referat anestesi.docx
-
Upload
ratih-siyoto -
Category
Documents
-
view
154 -
download
27
description
Transcript of referat anestesi.docx
BAB 1. PENDAHULUAN
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang
sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesi. Dokter spesialis anestesiologi
seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat
menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar.
Kadang-kadang dokter spesialis anestesiologi mempunyai waktu yang terbatas
untuk menyiapan pasien, sehingga persiapan kurang sempurna. Penundaan jadwal
operasi akan merugikan semua pihak, terutama pasien dan keluarganya. Tujuan
utama kunjungan pra anesthesia adalah untuk mengurangi angka kesakitan
operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan.
Penilaian preoperatif ini juga sangat penting mengingat bahwa terjadinya
suatu kasus salah identitas dan salah operasi bukan merupakan suatu cerita untuk
menakut-nakuti atau dibuat-buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia.
Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang
identitas yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis
bagian tubuh yang akan di operasi.
Penilaian pre-operatif digunakan untuk membangun hubungan antara
pasien dan dokter. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting dalam menilai status
kesehatan dan status bedah pasien, terutama pada penyakit sistemik berat dan
adanya risiko morbiditas selama operasi. Pada kasus-kasus elektif, status
kesehatan pasien harus dioptimalkan dahulu untuk meminimalkan resiko
morbiditas selama operasi. Pasien sebaiknya diberikan pengarahan dan penjelasan
mengenai prosedur dan resiko operasi, dan setiap pertanyaan yang diajukan pasien
harus dijawab sehingga ketakutan dan kecemasan pasien dapat dikurangi,
tujuannya adalah untuk memberikan informasi yang benar untuk menjamin
ketepatan terapi. Jika diperlukan, medikasi pre operatif dapat diberikan.
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penilaian Pre-Operasi
Penting untuk memiliki suatu penilaian terhadap pasien selama pre-
operatif. Oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu skema penilaian pre operatif
sehingga semua hal penting dapat tercakup di dalamnya. Adapun daftar penilaian
pre-anestesi adalah meliputi:
Riwayat :
o Penyakit–penyakit penyerta
o Pengobatan
o Toleransi latihan
o Masalah terhadap anestesi sebelumnya, atau riwayat masalah dalam
keluarga
o Alergi
Penilaian:
o Berat badaan
o Tekanan darah
o Kesehatan gigi
o Penilaian terhadap kemungkinan kesulitan jalan napas, klasifikasi
Malampati
o Sistem lain yang terkait
Informasi yang lain :
o Hasil wawancara yang sesuai
o Pendapat para ahli, jurnal
o Penggolongan ASA
o Informasi yang didapat dari pasien
o Kelainan keadaan mulut
o Premedikasi
2
o Profilaksis
o Pemberitahuan ke ICU/ HDU jika diperlukan
2.2 Riwayat
Riwayat dan laporan catatan medis bertujuan untuk mendapatkan
informasi sebagai berikut :
a. Kondisi Operasi (bedah)
Informasi tentang kondisi operasi dan alasan operasi penting untuk
mendapatkan pemahaman tentang hal-hal yang terjadi selama operasi dan
lamanya operasi, khususnya mengenai kehilangan darah dan cairan tubuh, jenis
pembedahan dan kebutuhan analgesik selama dan setelah operasi. Jika operasi
yang dilakukan adalah emergensi atau urgent, pasien dapat tidak dipuasakan.
Monitoring cairan dan respon resusitasi juga diperlukan.
b. Penyakit – Penyakit Penyerta
Pendekatan sistemik hendaknya disertakan dalam membuat penilaian
penyakit – penyakit penyerta. Hal ini penting untuk mengevaluasi apakah
penyakit terkontrol dan apakah ada perkembangan terbaru dari keparahan
penyakit ataupun pengobatan yang dijalani. Penting juga untuk mengetahui
apakah ada penanganan khusus atau diperlukan pengelolaan lebih lanjut dalam
penilaian secara keseluruhan. Penanganan khusus ini tidak hanya digunakan untuk
menentukan status kesehatan terkait anestesi, tetapi untuk mengetahui keparahan
penyakit dan meyakinkan apakah ada hal lain yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan kondisi pasien.
