KJDK lapkas

30
BAB I PENDAHULUAN Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap angka kematian bayi. Pengaruh demikian tidak seberapa tampak pada angka kematian perinatal. Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun dengan mencolok, tetapi angka kematian perinatal dalam sepuluh tahun terkahir kurang lebih menetap. Negara-negara Barat telah berhasil menurunkan angka kematian maternal dan kini angka kematian perinatal digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas pengawasan antenatal. Dalam hubungan ini, maka pada pengawasan antenatal hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan janin dalam uterus mendapat banyak perhatian. Angka kematian perinatal di rumah sakit-rumah sakit pada umumnya berkisar antara 77,3 sampai 137,7 per 1000. Perbaikan angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian pengawasan antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor yang memperngaruhi keselamatan janin dan neonatus. (1) Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau Intrauterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kandungan sebelum 1

description

laporan kasus

Transcript of KJDK lapkas

Page 1: KJDK lapkas

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat baik

terhadap angka kematian bayi. Pengaruh demikian tidak seberapa tampak pada angka kematian

perinatal. Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun dengan mencolok, tetapi angka

kematian perinatal dalam sepuluh tahun terkahir kurang lebih menetap.

Negara-negara Barat telah berhasil menurunkan angka kematian maternal dan kini angka

kematian perinatal digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas pengawasan antenatal.

Dalam hubungan ini, maka pada pengawasan antenatal hal-hal yang bersangkutan dengan

keadaan janin dalam uterus mendapat banyak perhatian.

Angka kematian perinatal di rumah sakit-rumah sakit pada umumnya berkisar antara 77,3

sampai 137,7 per 1000. Perbaikan angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian

pengawasan antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki

faktor-faktor yang memperngaruhi keselamatan janin dan neonatus.(1)

Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau Intrauterin Fetal Death (IUFD) adalah

kematian janin dalam kandungan sebelum terjadinya proses persalinan, mulai kehamilan 20

minggu atau berat badan janin lebih besar atau sama 500 gram .

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko

kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD.

Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD

dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat

pada pasien primipara dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok), berat

maternal, kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resikoterjadinya

IUFD (Sarah and Mcdonald, 2007).

Sebagian besar informasi yang mendasari terjadinya penyebab IUFD diperoleh dari audit

perinatal. Beberapa studi melaporkan penyebab spesifik IUFD, yaitu : Intrauterine Growth

1

Page 2: KJDK lapkas

Restriction (IUGR), penyakit medis maternal,kelainan kromosom dan kelainan kongenital janin,

komplikasi plasenta dan tali pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan

(Petersson, 2003).

2

Page 3: KJDK lapkas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist yang

disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau

lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin

merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.(1,2).

Sedangkan menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related

Health Problems, KJDK adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional = 22 minggu

(Petersson, 2002) (Petersson, 2003; Winknjosastro, 2008). The American College of

Obstetricians and Gynecologist juga menyatakan jika usia gestasional tidak diketahui, tetapi

berat lahir janin sama dengan atau lebih dari 500 gram tetap dianggap kematian janin dalam

kandungan.1

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi menjadi

4 golongan, yaitu: (Winknjosastro, 2008; Cuningham et al., 2004)

1. Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh

(early fetal death)

2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)

3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Pada negara berkembang, terdapat 1 dalam 200 kehamilan merupakan kematian janin dalam

kandungan. Walaupun terdapat kemajuan dalam program antenatal care, kematian janin tetap

sepuluh kali lebih sering terjadi dibanding sudden infant death syndrome. Lebih dari 3.2 juta

kematian janin terjadi pada setiap tahun. Pada tahun 2009, kematian janin yang terjadi di Inggris,

Wales dan Northern Ireland 5.2 per 1000 angka kelahiran. (Institute of Obstetricians and

Gynaecologist Royal College of Physicians of Ireland, 2013).

3

Page 4: KJDK lapkas

Pada Swedia, insiden dari kematian janin dalam kandungan dilaporkan 3.6 per 1000

angka kelahiran.( Petersson, 2012

Insiden dari kematian janin dalam kandungan dilaporkan menurun dari tahun 1950 (20

per 1000 angka kelahiran) sampai dengan tahun 1980 dengan kemajuan penatalaksanaan pada

kondisi yang memperberat kehamilan seperti diabetes, preeclampsia, dan lainnya. Namun

kematian janin secara relative memiliki angka yang stabil selama 20 tahun terakhir, yakni 6,4 per

1000 angka kelahiran di United States of America pada tahun 2002. Berbeda dengan mortalitas

infant yang menurun lebih dari 30 % pada 20 tahun terakhir (Silver, 2006).

