LP Bronkopneumonia.docx

33
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA A. Anatomi Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan darah. 1. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari: a) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung b) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx (farinx laryngeal) 2. Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :

Transcript of LP Bronkopneumonia.docx

Page 1: LP Bronkopneumonia.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA

A. Anatomi

Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ

pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu

rongga hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi

melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan darah.

1. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:

a) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang

masuk kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang

menyalurkan air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam

hidung

b) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan

sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan

krikid maka letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang

mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx (farinx laryngeal)

2. Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :

a) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang

memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai

ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.

b) Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea

berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima

dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).

c) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-

kira vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan

trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus

kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar

dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis

Page 2: LP Bronkopneumonia.docx

ini mempunyai makna klinis yang penting.Tabung endotracheal terletak

sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah

masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, maka

tidak dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps (atelektasis).Tapi arah

bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah memasukkan

kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda asing yang

terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan ke

arahnya vertikal.

Cabang utma bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi

menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan

ini terus menerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronchioles

terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak

mengandung alveolus. Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah

1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di

kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah, semua saluran

udara dibawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara

karena fungsi utamanya dalah sebagai pengantar udara ketempat

pertukaran gas paru-paru. Di luar bronchiolus terminalis terdapat asinus

yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Duktus

alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris

terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.

d) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam

rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh

mediastinum central yang mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh

darah besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar.

Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe

memasuuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru

kanan lebih banyak daripada kiri, paru kanan dibagi menjadi tiga lobus

dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi

menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronchusnya. Paru kanan

mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segmen pada lobus

Page 3: LP Bronkopneumonia.docx

medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri mempunyai 5 buah

segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior.Tiap-

tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama

lobulus. Didalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak

sekali, cabang ini disebut duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir

pada alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3 mm. Letak paru di rongga

dada dibungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.

Pleura dibagi menjadi dua :1) pleura visceral (selaput dada

pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru; 2)

pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum

pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa

udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit

cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),

menghindarkan gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan

bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,

sehingga mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura

mengalami peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga

pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan

Page 4: LP Bronkopneumonia.docx

B. Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete,

2013) :

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)

3. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering terjadi pada

anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan

oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu

dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder

terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga

sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang

dewasa (Bennete, 2013).

Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai

pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di

dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.

(Smeltzer & Suzanne C, 2002). Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah

infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan

juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 2006).

Bronkhopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada

jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus

bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam

etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1996 :

Halaman 106).

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang

mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area

terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di

Page 5: LP Bronkopneumonia.docx

sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.

(Smeltzer,2001).

Jadi bronkopneumonia adalah radang paru terutama pada bagian bronkus

dan alveolus yang berada di sekitarnya, serta terjadi konsolidasi area berbercak,

yang sebelumnya didahului dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan

bagian atas.

C. Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,

2011) :

1.      Faktor Infeksi

a) Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b) Pada bayi :

Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, Bordetella pertusis.

c) Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d) Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

a) Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde

lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

Page 6: LP Bronkopneumonia.docx

b) Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu

mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan

pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada

jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung

asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan

minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk

terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita

penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang

pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

3. Faktor Predisposisi

a. Usia

b. Genetik

4. Faktor Presipitasi

a. Gizi buruk/kurang

b. Berat badan lahir rendah (BBLR)

c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai

d. Imunisasi yang tidak lengkap

e. Polusi udara

f. Kepadatan tempat tinggal

Page 7: LP Bronkopneumonia.docx

D. Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,

dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli

telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti

secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru

a) Pneumonia lobaris

b) Pneumonia interstitialis

c) Bronkopneumonia

2. Berdasarkan asal infeksi

a) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia

= CAP)

b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a) Pneumonia bakteri

b) Pneumonia virus

c) Pneumonia mikoplasma

d) Pneumonia jamur

4. Berdasarkan karakteristik penyakit

a) Pneumonia tipikal

b) Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit

a) Pneumonia akut

b) Pneumonia persisten

E. Tanda dan Gejala

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi

saluran nafas bagian atas selama beberapa hari.

1. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C

2. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.

Page 8: LP Bronkopneumonia.docx

3. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan

cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.

4. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk

setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian

menjadi produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya

bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1. Pada inspeksi : terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah

retraksi dinding dada

penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung

orthopnea

pergerakan pernafasan yang berlawanan.

Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi

melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian

yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan

sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya,

ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura

yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir

dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan

anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan

pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda

yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada

infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat

diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga

tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres

pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem

saraf pusat dapat dicurigai.

Page 9: LP Bronkopneumonia.docx

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan

adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek

secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan

hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi

jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan

jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama

inspirasi.    

2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi

perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi

akan berkurang.

3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek

dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada

tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang

mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang

atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar

(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-

gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-

tiba terbuka.

F. Patofisiologi dan Web Caution

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.

Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan

mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan

Page 10: LP Bronkopneumonia.docx

respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,

makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau

bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas

bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas

bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan

kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar

25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif

jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.

Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran

pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi

neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan

menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran

darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran

fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan

terjadinya hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan

kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan

disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan

kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara

enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk.

Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura

menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung

secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan

pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

Page 11: LP Bronkopneumonia.docx

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast

setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan

jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin

untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler

paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus

ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2.    Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian

dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Page 12: LP Bronkopneumonia.docx

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses

luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi

(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia

mikoplasma sinar X dada mungkin bersih.

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang

tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada

lobus bawah.

