Cr Kolelitiasis

download Cr Kolelitiasis

of 25

description

cr

Transcript of Cr Kolelitiasis

STATUS PASIEN BEDAH

A. IDENTITAS PASIENNama : Ny. YWJenis Kelamin : WanitaUmur : 51 tahun Pekerjaan : Pegawai NegriStatus: MenikahAlamat : Jl. Kopo km 12,5 KatapangAgama : IslamTanggal Pemeriksaan: 23 Mei 2014No. RM: 472671

A. ANAMNESAAutoanamnesa pada tanggal 23 Mei 2014Keluhan Utama : Nyeri di perut kanan atasRiwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RS pada tanggal 8 Mei 2014 dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Pasien telah merasakan nyeri pada perut kanan atas kurang lebih selama 2 minggu sebelum datang ke rumah sakit sejak tanggal pemeriksaan. Saat ini pasien mengeluhkan nyeri yang menjalar ke perut kiri atas. Pasien sering memakan makanan yang berlemak seperti gorengan. Pasien pernah mengecek kadar kolestrol total dalam darah 2 tahun yang lalu, dan nilainya diatas batas normal. Selain nyeri pada perut kanan atas dan penjalaran ke perut kiri atas pasien tidak mempunyai keluhan lainnya. Pasien tidak merasakan adanya panas badan, buang air kecil dan besar dalam batas normal, tidak ada mual, tidak ada muntah, dan rasa sakit yang pasien rasakan tidak sampai mengganggu aktivitas. Pasien sudah mencoba mengkonsumsi obat maag dan tidak ada perubahan nyeri.Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah menjalani operasi kista pada ovarium dan operasi akibat perlengkatan usus.Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak adaB. PEMERIKSAAN FISIKI. Status Generalis1. Kondisi Umum: Sakit ringan2. Kesadaran: Compos mentis3. Status Gizi: Baik4. Vital Sign: TD: 110/70 mmHg N : 80 x/menit, R : 22 x/menit, S : afebris5. Kepala: Conjungtiva Anemis (-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-), turgor kulit baik, bibir sianosis (-), lidah kotor (-). 6. Leher: Tidak ada deviasi, tidak ada massa, tidak ada pembesaran KGB7. Thorax: Inspeksi : Pergerakan dada ka=ki simetris, retraksi intercostalis (-) Palpasi: Fremitus taktil & vokal ka=ki simetris Perkusi: Pulmo : Sonor di kedua hemitoraks Cor : Atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra Kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra Kiri: ICS 4 linea midklavikula sinistra Auskultasi: Pulmo : VBS kanan=kiri, Ronkhi (-), Wheezing (-)Cor : BJ I-II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-) 8. Abdomen Inspeksi: Tampak datar, sikatriks (-) Auskultasi: BU (+) normal Perkusi: Timpani di seluruh kuadran abdomen Palpasi: Hepar & Lien tidak teraba pembesaran Nyeri tekan (-)

9. Extremitas Superior dextra dan sinistra : tonus otot: baikgerakan: aktifedema: (-)massa: (-) Inferior dextra :tonus otot: baikgerakan: aktifedema: (-)massa: (-) Inferior sinistra :tonus otot: baikgerakan:aktifedema: (-)massa : (-)

II. Status Lokalis Inspeksi: -Palpasi: nyeri tekan pada perut kanan atas dan kiri (+)C. DIAGNOSIS BANDING Kolelitiasis Pankreatitis ApendisitisD. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Ultrasonografi Upper AbdomenHepar : ukuran masi normal, parenkim homogen, tidak tampak massa. Vena porta dan duktus biliaris tidak melebar.Kantung empedu : dinding bagian inferior sulit di deteksi, terhalang bayangan acustic shadow. Intraluminal tampak lesi hiperekoik dengan acustic shadow ukuran 2,94 x 3,18 cm. Duktus koledukus tidak melebar.Kesan : Kolelitiasis. USG hepar saat ini tidak tampak kelainan.2. Kolesistografi3. Pemeriksaan Laboratorium Kadar bilirubin serum Kadar fosfatase Alkali Kadar amilase serumE. DIAGNOSIS KERJA KolelitiasisF. PENATALAKSANAAN Terapi non-bedah: KolelitolitikTerapi bedah: KolesistektomiG. PROGNOSISQua ad vitam : dubia ad bonamQua ad functionam : dubia ad bonamQua ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBatu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefenisiCholelithiasis atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones,biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