Gambar persentasi dari distribusi kematian janin pada usia 20 minggu gestasi atau lebih dan

kematian infant: United States, 2006

2.3 FAKTOR RESIKO

Faktor demografi konsisten untuk kematian janin termasuk ras, status sosial

ekonomi ibu rendah, perawatan prenatal tidak adekuat, pendidikan kurang, dan

ibu lanjut usia.

4

Page 5: KJDK lapkas

Sebuah pengkajian oleh Fretts dan rekan menunjukkan bahwa peningkatan

usiaibu hamil yaitu setelah 35 tahun dikaitkan dengan peningkatan risiko

kematian janin. Temuan ini memiliki konfirmasi dalam berbagai studi, dan

diasosiasikan dengan variabel seperti masalah genetik, cacat lahir, masalah medis,

dan berat badan ibu. Penelitian berbasis rawat inap di Amerika Serikat

memperkirakan rasio untuk kelahiran mati menjadi 1,28 pada wanita yang berusia

35-39 tahun dan 1,72 pada wanita yang berusia 40 tahun atau lebih dibandingkan

dengan perempuan berusia 20-34 tahun.

Tingkat kematian janin juga meningkat dengan obesitas ibu hamil. Sejumlah

penelitian telah menunjukkan resiko kematian janin dua kali lipat dalam kasus ibu

obesitas (indeks massa tubuh 30 atau lebih). Peningkatan Indeks massa tubuh

meningkatkan resiko beberapa kondisi diketahui meningkatkan risiko bayi lahir

mati, seperti diabetes, kondisi hipertensi termasuk pre- eklampsia, status sosial

ekonomi, dan merokok.

Beberapa gangguan medis ibu yang berhubungan dengan peningkatan risiko

kematian janin. Hal ini diperdebatkan, apakah kondisi ini sebab akibat atau faktor

risiko karena perempuan yang menderita dari penyakit ini melahirkan bayi lahir

hidup. Hiperglikemia ibu dan gangguan pertumbuhan janin, metabolisme, dan-

kemungkinan asidosis berkontribusi terhadap kematian janin, dan penderita

diabetes diobat dengan insulin selama kehamilan mengurangi risiko. Kematian

janin telah dikaitkan dengan berbagai lainnya penyakit ibu, termasuk hipertensi,

tiroid penyakit, penyakit ginjal, asma, penyakit kardiovaskular, dan lupus

eritematosus sistemik.

Kematian janin juga telah dikaitkan dengan trombofilia. Gangguan ini biasanya

melibatkan defisiensi atau kelainan pada protein antikoagulan atau peningkatan

protein prokoagulan, dan seperti sindrom antifosfolipid, telah dikaitkan dengan

risiko trombosis vaskular dan gugurnya kehamilan.

Merokok adalah paparan yang paling umum yang telah terkait dengan kematian

janin. Meskipun sebagian besar perempuan yang merokok melahirkan bayi lahir

hidup, pelbagai studi mengidentifikasi merokok sebagai faktor resiko untuk

kematian janin. Resiko ini biasanya 1,5 kali lipat lebih pada bukan perokok;

5

Page 6: KJDK lapkas

resiko menurun pada wanita yang berhenti merokok setelah trimester pertama.

Penyebab pasti tidak diketahui tetapi ini mungkin karena terjadinya peningkatan

karboksihemoglobin dan resistensi pembuluh darah pada janin, pertumbuhan

terganggu dan hipoksia.

Infeksi berat pada ibu dapat menyebabkan kematian janin. Contohnya termasuk

appendisitis, pneumonia, pielonefritis, dan virus seperti influenza. Patofisiologi

kehilangan janin mungkin termasuk hipoksia karena gangguan pernapasan,

penurunan perfusi uterus yang berkaitan dengan faktor-faktor seperti sepsis dan

dehidrasi, efek metabolik dari demam tinggi, dan inisiasi mediator inflamasi

toksik. Infeksi sistemik (serta infeksi intra-amniotik) juga dapat menyebabkan

kematian janin yang menyebabkan persalinan prematur, mengakibatkan kematian

intrapartum, terutama pada kehamilan previable.

