Referat inhalasi
-
Upload
nia-sahra-labetubun -
Category
Documents
-
view
94 -
download
5
description
Transcript of Referat inhalasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk partikel
aerosol melalui saluran nafas, baik saluran nafas atas dan bawah. Saluran
nafas atas dimulai dari rongga hidung dengan sinus disekitarnya, laring,
faring, dan proksimal trakea, sedangkan saluran nafas bawah dimulai dari
bronkus, bronkioli sampai ke alveoli. Target sasaran ini termasuk mukosa
dan ujung reseptor neuron di dalamnya. (Pradjnaparamita, 2008).
Terapi inhalasi memegang peranan penting dalam pengobatan
penyakit respiratorius yang akut dan kronik. Terapi inhalasi dapat
menghantarkan obat ke paru-paru untuk segera bekerja. Penumpukan
mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran napas
dapat dikurangi secara cepat (Djojodibroto, 2009).
Obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini mengalami absorpsi
secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi
lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma
bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Keputusan untuk
menggunakan terapi inhalasi mungkin didasarkan pada gejala, temuan
fisik, dan hasil dari tes fungsi paru-paru (Supriyatno, 2010).
Jumlah obat yang perlu diberikan pada terapi inhalasi lebih sedikit
dibanding cara pemberian lainnya. Namun cara pemberian ini diperlukan
alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis,
dan sering mengiritasi epitel paru. (Pradjnaparamita, 2008).
Keuntungan terapi inhalasi adalah obat langsung menuju sasaran,
awitannya cepat, diperlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan
efek yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah, efek samping
obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah (Laube, 2014).
B. Rumusan Masalah
Dalam referat ini akan dibahas mengenai anatomi fisiologi saluran
nafas, definisi, manfaat, klasifikasi, indikasi, kontraindikasi, cara kerja,
cara pemakaian, dan efek samping terapi inhalasi.
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah sebagai kajian keilmuan
dan pemahaman materi tentang terapi inhalasi secara lebih mandalam
dalam rangka menunjang kegiatan praktek di lapangan.
D. Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran tentang tatalaksana
penyakit pada sistem pernafasan, khususnya terapi inhalasi.
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan
Gambar 1 : Anatomi saluran pernafasan
Gambar 2 : Saluran pernafasan bagian bawah
Gambar 3 : Percabangan bronkus
Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen
(O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon
dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh
karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi
ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke
parenkim paru.
Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang
berfungsi sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi
sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-
akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini
seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan “dead space”. Akan
tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan
kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang
termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus non respiratorius.
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang
sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris. Bila ditinjau
dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah
trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus
subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus
nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus
respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan
alveoli.
Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan
utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua, bronkus segmental
sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai percabangan
keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang
berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh
belas sampai ke sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus
respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua
yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris
adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi.
Secara rinci dapat dilihat pada gambar di atas.
B. Definisi Terapi Inhalasi
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk partikel
aerosol melalui saluran napas. Terapi inhalasi juga dapat diartikan sebagai
suatu pengobatan yang ditujukan untuk mengembalikan perubahan-
perubahan patofisiologi pertukaran gas sistem kardiopulmoner ke arah
yang normal, seperti dengan menggunakan respirator atau alat penghasil
aerosol.
C. Tujuan dan Sasaran Terapi Inhalasi
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan
absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka
penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang
membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping
sistemik yang ditimbulkannya.
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme,
mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta
mengatasi infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka
panjang untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat,
terutama penggunaan kortikosteroid.
D. Indikasi Terapi Inhalasi
Dalam penanganan masalah respirasi, terapi inhalasi dapat
berfungsi sebagai :
- diagnostik
- terapi.
Sebagai alat diagnostik inhalasi digunakan pada :
- uji bronkodilator dengan beta2 agonis
- uji provokasi bronkus dengan metakolin
- induksi sputum dengan NaCl 3 %.
Penggunaan terapi inhalasi dalam masalah respirasi biasanya
ditujukan untuk :
- bronkodilatasi
- mukolitik
- antiinflamasi mukosa bronkus
- antibiotik mukosa bronkus dan alveolus
- anastesi lokal bronkus untuk tindakan bronkoskopi
E. Kontraindikasi Terapi Inhalasi
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada
pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Terapi
1. Ukuran partikel. Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai
ke bronkus dan bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2
mikron dapat sampai le alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran
40 mikron hanya dapat sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak
digunakan pada terapi aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8
– 15 mikron.
