kOLELITIASIS

48
dunia kesehatan DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tEL 081379730011, 0721271545 BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) GAMBARAN PENDERITA BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) DI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG PERIODE JANUARI 2010 – JANUARI 2011 PROPOSAL PENELITIAN (KARYA TULIS ILMIAH) Oleh : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2011

Transcript of kOLELITIASIS

Page 1: kOLELITIASIS

dunia kesehatan DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tEL 081379730011, 0721271545

BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)

GAMBARAN PENDERITA BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)

DI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

PERIODE JANUARI 2010 – JANUARI 2011

PROPOSAL PENELITIAN(KARYA TULIS ILMIAH)

Oleh :

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG2011

GAMBARAN PENDERITA BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)

DI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

PERIODE JANUARI 2010 – JANUARI 2011

Page 2: kOLELITIASIS

PROPOSAL PENELITIAN(KARYA TULIS ILMIAH)

Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG2011..

LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul :

Page 3: kOLELITIASIS

Gambaran Penderita Batu Empedu (Kolelitiasis) di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar

Lampung Periode Januari 2010 – Januari 2011

Nama : 

NPM : 

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk seminar proposal.

Bandar Lampung, . . . . . . . . . . . .

Pembimbing I Pembimbing II

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul ” Gambaran

Penderita Batu Empedu (Kolelitiasis) di RS Abdul Moeloek Bandar Lampung Periode

Januari 2010 – Januari 2011”.

Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, maka dengan

selesainya proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung.

2. Bapak dr Yusmaidi Sp,B selaku Pembimbing I dan Bapak Drs Hendri Busman M,Biomed

selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dalam

penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Page 4: kOLELITIASIS

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan.

Bandar Lampung, . . . . . . . . . . . .

(.................................)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Persetujuan..............................................................................................

Kata Pengantar.....................................................................................................

Abstrak................................................................................................................

Daftar Isi.............................................................................................................

Daftar Gambar....................................................................................................

Daftar Tabel.......................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang,...........................................................................

I.2. Rumusan Masalah........................................................................

I.3. Tujuan Penelitian...........................................................................

I.3.1. Tujuan Umum........................................................................

I.3.2. Tujuan Khusus.......................................................................

I.4. Manfaat Penelitian............................................................................

I.4.1. Manfaat Umum...............................................................

I.4.2. Manfaat Khusus.............................................................

I.5. Kerangka Teori.......................................................................

I.6. Kerangka Konsep....................................................................

BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................................

II.1. Definisi Kolelitiasis................................................................

II.2. Epidemiologi Kolelitiasis........................................................

II.3. Anatomi Kandung Empedu...........................................................

II.4. Fisiologi Kandung Empedu.....................................................

II.5. Etiologi Kandung Empedu......................................................

II.6. Faktor Resiko Kolelitiasis.......................................................

II.7. Patofisiologi Kolelitiasis.........................................................

Page 5: kOLELITIASIS

II.8. Klasifikasi Kolelitiaisis...........................................................

II.9. Gejala Klinis Kolelitiaasis.......................................................

II.10. Komplikasi Kolelitiasis.................................................................

II.11. Diagnosis Kolelitiasis ...........................................................

II.12. Penatalaksanaan Kolelitiasis....................................................

BAB III Metodologi Penelitian........................................................................

III.1. Jenis Penelitian...............................................................................

III.2. Waktu & Tempat Penelitian...........................................................

III.3. Rancangan Penelitian.....................................................................

III.4. Populasi & Sampel Penelitian........................................................

III.5. Variabel Penelitian.........................................................................

III.6. Definisi Operasional Variabel........................................................

III.7. Pengumpulan Data.........................................................................

III.8. Pengolahan Data.............................................................................

BAB IPENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat

(Sudoyo,2006). Angka kejadiannya lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan

bertambahnya usia (Keshav,2004). Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang

dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20%-40%)

dan rendah di negara Asia (3%-4%). (Robbins,2007)

Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan

dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita

dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan

batu empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya.

(Beckingham,2001)

Page 6: kOLELITIASIS

Sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak

mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan

komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan

serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan

terus meningkat. (Sudoyo,2006)

Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua

pertiganya menjalani pembedahan. Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran

empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun

akibat penyakit batu empedu atau penyulit pembedahan. (Robbins,2007)

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru Ultrasonografi (USG)

maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat

dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin

kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.

(Sabiston,1994)

Oleh karena itu, maka penulis ingin mengetahui gambaran penderita batu empedu

(kolelitiasis) di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2010 –

Januari 2011.

I.2. Rumusan Masalah

Oleh karena semakin meningkatnya angka kejadian kolelitiasis, maka penulis membuat

rumusan masalah sebagai berikut “bagaimana gambaran penderita batu empedu (kolelitiasis)

di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2010 – Januari 2011?”.