2.4 KLASIFIKASI

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh

2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas

2.5 ETIOLOGI

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat

disebabkan oleh faktor maternal,fetal, atau kelainan patologik plasenta.

1. Fetal

Merupakan penyebab 25-40%. Studi genetik terbaik mengenai penyebab kematian janin

menyebutkan bahwa abnormalitas kromosom merupakan penyebab utama, melaporkan 14 %

dari kasus kematian janin dalam kandungan menunjukkan karyotypes abnormal. Autosomal

trisomies yang biasa terdapat pada kematian janin ialah 21, 18, 13 dan karyotype yang biasa

ditemukan pada kematian janin ialah 45x.

6

Page 7: KJDK lapkas

Kebanyakan dari kematian janin memiliki abnormalitas genetik yang tidak terdeteksi oleh

analisa cytogenic conventional. Malformasi, deformasi, syndrome, atau dysplasia telah

dilaporkan terjadi pada 35% kematian janin tipe abnormalitas genetik lain yang mungkin dapat

menyebabkan kematian janin, ialah plasenta mosaicism. Terdapat abnormalitas kromosom pada

beberapa jaringan plasenta, hal ini menyebabkan gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta dan

dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.

Kematian janin dapat disebabkan oleh malformasi struktural mayor yang teridentifikasi

saat biopsi.Feye – Petersson dkk (1999) menemukan bahwa sepertiga kematian janin disebabkan

oleh anomali struktural.Defek tabung-saraf, hidrops, hidrosefalus terisolasi, dan penyakit jantung

congenital kompleks merupakan penyebab tersering.

Infeksi telah dilaporkan sebanyak 10-25 % sebagai penyebab kematian janin pada negara

berkembang. Prevalensi kematian janin yang disebabkan oleh virus tidak dapat dijelaskan

dikarenakan kurangnya evaluasi yang sistematis. Infeksi virus juga sering kali sulit untuk di

kultur. Viral infeksi yang biasa berasosiasi dengan keguguran ialah parvovirus B19. Virus ini

menyebabkan kematian fetal karena dapat menyebabkan fetal anemia yang kemudian

menyebabkan hydrops, myocardial toxicity ataupun mekanisme lainnya. Parvovirus B19

menyebabkan kematian janin pada trimester satu ataupun dua, kematian pada gestasi akhir jarang

disebabkan oleh virus.

Infeksi virus lainnya yang dapat menyebabkan kematian janin ialah cytomegalovirus,

Coxsackie viruses (A dan B), dan virus lainnya seperti enterovirus, chickenpox, measles, rubella,

dan mumps. Plasenta dan fetal yang terinfeksi cytomegalovirus dapat menyebakan kematian

janin walau jarang. Coxsackie virus (A dan B) dapat menyebabkan inflamasi pada plasenta,

myocarditis dan hydrops.

Kebanyakan infeksi bakteri yang berasosiasi dengan kematian fetal ialah organnisme

yang mencapai fetus dengan cara naik dari traktus genital bawah menuju desidua dan chorio lalu

mencapai cairan amniontik. Fetus mungkin saja menelan cairan yang menyebabkan

infeksi.Streptococcus group B, Escherichia coli, Klebsiella, Mycoplasma hominis.

Treponema pallidum merupakan organism yang menyebabkan sifilis, organisme ini dapat

menyebrang plasenta pada trimester dua dan tiga dan menyebabkan infeksi pada fetus secara

7

Page 8: KJDK lapkas

tidak langsung Toxoplasma gondii dapat mencapai plasenta yang berasosiasi dengan infeksi

maternal akut.Organism ini menginfeksi fetus secara tidak langsung, yang biasa terjadi pada

trimester pertama kehamilan.

2. Placental

Merupakan penyebab KJDK 20-30%. Banyak kematian janin akibat abnormalitas

plasenta yang juga dikategorikan sebagai penyebab maternal dan fetal. Sebagai contoh solution

plasenta yang berkaitan dengan hipertensi dianggap sebagai penyebab maternal. Insufisiensi

plasenta akibat aneuploidi dapat dianggap sebagai penyebab fetal. Solution plasenta merupakan

penyebab kematian janin tunggal yang paling sering teridentifikasi ( Cunningham et all, 2010 ).