Penyakit jantung iskemik, asma, PPOK, hipertensi dan diabtes mellitus
seringkali dijumpai pada pasien yang akan dioperasi dan berhubungan dengan
peningkatan resiko perioperatif.
c. Toleransi Latihan
Dihitung dengan menentukan tingkat aktivitas maksimal yang dapat
dilakukan oleh pasien dan dapat digunakan untuk memperkirakan hasil akhir
secara keseluruhan. Toleransi latihan dipengaruhi oleh umur, tetapi memberikan
manfaat yang positif pada sistem kardio - respirasi. Penilaian mungkin sulit
3
dilakukan apabila aktivitas terhambat oleh artritis. Pasien dengan
hambatan/keterbatasan sedang dalam latihan (harus dihentikan karena adanya
gangguan pernapasan atau angina yang dapat terjadi setelah berjalan cepat sejauh
100 yard atau menaiki tangga 2 tingkat/lantai) diperlukan penanganan lebih lanjut
dan penilaian untuk terapi yang tepat. Hambatan/keterbatasan berat dalam latihan
(kesulitan bernapas pada aktivitas minimal seperti berjalan jarak dekat, tidak dapat
menaiki tangga lantai tanpa berhenti) dibutuhkan monitor invasif selama operasi
dan perawatan di HDU/ICU setelah operasi.
Tabel 1. Beberapa kondisi medis dan risikonya
4
2.3 Medikasi
Pengetahuan tentang dosis yang tepat, saat pemberian dan tipe pengobatan
sangat penting. Khususnya penting untuk mengetahui kerja obat - obat pada:
- Sistem kardiovaskular (antihipertensi, antiangina, antiaritmia)
- Sistem pembekuan darah ( antikoagulan)
- Sistem endokrin (obat antidiabetik, steroid)
- Sistem neurologis (antidepresan, antikonvulsan)
- Tonus bronkomotorik
Beberapa pengobatan harus dihentikan (antikoagulan) atau dimodifikasi
dosisnya (insulin). Akan tetapi, sebagian besar obat harus dilanjutkan selama
operasi (antihipertensi, antiangina), dan sesegera mungkin dievaluasi setelahnya.
2.4 Masalah–Masalah Terkait Anestesi
Masalah pada anestesi sebelumnya harus dipastikan dari rekam medis
sebelumnya dan dari anamnesis langsung. Hal–hal berikut ini akan mempengaruhi
manajemen perioperatif:
- Masalah pada manajemen airway – misalnya kesulitan laringoskopi dan intubasi
sebelumnya
- Respon terhadap pengontrolan nyeri dan efek opioid
- Mual muntah perioperatif dan responnya terhadap pengobatan
- Penyembuhan memanjang
- Perawatan di ICU
-Komplikasi atau reaksi obat yang tidak diharapkan lainnya, seperti hipertermi
maligna, apneu dan anafilaksis karena suksinilkolin.
2.5 Alergi / Reaksi Obat
Alergi atau reaksi hipersensitifitas lebih jarang ditemukan dibanding
dengan reaksi nonalergik yaitu perasaan tidak menyenangkan. Cara
pencegahannya adalah dengan mengajukan pertanyaan–pertanyaan spesifik.
Manifestasi di kulit (urtikaria), bronkospasme, kolaps kardiovaskular dan/atau
5
oedem angioneurotik harus dianggap sebagai reaksi alergi selama belum terbukti
sebaliknya. Selain alergi karena agen anestesi, alergi terhadap antibiotik, plester,
lateks, semprotan dan makanan harus diketahui. Hal itu akan mempengaruhi
pemilihan teknik anestesi. Alergi terhadap lateks lebih sering ditemukan. Tanda–
tandanya antara lain riwayat reaksi alergi setelah kontak dengan produk karet
termasuk kondom, kateter urine atau sarung tangan operasi.