Gambar 2. Bronchopneumonia pada Anak umur 5 tahun

2. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat

dan penyakit paru yang ada. Mungkin menunjukkan hipoksemia dan

hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsy jarum,

aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk

mengatasi organisme penyebab.

4. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya

pneumonia bakterial. Infeksi virus: leukosit normal atau meningkat (tidak

lebih dari 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan infeksi bakteri;

leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang predominan.

5. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

6. LED : meningkat

Page 13: LP Bronkopneumonia.docx

7. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan

kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain

menurun, hipoksemia.

8. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah

9. Bilirubin : mungkin meningkat

10. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear

tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 2000)

H. Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley, et

all, 2011):

a. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada.

b. Panas badan

c. Ronki basah halus-sedang nyaring (crakles)

d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrate difus

e. Leukositas (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien

bronkopneumonia adalah:

1. Menjaga kelancaran pernapasan

2. Kebutuhan istirahat

3. Kebutuhan nutrisi dan cairan

4. Mengontrol suhu tubuh

5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:

1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)

2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap

melalui selang nasogastrik dengan feeding drip

Page 14: LP Bronkopneumonia.docx

3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

dan beta agonis untuk transpor muskusilier

4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief

Mansjoer, 2000). 

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak

terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;

Bradley et.al., 2011).

1.    Penatalaksaan Umum

a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau

PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus

a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan

pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi

antibioti awal.

b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung.

c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis

(di wilayah dengan angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan

menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus

dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman

yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok

usia.

Page 15: LP Bronkopneumonia.docx

1.    Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a) ampicillin + aminoglikosid

b) amoksisillin - asam klavulanat

c) amoksisillin + aminoglikosid

d) sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a) beta laktam amoksisillin

b) amoksisillin - asam klavulanat

c) golongan sefalosporin

d) kotrimoksazol

e) makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

a) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

b) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).

Dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali

sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan

perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih

tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan

dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan

seolah-olah antibiotik tidak efektif).

J. Komplikasi

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps

paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga

pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

Page 16: LP Bronkopneumonia.docx

f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

K. Pencegahan Bronkopneumonia

1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak

sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum

dan pencegahan khusus.

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap

kejadian bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :

a) Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu

kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali

(pada usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan

Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9 bulan)..

b) Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi

neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.

c) Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi

di luar ruangan.

d) Mengurangi kepadatan hunian rumah.

2. Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah

orang telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari

komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi

diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya

penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :26

a) Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri

antibiotik benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif,

nilai setiap hari.

b) Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.

c) Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.

Page 17: LP Bronkopneumonia.docx

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :

a) Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.

b) Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses

pemberian makan.

c) Berikan anak cairan tambahan untuk minum.

d) Tingkatkan pemberian ASI.

e) Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.

f) Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit,

pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk,

jika terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas

kesehatan.

L. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji

1. Fokus  Pengkajian

Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering

terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada

bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering

mengalami bronkopneumonia.

2. Keluhan Utama : sesak nafas

3. Riwayat Penyakit

a) Pneumonia Virus : didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas,

termasuk renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada

pneumonia bakteri.

b) Pneumonia Stafilokokus (bakteri) : didahului oleh infeksi saluran

pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari hingga seminggu,

kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.

Page 18: LP Bronkopneumonia.docx

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit

fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap panjang

dan lama yang disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).

5. Pengkajian Fisik

a) Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis

sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula

non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik

nafas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.

b) Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,

fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit dan nadi mengalami

peningkatan.

c) Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.

d) Auskultasi : Pada pneumoniakan terdengar stidor suara nafas berjurang,

ronkhi halus pada sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang resolusi,

pernafasan bronchial, bronkhofoni, kadang-kadang terdenar bising gesek

pleura.

6. Data Fokus

a) Pernapasan

Gejala  : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat

aksesoris, pelebaran nasal.

Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis

bibir atau kulit

b) Aktivitas atau istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi

c) Integritas ego : banyaknya stressor

d) Makanan atau cairan

Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah

Tanda: distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan tugor

kulit buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)

Page 19: LP Bronkopneumonia.docx

e) Nyeri atau kenyamanan

Gejala  : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada

subternal (influenza), maligna, atralgia.

Tanda  : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi

yang sakit untuk membatasi gerakan) (Doengos,2000).

M. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Nurarif,2013):

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum

2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi.

3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia yang

berhubungan dengan toksin bakteri aud an rasa sputum.

5. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d. kehilangan cairan berlebih.

6. Intoleransi aktivitas b.d insufisiensi O2 untuk aktivitas sehari-hari.

N. Prioritas Tindakan Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum.

2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi.

3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia yang

berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum.

Page 20: LP Bronkopneumonia.docx

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2013http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, Kaplan SL et all. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Month of Age:Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseas Society of America. Clin Infect Dis. 2011; 53 (7): 617-630.

Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. 2009. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.

Dahlan Z. 2006. Pneumonia, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Suyono S. (ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Departemen Kesehatan RI.1996.  Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Jakarta :Depkes.

Doenges M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.

Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Jakarta: Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Martin T, Susan. 2000. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan Evaluasi. Jakarta: EGC.

Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2009. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.

Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 21: LP Bronkopneumonia.docx

Reevers, Charlene J, et all .2001. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda GB. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Vol 1. Jakarta: EGC.

Smetlzer SC, Bare BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart . Jakarta: EGC,

Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006.Patofisiologi konsep klinis dan proses-proses penyakit. Jakarta: ECG.

Wiley, Blackwell. 2009. Nursing Dianoses Definition and Classification 2009-2011. United States of America: Mosby Elsevier.