KJDK lapkas
description
Transcript of KJDK lapkas
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat baik
terhadap angka kematian bayi. Pengaruh demikian tidak seberapa tampak pada angka kematian
perinatal. Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun dengan mencolok, tetapi angka
kematian perinatal dalam sepuluh tahun terkahir kurang lebih menetap.
Negara-negara Barat telah berhasil menurunkan angka kematian maternal dan kini angka
kematian perinatal digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas pengawasan antenatal.
Dalam hubungan ini, maka pada pengawasan antenatal hal-hal yang bersangkutan dengan
keadaan janin dalam uterus mendapat banyak perhatian.
Angka kematian perinatal di rumah sakit-rumah sakit pada umumnya berkisar antara 77,3
sampai 137,7 per 1000. Perbaikan angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian
pengawasan antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki
faktor-faktor yang memperngaruhi keselamatan janin dan neonatus.(1)
Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau Intrauterin Fetal Death (IUFD) adalah
kematian janin dalam kandungan sebelum terjadinya proses persalinan, mulai kehamilan 20
minggu atau berat badan janin lebih besar atau sama 500 gram .
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko
kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD.
Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD
dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat
pada pasien primipara dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok), berat
maternal, kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resikoterjadinya
IUFD (Sarah and Mcdonald, 2007).
Sebagian besar informasi yang mendasari terjadinya penyebab IUFD diperoleh dari audit
perinatal. Beberapa studi melaporkan penyebab spesifik IUFD, yaitu : Intrauterine Growth
1
Restriction (IUGR), penyakit medis maternal,kelainan kromosom dan kelainan kongenital janin,
komplikasi plasenta dan tali pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan
(Petersson, 2003).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist yang
disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau
lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin
merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.(1,2).
Sedangkan menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problems, KJDK adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional = 22 minggu
(Petersson, 2002) (Petersson, 2003; Winknjosastro, 2008). The American College of
Obstetricians and Gynecologist juga menyatakan jika usia gestasional tidak diketahui, tetapi
berat lahir janin sama dengan atau lebih dari 500 gram tetap dianggap kematian janin dalam
kandungan.1
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi menjadi
4 golongan, yaitu: (Winknjosastro, 2008; Cuningham et al., 2004)
1. Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
(early fetal death)
2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada negara berkembang, terdapat 1 dalam 200 kehamilan merupakan kematian janin dalam
kandungan. Walaupun terdapat kemajuan dalam program antenatal care, kematian janin tetap
sepuluh kali lebih sering terjadi dibanding sudden infant death syndrome. Lebih dari 3.2 juta
kematian janin terjadi pada setiap tahun. Pada tahun 2009, kematian janin yang terjadi di Inggris,
Wales dan Northern Ireland 5.2 per 1000 angka kelahiran. (Institute of Obstetricians and
Gynaecologist Royal College of Physicians of Ireland, 2013).
3
Pada Swedia, insiden dari kematian janin dalam kandungan dilaporkan 3.6 per 1000
angka kelahiran.( Petersson, 2012
Insiden dari kematian janin dalam kandungan dilaporkan menurun dari tahun 1950 (20
per 1000 angka kelahiran) sampai dengan tahun 1980 dengan kemajuan penatalaksanaan pada
kondisi yang memperberat kehamilan seperti diabetes, preeclampsia, dan lainnya. Namun
kematian janin secara relative memiliki angka yang stabil selama 20 tahun terakhir, yakni 6,4 per
1000 angka kelahiran di United States of America pada tahun 2002. Berbeda dengan mortalitas
infant yang menurun lebih dari 30 % pada 20 tahun terakhir (Silver, 2006).
Gambar persentasi dari distribusi kematian janin pada usia 20 minggu gestasi atau lebih dan
kematian infant: United States, 2006
2.3 FAKTOR RESIKO
Faktor demografi konsisten untuk kematian janin termasuk ras, status sosial
ekonomi ibu rendah, perawatan prenatal tidak adekuat, pendidikan kurang, dan
ibu lanjut usia.