Tabel 2. Alergi dan pengaruhnya terhadap anestesi
Dermatitis kontak karena lateks sering terjadi dan tidak terlalu
berhubungan dengan anafilatik karena lateks. Sebagian besar produk bebas dari
lateks (kecuali sarung tangan non steril dan sarung tangan bedah).
2.6 Riwayat Sosial
Riwayat kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, dan penyalahgunaan
obat-obat tertentu merupakan hal yang penting untuk diketahui. Pada seorang
perokok, adanya riwayat batuk produktif mengindikasikan evaluasi dan
penatalaksanaan lebih lanjut. Berhenti merokok meskipun hanya sampai 12 jam
secara signifikan mengurangi jumlah karboksihemoglobin dalam darah dan
meningkatkan transport oksigen ke jaringan. Efek menguntungkan pada
reaktivitas dan sekresi pada jalan nafas tidak tampak sampai 4 minggu berhenti
merokok. Intoksikasi alkohol akut menurunkan kebutuhan agen anestesi serta
dapat menyebabkan hipotermia dan hipoglikemia. Penghentian alkohol dapat
menyebabkan agitasi, konfusi, hipertensi, palpitasi, dan seizure. Penyalahgunaan
6
suatu bahan stimulan dapat menyebabkan aritmia dan konvulsi. Stimulan yang
digunakan, dapat meningkatkan kebutuhan agen anestesi (meningkat pada MAC).
Penyalahgunaan opioid meningkatkan dosis perioperatif agen yang digunakan.
2.7 Penilaian Fisik
Semua pasien sebaiknya ditimbang untuk mengetahui berat badan, kepala,
leher, dan jalan nafas. Penilaian jalan nafas sangat penting pada pasien yang akan
dianestesi. Adanya deformitas, derajat pembukaan mulut, keterbatasan pergerakan
vertebra cervical, deviasi trachea, lesi pada rongga mulut atau pada leher dapat
memberikan dampak. Ukuran mandibula seharusnya diperhatikan dengan
pengukuran jarak thyromental (jarak antara batas bawah mandibula sampai
penonjolan tyroid pada leher yang ekstensi sempurna). Jika jarak ini kurang dari
6,5 cm, biasanya laringoskop sulit dipasang. Tes lain yang digunakan untuk
memperkirakan sulit tidaknya laringoskopi dan intubasi trachea adalah dengan
klasifikasi Mallampati. Penilaian dilakukan dengan posisi pasien duduk dan posisi
kepala netral. Pertama, pasien diminta untuk membuka mulutnya selebar
mungkin, menjulurkan lidahnya, dan mengucapkan ‘aah’. Penilaian dilakukan
dengan memperhatikan struktur pada rongga mulut. Laringoskopi sulit dilakukan
pada klasifikasi kelas 3 dan 4.
7
Tabel 3. Kondisi yang berhubungan dengan kesulitan pada manajemenjalan nafas
8
a) Dada dan Prekordium
Pemeriksaan fisik untuk jantung dan paru sebaiknya dilakukankan sesuai
kondisi klinis. Pada semua pasien, seluruh lapang paru sebaiknya diauskultasi
untuk membuktikan sistem respirasi yang normal.
Tabel 4. Klasifikasi Mallampati
b) Abdomen
Pada distensi abdomen sebaiknya diperhatikan adanya tanda-tanda
peningkatan risiko dari regurgitasi dan aspirasi paru.
c) Neurologi
Perubahan pada tingkat kesadaran sebaiknya diperhatikan. Serta adanya
bukti lain dari masalah neurologis (misalnya hemiparesis atau neuropati)
sebaiknya diperhatikan. Ini mungkin berguna bila gejala neurologi dilaporkan
sesudah general atau regional anestesi.
d) Tulang Belakang
Infeksi pada kulit merupakan kontra indikasi injeksi spinal atau epidural.
