

Analgetik –Fentanyl

Fentanil adalah sebuah analgesik opioid yang potent. Nama kimiawinya adalah N-

Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl) propanamide. Fentanil terutama bekerja sebagai

agonis reseptor μ. Seperti Morfin, Fentanil menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, depresi

nafas dan efek sental lain. Efek analgesia Fentanil serupa dengan efek analgesik Morfin. Efek

analgesic Fentanil mulai timbul 15 menit setelah pemberian per oral dan mencapai puncak

dalam 2 jam. Efek analgesik timbul lebih cepat setelah pemberian subkutan atau

17

Page 18: Lapkas anestesi.docx

intramuskulus yaitu dalam 10 menit, mencapai puncak dalam waktu 1 jam dan masa kerjanya

3-5 jam. Efektivitas Fentanil 75-100 μg parenteral kurang lebih sama dengan Morfin 10 mg.

Karena bioavaibilitas oral 40-60 % maka efektifitas sebagai analgesik bila diberikan peroral

setengahnya dari bila diberikan parenteral

Anestesi inhalasi (Volatil)-Isoflurane 2% dan N2O 2liter/menit

Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah

menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia

dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya

mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.

Nitrous oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen pemelihara

anestesi umum. Penggunaan nitrous oksida bersama dengan oksigen atau udara. Efek anestesi

nitrous oksida menurun bila digunakan secara tunggal, sehingga perlu pula penambahan agen

anstetik lainnya dengan dosis rendah. Nitrous oksida memiliki efek analgetik yang baik.

Penggunaan campuran nitrous oksida dengan oksigen 50:50 v/v disebut entonox, yang

digunakan sebagai analgesi daripada anestesi.

Sevofluran memiliki nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil eter, merupakan

agen anestesi inhalasi berbagu manis, tidak mudah meledak, yang merupakan hasil fluorinasi

metil isopropil eter. Sevofluran memiliki titik didih 58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%.

Penggunaan sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat sangat

cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif rendah

Terapi cairan perioperatif

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-

batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)

secara intravena.

Terapi cairan perioperatif berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum

dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti

perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

Terapi rumatan (kebutuhan cairan rutin)

18

Page 19: Lapkas anestesi.docx

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang

dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-

2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan

urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau

dikenal dengan insensible water losses.

Estimasi kebutuhan cairan yang dibutuhkan yakni :

10 kg pertama 4ml/KgBB/ jam

10 kg kedua 2ml/KgBB/ jam

Sisa berat badan berikutnya 1ml/KgBB/ jam

Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh

atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Pada

pembedahan, tergantung dari besar kecilnya pembedahan/ derajat trauma jaringan :

Derajat ringan (cth :herniorafi) 0-2 ml/KgBB

Derajat ringan (cth : kolesistektomi) 2-4 ml/KgBB

Derajat ringan (cth : reseksi usus) 4-8 ml/KgBB

 

Penanganan Nyeri Akut Post Operatif

Penelitian klinis dan eksperimen mendukung adanya penurunan persepsi sakit sejalan

dengan bertambahnya usia. Tetapi, tetap belum jelas apakah perubahan yang terjadi

disebabkaan karena proses penuaan atau akibat dari efek penuaan lainnya, seperti

adanya penyakit comorbid (penyerta).

19

Page 20: Lapkas anestesi.docx

1. Beberapa prinsip umum harus diingat saat menangani pasien usia lanjut yang

rentan : Penting untuk mencoba membandingkan berbagai jenis analgetik, seperti

analgetik yang diberikan intravena, dan blok saraf regional, untuk meningkatkan

analgesia dan menurunkan toksisitas narkotik. Prinsip ini terutama pada pasien

berusia lanjut yang rentan, dengan toleransi yang buruk terhadap nar kotik

sistemik.

2. Penggunaan analgetik dengan daerah kerja spesifik akan sangat membantu,

seperti pada ekstremitas atas untuk blok saraf lokal.

3. Bila mungkin digunakan obat anti inflamasi untuk memisahkan narkotik,

analgetik, dan menurunkan mediator inflamasi. Kecuali terdapat kontra indikasi,

atau kecenderungan terjadi hemostasis atau ulserasi peptikum, maka obat anti

inflamasi non steroid harus diberikan. Penanganan nyeri post operatif dengan opioid

dapat digunakan setelah dosisnya disesuaikan dengan usia.2

20

Page 21: Lapkas anestesi.docx

Daftar Pustaka

1. Morgan, Edward; Mikhail, Maged; Murray, Michael. Clinical Anesthesiology. 2007.

McGraw Hill: USA

2. Latief, Said A. Dkk Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta, 2007.

3. Robinson, Neville. How to survive in anaesthesia. BMJ Books.

4. General anesthesia available at www.emedicine.com

5. Soerasdi, Erasmus. Obat-obat anestesia.Bandung. 2010

21