4
Sebuah pengkajian oleh Fretts dan rekan menunjukkan bahwa peningkatan
usiaibu hamil yaitu setelah 35 tahun dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian janin. Temuan ini memiliki konfirmasi dalam berbagai studi, dan
diasosiasikan dengan variabel seperti masalah genetik, cacat lahir, masalah medis,
dan berat badan ibu. Penelitian berbasis rawat inap di Amerika Serikat
memperkirakan rasio untuk kelahiran mati menjadi 1,28 pada wanita yang berusia
35-39 tahun dan 1,72 pada wanita yang berusia 40 tahun atau lebih dibandingkan
dengan perempuan berusia 20-34 tahun.
Tingkat kematian janin juga meningkat dengan obesitas ibu hamil. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan resiko kematian janin dua kali lipat dalam kasus ibu
obesitas (indeks massa tubuh 30 atau lebih). Peningkatan Indeks massa tubuh
meningkatkan resiko beberapa kondisi diketahui meningkatkan risiko bayi lahir
mati, seperti diabetes, kondisi hipertensi termasuk pre- eklampsia, status sosial
ekonomi, dan merokok.
Beberapa gangguan medis ibu yang berhubungan dengan peningkatan risiko
kematian janin. Hal ini diperdebatkan, apakah kondisi ini sebab akibat atau faktor
risiko karena perempuan yang menderita dari penyakit ini melahirkan bayi lahir
hidup. Hiperglikemia ibu dan gangguan pertumbuhan janin, metabolisme, dan-
kemungkinan asidosis berkontribusi terhadap kematian janin, dan penderita
diabetes diobat dengan insulin selama kehamilan mengurangi risiko. Kematian
janin telah dikaitkan dengan berbagai lainnya penyakit ibu, termasuk hipertensi,
tiroid penyakit, penyakit ginjal, asma, penyakit kardiovaskular, dan lupus
eritematosus sistemik.
Kematian janin juga telah dikaitkan dengan trombofilia. Gangguan ini biasanya
melibatkan defisiensi atau kelainan pada protein antikoagulan atau peningkatan
protein prokoagulan, dan seperti sindrom antifosfolipid, telah dikaitkan dengan
risiko trombosis vaskular dan gugurnya kehamilan.
Merokok adalah paparan yang paling umum yang telah terkait dengan kematian
janin. Meskipun sebagian besar perempuan yang merokok melahirkan bayi lahir
hidup, pelbagai studi mengidentifikasi merokok sebagai faktor resiko untuk
kematian janin. Resiko ini biasanya 1,5 kali lipat lebih pada bukan perokok;
5
resiko menurun pada wanita yang berhenti merokok setelah trimester pertama.
Penyebab pasti tidak diketahui tetapi ini mungkin karena terjadinya peningkatan
karboksihemoglobin dan resistensi pembuluh darah pada janin, pertumbuhan
terganggu dan hipoksia.
Infeksi berat pada ibu dapat menyebabkan kematian janin. Contohnya termasuk
appendisitis, pneumonia, pielonefritis, dan virus seperti influenza. Patofisiologi
kehilangan janin mungkin termasuk hipoksia karena gangguan pernapasan,
penurunan perfusi uterus yang berkaitan dengan faktor-faktor seperti sepsis dan
dehidrasi, efek metabolik dari demam tinggi, dan inisiasi mediator inflamasi
toksik. Infeksi sistemik (serta infeksi intra-amniotik) juga dapat menyebabkan
kematian janin yang menyebabkan persalinan prematur, mengakibatkan kematian
intrapartum, terutama pada kehamilan previable.
2.4 KLASIFIKASI
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas
2.5 ETIOLOGI
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh faktor maternal,fetal, atau kelainan patologik plasenta.
1. Fetal
Merupakan penyebab 25-40%. Studi genetik terbaik mengenai penyebab kematian janin
menyebutkan bahwa abnormalitas kromosom merupakan penyebab utama, melaporkan 14 %
dari kasus kematian janin dalam kandungan menunjukkan karyotypes abnormal. Autosomal
trisomies yang biasa terdapat pada kematian janin ialah 21, 18, 13 dan karyotype yang biasa
ditemukan pada kematian janin ialah 45x.