Kelainan spinal lain juga dapat menimbulkan kesulitan dalam melakukan tindakan
ini dan potensial untuk cedera neurologis (merupakan kontra indikasi relatif).
e) Ekstremitas
Lengan atas merupakan lokasi yang tepat untuk kanulasi vena. Bila
direncanakan penggunaan blok lokal, petunjuk anatomi harus diperiksa dan
adanya infeksi kulit harus diperhatikan sebagai kontra indikasi dari blok anestesi
lokal.
9
2.8 Investigasi
Penilaian laboratorium pre-operatif rutin seharusnya disesuaikan dengan
kondisi pasien secara individual. The National Institute for Clinical Excellence
telah membuat panduan dan banyak rumah sakit memiliki versi sendiri.
1. Hemoglobin
Pasien sehat yang akan operasi elektif dengan dugaan kehilangan darah <
10% dari total volume darah tidak membutuhkan pemeriksaan hemoglobin.
Pemeriksaan hemoglobin dibutuhkan pada:
- Neonatus < 6 bulan
- Wanita > 50 tahun
- Pria > 65 tahun
- Penyakit sikcle cell atau Trait
- Keganasan
- Kelainan hematologi
- Kehilangan darah pre-operasi
- Trauma
- Malnutrisi
- Penyakit sistemik lain dan ASA 3 atau di atasnya
2. Urea dan Elektrolit
Bukan indikasi pada pasien sehat yang akan operasi elektif. Indikasi
pemeriksaan urea dan elektrolit adalah:
- Pasien > 65 tahun
- Penyakit ginjal
- Diabetes mellitus
- Hipertensi
- Iskemik atau penyakit jantung vaskuler
- Penyakit hati
- Pasien yang mendapat digoksin, diuretik, steroid, ACE inhibitor, dan
agen antiaritmia.
Koreksi cepat dari abnormalitas elektrolit pada pasien stabil dapat
menyebabkan masalah, seperti demielinasi pons sentral pada koreksi hiponatremi
10
dan terjadinya aritmia pada koreksi hipokalemi. Bila mungkin, operasi sebaiknya
ditunda dan dilakukan koreksi abnormalitas lain secara perlahan (lebih dari 2-3
hari untuk hiponatremi).
3. Pelajaran Bekuan Darah
Indikasi:
- Kelainan perdarahan yang diketahui atau koagulopati
- Terapi antikoagulan
- Baru saja melakukan tranfusi darah > 20% dari volume darah total
- Baru saja mendapat infus koloid atau plasma pengganti lain > 20% dari
volume darah total (volume darah total kira-kira 70-80 ml/Kg BB)
- Memar yang tidak dapat dijelaskan
-Kehilangan darah yang tidak dapat dijelaskandan dan/atau pengurangan
hemoglobin
- Hipersplenisme
- Kelainan hati
- Gagal ginjal
4. Elektrokardiogram
Diindikasikan pada:
· Laki laki >40tahun
· Perempuan >50tahun
· Penyakit ginjal
· Diabetus mellitus
· Ketidakseimbangan elektrolit
· Aritmia
· Pasien dalam pengobatan antihipertensi,antiaritmia,atau antiangina
Perubahan EKG dalam tiga bulan terahir harus dipertimbangkan dengan
signifikan dan diperlukan investigasi lebih dalam.
5. Foto thorax
Diindikasikan pada:
· Penyakit thorax
· Penyakit kardiovaskuler dengan gerak yang terbatas
11
· Perokok kronis dengan tanda-tanda penyakit thorax
· Keganasan
Pada 3 bulan terahir, mayoritas kondisi diatas hasilnya memuaskan
walaupun ada perubahan pada tanda-tanda.
