Lap Farmako Fix

30
I. Tujuan Intruksional A. Umum Setelah menyelesaikan praktikum farmakologi dan terapeutik ini mahasiswa akan dapat menerapkan prinsip-prinsip farmakologi berbagai macam obat dan memiliki keterampilan dalam memberi dan mengaplikasikan obat secara rasional untuk kepentingan klinik. B. Khusus Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa akan dapat : 1. Menjelaskan efek obat katartik 2. Menjelaskan jenis-jenis obat katartik 3. Menjelaskan bahan-bahan alami yang dapat bersifat katartik 4. Memilih jenis obat katartik yang paling tepat dalam praktek klinik II. Tinjauan Pustaka Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defikasi) dan meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tinja (feces) tidak mengeras dan defikasi menjadi normal. Makanan yang masuk ke dalam tubuh akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/ kolon. Di

Transcript of Lap Farmako Fix

Page 1: Lap Farmako Fix

I. Tujuan Intruksional

A. Umum

Setelah menyelesaikan praktikum farmakologi dan terapeutik ini

mahasiswa akan dapat menerapkan prinsip-prinsip farmakologi

berbagai macam obat dan memiliki keterampilan dalam memberi

dan mengaplikasikan obat secara rasional untuk kepentingan

klinik.

B. Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa akan dapat :

1. Menjelaskan efek obat katartik

2. Menjelaskan jenis-jenis obat katartik

3. Menjelaskan bahan-bahan alami yang dapat bersifat katartik

4. Memilih jenis obat katartik yang paling tepat dalam praktek

klinik

II. Tinjauan Pustaka

Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan

peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defikasi) dan

meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tinja (feces) tidak

mengeras dan defikasi menjadi normal. Makanan yang masuk ke dalam tubuh

akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/ kolon. Di

dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila

massa feses berada terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga

banyak, akibatnya konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat

menyulitkan pada saat pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di

mana seseorang mengalami kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot

polos usus yang lumpuh maupun gangguan refleks defekasi yang mengakibatkan

frekuensi maupun proses pengeluaran feses terganggu (Neal,M.J, 2005).

Frekuensi defekasi/ buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai

12 kali dalam seminggu. Namun, seseorang baru dapat dikatakan konstipasi jika

ia mengalami frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu, disertai

Page 2: Lap Farmako Fix

konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses

besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami

sensasi rasa tidak puas pada saat BAB. Orang yang frekuensi defekasi/ BAB-nya

kurang dari normal belum tentu menderita konstipasi jika ukuran maupun

konsistensi fesesnya masih normal. Konstipasi juga dapat disertai rasa tidak

nyaman pada bagian perut dan hilangnya nafsu makan (Neal,M.J, 2005).

Konstipasi sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, tetapi lebih tepat

disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu penyakit atau masalah dalam

tubuh misalnya terjadi gangguan pada saluran pencernaan (irritable bowel

syndrome), gangguan metabolisme (diabetes), maupun gangguan pada sistem

endokrin (hipertiroidisme) (Neal,M.J, 2005).

Sasaran terapi konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks peristaltik

dinding kolon. Tujuan terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien

tidak lagi mengalami konstipasi atau proses defekasi/ BAB (meliputi frekuensi

dan konsistensi feses) kembali normal. Strategi terapi dapat menggunakan terapi

farmakologis maupun non-farmakologis. Terapi non-farmakologis digunakan

untuk meningkatkan frekuensi BAB pada pasien konstipasi, yaitu dengan

menambah asupan serat sebanyak 10-12 gram per hari dan meningkatkan volume

cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik/ olahraga. Sumber

makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan gandum. Serat

dapat menambah ‘volume’ feses (karena dalam saluran pencernaan manusia ia

tidak dicerna), mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat

feses melewati usus sehingga frekuensi defekasi/ BAB meningkat

sedangkan terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan untuk

meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang

kering dan keras (Neal,M.J, 2005).

Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar meliputi pengurangan

absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan

meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah

kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan

menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit. Obat pencahar sendiri dapat

Page 3: Lap Farmako Fix

dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1) pencahar yang melunakkan feses dalam

waktu 1-3 hari (pencahar bulk-forming, docusates, dan laktulosa); (2) pencahar

yang mampu menghasilkan feses yang lunak atau semicair dalam waktu 6-12 jam

(derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta (3) pencahar yang mampu

menghasilkan pengluaran feses yang cair dalam waktu 1-6 jam (saline katartik,

larutan elektrolit poli etilen glikol) (Tjay, Tan Hoan, 2007).

Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang

tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan

volume padatan feses dan melunakkan feses supaya lebih mudah dikeluarkan.

Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan

membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan

merangsang gerak peristaltik. Penggunaan obat pencahar ini perlu memperhatikan

asupan cairan kedalam tubuh harus mencukupi, jika tidah bahaya terjadi dehidrasi

(Tjay, Tan Hoan, 2007).

Derivat difenilmetan yang biasa digunakan adalah bisakodil dan

fenolptalein. Senyawa-senyawa ini merangsang sekresi cairan dan saraf pada

mukosa kolon yang mengakibatkan kontraksi kolon sehingga terjadi pergerakan

usus (peristaltik) dalam waktu 6-12 jam setelah diminum, atau 15-60 menit

setelah diberikan melalui rektal. Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang

karena bersifat karsinogen. Senyawa ini tidak direkomendasikan untuk digunakan

tiap hari. Jarak antara setiap kali penggunaan harus cukup lama, sekitar beberapa

minggu, untuk mengobati konstipasi ataupun untuk mempersiapkan pengosongan

kolon jika diperlukan untuk pembedahan (Tjay, Tan Hoan, 2007).

Saline katartik merupakan garam anorganik yang mengandung ion-ion

seperti Mg, S, P, dan sitrat, yang bekerja dengan mempertahankan air tetap dalam

saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian

merangsang pergerakan usus (peristaltik). Selain itu, Mg juga merangsang sekresi

kolesitokinin, suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi

cairan. Senyawa ini dapat diminum ataupun diberikan secara rektal. Pencahar

saline ini juga dapat digunakan untuk mengosongkan kolon dengan cepat sebagai

Page 4: Lap Farmako Fix

persiapan sebelum pemeriksaan radiologi, endoskopi, dan pembedahan pada

bagian perut (Tjay, Tan Hoan, 2007).

Sebagian besar obat pelangsing dapat menimbulkan dampak negatif

seperti: gangguan emosi, hiperaktivitas, sulit tidur, perut kembung dan perih,

keletihan terus menerus, depresi, ketagihan, mual, muntah, dan tubuh gemetar.

Ada juga yang menggangu kesuburan dan sikulasi menstruasi . Penggunaan obat

pelangsing yang bersifat pencahan atau laksatif dapat

menyebabkan usus bereaksi lebih aktif menyerap makanan, sehingga membuat

makanan yang dikonsumsi cepat dibuang sebelum diserap. Akibatnya bila

konsumsi obat dihentikan maka tubuh akan semakin gemuk karena usus jadi lebih

efisien dalam menyerap makanan (Neal,M.J, 2005).

Penggunaan laksatif yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan

mengabaikan keinginan BAB – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat.

Kebiasaan pengguna laksatif bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat,

sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang

terus-menerus (toleransi obat) (Neal,M.J, 2005).

III. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Beakerglass 1000 ml

2. Sonde lambung

3. Spuit injeksi 3 cc

4. Kertas saringa

B. Bahan

1. MgSO4

2. Bisakodil

3. Vegetas

4. Merit

C. Binatang percobaan

1. Tikus putih

Page 5: Lap Farmako Fix

IV. Rencana Kerja

1. Ambil empat ekor tikus putih. Timbang berat badan tikus lalu masing-

masing dimasukan kedalam beakerglass yang sudah dilandasi dengan

kertas saring.

2. Amati selama 30 menit bentuk fesenya (padat, kental, cair). Feses yang

baik adalah feses yang padat dan tidak membasahi kertas saring.

3. Berilah obat pada setiap 1 ekor tikus putih secara oral dengan sonde

lambung.

a. MgSO4 50 g/kg BB

b. Bisakodil 10 mg/kgBB

c. Vegeta (2 bungkus untuk orang dewasa)

d. Merit (2 pil untuk orang dewasa)

4. Amati perubahan konsistensi fesenya dalam 3 jam pertama dan 3 jam

kedua.