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

Page 7: kOLELITIASIS

Mengetahui gambaran penderita batu empedu (kolelitiasis) di Rumah Sakit Abdul Moeloek

Bandar Lampung periode Januari 2010 – Januari 2011.

I.3.2. Tujuan Khusus

Diperolehnya gambaran penatalaksanaan pada penderita batu empedu (kolelitiasis) di Rumah

Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2010 – Januari 2011.

I.4. Manfaat Penelitian

I.4.1. Manfaat umum :

1. Manfaat bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan mengenai gambaran

penderita batu empedu (kolelitiasis) di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung

periode Januari 2010 – Januari 2011.

2. Manfaat bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat mengetahui gambaran penderita batu empedu (kolelitiasis) di Rumah

Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2010 – Januari 2011

3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan dan referensi untuk menambah wawasan khususnya mengenai

gambaran penderita batu empedu (kolelitiasis) di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar

Lampung periode Januari 2010 – Januari 2011

I.4.2. Manfaat Khusus :

1 Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam penelitian dan sebagai

bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah serta sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran

I.5. Kerangka Teori

Page 8: kOLELITIASIS

Kerangka teori penelitian adalah hubungan antara teori-teori yang diamati atau di ukur

melalui penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka teori yang akan diteliti yaitu :

(Notoatmodjo,2010)

Page 11: kOLELITIASIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Kolelitiasis

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu

kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip

batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

II.2. Epidemiologi Kolelitiasis

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.

Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak

jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu.

Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.

(Mansjoer,1999)

Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu,

tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh

peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya

menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis

pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu

kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.

(Mansjoer,1999)

II.3. Anatomi Kandung Empedu

Page 12: kOLELITIASIS

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak

pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.

Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana

fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.

Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.

Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk

bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.

Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan

collum dengan permukaan visceral hati. (Reksoprodjo,1995)

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.

cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil

dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. (Reksoprodjo,1995)

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat

collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum

sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju

kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. (Reksoprodjo,1995)

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak

tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk

ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu

membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai

duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk

ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan

Page 13: kOLELITIASIS

ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai Sfingter Oddi.

(Sjamsuhidajat,2005)

Gambar 2.1 Anatomi Kandung Empedu (Putz, 2003)

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu

yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus

hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh

limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung

empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat

daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke

dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi.

Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam

dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk

menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. (Sjamsuhidajat,2005)

Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan

batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul

sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan. (Price,2006)

II.4.. Fisiologi Kandung Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.

Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,

mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan.

Page 14: kOLELITIASIS

Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga

mempunyai banyak mikrovilli. (Reksoprodjo,1995)

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini

kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya

membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat

cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. (Snell,2002)

II.4.1. Pengosongan kandung empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak

menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian

masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,

otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga

memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu

dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absorbsi lemak. (Reksoprodjo,1995)

II.5. Etiologi Batu Empedu

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling

penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,

stasis empedu dan infeksi kandung empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya

tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol

bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.

II.6. Faktor Risiko

Page 15: kOLELITIASIS

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor risiko di bawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Jenis kelamin. Wanita memiliki resiko 3 kali lipat terkena kolitiasis dibandingkan pria. Ini

dikarenakan hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh

kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko

terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat

meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan

kandung empedu.

2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang

usia yang lebih muda.

3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih

tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol

dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/pengosongan kandung empedu.

4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.

6. Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn

disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

Page 16: kOLELITIASIS

8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu

tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati

intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung

empedu.

II.7. patofisiologi kolelitiasis

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena

bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam

pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol

terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol

turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang

mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu

dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau

terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. (Schwartz,2000)

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.

Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu

nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin

bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk

dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz,2000)

II.8. Klasifikasi kolelitiasis

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan.

1. Batu kolesterol

Page 17: kOLELITIASIS

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.

Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol).

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

a. Supersaturasi kolesterol

b. Hipomotilitas kandung empedu

c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%

kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat

sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan

infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,

operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli,

kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin

bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang

tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi

bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di

saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa

zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan

pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri

dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya

batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.