6
Kebanyakan dari kematian janin memiliki abnormalitas genetik yang tidak terdeteksi oleh
analisa cytogenic conventional. Malformasi, deformasi, syndrome, atau dysplasia telah
dilaporkan terjadi pada 35% kematian janin tipe abnormalitas genetik lain yang mungkin dapat
menyebabkan kematian janin, ialah plasenta mosaicism. Terdapat abnormalitas kromosom pada
beberapa jaringan plasenta, hal ini menyebabkan gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta dan
dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.
Kematian janin dapat disebabkan oleh malformasi struktural mayor yang teridentifikasi
saat biopsi.Feye – Petersson dkk (1999) menemukan bahwa sepertiga kematian janin disebabkan
oleh anomali struktural.Defek tabung-saraf, hidrops, hidrosefalus terisolasi, dan penyakit jantung
congenital kompleks merupakan penyebab tersering.
Infeksi telah dilaporkan sebanyak 10-25 % sebagai penyebab kematian janin pada negara
berkembang. Prevalensi kematian janin yang disebabkan oleh virus tidak dapat dijelaskan
dikarenakan kurangnya evaluasi yang sistematis. Infeksi virus juga sering kali sulit untuk di
kultur. Viral infeksi yang biasa berasosiasi dengan keguguran ialah parvovirus B19. Virus ini
menyebabkan kematian fetal karena dapat menyebabkan fetal anemia yang kemudian
menyebabkan hydrops, myocardial toxicity ataupun mekanisme lainnya. Parvovirus B19
menyebabkan kematian janin pada trimester satu ataupun dua, kematian pada gestasi akhir jarang
disebabkan oleh virus.
Infeksi virus lainnya yang dapat menyebabkan kematian janin ialah cytomegalovirus,
Coxsackie viruses (A dan B), dan virus lainnya seperti enterovirus, chickenpox, measles, rubella,
dan mumps. Plasenta dan fetal yang terinfeksi cytomegalovirus dapat menyebakan kematian
janin walau jarang. Coxsackie virus (A dan B) dapat menyebabkan inflamasi pada plasenta,
myocarditis dan hydrops.
Kebanyakan infeksi bakteri yang berasosiasi dengan kematian fetal ialah organnisme
yang mencapai fetus dengan cara naik dari traktus genital bawah menuju desidua dan chorio lalu
mencapai cairan amniontik. Fetus mungkin saja menelan cairan yang menyebabkan
infeksi.Streptococcus group B, Escherichia coli, Klebsiella, Mycoplasma hominis.
Treponema pallidum merupakan organism yang menyebabkan sifilis, organisme ini dapat
menyebrang plasenta pada trimester dua dan tiga dan menyebabkan infeksi pada fetus secara
7
tidak langsung Toxoplasma gondii dapat mencapai plasenta yang berasosiasi dengan infeksi
maternal akut.Organism ini menginfeksi fetus secara tidak langsung, yang biasa terjadi pada
trimester pertama kehamilan.
2. Placental
Merupakan penyebab KJDK 20-30%. Banyak kematian janin akibat abnormalitas
plasenta yang juga dikategorikan sebagai penyebab maternal dan fetal. Sebagai contoh solution
plasenta yang berkaitan dengan hipertensi dianggap sebagai penyebab maternal. Insufisiensi
plasenta akibat aneuploidi dapat dianggap sebagai penyebab fetal. Solution plasenta merupakan
penyebab kematian janin tunggal yang paling sering teridentifikasi ( Cunningham et all, 2010 ).
Infeksi membran dan plasenta yang bermakna biasanya berkaitan dengan infeksi janin
korionamnionitis ditandai dengan leukosit mononuclear dan polinuklear yang menginfiltrasi
korion.Infark plasenta terlihat sebagai area degenerasi trofoblastik fibrinoid, kalsifikasi dan
infark iskemik akibat oklusi arteria spiralis. Sindrom twin-twin transfusion merupakan penyebab
umum kematian janin pada multifetal multi korionik ( Cunningham et all, 2010 ).