Page 6: Lap Farmako Fix

V. Hasil Percobaan

A. Hasil

1. Dosis Obat

i. MgSO4

1) Berat Badan Tikus = 250 g

2) Dosis konversi = 0,018

3) Dosis Pengenceran = 30 g dalam 60 ml

4) Dosis Anjuran = 50 g x 0,018

= 0,9 g /200 g tikus

5) Dosis obat (g) = 250 x0,9200

= 1,125 g

6) Dosis obat (ml) = 1,125

0,5

= 2,25 ml

ii. Bisakodil

1) Berat Badan Tikus = 375 g

2) Dosis konversi = 0,018

3) Dosis Pengenceran = 0,4 mg / cc

4) Dosis Anjuran = 0,2 mg / 200 g tikus

5) Dosis obat (g) = 375 x0,2200

= 0, 375 g

6) Dosis obat (ml) = 1,1250,4

= 0, 9375 ml

iii. Vegeta

1) Berat Badan Tikus = 125 g

2) Dosis manusia = 2 bungkus dalam 200 cc air

3) Dosis konversi = 0,018

Page 7: Lap Farmako Fix

4) Dosis Anjuran = 200 x 0 , 018

200 g =

3,6 cc200g

5) Dosis obat (ml) = 125 x3,6200

= 3,15 ml

iv. Merit

1) Berat Badan Tikus = 125 g

2) Dosis Encer = 6 pil dalam 40 cc

3) Dosis konversi = 0,018

4) Dosis Anjuran = 40 x0 ,018

200 g =

0,72 cc200 g

5) Dosis obat (ml) = 125 x0,72200

= 0, 45 ml

Tabel 1.1 Pengamatan Feses Tikus

No. Jenis Obat 30 Menit

Sebelum

Pemberian Obat

3 Jam Pertama

Setelah

Pemberian Obat

3 Jam Kedua

Setelah

Pemberian Obat

1. MgSO4

Jumlah Banyak Sedang Sedikit

Konsistensi Padat Lembek Lembek

2. Bisakodil

Jumlah Banyak Banyak Sedikit

Konsistensi Padat Padat Agak lembek

3. Vegeta

Jumlah Banyak Sangat Lembek Sangat Lembek

Konsistensi Padat Sedikit Sedang

4. Merit

Jumlah Banyak Agak lembek Agak lembek

Page 8: Lap Farmako Fix

Konsistensi Padat Banyak Sedikit

B. Pembahasan

Tikus putih dengan berat 250 g yang diberi obat garam magnesium (MgSO4

atau garam inggris) pada pengamatan 30 menit pertama sebelum pemberiaan obat

jumlah dan konsistensi normal. Pada pengamatan 3 jam pertama setelah pemberian

garam magnesium sudah terlihat perubahan yaitu jumlah tinjanya menjadi sedang

dan konsistensinya lembek sedangkan pada pengamatan 3 jam kedua jumlah

tinjanya menjadi sedikit dan konsistensinya lembek. Dari hasil percobaan sesuai

dengan teori yaitu tinja menjadi lembek setelah 3-6 jam, ini terjadi karena daya

osmotiknya yang berpengaruh pada peningkatan peristaltik usus, sehingga air

ditarik ke dalam lumen usus dan menyebabkan tinja menjadi lembek. Efek

pencahar yang besar bisa menyebabkan kosongnya jumlah feses yang harus

dikeluarkan pada defekasi berikutnya sehingga jumlahnya menjadi lebih sedikit.

Tikus putih dengan berat 375 g yang diberi obat bisakodil pada pengamatan

30 menit pertama sebelum pemberiaan obat jumlah dan konsistensi normal. Pada

pengamatan 3 jam pertama setelah pemberian bisakodil belum terlihat perubahan

yaitu jumlah tinjanya masih banyak dan konsistensinya masih padat sedangkan

pada pengamatan 3 jam kedua jumlah tinjanya menjadi sedikit dan konsistensinya

menjadi agak lembek dari sebelumnya. Dari hasil percobaan membuktikan jika 3

jam pertama obat bisakodil belum bereaksi dan baru mulai terlihat efeknya setelah

3 jam kedua yaitu konsistensi tinja yang agak lembek dari sebelumnya. Bila

diberikan secara oral efek pencahar bisakodil timbul setelah 6-12 jam sedangkan

efeknya akan bekerja lebih cepat yaitu sekitar seperempat sampai satu jam.

Bisakodil merupakan jenis obat pencahar perangsang yang kerjanya merangsang

mukosa, saraf intramural, dan otot polos sehingga peristaltik meningkat dan sekresi

lendir meningkat. Meningkatnya motilitas usus mengakibatkan menurunnya

absorpsi garam dan air dan selanjutnya mengurangi waktu transit sehingga tinja

menjadi tidak padat dan mengandung air yang mampu membasahi kertas.