2. Gravitasi (gaya berat). Semakin besar suatu partikel, maka akan
semakin cepat pula partikel tersebut menempel pada saluran
pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga tergantung pada viskositas
dari bahan pelarut yang dipakai.
3. Inersia. Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air
mempunyai massa yang lebih besar daripada molekul gas di dalam
saluran pernapasan. Partikel yang ada di bronkus lebih mudah
bertabrakan daripada partikel yang ada di saluran pernapasan yang
besar. Semakin kecil diameter saluran pernapasan, maka akan semakin
besar pula pengaruh dari inersia gas.
4. Aktivitas kinetik. Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil
dari 0,5 mikron. Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka
akan semakin besar kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol
dan akan semakin mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan
semakin mudah partikel tersebut bergabung.
5. Sifat-sifat alamiah dari partikel. Sifat-sifat alamiah dari partikel
ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan yang hipotonik akan mudah
kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol elektrik yang dihasilkan
oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar daripada mekanikal
nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-molekul akan
mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh.
6. Sifat-sifat dari pernapasan. Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang
berubah menjadi cairan ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi
pernapasan, kecepatan aliran inspirasi, dan apakah bernapas melalui
mulut atau hidung, dan juga memeriksa faal pernapasan pada
umumnya
G. Mekanisme Kerja Terapi Inhalasi
Obat dalam bentuk partikel aerosol yang dapat dibentuk dari cairan
( pada nebulizer ) atau partikel aerosol yang dimampatkan dengan gas
sebagai zat pembawa ( MDI = Meterred Doze Inhaler ) atau aerosol yang
berasal dari bubuk kering ( Dry Powder Inhalation = DPI ), akan mencapai
sasaran di saluran napas bersama proses respirasi sesuai dengan ukuran
partikel yang terbentuk dengan mekanisme hukum Brown yaitu impaksi,
sedimentasi dan difusi. Impaksi adalah membentur dan menempelnya
partikel obat pada mukosa bronkus yang terjadi karena pergerakan udara
melalui inspirasi dan ekspirasi, sedangkan sedimentasi adalah sampainya
partikel sampai pada mukosa bronkus karena mengikuti efek dari gravitasi.
Ukuran partikel berkisar antara 100 mikron sampai 0,01 mikron.
Penyebaran partikel obat akan tergantung kepada besaran mikronnya;
partikel dengan ukuran 5-10 mikron akan menempel pada orofaring, 2-5
mikron pada trakeobronkial sedangkan partikel <1 mikron akan keluar dari
saluran napas bersama proses ekspirasi (Gb.1).
H. Zat Pada Terapi Inhalasi
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya
adalah beta 2 simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol
(Venolin dan Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol (Tornalat),
isoetarin (Bronkosol); Steroid seperti beklometason (Ventide),
triamnisolon (Azmacort), flunisolid ( Aerobid); Antikolinergik seperti
atropin dan ipratropium (Atrovent); dan Antihistamin sebagai pencegahan
seperti natrium kromolin (Intal).
Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun
dengan inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal
yang lebih baik dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh
sistemiknya hampir tidak ada. Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah
merupakan cara yang paling optimal.
I. Macam Terapi Inhalasi
Sebagai obat berbentuk partikel dengan target sasaran di saluran
napas, terapi inhalasi obat dapat berupa:
- Metered Dose Inhaler ( MDI ) atau dapat disebut Inhalasi Dosis
Terukur (IDT)
MDI berbentuk tabung kecil yang digunakan dengan cara
disemprotkan. Diperlukan koordinasi antara semprot dan sedot bagi
penggunanya. Sulit dilakukan oleh anak-anak atau lanjut usia, atau mereka
yang mengalami gangguan neurologi. Dapat digunakan dengan alat bantu
berupa nebuhaler atau spacer; dengan alat bantu ini obat dapat dihirup
dengan lebih perlahan, sehingga lebih disukai pasien PPOK lanjut usia.
Pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik dapat digunakan
dengan konektor pada pipa inspirasi ( tergantung dengan jenis/merk
ventilator ).
Dalam keadaan tidak sesak napas berat MDI disemprotkan
bersamaan dengan inspirasi dalam, sangat diperlukan koordinasi yang baik
antara gerakan menyemprotkan obat dan inspirasi yang dalam.
Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan
cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis
obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat
disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan
yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon =
CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan
penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak
merusak lapisan ozon. Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga
di dalam tabung (kanister) tetap berbentuk cairan. Bila kanister ditekan,
aerosol disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik
dalam bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang).
Dengan teknik inhalasi yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di
mulut dan orofarings karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar,
10% tetap berada dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang
disemprotkan akan sampai ke dalam paru-paru.
Pada cara inhalasi ini diperlukan koordinasi antara penekanan
kanister dengan inspirasi napas. Untuk mendapatkan hasil optimal maka
pemakaian inhaler ini hendaklah dikerjakan sebagai berikut:
• terlebih dahulu kanister dikocok agar obat tetap homogen, lalu tutup
kanister dibuka
• inhaler dipegang tegak kemudian pasien melakukan ekspirasi maksimal
secara perlahan
• mulut kanister diletakkan diantara bibir, lalu bibir dirapatkan dan
dilakukan inspirasi perlahan sampai maksimal
• pada pertengahan inspirasi kanister ditekan agar obat keluar
• pasien menahan nafas 10 detik atau dengan menghitung 10 hitungan
pada inspirasi maksimal
• setelah 30 detik atau 1 menit prosedur yang sama diulang kembali
• setelah proses selesai, jangan lupa berkumur untuk mencegah efek
samping.
Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien
menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak diikuti
sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek samping yang
tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi beberapa kesalahan yang
sering dijumpai antara lain kurangnya koordinasi pada saat menekan
kanister dan saat menghisap, terlalu cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat
setelah inspirasi, tidak mengocok kanister sebelum digunakan, dan terbalik
pemakaiannya. Kesalahan-kesalahan di atas umumnya dilakukan oleh
anak yang lebih muda, manula, wanita, dan penderita dengan sosial
ekonomi dan pendidikan yang rendah..
MDI dengan spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator
dengan mulut sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi
berkurang dan akan dihasilkan partikel berukuran kecil yang berpenetrasi
ke saluran pernafasan perifer. Hal ini merupakan kelebihan dari
penggunaan spacer karena mengurangi pengendapan di orofaring. Spacer
ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10- 20
cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Untuk
bayi dianjurkan menggunakan spacer volume kecil (babyhaler) agar
aerosol yang dihasilkan lebih mampat sehingga lebih banyak obat akan
terinhalasi pada setiap inspirasi. Beberapa alat dilengkapi dengan katup
satu arah yang akan terbuka saat inhalasi dan akan menutup pada saat
ekshalasi misalnya Nebuhaler (Astra), Volumatic (A&H).
Pengendapan di orofaring akan berkurang yaitu sekitar 5% dosis
yang diberikan bila digunakan spacer dengan katup satu arah. Pada spacer
tanpa katup satu arah, pengendapan di orofaring sekitar 8-60% dosis.
Dengan penggunaan spacer, deposit pada paru akan meningkat menjadi
20% dibandingkan tanpa spacer. Penggunaan spacer ini sangat
menguntungkan pada anak karena pada anak koordinasinya belum baik.
Dengan bantuan spacer, koordinasi pada saat menekan kanister dengan
saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan tidak memerlukan
koordinasi. Apabila spacer ini tidak tersedia maka sebagai penggantinya
bisa digunakan spacer sederhana yang murah dan mudah dibuat yaitu dari
plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya untuk tempat aerosol. Cara ini
sudah terbukti bermanfaat hanya untuk bronkodilator dan belum
dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan steroid
Easyhaler
Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan
alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin stainless
steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200 dosis.
Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara menekan
puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder (metering cylindric)
pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi sejumlah obat
berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran udara ke arah
mouthpiece berbentuk corong dengan tujuan untuk mengoptimalkan
deposisi obat di saluran napas. Terdapat takaran dosis yang berguna untuk
memberi informasi kepada pasien mengenai sisa dosis obat. Pelindung
penutup berguna untuk mencegah kelembaban. Partikel obat yang halus
(<10 Ï) sulit untuk melayang jauh dan cenderung untuk menggumpal, oleh
karena itu zat aktif tersebut dicampur dengan sejumlah kecil laktosa yang
berperan sebagai pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa cukup
besar untuk deposit di saluran napas bawah sehingga diharapkan akan
jatuh di orofaring. Keadaan ini mempunyai keuntungan untuk
memberitahukan pada penderita bahwa obatnya benar terhisap dengan rasa
manis di mulut.