Perdarahan fetal – maternal yang cukup untuk menimbulkan kematian janin dilaporkan pada
4,7 persen dari 319 kematian janin di Los Angeles Country Women’s Hospital. Meskipun
biasanya spontan, perdarahan tersebut sering terjadi pasca trauma maternal berat ( Cunningham
et all, 2010 ). Trauma pada uterus dan abrupsi plasenta dideskripsikan sebagai kejadian yang
menyebabkan transfusi fetomaternal, tapi pada kebanyakan kasus tidak dapat diidentifikasi
penyebabnya ( Petersson, 2012 ).
3. Maternal
Faktor maternal menyebabkan KJDK 5-10%. Meskipun terlihat hanya memberikan
sedikit kontribusi pada kematian janin, faktor maternal sering kurang diperhatikan. Penyebab
maternal meliputi kondisi maternal yaitu; demografi, usia maternal, obesitas, riwayat penyakit
sebelumnya dan yang menyertai kehamilan, gangguan anticoagulant, paparan selama kehamilan,
dan infeksi sistemik maternal.
Faktor demografi yang konsisten berkontribusi dalam kematian janin termasuk ras, status
sosial ekonomi yang rendah, tidak adekuatnya antenatal care, tingkat pendidikan yang rendah,
dan usia maternal yang tua. Wanita Afrika – Amerika memiliki angka kematian janin lebih tinggi
8
dibanding wanita yang berkulit putih. Hal ini mungkin berhubungan dengan faktor lain seperti
status social ekonomi dan kurangnya antenatal care.
Gangguan hipertensi dan diabetes merupakan dua penyakit maternal yang paling sering
dan menyebabkan 5 – 8 % kelahiran mati. Hipertensi kronik terutama menyebabkan
meningkatnya kematian janin. Penyakit hipertensi (hipertensi gestasional, preeclampsia, kronik
hipertensi, superimposed preeclampsia) merupakan komplikasi medis yang biasa terjadi dalam
kehamilan dan merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada
penelitian meta-analisis terbaru disimpulkan bahwa hipertensi kronik meningkatkan resiko
mortalitas dan morbiditas pada perinatal.
Penyakit – penyakit lain yang yang dapat menyebabkan kematian janin ialah penyakit
tiroid, gangguan ginjal, asma, penyakit kardiovaskular, dan systemic lupus erithematous.
Keguguran pada kondisi tersebut terjadi pada wanita yang memiliki klinis buruk.
Peningkatan resiko pada kematian janin dalam kandungan juga telah dilaporkan terdapat
pada wanita dengan defisiensi antitrombin herediter, activated protein C resistance, dan
defisiensi protein C dan Protein S. Phospholipid antibody syndrome juga berhubungan dengan
kematian janin dalam kandungan dan keguguran yang disebabkan gangguan implantasi,
thrombosis dan infark pada plasenta.
Infeksi maternal yang berat dapat mengakibatkan kematian janin termasuk appendicitis,
pneumonia, pyelonephritis, infeksi virus seperti influenza. Patofisiologi kematian janin
melibatkan hypoxia yang menyebabkan respiratory distress, berkurangnya perfusi uterine yang
berhubungan pada faktor-faktor lain seperti dehidrasi, efek metabolic dan mediator inflamasi
lainnya.
Penyebab tidak diketahui
Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan dalam
memperkirakan kausa kematian janin tampaknya paling besar pada janin preterm.
9
Tabel 1. Persentase Penyebab Kematian Janin19
Penyebab Persentase Kematian Janin
Komplikasi placenta dan tali pusat 10-20
Penyakit hipertensi 5-20
Komplikasi medis (termasuk penyakit
autoimun)
5-10
Eritroblastosis fetalis 3-15
Animali bawaan 5-10
Infeksi dalam rahim (TORCH dan Listeria) 5-10
Tak dapat ditemukan 50
2.6 PATOLOGI
Pada KJDK, janin mati biasanya mengalami retensi didalam uterus beberapa hari sebelum janin
dikeluarkan. Janin yang mati dalam cairan amnion yang steril, selanjutnya janin mengalami
proses maserasi.