6. Investigasi lain
Mungkin diperlukan untuk memenuhi penilaian keadaan dari beberapa
penyakit, ketidak efektifan dari terapi, dan keadaan pasien yang berada pada
kondisi optimum atau kondisi yang penuh resiko. Investigasi ini terdiri dari:
· Tes fungsi paru
· Analisa Gas Darah (Penyakit paru dengan toleransi latihan yang terbatas)
· EKG (Penyakit jantung dengan indikasi yang terbatas)
· Monitoring EKG (Penyakit jantung koroner dengan angina)
· Enzim hepar (pecandu alkohol, penyakit hepar)
· Gula darah (diabetes mellitus)
· Fungsi endokrin (hipo, hipertyroid)
Beberapa investigasi juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis pre-operatif
untuk membandingkan perubahan intra operatif dan post operatif (sebagai contoh:
AGD).
2.9 Penilaian Risiko Anesthesia
Penilaian risiko berguna untuk:
· Melengkapi rekam medis
· Memaparkan informed consent
· Menyusun langkah-langkah tindakan
· Menyusun langkah-langkah yang sesuai untuk perawatan perioperatif
(monitoring invasif, HDU/ICU)
Kompleksitas keseluruhan dari kondisi klinis dapat diperkirakan dengan
status fisik menggunakan klasifikasi ASA. ASA IV atau lebih dan mayoritas ASA
III tidak layak pada kasus bedah, dan diperlukan monitoring yang intensif, serta
dibutuhkan perawatan intensif post operasi. ASA I dan V diperlukan penjelasan
12
khusus. Perbedaan antara ASA II dan III, dan ASA III dan IV tidak signifikan.
Beberapa contoh ASA II, III, IV:
· ASA II: Terapi hipertensi tanpa komplikasi
· ASA III: Penyakit jantung koroner dengan angina pada kondisi yang
layak
· ASA IV: Beberapa infark miokard dengan gagal jantung
Dilaporkan pada tahun 1999 oleh NCEPOD angka kematian 84% pada
pasien dengan ASA lebih dari III. Beberapa variasi penilaian yang lain telah
dijelaskan untuk memperkirakan resiko pada pasien dengan penyakit jantung,
pernafasan atau penyakit sistemik.
Tabel 5. Klasifikasi ASA
2.10 Informasi dan Persetujuan Pasien
Pasien mungkin mempunyai ketakutan, kecemasan atau kekhawatiran
yang berhubungan dengan pembedahan dan anestesi, berikut dibawah ini
penjelasan dan informasi yang harus diberikan. Penjelasan anestesi berkaitan
dengan anxietas, termasuk kematian, kewaspadaan dan atau rasa sakit selama
pembedahan, tidak bangun, nyeri postoperasi, kehilangan kontrol dan rasa mual
dan muntah. Cobalah untuk menggali kecemasan dan meyakinkan pasien.
Berikan penjelasan yang tidak terburu-buru.
Realistis tentang risiko, tapi tetap berusaha meyakinkan. Pasien mempunyai
hak untuk mengetahui tentang resiko pada umumnya (dengan kejadian lebih
13
dari 1%), dan resiko yang akan menyebabkan bahaya yang permanen atau
signifikan.
Jelaskan apa yang harus dilakukan untuk meminimalkan resiko.
Gambarkan apa yang harus diharapkan pasien (kanulasi, alat monitoring)
sebelum induksi anestesi dan pada pemulihan.
Diskusikan pilihan teknik anestesi (GA atau regional) dalam pandangan
pilihan pasien dan pengalaman sebelumnya.
Diskusikan alternatifnya apabila rencana yang dituju tidak bekerja (seperti
general anestesi apabila regional blok gagal).
Semua diskusi harus dikemukakan dengan cara yang sederhana, tidak
berjargon, atau tujuan pribadi. Banyaknya informasi yang diberikan pada pasien
akan tergantung pada kemauan pasien untuk mengetahui dan pengetahuan
sebelumnya.