- Dry Powder Inhalation ( DPI )
DPI dapat lebih mudah digunakan, karena tidak memerlukan
koordinasi yang cepat antara semprot dan sedot. Tetapi pengguna obat
jenis ini memerlukan kekuatan otot pipi, sehingga sulit pada pasien geriatri
karena kekuatan otot pipinya sudah berkurang.
Inhaler yang memuat multiple dosis yaitu yang dikenal dengan
diskhaler (8 dosis) dan turbuhaler. Beberapa tahun terakhir ini
diperkenalkan diskus (di Inggris dikenal dengan accuhaler) yang memuat
60 dosis dan dapat dipergunakan untuk 1bulan terapi. Inhaler jenis ini
tidak mengandung propelan sehingga mempunyai kelebihan dari MDI.
Penggunaan obat serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi yang
cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini sulit dilakukan mengingat
inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga deposisi obat pada saluran
pernafasan berkurang. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat
serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi
dibandingkan dengan MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru
lebih tinggi dan lebih konstan dibandingkan MDI sehingga dianjurkan
diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer
sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku.
Hal ini yang juga memudahkan pasien dan lebih praktis
- Nebulizer
Cairan yang dapat berbentuk solutio atau suspensi. Untuk dapat
menjadi partikel, bentuk cairan ini harus menggunakan alat bantu
nebuliser Nebuliser terdiri dari beberapa bagian yang terpisah, antara lain
generator aerosol, nebuliser, tempat obat cair dan alat hisapnya yang dapat
berupa masker, mouthpiece atau kanul ( kanul hidung, kanul trakeostomi ).
Generator aerosol adalah sumber tenaga yang diberikan kepada nebuliser
sehingga dapat mengubah cairan menjadi aerosol atau partikel halus
(Gb.2). Beberapa macam dasar cara kerja adalah kompresor, ultrasound
atau oksigen. Mekanisme kerja nebuliser sampai saat ini selalu
berkembang, secara teknologi disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan
obat, seperti misalnya untuk obat hipertensi pulmoner, atau insulin, dibuat
secara khusus hanya untuk obat tersebut.
Alat nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan
menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari
udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga dalam
prakteknya dikenal 2 jenis alat nebuliser yaitu ultrasonic nebuliser dan jet
nebuliser. Hasil pengobatan dengan nebuliser lebih banyak bergantung
pada jenis nebuliser yang digunakan. Terdapat nebuliser yang dapat
menghasilkan partikel aerosol terus menerus ada juga yang dapat diatur
sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi
sehingga obat tidak banyak terbuang. Keuntungan terapi inhalasi
menggunakan nebuliser adalah tidak atau sedikit memerlukan koordinasi
pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat
dicampur (misalnya salbutamol dan natrium kromoglikat).
Kekurangannya adalah karena alat cukup besar, memerlukan
sumber tenaga listrik dan relatif mahal.
Ultrasonic nebuliser
Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi
dari piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan
memecah menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak
menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan
menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan
memerlukan biaya perawatan lebih besar.
Jet nebuliser
Alat ini paling banyak digunakan banyak negara karena relatif
lebih murah daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet berkecepatan
tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam silinder
ditiupkan melalui lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif
yang selanjutnya akan memecah larutan menjadi bentuk aerosol.
Aerosol yang terbentuk dihisap pasien melalui mouth piece atau
sungkup. Dengan mengisi suatu tempat pada nebuliser sebanyak 4 ml
maka dihasilkan partikel aerosol berukuran < 5 Ïm, sebanyak 60-80%
larutan nebulisasi akan terpakai dan lama nebulisasi dapat dibatasi.
Dengan cara yang optimal maka hanya 12% larutan akan terdeposit di
paru-paru. Bronkodilator yang diberikan dengan nebuliser memberikan
efek bronkodilatasi yang bermaknatanpa menimbulkan efek samping
Di samping itu harus diperhatikan pula mengenai kontinuitas
kerja alat nebuliser, karena ada yang menggunakan tombol pengatur
keluarnya aerosol, atau tanpa tombol pengatur sehingga aerosol keluar
terus menerus. Pada tipe kontinu banyak dosis obat dapat terbuang,
sedangkan yang menggunakan tombol pengatur produksi aerosol dapat
disesuaikan dengan pola napas pemakai. Ada pula tipe nebuliser
dengan klep di mouthpiecenya yang akan secara otomatis tertutup bila
pemakai tidak menarik napas, penggunaan obat juga menjadi efektif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar nebuliser dapat
memberikan hasil yang maksimal :
- kekuatan kompresor 6-8 l/menit
- volume obat 2-5 ml
- partikel yang dihasilkan sebagian besar 2-5 mikron
- persentase partikel yang optimal > 50 %
- kekuatan inspirasi ( bila menggunakan ventilator harus
disesuaikan )
- lama pemberian 5-10 menit
Macam Alat Bantu Nebuliser
1. Masker
Digunakan pada pasien dengan kesadaran menurun. Tidak
memerlukan koordinasi inspirasi atau ekspirasi dari pasien. Hati hati pada
penggunaan kortikosteroid atau antikolinergik.