Pada keadaan ini kalau janin mati pada kehamilan yang terus lanjut terjadi perubahan sebagai
berikut:
1. Rigor Mortis
Berlangsung 2 jam 30 menit setelah kematian, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi
o Stadium 1
Timbul lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih tetapi
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah anak mati.
o Stadium 2
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Hal ini
terjadi setelah 48 jam anak mati.
o Stadium 3
10
Terjadi kira-kira 3 minggu stelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antara tulang sangat longgar dan edema dibawah kulit.
2.7 DIAGNOSA
2.7.1 Anamnesa
Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat
berkurang
Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan
tidak seperti biasanya.
Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti
mau melahirkan.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus
Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
Terhentinya perubahan payudara
Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-
gerakan janin
Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung
janin
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
11
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Rontgen foto abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)
Tanda naujoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
o Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
Kepala janin terkulai
USG
Pada pemeriksaan ultrasonografi tidak terlihat DJJ dan nafas janin, badan dan tungkai
janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak
bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat
struktur janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan
yang abnormal.
Laboratorium
Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post
prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,
anticardiolipin antibody.
Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan
langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab
kematian janin. Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi pada beberapa
hari setelah kematian janin.
12
2.8 PENATALAKSANAAN
Penanganan kematian janin dalam kandungan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Penanganan psikologik terhadap ibu
Bila kematian janin benar-benar telah dipastikan maka harus dilakukan pendekatan atau
memberikan penjelasan sebaik-baiknya terhadap ibu dan suami.
2. Pengeluaran hasil konsepsi
Ada dua sikap dalam pengeluaran hasil konsepsi yaitu :
A. Ekspekatif
Pada sikap ini hanya dilakukan observasi saja dan menunggu sampai terjadinya
persalinan spontan. Sikap ini masih dianjurkan karena menyadari bahwa 80% (70-
90%) janin akan lahir spontan dalam waktu 2 – 3 minggu setelah kematian janin.
Tetapi sikap ini mempunyai kekurangan dimana banyak pasien secara psikologis
tidak dapat menerimanya dan disamping ada risiko lain berupa kelainan pembekuan
darah yang dapat terjadi setelah 3-4 minggu.
Retensi janin KJDK:
Bila kadar fibrinogen di atas 100 mg/dL tidak mengganggu proses
pembekuan.
Kadar fibrinogen mulai menurun sekitar 25% (20-50 mg/dL) perminggu
setelah KJDK.
Selama pasien diobservasi, perlu dilakukan pemeriksaan serial COT dan
kadar fibrinogen setiap minggu untuk mengantisipasi proses koagulopati
yang juga bisa muncul sebelum 4 minggu KJDK.
Jika dijumpai hipofibrinogenemia tetapi si ibu tidak mengalami
perdarahan aktif, perlu dinberi heparin untuk mencegah intravasular
koagulasi, tetapi bila kelainan pembekuan dijumpai segera dilakukan
usaha evakuasi hasil konsepsi dari uterus.
B. Evakuasi produk konsepsi dari rahim
13
Dapat dilakukan dengan beberapa cara:
Pemberian oksitosin secara intravena pada kehamilan mendekati aterm, cukup efektif
dalam menimbulkan kontraksi uterus walaupun pemberiannya kadang-kadang harus
diulang. Pada kehamilan yang belum aterm, pemberian infus oksitosin kurang efektif dan
memerlukan pemberian infus oksitosin kurang efektif dan emerlukan pemberian dosis
tinggi serta memerlukan lebih dari sekali pemberian. Oksitosin sebaiknya tidak diberikan
pada keadaan bekas seksio sesaria, letak lintang (menjelang aterm) dan CPD.
Laminaria dan oksitosin
Pemakaian laminaria yang dimasukkan ke dalam kanalis servikalis
beberapa jam sebelum pemakaian infus oksitosin, dapat menambah
keberhasilan pengeluaran hasil konsepsi
Estrogen dan oksitosin
Induksi partus dengan oksitosin dapat dimulai dengan pemberian estrogen
(ethinilestradiol) 1-2 mg tiap 6 jam selama 48 jam. Setelah 48 jam
pemberian estrogen dilakukan stripping of the membrane, kemudian
ditunggu 24 jam, bila persalinan belum dimulai maka dilakukan induksi
dengan oksitosin drips.
Prostaglandin
Menurut Food and Drug administration (FDA), prostaglandin yang
digunakan untuk induksi persalinan pada KJDK adalah prostaglandin E2
(PGE2) yang diberikan dalam bentuk vaginal suppositoria. Dosis yang
digunakan 20 mg suppositoria yang diberikan tiap 3 jam, ditempatkan di
fornix vagina. Dapat juga diberikan dalam bentuk gel melalui vagina.
Suntik larutan garam hipertonis (larutan NaC; 20%)
Larutan ini disuntikkan ke dalam kantong amnion yang terkenal dengan
“Salting Out”.
Embriotomi
Suatu persalinan buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-
bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam tanpa melukai ibu. Pada
saat sekarang embriotomi merupakan tindakan yang jarang dilakukan.
Ekstraksi
14
Pada janin mati letak lintang, janin kecil, dan menjadi lembek, kadang-
kadang persalinan bisa berlangsung spontan. Janin dalam keadaan terlipat
dua melewati jalan lahir (konduplikasio korpore) atau lahir dengan
evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas. Pada cara
Denman bahu tertahan pada simfisi dan dengan fleksi kuat di bagian
bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong, dan kaki turun di
rongga panggul dan dilahirkan untuk kemudian dilewati oleh bokong dan
kaki, yang lahir lebih dahulu, selanjutnya diikuti oleh bagian-bagian badan
lainnya dan kepala. Dua cara ini hanya merupakan variasi-variasi dari satu
mekanisme, yaitu fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.
Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif
2.9 PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solutio placenta.13
Berikut adalah langkah-langkah pencegahan yang bisa diambil untuk menghidari janin
agar tidak meninggal di dalam kandungan:
1. Melakukan istirahat yang cukup selama kehamilan
Menjaga ola hidup yang sehat sangat disarankan untuk ibu hamil. Hal ini terkait dengan
imunitas di dalam tubuh agar tidak rentan terkena beberapa penyakit. Bagi sebagian
penyakit yang berhubungan dengan infeksi mikroorganisme akan membuat kekebalan
tubuh anda berkurang dan mengganggu kesehatan perkembangan janin.untuk ibu yang
sedang hamil, mencukupi kebutuhan istirahat sangat dianjurkan, apabila jika ada riwayat
keguguran sebelumnya.
2. Hindari merokok dan mengkomsumsi alkohol
Kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkomsumsi alkohol akan meningkatkan resiko
kondisi kesehatan yang buruk pada kehamilan. Selain dapat mengakibatkan berat badan
lahir rendah dengan peningkatan cacat mental yang tinggi dan dapat menimbulkan
15
komplikasi kehamilan yang serius seperti perdarahan berat selama kehamilan
berlangsung dan juga akan meningkatkan resiko kematian pada janin dan ibu hamil.
3. Pemeriksaan kesehatan selama kehamilan
Sangat penting untuk mempersiapkan kondisi kesehatan selama kehamilan terkait dengan
menurunkan resiko gangguan kesehatan pada janin. Pemeriksaan berkaitan dengan
kondisi kesehatan ibu hamil diantaranya adalah dengan menurunkan resiko pada ibu
hamil yang mengalami gangguan kesehata seperti hipertensi atau lebih dikenal dengan
sebutan tekanan darah tinggim preeklamsi yaitu bagi ibu hamil yang tidak memiliki
riwayat kesehatan tekanan darah tinggi akan tetapi tiba-tiba mengidap gangguan tekanan
darah selama kehamilan sedang berlangsung. Menjaga kesehatan untuk terhindar dari
infeksi pada saat kehamilan
Kehamilan sangat rentan terhadap beberapa kondisi kesehatan dan tidak menutup
kemungkinan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan infeksi yang ditimbulkan
oleh virus, bakteri, jamur yang akan mengganggu kesehatan janin. Selalu perhatikan pola
komsumsi dan kebersihan makanan yang dikomsumsi begitu juga agar selalu menjaga
diri terhadap kebersihan. Beberapa imunisasi kehamilan akan menghindari dari infeksi
selama kehamilan.