Tabel 6. Komplikasi yang umumnya terjadi
14
2.11 Persiapan Preoperatif pada Pasien
Pada umumnya, untuk operasi elektif:
Untuk dewasa, tidak boleh makan 6 jam sebelum operasi. Pasien dapat
sarapan ringan pada pagi harinya apabila operasi direncanakan pada
malam hari.
Anak-anak dan bayi dapat makan makanan padat dan atau susu sampai 6
jam sebelum operasi.
Semua pasien diberikan cairan infus 2 jam sebelum pembedahan.
Bayi diperbolehkan untuk makan atau diberi makanan formula sampai 4
jam sebelum pembedahan.
Alasan puasa preoperatif adalah untuk meminimalkan volume lambung
dan berhubungan dengan risiko regurgitasi dan aspirasi paru sesudah induksi.
Selain puasa yang cukup, beberapa pasien mungkin tetap berisiko terhadap
regurgitasi dan aspirasi paru. Pasien ini mempunyai waktu pengosongan lambung
yang rendah atau penurunan tonus esofagus bagian bawah atau keduanya.
Profilaksis antasid harus diresepkan pada pasien ini dan intubasi trakhea harus
dilakukan menggunakan metode cepat bertahap. Pasien ini tidak cocok untuk
laryngeal mask airway. Pasien yang membutuhkan pembedahan emergensi sering
dalam keadaan perut penuh bahkan apabila mereka telah dipuasakan sejak saat ini.
Secara jelas, pasien dengan akut abdomen akan mempunyai lambung yang statis.
Lambung yang statis dapat disebabkan karena anxietas, nyeri dan analgesik
opioid.
2.12 Premedikasi
Premedikasi jarang dilakukan pada pasien dewasa, kecuali jika ada
indikasi spesifik, premedikasi mungkin dibutuhkan dengan tujuan:
Untuk mengurangi anxietas
Mengurangi rasa nyeri (apabila dibutuhkan) untuk pergerakan, posisi, dan
prosedur (kanulasi, anestesi regional) sebelum induksi anestesi.
Untuk indikasi spesifik, seperti profilaksis antasid, gliseril trinitrat patch.
15
Tabel 7. Faktor yang berhubungan dengan penurunan tonus esofagusbagian bawah
Tabel 8. Faktor yang meningkatkan rata-rata pengosongan lambung
16
Pada anak, sering diberikan premedikasi sedatif dan anestesi krim topical
lokal yang dioleskan pada kulit yang akan dilakukan kanulasi vena.
Benzodiazepin, opioid, dan antikolinergik merupakan anxiolitik tradisional.
A. Benzodiazepin
Temazepam 10-20 mg diberikan secara oral 1 – 2 jam sebelum
pembedahan menimbulkan sedasi dan amnesia tanpa pemanjangan efek sedasi
setelah operasi. Diazepam 5-10 mg diberikan secara oral 1 – 2 jam sebelum
prosedur sedasi operasi, tapi mungkin dapat diperpanjang setelah pembedahan.
Dalam ruang anestesi, midazolam intravena 1-3 mg memberikan efek amnesia dan
sedasi.
B. Opioid
Indikasi utama untuk opioid adalah untuk mengurangi nyeri preoperatif
(fraktur, akut abdomen). Morfin 5-10 mg i.m. 60-90 menit sebelum pembedahan
sebelum pembedahan dibutuhkan. Opioid sering dikombinasikan dengan anti
emetik (contohnya cyclizine 50mg).
C. Antikolinergik
Indikasi utama adalah untuk mengurangi sekresi mukus pada pasien
dewasa dan mencegah terjadinya bradikardi selama induksi pada anak-anak.
Glikopirolate dapat digunakan dengan dosis 0,2-0,4 mg i.v untuk dewasa dan 10-
20mg/kg pada anak-anak.