Tikus putih dengan berat 125 g yang diberi vegeta pada pengamatan 30

menit pertama sebelum pemberiaan obat jumlah dan konsistensi normal. Pada

pengamatan 3 jam pertama setelah pemberian vegeta sudah terlihat perubahan yaitu

Page 9: Lap Farmako Fix

jumlah tinjanya sedang dan konsistensinya sangat lembek sedangkan pada

pengamatan 3 jam kedua jumlah tinjanya menjadi sedikit dan konsistensinya sangat

lembek. Vegeta mengandung psilium yaitu jenis obat pencahar pembentuk massa.

Obat ini bekerja dengan mengikat air dan ion dalam lumen kolon, dengan demikian

feses akan menjadi lebih lunak. Pada pengamatan 3 jam pertama konsistensi tinja

tikus sudah sangat lembek, artinya vegeta yang diberikan pada tikus ini dalam 3

jam pertama sudah bekerja, tetapi pada pengamatan 3 jam kedua jumlah tinjanya

menjadi lebih sedikit karena feses yang ada sudah dikeluarkan pada jam-jam

sebelumnya. Sehingga kemungkinan yang terjadi jika penggunaan secara rutin

akan merusak siklus BAB normal.

Tikus putih dengan berat 125 g yang diberi merit pada pengamatan 30 menit

pertama sebelum pemberiaan obat jumlah dan konsistensi normal. Pada

pengamatan 3 jam pertama setelah pemberian merit sudah terlihat perubahan yaitu

jumlah tinjanya banyak dan konsistensinya agak lembek sedangkan pada

pengamatan 3 jam kedua jumlah tinjanya menjadi sedikit dan konsistensinya agak

lembek. Merit dikalangan awam dikenal sebagai obat pelangsing tubuh, kandungan

merit antara lain Rhei Radix yang bersifat pencahar yaitu memacu pergerakan

peristaltik usus besar sehingga akan mempermudah buang air besar. Bahan ini akan

menstimulasi dinding usus besar sehingga mengurangi absorpsi cairan dari massa

feses dan meningkatkan pergerakan peristaltik usus besar untuk mendorong proses

buang air besar lebih mudah dan membuat feses lebih lembek dan banyak.

VI. Aplikasi Klinis

A. Penyakit Hirschsprung

Definisi

Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik

megakolon. Dilihat dari namanya penyakit ini merupakan keadaan

usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).

Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)

yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan”

Page 10: Lap Farmako Fix

usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi

membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-

beda untuk setiap individu ( Universitas Sumatera Utara. 2006).

Penyebab

Penyebab timbulnya penyakit Hirschsprung adalah kelainan

genetik. Penyakit ini juga dapat ditemukan bersamaan dengan sindrom

Down, kanker tiroid, dan neuroblastoma ( Universitas Sumatera Utara.

2006).

Gejala

Karena terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan

fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan

mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam

pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hirschsprung, tinja

akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain

itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika

dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan

terjadi gangguan pertumbuhan. Gambar. Penyakit Hirschsprung (

Universitas Sumatera Utara. 2006).

Perhatikan perbedaan besar usus antara gambar yang kiri dan kanan.

Page 11: Lap Farmako Fix

Diagnosa

Gambaran Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan

berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :

(1). Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai,

yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan

distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24

jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson

(1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus ,

sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan

72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi

abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat

dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman

komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang

dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia

2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.

Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk

dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung

datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi

meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,1993; Fonkalsrud dkk,1997;

Swenson dkk,1990). (Gambar 6)

Page 12: Lap Farmako Fix

Gambar 6. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat

abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.

(ii). Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol

adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula

terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan

pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,

konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang

air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk

defekasi. (Gambar 7)

Gambar 7. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah

tindakandefinitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah

operasi.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada

penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk

Page 13: Lap Farmako Fix

membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan

standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium

enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal

yang panjangnya bervariasi;

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah

penyempitan ke arah daerah dilatasi;

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

(Kartono,1993).

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas

penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi

barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur

dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang

membaur dengan feces kearah proksimal kolon.

Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun

disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat

menggumpal di daerah rektum dan sigmoid (Kartono,1993, Fonkalsrud

dkk,1997; Swenson dkk,1990).