4. Pemeriksaan pada janin untuk melakukan pencegahan pada kehamilan selanjutnya
Pada kasus kematian janin dalam kandungan sebaiknya dilakukan otopsi untuk
mengetahui penyebabnya sehingga pada kehamilan selanjutnya dapat lebih
mewaspadai.Salah satu penyebab kematian di dalam kandungan diantaranya ada
ketidakcocokan darah antara ibu dengan janin
.2.10 KOMPLIKASI
1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan
cukup lama.
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3. Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
2.11 PROGNOSIS
Jika dapat dideteksi segera, prognosis untuk ibu baik
16
BAB III
KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. MS
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Honorer
Tanggal Masuk : 3 Juni 2016
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak merasakan gerakan janin.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang sendiri ke IGD dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin. Keluhan ini
mulai dirasakan pasien sejak tanggal 6 Juni di pagi hari. Pasien mengaku tidak merasakan
mules mules mau melahirkan . Perdarahan pervaginam disangkal OS. Keluar lendir
bercampur darah disangkal. Riwayat trauma ataupun dikusuk (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)
Riwayat Pemakaian Obat
Tidak ada riwayat pemakaian obat
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
HPHT : 26 September 2015
TTP : 1 Juli 2016
Riwayat ANC : 3 x, Hasil USG : Oligohidramnion
Riwayat Persalinan : Hamil ini
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
17
Sensorium : Compos mentis Anemis : ( - )
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg Sianosis : ( - )
Nadi : 82 x / menit Dispnoe : ( - )
Pernapasan : 20 x / menit Ikterik : ( - )
Suhu : 37,4 0 C Edema : ( - )
Keadaan Spesifik
Cor : dbn
Pulmo : dbn
Hepar : dbn
Lien : dbn
STATUS OBSTETRIKUS
- Abdomen : Membesar asimetris
- TFU : 4 jari dibawah px
- Teregang : -
- Terbawah : Kepala
- Gerak : (-)
- DJJ : Tidak terdengar dengan Daptone
- HIS : (+) lemah
- EBW : (-)
-
Pemeriksaan VT (Vaginal Toucher)
18
Pembukaan : 2 cm
Effacement : 30 %
3.4 Pemeriksaan Penunjang USG
Janin Tunggal, Intrauterin Janin Meninggal TBJ: 1600 gr Usia Gestasi 35 minggu.
Laboratorium
Test Hasil Range normal
Hb 11,1 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl
Ht 32,3 % 35 – 50 %
Leukosit 14.800/uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 305.000/uL 150.000 – 450.000 /uL
RBC 3,81 x 10 6 /uL 3,50 – 5,50 x 106
Gula darah sewaktu mg/dL 70 - 125 mg/dl
Cholesterol mg/dL < 200 mg/dL
3.6 Diagnosis Sementara
G1P0A0 + KDR (34-35) + KJDK
3.7 Tatalaksana
Rencana Terminasi kehamilan dengan balon kateter.
3.7 Follow Up
19
Tanggal S O A P
3 Juni
2016
Tidak merasakan
gerakan janin
Kesadaran: CM
TD: 110/70
mmHg
(di IGD)
HR: 82x/menit
RR: 20x/menit
T: 37,6 oC
TFU : 27 cm
USG : Janin
tunggal,
meninggal,intra
Uterin, UK : 35
minggu, TBJ :
1600 gr
G1P0A0 +
KDR (34-35
Minggu) +
KJDK
Pemasanga Balon
Kateter
4 Juni
2016
Badan lemas, Mules
(+).
Kesadaran: CM
TD: 120/70
mmHg
(di IGD)
HR: 86x/menit
RR: 18x/menit
T: 37,6 oC
HIS (+) jarang
Balon Kateter
aff
VT 5 cm
G1P0A0 +
KDR (34-35
Minggu) +
KJDK
- IVFD RL + ½
ampul
Sintosinon 20
tts/mnt
- DC (+)
- Balon Kateter
aff
20