Page 18: kOLELITIASIS

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

II.9. Gejala Klinis Kolelitiasis

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun, 70% hingga

80% pasien tetap asimtomatik seumur hidupnya (Robbins,2007). Penderita batu empedu

sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan

nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri

menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan

berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung

selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. (Sjamsuhidajat,2005)

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan

tanda-tanda fisik kurang nyata. Sering kali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,

nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat

berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat

menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu

(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat

bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding

kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau

menyebakan ruptur dinding kandung empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

II.10.. Komplikasi Kolelitiasis

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : (Sjamsuhidajat,2005)

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

Page 19: kOLELITIASIS

5. Perikolesistitis

6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga

7. Perforasi

8. Kolesistitis kronis

9. Hidrop kandung empedu

10. Empiema kandung empedu

11. Fistel kolesistoenterik

12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu

muncul lagi)

13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan

kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong

dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila

batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila

terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu

dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk

suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya

kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun

dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

(Sjamsuhidajat,2005)

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi

dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus

Page 20: kOLELITIASIS

koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis. (Sjamsuhidajat,2005)

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit

saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. (Sjamsuhidajat,2005)

II.11. Diagnosa Kolelitiasis

II. 11. 1. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih

dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. (Sjamsuhidajat,2005)

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap

dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. (Sjamsuhidajat,2005)

II. 11. 2. Pemeriksaan Fisik

1. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema

kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum

maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri

tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang

Page 21: kOLELITIASIS

meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

(Sjamsuhidajat,2005)

2. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba

hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,

gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul

ikterus klinis. (Sjamsuhidajat,2005)

II. 11. 3. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat

penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin

juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

(Sjamsuhidajat,2005)

Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan banyak tes

biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati. Bilirubin

serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari reaksi Van den

bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Walaupun sering peningkatan bilirubin serum

menunjukkan kelainan hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit

hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis

intravaskular dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul

sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim hati atau

Page 22: kOLELITIASIS

kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu akibat batu empedu,

keganasan, atau pankreas jinak. (Sabiston,1994)

Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak 25 sampai

30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan produksi harian. Nilai

>30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel

hati. Keganasan ekstrahepatik paling sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum

20 mg per 100 ml), sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian,

dengan bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml. (Sabiston,1994)

Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat transaminase)

dan Aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-piruvat transaminase)

merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan

dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-

3 kali normal atau kadang-kadang cukup tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan

penyakit saluran empedu, terutama obstruksi saluran empedu. (Sabiston,1994)

Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel saluran empedu.

Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan

sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran

empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada

kerusakan tulang. Juga meningkat selama kehamilan karena sintesis plasenta. (Sabiston,1994)

2. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.

Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

Page 23: kOLELITIASIS

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika. (Sjamsuhidajat,2005)

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis (Yekeler, 2004)

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam

usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang

ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. (Sudoyo,2006)

Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik penyaring, tidak

hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa diketahui secara meyakinkan,

tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau pankreas (seperti massa atau kista) juga bisa

terbukti. Pada tahun belakangan ini, ultrasonografi jelas telah ditetapkan sebagai tes

penyaring awal untuk memulai evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus

intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis ekstrahepatik. Jika tidak

Page 24: kOLELITIASIS

didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestatis intrahepatik. Ketepatan

ultrasonografi dalam membedakan antara kolestatis intra dan ekstrahepatik tergantung pada

derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi jelas melebihi 90% .Distensi usus oleh gas

mengganggu pemeriksaan ini. (Sabiston,1994)

4. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung

jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-

keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih

bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

II.12. Penatalaksanaan Kolelitiasis

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang

hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak. (Sjamsuhidajat,2005)

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah

dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung

empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat

gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

(Sjamsuhidajat,2005)

Pilihan penatalaksanaan antara lain : (Schwartz,2000)

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis

simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus

biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini

Page 25: kOLELITIASIS

kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. (Schwartz,2000)

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini

sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris

dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-

0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung

empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

(Schwartz,2000)

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis

akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan

prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.

Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat

mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat

kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan

adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera

duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

(Schwartz,2000)

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka

kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan

manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam

xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap

terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.

(Schwartz,2000)

Page 26: kOLELITIASIS

Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini sukses. Disolusi medis sebelumnya harus

memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu

kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. (Beckingham,2001)

4. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-

Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah

terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini

invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

(Schwartz,2000)

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini

memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. (Schwartz,2000)

6. Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur

pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya

kritis. (Schwartz,2000)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif retrospektif yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang

suatu keadaan secara objektif dengan melihat ke belakang (backword looking).

(Notoatmodjo,2002)

Sumber data penelitian menggunakan data sekunder yaitu melihat variabel-variabel penelitian

yang tercatat dalam rekam medik pasien penderita kolelitiasis selama periode Januari 2010 –

Januari 2011.

III.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Page 27: kOLELITIASIS

III.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 – Desember 2011

III.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian Rekam Medik Rumah Sakit Abdul moeloek Bandar Lampung

III.3. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah non eksperimental berupa survei deskriptif.