Page 14: Lap Farmako Fix

Gambar 8. Terlihat gambar barium enema

penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami

penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang

melebar.

Pemeriksaan patologi anatomi

Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas

absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus

sub-mukosa (Meissner). Disamping itu akan terlihat dalam jumlah

banyak penebalan serabut syaraf (parasimpatis). Akurasi pemeriksaan

akan semakin tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia

asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut

syaraf parasimpatis, dibandingkan dengan pengecatan konvensional

dengan haematoxylin eosin. Disamping memakai

asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-100, metode

peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja

pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang

berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan

interpretasi yang berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Cilley

dkk,2001).

Swenson pada tahun 1955 mempelopori pemeriksaan histopatologi

dengan eksisi seluruh tebal dinding otot rektum, untuk

mendapatkan gambaran pleksus mienterik. Secara tekhnis, metode ini

sulit dilakukan sebab memerlukan anastesi umum, dapat menyebabkan

inflamasi dan pembentukan jaringan ikat yang mempersulit

tindakan bedah definitif. Noblett tahun 1969 mempelopori tekhnik biopsi

hisap dengan menggunakan alat khusus, untuk mendapatkan jaringan

mukosa dan sub-mukosa sehingga dapat melihat keberadaan pleksus

Meissner. Metode ini kini telah menggantikan metode biopsi eksisi

Page 15: Lap Farmako Fix

sebab tidak memerlukan anastesi dan akurasi pemeriksaan

mencapai 100% (Junis dkk, Andrassy dkk). Biasanya biopsi hisap

dilakukan pada 3 tempat : 2,3,dan 5 cm proksimal dari anal verge. Apabila

hasil biopsi hisap meragukan, barulah dilakukan biopsi eksisi otot

rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya, Polley

(1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif

palsu dan komplikasi (Kartono,1993; Swenson dkk,1990;

Swenson,2002).

Manometri anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu

pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit

yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri

anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan

histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar

: transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter

mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer

(Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit

Hirschsprung adalah :

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus

aganglionik;

3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter

interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak

dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).

Page 16: Lap Farmako Fix

Gambar 10. Tampak gambar skema dari manometri

anorekatal,yang memakai balon berisi udara sebagai transducernya.

Padapenderita Hirschsprung (kanan), tidak terlihat relaksasi spinkter ani.

Penatalaksanaan

Terdapat 2 langkah operasi yang dapat dilakukan untuk menangani

penyakit ini, yaitu :

Langkah pertama adalah dengan dilakukan kolostomi, yaitu

pembuatan saluran pembuangan tinja pada dinding perut dengan cara

membuat lubang pada dinding perut lalu kemudian menyambungkan usus

(yang masih sehat) ke lubang tersebut. Hal ini memungkinkan

pengeluaran tinja melalui dinding perut.

Langkah kedua adalah setelah berat badan, usia, dan kondisi bayi

sudah cukup, dapat dilakukan penutupan kolostomi tersebut serta

menyambungkan kembali usus besar ke tempatnya semula,

yaitu di anus ( Universitas Sumatera Utara. 2006).

B. Hemorrhoids

Hemorrhoids adalah pembengkakan dan peradangan vena pada

anus dan rectum bawah. Hemorrhoids antara lain disebabkan karena

Page 17: Lap Farmako Fix

ketegangan selama buang air besar atau peningkatan tegangan pada vena

tersebut karena kehamilan. Hemorrhoids bisa terletak di dalam rectum

(Internal Hemorrhoids) atau di luar rectum (external Hemorrhoids). Tanda

dan gejala dari Internal hemorrhoids biasanya tidak sakit, dapat terjadi

perdaraan bila teriritasi, dapat berkembang menjadi Prolapsed

Hemorrhoids dan Strangulated, sedangkan Eksternal Hemorrhoids

biasanya sangat sakit, sering terjadi pembengkakan dan iritasi, gatal karena

iritasi kulit, dapat menyebabkan masalah pada fungsi anus, terutama anal

sphincter, dapat berkembang menjadi Thrombosed Hemorrhoids (Geissle,

2006).

Faktor-Faktor yang bisa menjadi penyebab Hemorrhoids

diantaranya:

1. Mengejan saat buang air besar

2. Duduk untuk jangka waktu yang lama

3. Diare kronis atau sembelit

4. Kegemukan

5. Kehamilan

6. Anal intercourse

Kemungkinan terkena Hemorrhoids lebih besar saat usia

bertambah karena jaringan yang mendukung pembuluh darah di rectum

dan anus menjadi lebih lemah karena penuaan (Geissle, 2006).