2. Mouthpiece
Obat yang terhirup akan lebih efektif. Diperlukan koordinasi
inspirasi dan ekspirasi yang baik. Berikan sambungan konektor di sisi
ekspirasi untuk mengurangi obat yang terbuang melalui ekspirasi.
Mouthpiece terbaru menggunakan klep untuk mengurangi obat yang
terbawa keluar saat ekspirasi.
3. Konektor ventilator
Beberapa konektor telah mempunyai saluran langsung; bila tidak
ada, dapat digunakan T konektor pada pipa inspirasi. Pada trakeostomi
diperlukan konektor khusus; dapat juga dengan T konektor biasa.
J. Manajemen Terapi Inhalasi
Jika digunakan untuk pengobatan perlu diperhatikan beberapa hal
agar tercapai sasaran, terhindar dari efek samping dan nyaman bagi pasien,
misalnya :
tujuan pengobatan
problem atau simptom respirasi yang menonjol
kesadaran pasien
Kesadaraan pasien sangat penting untuk mendapatkan hasil terapi yang
maksimal; misal menggunakan masker; sedangkan pada penderita
yang kompos mentis dan kooperatif penggunaan mouthpiece akan
lebih efektif. Pada penggunaan nebuliser yang diskontinu, pengaturan
pemasukan obat dapat disesuaikan dengan waktu inspirasi pasien.
diagnosis kerja saat itu
Diagnosis problem respirasi yang dapat menggunakan terapi inhalasi
antara lain Asma, PPOK, Bronkiektasis, Fibrosis kistik, Gagal jantung
dengan hipereaktif bronkus, Stroke dengan retensi sputum, Pneumoni
aspirasi, Infeksi Pneumocystis carinii, Hipertensi pulmoner
lama penggunaan, jangka pendek atau jangka panjang
Dalam keadaan akut seperti pada Asma serangan akut, PPOK
eksaserbasi, Gagal jantung dengan hiperaktifitas bronkus
Pada penatalaksanaan jangka panjang seperti Asma persisten sedang
sampai berat, PPOK stabil, Bronkiektasis, Fibrosis kistik, Pencegahan
infeksi Pneumocystis carinii
bentuk obat dan alat bantu yang digunakan
Pemilihan bentuk obat dan alat bantu (MDI, DPI atau nebuliser) harus
disesuaikan dengan kemampuan koordinasi gerakan pasien.
Penggunaan di ruang gawat darurat lebih mudah dengan nebuliser.
Dalam penggunaan jangka panjang bentuk MDI atau DPI lebih mudah.
Nebuliser jet dapat digunakan untuk suspensi maupun solutio.
Nebuliser ultrasound hanya dapat digunakan untuk solutio.
Masker untuk wajah (facemask) sebaiknya tidak digunakan untuk
kortikosteroid atau antikolinergik untuk mencegah efek samping akibat
partikel obat yang tertinggal di kulit sekitar muka/wajah atau daerah
mata
jenis obat
Obat akan selalu disesuaikan dengan diagnosis atau kelainan saat itu.
Kortikosteroid digunakan sebagai anti inflamasi bukan bronkodilator
jadi tidak digunakan pada keadaan akut. Sebaliknya beta2agonis
merupakan bronkodilator yang digunakan pada keadaan akut; jika
bronkodilatasi sudah tercapai, fungsinya dapat saja berkurang sehingga
dapat timbul efek samping seperti tremor atau berdebar.
Tidak setiap obat berbentuk solutio dapat digunakan untuk terapi
inhalasi. Farmasi membuat khusus solutio untuk terapi inhalasi, antara
lain beta2agonis, kortikosteroid tertentu, NaCl, antibiotik tertentu.