Infeksi membran dan plasenta yang bermakna biasanya berkaitan dengan infeksi janin

korionamnionitis ditandai dengan leukosit mononuclear dan polinuklear yang menginfiltrasi

korion.Infark plasenta terlihat sebagai area degenerasi trofoblastik fibrinoid, kalsifikasi dan

infark iskemik akibat oklusi arteria spiralis. Sindrom twin-twin transfusion merupakan penyebab

umum kematian janin pada multifetal multi korionik ( Cunningham et all, 2010 ).

Perdarahan fetal – maternal yang cukup untuk menimbulkan kematian janin dilaporkan pada

4,7 persen dari 319 kematian janin di Los Angeles Country Women’s Hospital. Meskipun

biasanya spontan, perdarahan tersebut sering terjadi pasca trauma maternal berat ( Cunningham

et all, 2010 ). Trauma pada uterus dan abrupsi plasenta dideskripsikan sebagai kejadian yang

menyebabkan transfusi fetomaternal, tapi pada kebanyakan kasus tidak dapat diidentifikasi

penyebabnya ( Petersson, 2012 ).

3. Maternal

Faktor maternal menyebabkan KJDK 5-10%. Meskipun terlihat hanya memberikan

sedikit kontribusi pada kematian janin, faktor maternal sering kurang diperhatikan. Penyebab

maternal meliputi kondisi maternal yaitu; demografi, usia maternal, obesitas, riwayat penyakit

sebelumnya dan yang menyertai kehamilan, gangguan anticoagulant, paparan selama kehamilan,

dan infeksi sistemik maternal.

Faktor demografi yang konsisten berkontribusi dalam kematian janin termasuk ras, status

sosial ekonomi yang rendah, tidak adekuatnya antenatal care, tingkat pendidikan yang rendah,

dan usia maternal yang tua. Wanita Afrika – Amerika memiliki angka kematian janin lebih tinggi

8

Page 9: KJDK lapkas

dibanding wanita yang berkulit putih. Hal ini mungkin berhubungan dengan faktor lain seperti

status social ekonomi dan kurangnya antenatal care.

Gangguan hipertensi dan diabetes merupakan dua penyakit maternal yang paling sering

dan menyebabkan 5 – 8 % kelahiran mati. Hipertensi kronik terutama menyebabkan

meningkatnya kematian janin. Penyakit hipertensi (hipertensi gestasional, preeclampsia, kronik

hipertensi, superimposed preeclampsia) merupakan komplikasi medis yang biasa terjadi dalam

kehamilan dan merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada

penelitian meta-analisis terbaru disimpulkan bahwa hipertensi kronik meningkatkan resiko

mortalitas dan morbiditas pada perinatal.

Penyakit – penyakit lain yang yang dapat menyebabkan kematian janin ialah penyakit

tiroid, gangguan ginjal, asma, penyakit kardiovaskular, dan systemic lupus erithematous.

Keguguran pada kondisi tersebut terjadi pada wanita yang memiliki klinis buruk.

Peningkatan resiko pada kematian janin dalam kandungan juga telah dilaporkan terdapat

pada wanita dengan defisiensi antitrombin herediter, activated protein C resistance, dan

defisiensi protein C dan Protein S. Phospholipid antibody syndrome juga berhubungan dengan

kematian janin dalam kandungan dan keguguran yang disebabkan gangguan implantasi,

thrombosis dan infark pada plasenta.

Infeksi maternal yang berat dapat mengakibatkan kematian janin termasuk appendicitis,

pneumonia, pyelonephritis, infeksi virus seperti influenza. Patofisiologi kematian janin

melibatkan hypoxia yang menyebabkan respiratory distress, berkurangnya perfusi uterine yang

berhubungan pada faktor-faktor lain seperti dehidrasi, efek metabolic dan mediator inflamasi

lainnya.

Penyebab tidak diketahui

Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan dalam

memperkirakan kausa kematian janin tampaknya paling besar pada janin preterm.

9

Page 10: KJDK lapkas

Tabel 1. Persentase Penyebab Kematian Janin19

Penyebab Persentase Kematian Janin

Komplikasi placenta dan tali pusat 10-20

Penyakit hipertensi 5-20

Komplikasi medis (termasuk penyakit

autoimun)

5-10

Eritroblastosis fetalis 3-15

Animali bawaan 5-10

Infeksi dalam rahim (TORCH dan Listeria) 5-10

Tak dapat ditemukan 50

2.6 PATOLOGI

Pada KJDK, janin mati biasanya mengalami retensi didalam uterus beberapa hari sebelum janin

dikeluarkan. Janin yang mati dalam cairan amnion yang steril, selanjutnya janin mengalami

proses maserasi.

Pada keadaan ini kalau janin mati pada kehamilan yang terus lanjut terjadi perubahan sebagai

berikut:

1. Rigor Mortis

Berlangsung 2 jam 30 menit setelah kematian, kemudian lemas kembali.

2. Maserasi

o Stadium 1

Timbul lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih tetapi

kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah anak mati.

o Stadium 2

Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Hal ini

terjadi setelah 48 jam anak mati.

o Stadium 3

10

Page 11: KJDK lapkas

Terjadi kira-kira 3 minggu stelah anak mati. Badan janin sangat lemas,

hubungan antara tulang sangat longgar dan edema dibawah kulit.

2.7 DIAGNOSA

2.7.1 Anamnesa

Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat

berkurang

Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan

tidak seperti biasanya.

Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti

mau melahirkan.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang

kurus

Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu

Terhentinya perubahan payudara

Palpasi

Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-

gerakan janin

Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

Auskultasi

Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung

janin

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

11

Page 12: KJDK lapkas

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Rontgen foto abdomen

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)

Tanda naujoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin

Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin

Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak

o Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

Kepala janin terkulai

USG

Pada pemeriksaan ultrasonografi tidak terlihat DJJ dan nafas janin, badan dan tungkai

janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak

bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat

struktur janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan

yang abnormal.

Laboratorium

Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post

prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,

anticardiolipin antibody.

Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan

langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab

kematian janin. Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi pada beberapa

hari setelah kematian janin.

12

Page 13: KJDK lapkas

2.8 PENATALAKSANAAN

Penanganan kematian janin dalam kandungan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Penanganan psikologik terhadap ibu

Bila kematian janin benar-benar telah dipastikan maka harus dilakukan pendekatan atau

memberikan penjelasan sebaik-baiknya terhadap ibu dan suami.

2. Pengeluaran hasil konsepsi

Ada dua sikap dalam pengeluaran hasil konsepsi yaitu :

A. Ekspekatif

Pada sikap ini hanya dilakukan observasi saja dan menunggu sampai terjadinya

persalinan spontan. Sikap ini masih dianjurkan karena menyadari bahwa 80% (70-

90%) janin akan lahir spontan dalam waktu 2 – 3 minggu setelah kematian janin.

Tetapi sikap ini mempunyai kekurangan dimana banyak pasien secara psikologis

tidak dapat menerimanya dan disamping ada risiko lain berupa kelainan pembekuan

darah yang dapat terjadi setelah 3-4 minggu.

Retensi janin KJDK:

Bila kadar fibrinogen di atas 100 mg/dL tidak mengganggu proses

pembekuan.

Kadar fibrinogen mulai menurun sekitar 25% (20-50 mg/dL) perminggu

setelah KJDK.

Selama pasien diobservasi, perlu dilakukan pemeriksaan serial COT dan

kadar fibrinogen setiap minggu untuk mengantisipasi proses koagulopati

yang juga bisa muncul sebelum 4 minggu KJDK.

Jika dijumpai hipofibrinogenemia tetapi si ibu tidak mengalami

perdarahan aktif, perlu dinberi heparin untuk mencegah intravasular

koagulasi, tetapi bila kelainan pembekuan dijumpai segera dilakukan

usaha evakuasi hasil konsepsi dari uterus.

B. Evakuasi produk konsepsi dari rahim

13

Page 14: KJDK lapkas

Dapat dilakukan dengan beberapa cara:

Pemberian oksitosin secara intravena pada kehamilan mendekati aterm, cukup efektif

dalam menimbulkan kontraksi uterus walaupun pemberiannya kadang-kadang harus

diulang. Pada kehamilan yang belum aterm, pemberian infus oksitosin kurang efektif dan

memerlukan pemberian infus oksitosin kurang efektif dan emerlukan pemberian dosis

tinggi serta memerlukan lebih dari sekali pemberian. Oksitosin sebaiknya tidak diberikan

pada keadaan bekas seksio sesaria, letak lintang (menjelang aterm) dan CPD.

Laminaria dan oksitosin

Pemakaian laminaria yang dimasukkan ke dalam kanalis servikalis

beberapa jam sebelum pemakaian infus oksitosin, dapat menambah

keberhasilan pengeluaran hasil konsepsi

Estrogen dan oksitosin

Induksi partus dengan oksitosin dapat dimulai dengan pemberian estrogen

(ethinilestradiol) 1-2 mg tiap 6 jam selama 48 jam. Setelah 48 jam

pemberian estrogen dilakukan stripping of the membrane, kemudian

ditunggu 24 jam, bila persalinan belum dimulai maka dilakukan induksi

dengan oksitosin drips.

Prostaglandin

Menurut Food and Drug administration (FDA), prostaglandin yang

digunakan untuk induksi persalinan pada KJDK adalah prostaglandin E2

(PGE2) yang diberikan dalam bentuk vaginal suppositoria. Dosis yang

digunakan 20 mg suppositoria yang diberikan tiap 3 jam, ditempatkan di

fornix vagina. Dapat juga diberikan dalam bentuk gel melalui vagina.

Suntik larutan garam hipertonis (larutan NaC; 20%)

Larutan ini disuntikkan ke dalam kantong amnion yang terkenal dengan

“Salting Out”.

Embriotomi

Suatu persalinan buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-

bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam tanpa melukai ibu. Pada

saat sekarang embriotomi merupakan tindakan yang jarang dilakukan.

Ekstraksi

14

Page 15: KJDK lapkas

Pada janin mati letak lintang, janin kecil, dan menjadi lembek, kadang-

kadang persalinan bisa berlangsung spontan. Janin dalam keadaan terlipat

dua melewati jalan lahir (konduplikasio korpore) atau lahir dengan

evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas. Pada cara

Denman bahu tertahan pada simfisi dan dengan fleksi kuat di bagian

bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong, dan kaki turun di

rongga panggul dan dilahirkan untuk kemudian dilewati oleh bokong dan

kaki, yang lahir lebih dahulu, selanjutnya diikuti oleh bagian-bagian badan

lainnya dan kepala. Dua cara ini hanya merupakan variasi-variasi dari satu

mekanisme, yaitu fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.

Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif

2.9 PENCEGAHAN

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah

bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solutio placenta.13

Berikut adalah langkah-langkah pencegahan yang bisa diambil untuk menghidari janin

agar tidak meninggal di dalam kandungan:

1. Melakukan istirahat yang cukup selama kehamilan

Menjaga ola hidup yang sehat sangat disarankan untuk ibu hamil. Hal ini terkait dengan

imunitas di dalam tubuh agar tidak rentan terkena beberapa penyakit. Bagi sebagian

penyakit yang berhubungan dengan infeksi mikroorganisme akan membuat kekebalan

tubuh anda berkurang dan mengganggu kesehatan perkembangan janin.untuk ibu yang

sedang hamil, mencukupi kebutuhan istirahat sangat dianjurkan, apabila jika ada riwayat

keguguran sebelumnya.

2. Hindari merokok dan mengkomsumsi alkohol

Kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkomsumsi alkohol akan meningkatkan resiko

kondisi kesehatan yang buruk pada kehamilan. Selain dapat mengakibatkan berat badan

lahir rendah dengan peningkatan cacat mental yang tinggi dan dapat menimbulkan

15

Page 16: KJDK lapkas

komplikasi kehamilan yang serius seperti perdarahan berat selama kehamilan

berlangsung dan juga akan meningkatkan resiko kematian pada janin dan ibu hamil.

3. Pemeriksaan kesehatan selama kehamilan

Sangat penting untuk mempersiapkan kondisi kesehatan selama kehamilan terkait dengan

menurunkan resiko gangguan kesehatan pada janin. Pemeriksaan berkaitan dengan

kondisi kesehatan ibu hamil diantaranya adalah dengan menurunkan resiko pada ibu

hamil yang mengalami gangguan kesehata seperti hipertensi atau lebih dikenal dengan

sebutan tekanan darah tinggim preeklamsi yaitu bagi ibu hamil yang tidak memiliki

riwayat kesehatan tekanan darah tinggi akan tetapi tiba-tiba mengidap gangguan tekanan

darah selama kehamilan sedang berlangsung. Menjaga kesehatan untuk terhindar dari

infeksi pada saat kehamilan

Kehamilan sangat rentan terhadap beberapa kondisi kesehatan dan tidak menutup

kemungkinan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan infeksi yang ditimbulkan

oleh virus, bakteri, jamur yang akan mengganggu kesehatan janin. Selalu perhatikan pola

komsumsi dan kebersihan makanan yang dikomsumsi begitu juga agar selalu menjaga

diri terhadap kebersihan. Beberapa imunisasi kehamilan akan menghindari dari infeksi

selama kehamilan.