Rancangan yang digunakan adalah cross sectional retrospektif yaitu penelitian yang mencari

hubunagan variabel bebas atau resiko dan variabel terikat atau akibat dengan melakukan

pengukuran sesaat terhadap kejadian yang telah terjadi di masa lampau. (Sudigdo,2002)

III.4. Populasi dan Sampel Penelitian

III.4.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua data pasien yang tercatat di rekam medik rawat inap di

Bagian Bedah Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung

III.4.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua data pasien kolelitiasis yang tercatat pada rekam medik

rawat inap yang memenuhi kriteria.

III.4.3. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara total sampling yaitu seluruh pasien

kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari

2010 – Januari 2011.

III.5. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Usia

b. Jenis Kelamin

c. Keluhan utama

d. Keluhan tambahan

e. Pemeriksaan laboratorium

f. Penatalaksanaan

III.6. Definisi Operasional

Table 3.1Definisi Operasional Variabel Gambaran Penderita Kolelitiasis

Page 28: kOLELITIASIS

Variabel DefinisiAlat Ukur

Cara UkurHasil Ukur Skala

Ukur

Umur

umur dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir penderita yang tercatat pada rekam medik

Rekam medik

Observasi1: <18thn2: 18-60thn3: >60thn

Numerik

Jenis kelamin

ciri khas tertentu yang dimiliki oleh pasien sesuai yang tercatat di rekam medik

Rekam medik

Observasi0: laki-laki1: perempuan

Numerik

Gejala

Keluhan yang dialami pasien yang tercatat di rekam medik

Rekam medis

Observasi

1: nyeri perut kanan atas2 : nyeri ulu hati3: kulit berwarna kuning4 : mual muntah

Numerik

Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien kolelitiasis dan tercatat di rekam medis

Rekam medis

Observasi

1: kolesterol total2: bilirubin total3 : bilirubin direct

Numerik

III.7. Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu status rekam medik

penderita kolelitiasis yang terdapat di bagian bedah Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar

Lampung.

III.8. Pengolahan Data

Pengolah data dilakukan setelah diperoleh data sekunder dari rekam medik pasien. Langkah-

langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Menyusun data yang telah lengkap

2. Tabulasi data dengan membuat tabel distribusi untuk laporan variabel

3. Menyajikan dalam bentuk gambar

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: kOLELITIASIS

1. Beckingham, IJ. Gallstone disease. In: ABC of Liver, Pancreas and Gall Bladder. London:

BMJ Books. 2001.

2. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell Science; 2004.

3. Kumar, Ramzi S. Cotran & Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Penerbit EGC.

Jakarta. 2007

4. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Penerbit Media

Aesculapius, FKUI, Jakarta

5. Notoadmojdo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Penerbit Rineka

Cipta. Jakarta. 2010

6. Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006

7. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2003

8. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

9. Sabiston David C. Buku Ajar Bedah, Bagian 2. Penerbit EGC. Jakarta. 1994

10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

11. Sekijima J.H, Lee, Sum P. Gallstones and Cholecystitis. In: Humes D, Dupon L, editors.

Kelley’s Textbook of Internal Medicine. 4th ed

12. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579

13. Snell, Richard S.. Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266, Penerbit EGC, Jakarta. 2002

14. Sudigdo Sastroasmoro, Sofyan Ismael. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian dan Klinis.

Jakarta: CV Sagung Seto. 2002

Page 30: kOLELITIASIS

15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

16. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. 2004

Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1

Diposkan oleh kesehatan Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook kuliah Bahan Kuliah asekkk

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Blog Archive

▼   2011 (167) o ►   Des (3) o ▼   Nov (41)

►   Nov 22 (1) ►   Nov 21 (3) ►   Nov 15 (2) ►   Nov 14 (3) ►   Nov 12 (2) ▼   Nov 10 (3)

ASKEP ANAK DENGAN SYNDROM NEFROTIK NEFROTIK SYNDRO...

GINJAL BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)

►   Nov 09 (4) ►   Nov 08 (7) ►   Nov 07 (3) ►   Nov 06 (4) ►   Nov 05 (7) ►   Nov 03 (1) ►   Nov 01 (1)

o ►   Okt (8) o ►   Agu (2) o ►   Jun (7) o ►   Mei (31)

Page 31: kOLELITIASIS

o ►   Apr (26) o ►   Mar (49)

About Me

kesehatanbandar lampung, lampung, Indonesiabagi anda yg perlu dokumentasi dalam bentuk CD, DVD, foto, paket wedding,prawedding, cetak undangan untuk daerah lampung dan sekitarnya, DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tEL 081379730011, 0721271545

Lihat profil lengkapku

Labels

agama (72) Bahan Kuliah (117) DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING

BANDAR LAMPUNG tEL 081379730011 (97) farmasi (14) kimia (1) UMUM (1)

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.