Penggunaan obat secara kombinasi tidak dianjurkan kecuali diketahui
tidak timbul reaksi antar obat tersebut. Obat obatan yang telah tersedia
dalam kemasan terapi inhalasi antara lain beta2agonis misal
salbutamol, terbutalin, fenoterol,formoterol, salmeterol, antikolinergik
misal ipratroprium bromide, tiotropium, kortikosteroid misal
budesonide, fluticasone, antibiotik misal tobramycin, prostacyclin
Ruangan terapi inhalasi
tempat kerja, ruang gawat darurat, ICU dengan mesin bantu napas,
ruang rawat atau di rumah
Bila ditinjau dari tempat terapi inhalasi digunakan, dapat dibedakan
terapi inhalasi di ruang gawat darurat, terapi inhalasi di ICU, terapi
inhalasi di ruang rawat, terapi inhalasi di rumah atau perorangan.
Ruangan terapi inhalasi dilaksanakan dapat menggambarkan tujuan
terapi dan kondisi penderita, obat dan alat yang digunakan.
K. Keuntungan dan Kerugian Terapi inhalasi
Keuntungannya, dibandingkan dengan terapi oral (obat yang
diminum), terapi ini lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ
targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek
sampingnya ke organ lainpun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan
masuk di saluran napas dan paru-paru, sedangkan 2-5% mungkin akan
mengendap di mulut dan tenggorokan. Bandingkan dengan obat oral.
Ibaratnya obat tersebut akan "jalan-jalan" dulu ke lambung, ginjal, atau
jantung sebelum sampai ke sasarannya, yakni paru-paru.
Pada anak-anak, umumnya diberi tambahan masker agar obat tidak
menyemprot kemana-mana. Dengan cara ini, bayi/balita cukup bersikap
pasif dan ini jelas menguntungkan. Artinya, si kecil cuma perlu bernapas
saja dan tak mesti begini atau begitu. Kalaupun ia menangis, tak perlu
khawatir juga karena efeknya malah semakin bagus mengingat obatnya
kian terhirup.
Kerugiannya, jika penggunaan di bawah pemeriksaan dokter dan
obat yang di pakai tidak cocok dengan keadaan mulut dan sistem
pernafasan, hal yang mungkin bisa terjadi adalah iritasi pada mulut dan
gangguan pernafasan. Jadi pengguna pengobatan inhalasi akan terus
berkonsultasi pada dokter tentang obat nya. Selain hal itu obat relatif lebih
mahal dan bahkan mahal dari pada obat oral.
L. Efek Samping Dan Komplikasi
Jika aerosol diberikan dalam jumlah besar, maka dapat
menyebabkan penyempitan pada saluran pernapasan (bronkospasme).
Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi pada jalan napas, terutama infeksi
nosokomial juga dapat terjadi.
BAB III
Kesimpulan
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk partikel aerosol
melalui saluran napas. Terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan
absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi
inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan
pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang
ditimbulkannya. Dalam penanganan masalah respirasi, terapi inhalasi dapat
berfungsi sebagai diagnostik dan terapi. Kontra indikasi mutlak pada terapi
inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau
obat yang digunakan. Berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi
inhalasi diantaranya yaitu ukuran partikel, gaya gravitasi, inersia, aktivitas kinetik,
sifat-sifat alamiah dari partikel, dan sifat-sifat dari pernapasan. Terapi obat
inhalasi dapat berupa Metered Dose Inhaler ( MDI ), MDI dengan spacer,
Easyhaler, Dry Powder Inhalation ( DPI ), dan Nebulizer.
Jika digunakan untuk pengobatan perlu diperhatikan beberapa hal agar
tercapai sasaran, terhindar dari efek samping dan nyaman bagi pasien, misalnya
tujuan pengobatan, problem atau simptom respirasi yang menonjol, kesadaran
pasien, diagnosis kerja saat itu, lama penggunaan( jangka pendek atau jangka
panjang), bentuk obat dan alat bantu yang digunakan, jenis obat, dan tempat kerja,
ruang gawat darurat, ICU dengan mesin bantu napas, ruang rawat atau di rumah.
Keuntungan terapi inhalasi dibandingkan dengan terapi oral (obat yang
diminum), terapi ini lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta
membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ
lainpun lebih sedikit. Kerugiannya, pengguna pengobatan inhalasi akan terus
berkonsultasi pada dokter tentang obat nya. Selain hal itu obat relatif lebih mahal
dan bahkan mahal dari pada obat oral.
Efek samping dan komplikasi terapi inhalasi adalah jika aerosol diberikan
dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada saluran
pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi pada jalan
napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi.