LAPKAS KJDK
-
Upload
sultan-muhammad-rifqi-el-muammary -
Category
Documents
-
view
68 -
download
0
Transcript of LAPKAS KJDK
KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN
A. PENDAHULUAN
Diantara tujuan obstetri sosial dalam era obstetri modern masa kini adalah
menurunkan angka kematian perinatal (AKP) sampai pada satu angka
minimum yang tidak dapat dikurangi lagi dengan mendapatkan keturunan
yang sehat fisik maupun mental.3
Untuk mencapai tujuan ini maka kualitas perawatan antenatal yang baik untuk
ibu maupun bayinya, dalam arti setiap ibu hamil harus diamati dengan cermat
ada tidaknya faktor resiko yang mempunyai pengaruh buruk atau kurang
menguntungkan terhadap pertumbuhan janin. Sehingga pada kasus-kasus yang
mempunyai resiko dapat dilakukan pengawasan dan tindakan yang tepat untuk
memperbaiki nasib dari janin.3
B. DEFINISI
Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan(1). Kematian dinilai
dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya, janin tidak bernafas atau
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau
gerakan-gerakan otot yang jelas(1).
WHO menganjurkan agar dalam perhitungan statistik, yang dinamakan
kematian janin ialah kematian janin dengan berat badan diatas 1000 gram.7
Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK) adalah kematian janin dalam
kehamilan sebelum terjadi proses persalinan, mulai kehamilan 20 minggu atau
berat badan lahir 500 gram keatas(3).
Mochtar mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian
janin sebelum terjadi proses persalinan pada kehamilan 28 minggu keatas atau
bereat janin diatas 1000 gram(5).
1
Dari penelitian Sarjunas kejadian KJDK dari tahun 1978 – 1982 di RSPM
adalah 34,4%. Hasan dkk (dikutip dari Sarjunas) melaporkan angka kejadian
KJDK yang dilihat dari faktor umur 32,35% pada umur lebih dari 30 tahun
dan pada umur 20 – 29 tahun 10,42%, jadi terlihat disini angka kejadian
KJDK tinggi pada umur tua.7
Jones melaporkan pada kehamilan lewat waktu (Prolonged Pregnancy)
didapati kematian perinatal 10,5/1000 pada kehamilan 39 – 41 minggu, angka
ini menjadi 2 kali lebih besar pada kehamilan 43 minggu dan menjadi 3 kali
lebih besar pada kehamilan 44 minggu. Dalam hal ini didapati angka kejadian
KJDK seperlima dari kehamilan perinatal. Vorherr melaporkan angka
kejadian KJDK pada post maturitas (fetal post maturity) sebesar 9 – 30% dari
kematian perinatal.7
A. ETIOLOGI(4,5,6,7,8,9)
Kematian janin dalam kehamilan dapat disebabkan oleh bermacam sebab,
dimana penyebab utamanya atau penyebab langsung adalah hipoksia yang sering
sebagai akibat dari insufisiensi plasenta.
Hipoksia sebagai penyebab langsung kematian janin lebih kurang 50% dari kasus,
dengan mekanismenya tidak diketahui secara pasti.
Diantara bermacam-macam penyebab kematian janin dalam kehamilan
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Faktor Ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Hipertensi esensial
Nefritis kronika
Diabetes mellitus
2. Faktor Plasenta
Solutio plasenta atau perdarahan fetomaternal masif
Plasenta previa yang berat
3. Faktor Janin
Eritroblastosis fetalis
Post maturitas
Obstruksi pembuluh darah tali pusat
Sifilis
2
Kehamilan kembar
Kehamilan kongenital
C. PATOFISIOLOGI1,7
Kelangsungan hidup janin dalam uterus, dapat berlangsung dengan adanya
penyediaan zat asam dan nutrisi, disamping bahan-bahan lain yang berasal
dari darah ibunya. Hal ini tergantung dari beberapa faktor :
a) Adekuatnya perfusi plasenta dengan darah ibu
b) Adekuatnya fungsi plasenta
c) Sirkulasi janin melalui pembuluh darah umbilikus yang berfungsi baik
Bila terjadi gangguan pada faktor-faktor diatas yang disebabkan oleh
penyakit-penyakit tertentu, maka akan dapat menimbulkan kegagalan transfer
yang adekuat dari bahan-bahan terutama zat asam dan zat makanan dari darah
ibu ke janin, yang akan membahayakan kelangsungan hidup janin (gawat
janin). Keadaan gawat janin ini dapat terjadi secara adekuat, yang terjadi
akibat hipoksia yang timbul pada waktu persalinan.
Sedangkan gawat janin yang timbul secara khronis adalah keadaan gawat janin
yang timbul pada masa kehamilan (periode antenatal); namuin karena tidak
diketahui atau tidak terdiagnosa sehingga terjadi kematian dalam kandungan.
Gangguan peredaran darah ibu ke dalam plasenta atau gangguan sirkulasi ibu
ke dalam ruang intervilli atau gangguan perfusi plasenta, dapat terjadi pada
beberapa keadaan/penyakit ibu, antara lain yang disebabkan oleh kelainan
vaskuler yang ditemukan pada penyakit hipertensi, preeklampsia/eklampsia,
nefritis khronika, diabetes melitus.
Kelainan atau proses degeneratif pada plasenta dapat terjadi oleh karena
menuanya plasenta (placental aging process) atau karena terjadinya
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sirkulasi utero plasenter.4
Kelainan vaskuler yang terjadi pada penyakit-penyakit ibu diatas dapat
melalui proses atau perubahan-perubahan degeneratif, dimana terjadinya
3
atheromatosis pada arteri spiralis desidua. Selanjutnya terjadi penyempitan
atau stenosis dan terjadi penyumbatan partial atau komplet dari arteri tersebut.
Disamping terjadinya proses degeneratif tersebut dapat pula terjadi kelainan
vaskuler berupa spasme arteri spiralis desidua. Spasme ini akan menyebabkan
menurunnya aliran darah utero plasenter, menurunnya volume darah dalam
ruang intervilli, sehingga terjadi infark plasenta dan hilangnya fungsi jaringan
plasenta yang berfungsi.,
Terutama pada toksemia arteri spiralis desidua akan mengalami degenerasi
akut (acute atherosis), yang mengakibatkan penurunan aliran darah intervilli,
iskhemi jaringan plasenta, yang secara reflektoris meningkatkan tahanan
vaskuler villi, sehingga sirkulasi feto plasenta jadi menurun.
Infark yang terjadi akibat gangguan sirkulasi darah ibu ke dalam ruang
intervilli (maternal intervillous circulation) didahului oleh degenerasi fibrin
pada permukaan villi atau koagulasi darah dalam ruang intervilli. Endapan-
endapan kecil pada permukaan villi ini akan membentuk endapan fibrin yang
besar dan menutupi permukaan villi, sehingga menghambat atau mengganggu
absorbsi nutrisi untuk villi dari sirkulasi ibu, dan akibatnya terjadi kematian
villi. Proses koagulasi dari darah intervilli yang terjadi akibat sirkulasi yang
sangat lambat (stagnasi darah), menyebabkan pembentukan trombosis
(intervillous thrombosis) sehingga dapat terjadi degenerasi villi.
Akibat dari gangguan-gangguan hemodinamik ini maka akan menyebabkan
kerusakan dari trofoblast dan dengan demikian akhirnya terjadi gangguan
fungsi dari plasenta (insufisiensi plasenta), sehingga transport O2 dan nutrisi
oleh plasenta akan terganggu, bila lesi pada plasenta sifatnya tidak luas atau
tidak berat, maka akan terjadi insufisiensi khronik dan janin akan mengalami
hipoksia khronik dan hambatan pertumbuhan janin.
Sciarra menyatakan bahwa bila infark tidak mencapai 50% dari jaringan
plasenta atau infark sifatnya tidak massive maka pengaruhnya hanya sedikit
pada janin dan keadaan ini dapat diatasi oleh kapasitas cadangan plasenta.
4
Bila janin dalam keadaan hipoksia kronik, maka untuk mengatasi keadaan
hipoksia, kapasitas cadangan plasenta sebesar 50% menambah difusi oksigen.
Cadangan difusi plasenta ini bergantung pada luas permukaan villi, aliran
darah utero plasenter dan feto plasenter. Penurunan atau pengurangan aliran
darah dalam ruang intervilli sebesar 50% dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia janin.
Hipoksia janin yang ringan saja tidak akan menyebabkan janin menderita oleh
karena plasenta mempunyai oksigen cadangan. Hipoksia janin baru terjadi bila
cadangan O2 plasenta telash berada dibawah harga kritis yaitu kejenuhan
oksigen sudah berkurang dari 10%. Pengurangan aliran darah kedalam
plasenta oleh sebab apapun, dapat mengurangi oksigen sampai kedalam
plasenta. Pada penyakit-penyakit ibu yang telah diuraikan diatas atau pada
proses-proses yang menuju kepad ainsufisiensi plasenta kronik. Cadangan O2
sudah menipis, dan janin menderita kekurangan oksigen secara kronik, serta
kekurangan bahan-bahan makanan karena transportasi melalui plasenta
menjadi terganggu sebagai akibat dari proses-proses yang kronik ini
pertumbuhan janin perlahan-lahan akan mengalami kemunduran atau ”growth
retardation”.
Pada keadaan yang lebih parah dimana cadangan O2 dari plasenta telah habis
terpakai maka pertumbuhan janin akan terhenti karena fungsi-fungsi alat tubuh
seperti otak, jantung, hati, ginjal sudah tidak mampu bekerja memenuhi
kewajibannya lagi. Pada saat ini janin terancam bahaya kematian dalam
kandungan.
Akhirnya pada keadaan hipoksia berat yang terus berlangsung, dimana
metabolisme anaerob yang menggunakan cdangan karbohidrat habis terpakai,
akan menghasilkan asam laktat dan asam piruvat menumpuk dalam darah
janin, sehingga mengalami asidosis (metabolic acidosis). Keadaan asidosis dan
hipoksia selanjutnya akan menekan sistem enzim-enzim metabolik dan
menurunnya penghasilan senyawa fosfat yang kaya energi, sehingga
mekanisme tubuh jatuh ke dalam sirkulasi kolaps (Circulatory collapse).
Keadaan ini akan menyebabkan spincter ani mengendor dan keluarnya
5
mekoneum ke dalam cairan ketuban, menimbulkan lesi pada organ (CNS,
kardiovaskuler, paru dan hepar). Kegagalan jantung yang disertai shock dan
pada akhirnya kematian janin dalam rahim (KJDK).
B. PATOLOGI ANATOMI(3,8)
Bila janin mati biasanya mengalami retensi didalam uterus beberapa hari
sebelum janin dikeluarkan. Janin yang mati berada dalam cairan amnion yang
steril, yang selanjutnya janin mengalami proses maserasi.
Mula-mula epidermis menjadi lembek dan terbentuk bulla yang berisi
cairan keruh, kemudian epidermis terlepas meninggalkan bekas berupa lapisan
yang berwarna merah tua. Seluruh tubuh janin melembek dan kehilangan tonus.
Ligamentum-ligamentum pada persendian melembek sehingga tulang-tulang
berlepasan. Tulang-tulang tengkorak saling menutup dan longgar sehingga kepala
janin jadi kollap. Organ-organ viscera melembek dan akhirnya mengalami
pencairan. Rongga tubuh janin berisi cairan keruh kemerahan, tali pusat
membengkak, jaringan mengalami pencairan yang disebabkan oleh proses
autolisis aseptik dan disini tidak ada proses pembusukan oleh bakteri.
Pelepasan kulit terjadi 24 jam setelah kematian janin, selanjutnya perubahan
terjadi pada organ viscera dan bagian tubuh lain yang memerlukan waktu
beberapa hari.
Sastrawinata mengklasifikasikan tingkatan perubahan pada janin KJDK
sebagai berikut :
1. Rigor Mortis (Kaku Mayat)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium Maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, lepuh ini mula-mula terisi cairan jernih tetapi
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 24 jam setelah janin mati.
3. Stadium Maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah cokelat, terjdi 48
jam setelah janin mati.
4. Stadium Maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat edema dibawah
kulit.
6
D. DIAGNOSA1,2,3,4,5,6,7
Gejala dan tanda-tanda kematian janin dalam kandungan adalah sebagai
berikut :
1. Anamnese
a) Terhentinya gerakan janin
Tidak dirasakannya gerakan janin oleh ibu biasanya merupakan gejala
abnormal yang pertama, yang memperingatkan ibu akan kemungkinan
janinnya. Gejala ini hanyalah bersifat dugaan, oleh karena pada
kehamilan normal gerakan janin tidak dapat dirasakan oleh ibu selama
tiga hari.
b) Pembesaran perut tidak bertambah
Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah
kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau ibu belakangan ini
merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit-sakit seperti
mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihatnya gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
a) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan atau
bahkan lebih kecil dari sebelumnya
b) Pada perabaan dinding perut uterus dan janin tidak elastik (melembek)
c) Mammae mengalami perubahan retrogresi
d) Pada pemeriksaan dalam melalui fornik vagina atau kanslis servikalis
dan kadang-kadang melalui dinding perut, teraba kepala janin yang
melembek atau teraba adanya krepitasi (egg cracking sensation)
Menurut beberapa ahli, yang menyatakan bahwa tanda ini adalah tanda
yang positif untuk diagnosa.
7
Cara untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan
:
(1) Dihitung dari tanggal haid terakhir
(2) Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup ”feeling
life” (quickening)
(3) Menurut Spiegelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari
simfisis, maka diperoleh tabel :
22-28 mg 24-25 cm di atas simfisis
28 mg 26,7 cm di atas simfisis
30 mg 29,5-30 cm di atas simfisis
32 mg 29,5-30 cm di atas simfisis
34 mg 31 cm di atas simfisis
36 mg 32 cm di atas simfisis
38 mg 33 cm di atas simfisis
40 mg 37,7 cm di atas simfisis
(4) Menurut Mac Donald : adalah modifikasi Spiegelberg, yaitu jarak
fundus – simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan
dalam bulan.
(5) Menurut Ahfeld :”Ukuran kepala – bokong” = 0,5 panjang anak
sebenarnya. Bila diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20 cm, maka
tua kehamilan adalah 8 bulan.
(6) Menurut Johnson- Tausak : BB=(mD-12) X 155
BB=berat badan mD=jarak simfisis-fundus uteri
Hubungan tua kehamilan(bulan), besar uterus dan tinggi fundus uteri
Akhir bulan Besar uterus Tinggi fundus uteri
1 Lebih besar dari biasa Belum teraba(palpasi)
2 Telur bebek Dibelakang simfisis
3 Telur angsa 1-2 jari di atas simfisis
4 Kepala bayi Pertengahan simfisis-pusat
5 Kepala dewasa 2-3 jari di bawah pusat
6 Kepala dewasa Kira-kira setinggi pusat
7 Kepala dewasa 2-3 jari di atas pusat
8 Kepala dewasa Pertengahan pusat-proc.xyphoideus
8
9 Kepala dewasa 3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px
10 Kepala dewasa Sama dengan kehamilan 8 bulan namun melebar
ke samping
4. Auskultasi
Secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop monoaural denyut
jantung janin tidak terdengar. Juga dengan alat Dapton denyut jantung
janin tidak terdengar.
Menurut Pritchard, bahwa bila denyut jantung janin tidak terdengar
dengan alat Daptone, maka dapat dinyatakan bahwa kematian janin sangat
mungkin.
5. Amniosintesis.
Bila dilakukan amniosintesis, terlihat cairan ketuban berwarna merah
sampai kecoklatan.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a) Reaksi Kehamilan
Reaksi kehamilan menjadi negatif setelah ± 10 hari janin mati.
b) Pemeriksaan enzim fosfokinase
Pada kehamilan normal aktivitas fosfokinase kreatinin didalam air
ketuban didapati 30 mu/ml, sedangkan setelah 4-5 hari kematian janin
menjadi 1000 mu/ml. Enzim fosfokinase kreatinin banyak teradpat
pada epitel dan jaringan subkutan janin.
E. PEMERIKSAAN LAIN UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSA
1. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diperoleh gambaran kematian
janin sebagai berikut :
a) Tidak adanya gerakan janin
b) Tidak adanya gerakan jantung janin
c) Kepala janin dalam keadaan kollap, bila kematian janin telah
berlangsung beberapa minggu.
9
Benson, yang menyatakan bahwa ultrasonografi adalah suatu prosedur
pilihan untuk menentukan hidup atau matinya janin, karena dengan alat ini
dapat dideteksi gerakan janin dan denyut jantung janin 100% akurat.
2. Rontgen Foto Abdomen
Pada rontgengram terlihat gambaran/tanda-tanda kematian janin sebagai
berikut :
a) Tanda Spalding (Spalding’s Sign)
Tanda spalding adalah tanda yang menunjukkan adanya tulang
tengkorak yang saling menutup (overlapping) yang disebabkan karena
otak yang mencair.
b) Tanda Noiujokes (Noujokes’s Sign)
Tanda ini menunjukkan gambaran tulang punggung janin yang sangat
melengkung.
c) Tanda Robert (Robert’s Sign)
Tanda ini berupa bayangan gas yang tampak didalam tubuh janin.
d) Tanda Duel (Duel’s Sign)
Tanda ini berupa ”halo” (lingkaran) yang mengelilingi kranium.
Gambaran seperti ini mirip dengan gambaran halo yang dijumpai pada
hidrops fetalis karena pengerutan kranium dan oedema.
PENANGANAN2,3
Pilihan cara persalinan dapat secara aktif ataupun ekspektatif dimana hal ini perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Penanganan ekspektatif :
Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu
Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
Penanganan aktif (sebagai pilihan pasien, trombosit menurun atau persalinan
spontan tidak terjadi dalam 2minggu) :
Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
Jika servik belum matang, lakukan pematangan servik dengan
prostaglandin atau kateter Foley. Penggunaan misoprostol yaitu dengan
menempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina, dapat diulang
10
sesudah 6 jam jika tidak ada respon setelah pemberian 2 x 25 mcg,
naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam (dosis tidak lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis).
Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
Embriotomi yaitu suatu cara pembedahan dengan jalan melukai atau merusak
janin, memungkinkan janin dilahirkan pervaginam, syarat yang harus dipenuhi
ialah pembukaan lengkap, dan panggul yang tidak seberapa sempit sehingga dapat
dilalui oleh janin yang sudah menjadi kecil.3
Pengeluaran janin secara spontan dapat terjadi pada keadaan janin yang kecil,
lembek dan terlipat dua dimana dikenal dengan istilahi Konduplikasio korpore
atau evolusio spontanea.5
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau belum mudah pecah,
waspada terhadap koagulopati, antara lain6 :
Tangani kemungkinan penyebab kegagalan pembekuan ini :
Solusio plasenta
Eklamsi
Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor
pembekuan dan sel darah merah.
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilihlah salah satu dibawah ini
berdasarkan ketersediaannya :
o Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/kg
BB).
o Sel darah merah packed (atau yang tersedimentasi) untuk penggantian
sel darah merah.
o Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
o Konsentrasi trombosit (jika trombosit di bawah 20.000).
Penanganan setelah persalinan dapat berupa2 :
Pemeriksaan langsung atau secara patologi plasenta dan tali pusat untuk
mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
Otopsi janin.
11
Sitogenetik jaringan fetus.
F. PENGARUH KJDK PADA IBU
Bila kematian janin dalam kandungan telah berlangsung 3-4 minggu atau
kurang dari satu bulan, keadaan ini belum membahayakan ibu karena
gangguan mekanis dari pembekuan darah (hipofibrinogenemia) jarang terjadi
kurang dari satu bulan.
Tetapi bila kematian janin telah berlangsung lebih dari satu bulan (4 minggu)
maka disini diperkirakan 25 – 30% hipofibrinogenemia telah terjadi.
Sehubungan dengan itu pemeriksaan pembekuan darah (COT) harus diperiksa
setiap minggu. Bila hipofibrinogenemia telah terjadi, bahaya yang akan terjadi
adalah perdarahan postpartum. Pengaruh lain pada ibu adalah pengaruh
psikologik karena ibu mengetahui janinnya telah meninggal dalam rahim dan
selalu ingin cepat janinnya dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Benson RC, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment,
Maruzen Asian Edition, Lange Medical Poublication, 4th ed, p. 81, 580, 983,
1982.
2. Pritchard JA, Mc Donald, William Obstetrics, Appleton Century Crofts, New
Yowk, 17th ed, p. 219, 412, 1984.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi
Medan, Bagian/VPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK-USU,
Medan, 1993:78.
4. Prawirohadjo S. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, Edisi II,
1981 274, 424, 675, 733.
5. Mochtar R. Kematian Janin Dalam Kandungan, Sinopsis Obstetri, Obstetri
Fisiologi – Obstetri Patologi, Medan, 1985, 280-2, 539.
6. Novak & Woodruff Novak’s Gynecologic and Obstetric Pathology, WB
Saunders Company, Philadephia, London, 1974: 555-76.
7. Staf Bagian Obstetri Ginekologi, Obstetri Patologi, bagian Obstetri Ginekologi
FK UNPAD, Bandung, 1992: 56-60.
8. Duta D.C, Test Book of Obstetric, New Central Book Aganecy, India, 1991:
333-338.
9. Laml T, Egermann R. Lapin A, et al. feto-maternal hemorrhage after a car
accident : a case report. In : Acta Obstetri Gynecology Scadinavia, Vol. 80:
480-481.
KASUS
13
ANAMNESE
Ny. R, 41 tahun, G7P5A1, batak, Islam, SMA, i/d Tn. Y, 43 thn, Islam, melayu,
wiraswasta datang ke RSPM tanggal 20 -11-2008 pukul 14.00 Wib dengan :
KU : Gerakan janin tidak dirasakan.
T : Hal ini dialami Os sejak ± 2 hari ini, mules – mules (-), keluar lendir
darah (-), keluar air-air (-). Riwayat trauma (-), riwayat dikusuk
(-) ,riw. minum obat-obatan (-)
RPT : Ht (-), DM (-), Asma(-)
RPO : (-)
HPHT : 09-04-08
TTP : 16-01-09
ANC : 3x bidan, 1x PIH
Riwayat Persalinan
1. ♂, aterm, bidan, PSP, kilinik, 2900 gr, 16 thn, sehat
2. Abortus
3. ♀, aterm, bidan, PSP, kilinik, 3100 gr, 13 thn, sehat
4. ♂, aterm, bidan, PSP, kilinik, 3000 gr, 11 thn, sehat
5. ♀, aterm, bidan, PSP, kilinik, 3000 gr, 9 thn, sehat
6. ♂, aterm, bidan, PSP, kilinik, 3000 gr, 7 thn, sehat
7. Hamil ini
Status Presens
Sens : CM Anemis : (-)
TD : 120/80 mmHg Cyanose : (-)
N : 84 x/i, reg Ikterus : (-)
RR : 20 x/i, reg Dyspnoe : (-)
T : 36.9 OC Oedem: (-)
Status Obstetrikus
14
Abdomen : membesar simetris
TFU : setentang pusat
Ballotement : (+)
Gerak : (-),
His : (-)
DJJ : (-) dengan daptone
EBW : 400 – 600 gr
VT : Cx tertutup tubuler
ST : lendir darah (-) air ketuban(-)
Hasil USG :
1. Janin tunggal, splading sign (+)
2. FHR (-), FM (-)
3. Intra uterin ?
Kes : IUFD
Anjuran : sondage
Laboratorium
Hb : 11,3 gr%
Ht : 34 %
Leukosit : 6.800/mm3
Eritrosit : 183.000/mm3
Clotting time : 3’ 30” ( N < 6’ )
Bleeding time : 8’ ( N < 15’ )
Dx : KJDK + GMG + KDR (22 - 24) mgg + B inpartu
Th :
Tirah baring
Rawat
IVFD RL 20 gtt/i
R/
15
Terminasi kehamilan
Ripening dengan pemasangan balon catheter intra uterine, induksi.
Lapor supervisor VK Dr. SN, SpOG
Anjuran : Ripening dengan foley catheter 40 cc sampai lepas spontan
Tanggal 20-11-2008 pukul 14.30 Wib
Dilakukan pemasangan balon catheter intra uteri 40 cc
Follow up tanggal 21-11-2008, Pukul 08.00 Wib
KU : gerakan janin tidak dirasakan
SP : dbn
Status Obstetrikus
Gerak : (-)
His : (-)
DJJ : (-)
VT : Cx tertutup
ST : lendir darah (-) air ketuban(-)
Dx : KJDK + GMG + KDR (22 - 24)mgg + B. inpartu
Penatalaksanaan/ :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Balon kateter intra uteri 40 cc terpasang
- awasi VS, dan tanda-tanda inpartu
R/ partus pervaginam
Tanggal 21-11-2007, pukul 11.00 Wib
Ku : gerakan janin tidak dirasakan
SP : dbn
16
Status Obstetrikus
Gerak : (-)
His : (-)
Djj : (-)
VT : Cx tertutup, teraba kateter intra uteri
ST : lendir darah (-) air ketuban (-)
Dx : KJDK + PG + KDR (22 – 24)mgg + B.inpartu
Th/ : diteruskan
R : partus pervaginam
Lapor supv VK Dr. SN, SpOG (K)
Anjuran : induksi oksitosin 5 IU prosedur biasa
Pkl 11.15 dilakukan induksi oksitosin 5 IU prosedur biasa
Tanggal 21-11-2007, Pukul 12.45 Wib
KU : gerakan janin tidak dirasakan
SP : dbn
Status Obstetrikus
Gerak : (-)
His : (+) 3x30’’/10’
DJJ : (-)
VT : Cx axial, pembukaan 4 cm,eff 80%.
ST : lendir darah (+) air ketuban(-)
Dx : KJDK + PG + KDR (22 - 24)mgg + B.inpartu
Th/ : - IVFD RL 20 gtt/i
- Balon kateter intra uterine lepas spontan
R/ : partus pervaginam
Tanggal 21 – 11 – 2007, pukul 13.00 Wib
17
Dengan PSP a/I KJDK
Lahir bayi ♀, BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0
Tanggal 21-11-2008 pkl 13.15 Wib
Laporan PSP a/I PBK (KJDK)
Lahir bayi ♀, BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0
Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan infus terpasang baik
Dilakukan vulva toilet dan pengosongan kandung kemih
Pada his yang adekuat tampak janin dan selaput ketuban lahir spontan
Lahir bayi ♀, BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0
Plasenta dilahirkan dengan PTT kesan lengkap
Evaluasi jalan lahir tidak tampak laserasi dan perdarahan
KU ibu post partum baik
Instruksi :
Awasi Vital sign dan tanda perdarahan
Cek Hb 2 jam post PSP
Bila Hb 2 jam post PSP < 8 gr% transfusi WB 500 cc
Th :
IVFD RL + oksitosin 10 IU 20 gtt/i
Amoxicillin 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Roboransia 1 x 1
Follow Up
Tanggal 22 – 11 – 2008 pkl.08.00wib
Keluhan Utama : (-)
18
Status Present :
Sensorium : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 88 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 37,5 0C
Status Obstretikus :
Abdomen : soepel
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : (+)
Peristaltik : (+) sedang
Lokia : (+)
Hb 2 jam post PSP : 12,1 gr/dl
Dx : Post partum a/I KJDK + NH1
Therapi :dilanjutkan
Follow Up
Tanggal 23 – 11 – 2008 pkl 08.00
Keluhan Utama: (-)
Status Present :
Sensorium : CM
TD : 120/70 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 24 x/i
Temp : 36,50C
Status Obstretikus :
Abdomen : Soepel
TFU : 1/2 pusat-simphisis
19
Peristaltik : (+)
Lokia : (+)
Dx : Post Partum a/I KJDK +NH2
Therapi :
Amoxicillin 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Roboransia 1 x 1
Pasien PBJ
ANALISA KASUS
20
Telah dilaporkan Ny Ny. R, 41 tahun, G7P5A1, batak, Islam, SMA, i/d Tn. Y, 43
thn, Islam, melayu, wiraswasta, datang tanggal 20-11-2007 pukul 13.45 Wib
dengan keluhan gerakan janin tidak dirasakan. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
kesadaran Compos Mentis Tekanan Darah 120/80 mmHg. Status Obstetrikus TFU
setentang pusat, Ballotement (+), Gerak (-), DJJ (-) dengan daptone, his (-) EBW
400 – 600 gr. Pemeriksaan dalam Cx tertutup tubuler Sarung Tangan lendir darah
(-) air ketuban(-). Pada pemeriksaan laboratorium Hb 11,3 gr% Ht 34% Leukosit
6.800/mm3 Eritrosit 183.000/mm3 Clotting time 3’30” ( N < 6’ ) Bleeding time :
8’ ( N < 15’ ). Setelah data diperoleh maka diagnosa os adalah KJDK + GMG +
KDR (22 - 24)mgg. Sesuai literature dilakukan terminasi kehamilan secara
repening dengan pemasangan balon catheter intra uteri 40 cc. Kemudian
dilakukan induksi dengan oksitosin 5 IU → prosedurbiasa.Tanggal 21-11-
2007pkl13.15 Wib Dengan PSP a/I KJDK. Lahir bayi ♀, BB : 400 gr, PB : 20 cm,
AS : 0.
PERMASALAHAN
21
Apakah penyebab KJDK pada pasien ini?
Penyebab kematian pada pasien ini kemungkinan karena
Pada pasien ini terjadi maserasi tingkat I seperti.
Pada kepala dijumpai tanda kjdk seperti tanda spalding yang menunjukkan adanya
tulang tengkorak yang saling menutup (overlapping)
22