VII. Kesimpulan

1. Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan

peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar

(defikasi) dan meredakan sembelit.

2. Sasaran terapi konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks

peristaltik dinding kolon. Tujuan terapinya adalah menghilangkan

Page 18: Lap Farmako Fix

gejala, artinya pasien tidak lagi mengalami konstipasi atau proses

defekasi/ BAB (meliputi frekuensi dan konsistensi feses) kembali

normal.

3. Penggunaan laksatif yang berlebihan mempunyai efek yang sama

dengan mengabaikan keinginan BAB – refleks pada proses

defekasi yang alami dihambat.

VIII. Evaluasi

1. Mengapa dosis vegeta dan merit yang digunakan besarnya

seperti itu?

Dosis anjuran merupakan dosis yang dipakai untuk hewan uji yang

telah dokonversi dari dosis normal untuk manusia. Dosis anjuran

untuk vegeta 3,6mL/200gr dan dosis anjuran untuk merit 0,72mL/200gr.

Dosis ini merupakan dosis yang telah dikonversi dari dosis aman untuk

manusia ke dosis untuk hewan coba dengan perhitungan apabila berat

hewan coba 200 gram. Kedua tikus uji memiliki berat 125 gr

sehingga didapatkan dosis vegeta sebanyak 2,25 mL dan dosis merit 0,45

mL. Dosis ini langsung dalam satuan mL dan tidak ada lagi konversi ke

dalam dosis cair karena bentuk obat sudah dalam bentuk larutan cair.

2. Jelaskan mekanisme kerja vegeta dan merit!

Vegeta komposisinya menganung plantago atau psilium yang

termasuk golongan pencahar pembentuk massa. Mekanisme kerja

dengan meningkatkan volume air dalam kolon sehingga tinja

menjadi lebih lunak dan lebih mudah untuk dikeluarkan.

Page 19: Lap Farmako Fix

Merit adalah obat pelangsing tubuh dengan komposisi Guazumae

Folium, Rhei Radix, Granati Fructus Cortex. Guazumae folium

mengandung zat lendir yang berfungsi melapisi GI tract sehingga

penyerapan zat makanan menjadi lebih sedikit dan makanan lebih

cepat dikeluarkan. Rhei radix bekerja sebagai pencahar rangsang yang

aktif meningkatkan peristaltic usus. Sedangkan granati fructus cortex

memperkecil bidang penyerapan pada usus sehingga meningkatkan

jumlah feses saat defekasi. Secara umum merit bekerja sebagai

pencahar rangsang.

3. Jelaskan mekanisme kerja obat katartik!

1.Pencahar Rangsang

Pencahar ini bekerja dengan merangsang mukosa

lumen serta saraf intramural/otot polos sehingga

gerakan peristaltic dan sekresi lumen usus meningkat.

2.Pencahar Garam dan Pencahar Osmotik

Bekerja dengan prinsip osmotic yaittu obat yang berbentuk

garam yang masuk ke lumen GI tract akan

meningkatkan tekanan intralumen sehingga air akan

berpindah ke lumen dan melunakkan tinja dan mempermudah

proses defekasi.

3.Pencahar Pembantuk Massa

Bekerja mengikar air dan ion ke dalam lumen kolon

sehingga tinja menjadi banyak.

4.Pencahar Emolien

Memudahkan defekasi dengan cara melunakkan tinja tanpa

Page 20: Lap Farmako Fix

merangsang peristaltic usus yang kemudian menurunkan tegangan

permukaan pada feses sehingga air dan lemak mudah masuk ke

dalam tinja.

Daftar Pustaka

Geissle, M. Doenges. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Tjay, Tan Hoan; Kirana Rahardja.2007.Obat-Obat Penting.Edisi

keenam.Jakarta:PT.Alex Media Komputindo.

Neal, M.J . 2005. At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta: PT Gelora Aksara

Pratama

Cilley RE, Statter MB, Hirschl RB,et al. Definitive treatment of Hirschsprung’s

disease in the newborn with a one stage procedure. Arch Dis Child 2001;84:212-

7.

Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan

Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI. 1993.

Shafik A. Surgical anatomy of the anal canal.In: Neto JA,editor. New trends in

coloproctology. Rio de Jainero;Livraria:2000.p.3-18.

Page 21: Lap Farmako Fix