D. Profilaksis untuk Aspirasi Pneumonitis
Pada induksi anestesi, reflek batuk menghilang dan regurgitan dari
lambung dapat teraspirasi kedalam trakhea. Beratnya pneumonitis aspirasi
tergantung pada keasaman lambung dan volumenya. Pasien dengan risiko
diantaranya adalah wanita hamil, pasien dengan hernia hiatal, refluks
gastroesofagal, kesulitan jalan napas, ileus, dan obesitas. Obat-obatan dapat
digunakan untuk meminimalkan sekresi dan volume pengisian lambung.
E. Histamin (H2) antagonis dan inhibitor pompa proton
Ranitidin 150-300mg secara oral atau 50-100mg i.v./i.m. mengurangi
keasaman dan volume pengisian lambung. Inhibitor pompa proton seperti
omeperazol sebagai alternatif.
17
F. Antasid
Non particulate antasid, seperti sodium sitrat 30-60ml dapat diberikan
dengan segera sebelum induksi anestesi.
G. Prokinetik
Metoclopramide, sebagai anatagonis dopamin, dapat digunakan untuk
enhance pengosongan lambung dengan peningkatan simultan tonus spincter
esofagus bagian bawah. Pada sedikit kejadian, agen ini secara segnifikan dapat
mengurangi resiko regurgitasi.
18
BAB 3. KESIMPULAN
Persiapan pra bedah meliputi persiapan penderita, saran untuk pemberian
anesthesia dan kamar bedah. Persiapan penderita diawali dengan penilaian pra
bedah, perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin, persiapan psikologis dan
kapan pasien dipuasakan. Cara pemberian dan pemilihan obat premedikasi dan
induksi disesuaikan dengan usia dan kedaan psikologis pasien dan sifat serta
lokasi pembedahan. Dapat dipilih anestesi umum, regional atau kombinasi.
Selama peri-operatif dilakukan monitoring organ vital secara seksama dan
penyulit yang timbul harus segera ditanggulangi. Pasca bedah pasien dirawat di
ruang biasa atau di ruang intensif tergantung keadaan penderita. Penilaian pre-
operatif digunakan untuk membangun hubungan antara pasien dan dokter.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting dalam menilai status kesehatan dan
status bedah pasien, terutama pada penyakit sistemik berat dan adanya risiko
morbiditas selama operasi. Terutama pada kasus-kasus elektif, status kesehatan
pasien harus dioptimalkan dahulu untuk meminimalkan resiko morbiditas selama
operasi. Pasien sebaiknya diberikan pengarahan dan penjelasan mengenai
prosedur dan resiko operasi, dan setiap pertanyaan yang diajukan pasien harus
dijawab sehingga ketakutan dan kecemasan pasien dapat dikurangi, tujuannya
adalah untuk memberikan informasi yang benar untuk menjamin ketepatan terapi.
Jika diperlukan, medikasi pre operatif dapat diberikan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adipradja, K. 2006. Persiapan Sebelum Pembedahan dan Teknik Anestesi pada Pediatrik. Serial Online [4 Februari 2012]
Anonim. 2000. Dasar Anestesiologi. http//www.fkunmul.co.cc. Serial Online [4 Februari 2012]
Anonim. 2008. Natrium Chlorida (NaCl). Serial Online [2 Februari 2012]
Anonim. 2011. Referat Anestesiologi. Serial Online [3 Februari 2012]
Ardha, dkk. 2009. Penilaian Preoperatif. Serial Online [3 Februari 2012]
Latief, dkk. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Raimundus, A. 2009. Pengaruh Lidokain 1,5 mg/KgBB Intravena Terhadap Gejolak Kardiovaskuler pada Tindakan Laringoskopi dan Intubasi. Serial Online [3 Februari 2012]
Umar, N. 2010. Pemeriksaan Pra Bedah. http//www.fkusu.com. Serial Online [4 Februari 2012]
Wirjoatmodjo, K. 2000. Anesthesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Zuchradi, T. B. 1984. Cermin Dunia Kedokteran. Serial Online [4 Februari 2012]
20