4. Pemeriksaan pada janin untuk melakukan pencegahan pada kehamilan selanjutnya

Pada kasus kematian janin dalam kandungan sebaiknya dilakukan otopsi untuk

mengetahui penyebabnya sehingga pada kehamilan selanjutnya dapat lebih

mewaspadai.Salah satu penyebab kematian di dalam kandungan diantaranya ada

ketidakcocokan darah antara ibu dengan janin

.2.10 KOMPLIKASI

1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan

cukup lama.

2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.

3. Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

2.11 PROGNOSIS

Jika dapat dideteksi segera, prognosis untuk ibu baik

16

Page 17: KJDK lapkas

BAB III

KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. MS

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Honorer

Tanggal Masuk : 3 Juni 2016

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama : Tidak merasakan gerakan janin.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri ke IGD dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin. Keluhan ini

mulai dirasakan pasien sejak tanggal 6 Juni di pagi hari. Pasien mengaku tidak merasakan

mules mules mau melahirkan . Perdarahan pervaginam disangkal OS. Keluar lendir

bercampur darah disangkal. Riwayat trauma ataupun dikusuk (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)

Riwayat Pemakaian Obat

Tidak ada riwayat pemakaian obat

Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

HPHT : 26 September 2015

TTP : 1 Juli 2016

Riwayat ANC : 3 x, Hasil USG : Oligohidramnion

Riwayat Persalinan : Hamil ini

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

17

Page 18: KJDK lapkas

Sensorium : Compos mentis Anemis : ( - )

Tekanan darah : 110 / 70 mmHg Sianosis : ( - )

Nadi : 82 x / menit Dispnoe : ( - )

Pernapasan : 20 x / menit Ikterik : ( - )

Suhu : 37,4 0 C Edema : ( - )

Keadaan Spesifik

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Hepar : dbn

Lien : dbn

STATUS OBSTETRIKUS

- Abdomen : Membesar asimetris

- TFU : 4 jari dibawah px

- Teregang : -

- Terbawah : Kepala

- Gerak : (-)

- DJJ : Tidak terdengar dengan Daptone

- HIS : (+) lemah

- EBW : (-)

-

Pemeriksaan VT (Vaginal Toucher)

18

Page 19: KJDK lapkas

Pembukaan : 2 cm

Effacement : 30 %

3.4 Pemeriksaan Penunjang USG

Janin Tunggal, Intrauterin Janin Meninggal TBJ: 1600 gr Usia Gestasi 35 minggu.

Laboratorium

Test Hasil Range normal

Hb 11,1 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl

Ht 32,3 % 35 – 50 %

Leukosit 14.800/uL 4.000 – 11.000 /uL

Trombosit 305.000/uL 150.000 – 450.000 /uL

RBC 3,81 x 10 6 /uL 3,50 – 5,50 x 106

Gula darah sewaktu mg/dL 70 - 125 mg/dl

Cholesterol mg/dL < 200 mg/dL

3.6 Diagnosis Sementara

G1P0A0 + KDR (34-35) + KJDK

3.7 Tatalaksana

Rencana Terminasi kehamilan dengan balon kateter.

3.7 Follow Up

19

Page 20: KJDK lapkas

Tanggal S O A P

3 Juni

2016

Tidak merasakan

gerakan janin

Kesadaran: CM

TD: 110/70

mmHg

(di IGD)

HR: 82x/menit

RR: 20x/menit

T: 37,6 oC

TFU : 27 cm

USG : Janin

tunggal,

meninggal,intra

Uterin, UK : 35

minggu, TBJ :

1600 gr

G1P0A0 +

KDR (34-35

Minggu) +

KJDK

Pemasanga Balon

Kateter

4 Juni

2016

Badan lemas, Mules

(+).

Kesadaran: CM

TD: 120/70

mmHg

(di IGD)

HR: 86x/menit

RR: 18x/menit

T: 37,6 oC

HIS (+) jarang

Balon Kateter

aff

VT 5 cm

G1P0A0 +

KDR (34-35

Minggu) +

KJDK

- IVFD RL + ½

ampul

Sintosinon 20

tts/mnt

- DC (+)

- Balon Kateter

aff

20