2.2 AnatomiKandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

2.3 Fisiologi Saluran EmpeduVesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:1. Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.1. Neurogen: Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu :1. Garam Empedu1. Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.Fungsi garam empedu adalah: Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.c. BilirubinHemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.2.5 EpidemiologiInsiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.2.6 Faktor ResikoKolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:a. Jenis KelaminWanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.b. UsiaResiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.c. Berat badan (BMI)Orang denganBody Mass Index(BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.d. MakananIntake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.e. Riwayat keluargaOrang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.f. Aktifitas fisikKurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.g. Penyakit usus halusPenyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.h. Nutrisi intravena jangka lamaNutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.2.7 Patofisiologi Kolelitiasis2.7.1 Patogenesis Bentukan Batu EmpeduSebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi: Batu Kolesterol Batu Campuran (Mixed Stone) Batu Pigmen. Batu KolesterolPembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:a. Fase SupersaturasiKolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut: Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak. Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet). Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi. Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.b. Fase Pembentukan inti batuInti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besarUntuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. Batu bilirubin/Batu pigmenBatu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:a. Saturasi bilirubinPada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.b. Pembentukan inti batuPembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.2.7.2 Patofisiologi UmumBatu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lainadalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terjebak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu,biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.2.8. Manifestasi KlinisPenderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.2.9 Diagnosis2.9.1 AnamnesisKolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik.Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.2.9.2 Pemeriksaan Fisik Batu kandung empeduApabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empeduBaru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.2.9.3 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumBatu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu.Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiapsetiap kali terjadi serangan akut.b. Pemeriksaan radiologisUltrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

KolelitiasisBatu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada kandung empedu serta khas membentuk bayangan akustik dibawahnya. Batu yang kecil dan tipis kadang-kadang tidak memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang meragukan perubahan posisi penderita, misalnya duduk, sangat membantu.Kolesistitis akutTanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kadang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transuder yang dikenal sebagai morgan sign positif atau positif transuder sign.Kolesistitis kronikKandung empedu sering tidak atau sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut (contracted gallblader). Kadang-kadang terlihat hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vessika felea.Saluran empeduPada penderita-penderita yang diduga dengan obstruksi saluran empedu, USG merupakan pemeriksaan pertama dari serangkaian prosedur pencitraan. Saluran empedu intra hepatik akan mudah dilihat bila terjadi pelebaran karena selaluberjalan periportal anterior. Hal ini menjadi sangat penting karena pelebaran saluran empedu ini kadang-kadang sudah terlihat sebelum bilirubin darah meningkat.Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus koledukus melebar arau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak lebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus koledukus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar, sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, diman elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil.Pada dasarnya lebar saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi sebagian (partial obstruction) baik disebabkan oleh duktus koledukus, tumor papila vateri ataukolangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala.Pada setiap pelebaran duktus koledukus, pemeriksaan terhadap kaput pankreas dan duktus pankreatikus wirsungi adalah sangat membantu dalam menentukan lokasi sumbatantersebutPada umumnya terhadap penderita-penderita dengan ikterus yang tidak ditemukan adanya saluran empedu yang melebar, maka dugaan kita beralih kepada kelainan-kelainan parenkim hati misalnya pada sirosis hati, hepatitis, maupun metastasis, yang pada umumnya dapat dibedakan dari parenkim hati normal.Ringkasan dibawah ini akan sangat membantu dalam mempelajari sistem traktus biliaris. Pada saat ini kegunaan utama USG dalam pemeriksaan saluran empedu adalah untuk menentukan ikterus, apakah berasal dari kelainan hepatoseluler atau karena obstruksi saluran empedu. Namun demikian sampai saat ini belum ada zat kontras yang dapat digunakan seperti halnya pada kolesistografi. Didalam parenkim hati, kita harus dapat membedakan pelebaran saluran empedu dari vena hepatika serta vena porta.Pelebaran saluran empeduMerupakan tabung (tubukus) yang anekoik (cairan) dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena portae. Pada dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement)Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dimana lokasi obstruksi traktus biliaris sangat sukar dideteksi, maka pemeriksaan lanjutan seperti kolongiografi transhepatik (PTC) atau retrograd endoskopik kolangiopankreatikografi (ERCP) sangat diperlukan. Kekurangan pengisian kandung empedu menunjukkan adanya obstruksi duktus sistikus dan tanda-tanda kolesistitis akuta.Kolesskintigrafi salah satu prosdur yang dapat mendeteksi obstruksi duktus biliaris sebelum dilatasi duktus timbul dan dapat dilihat dengang ultrasounografi. Berguna untuk mendeteksi atresia biliaris pada neonatus dan kebocoran empedu oleh berbagai penyebab.Endoscopy Retrograde Cholangiography (ERC) memberi injeksi langsung duktus koledokus dengan bahan kontras. Ini nilai spesial dalam mendeteksi batu di dalam duktus koledokus dan radang serta kelainan neoplastik duktus. Papilotomi, biopsi, mencari keterangan batu dari duktus biliaris, striktura dilatasi dan penempatan nasobiliari stent untuk membebaskan obstruksi semua mungkin dengan ERCP Percutaneus Transhepatic Cholangiography dilakukan dengan penyuntikan bahan kontras dibawah fluroscopy melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama alasannya dengan ERC dan keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dpat dikerjakan secara percutan.Computed tomography (CT): CT tidak begitu bernilai dalam mengevaluasi kandung empedu dan sistem duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi neoplasma parenkim hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif dari pada foto polos. CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan komposisi batu. Foto polos AbdomenFoto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

KolesistografiUntuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

2.9.4. Tatalaksana KolelitiasisKolelitiasis ditangani baik secara non-bedah maupun dengan pembedahan. Tatalaksana non-bedah terdiri atas lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan mecegah infeksi dan menurunkan kadar kolestrol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolestrol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat sintesis kolestrol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase.Lisis batu. Disolusi batu dengan sedian garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu kolestrol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam kandung empedu dengan metilbutil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif tetapi kerap disertai penyulit.Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah akan dilakukan kolesistektomi profilaksis secara elektif pada yang asimtomatik. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah kolelitiasis yang asimtomatik pada penderita diabetes melitus karena serangan kolesistitis akut dapat menimbulkan komplikasi berat.Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lainnya adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma. Pada semua keadaan tersebut dianjurkan untuk kolesistektomi.Secara umum indikasi untuk kolesistektomi adalah untuk batu kandung empedu yang simtomatik, pankreatitis empedu, dan diskinesia empedu. Pada diskenisia mepedu, hasil pemeriksaan injeksi empedu harus kurang dari 35%. Tes injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan kolesistokinin 20 mg/kg IV atau glukogen 1 mg/kgBB untuk membuat relaksasi sfingter. Batu empedu yang asimtomatik yang memerlukan kolesistektomi adalah pasien karier Salmonella yang ditandai dengan kultur feses yang positif untuk S.typhy ; pasien imunodefisiensi ; pasien yang akan bertugas jauh dari fasilitas kesehatan atau menjadi anggota ekspedisi ke daerah terpencil ; pasien dengan kandung empedu jenis porselin ; dan kandidat transplantasi ginjal.

2.9.5. Komplikasi Kolelitiasis1. Kolesistitis

a. Kolesistitis Akut Sebanyak 90 - 95 % kolesistitis disebabkan sekunder karena kolelitiasis. Secara umum kolesistitis merupakan suatu proses inflamasi. Obstruksi batu pada duktus sistikus merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya distensi kandung empedu, inflamasi, serta edema dinding kandung empedu. Pada kolesistitis akut kandung empedu menjadi menebal dan kemerahan disertai dengan perdarahan subserosa dan cairan perikolestatik. Selain itu pada mukosa kandung empedu tampak hiperemis serta nekrosis di beberapa tempat. Jika disertai dengan adanya infeksi sekunder bakteri, dapat terjadi kolesisititis gangrenosa dan terbentuk abses atau empyema di dalam kandung empedu. Kadang kala juga dapat terjadi perforasi di dareah subhepatik. Manifestasi klinisKolesistitis akut dapat bermula dengan adanya serangan kolik bilier, tapi hal ini berlawanan dengan keadaan kolik bilier itu sendiri yaitu karena nyeri yang timbul tidak menghilang. Nyeri tersebut terus menerus menetap selama beberapa hari. Pasien sering kali mengalami demam dan mengeluhkan adanya anoreksia, mual, muntah , lemas, dan apabila proses inflamasi sudah menjalar ke peritoneum parietale, maka pasien akan malas untuk bergerak karena adanya nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri fokal pada abdomen kuadran kanan atas, dan Murphy sign yang positif merupakan tanda yang khas pada keadaan ini. Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan jumlah leukosit normal atau leukositosis sedang dengan jumlah 12.000 15.000/mm3 dan adanya peningkatan sedang dari bilirubin serum < 4mg/ml seiring dengan peningkatan fosfatase alkali, transaminase dan amilase. Adanya ikterus berat menandakan adanya batu pada duktus sistikus komunis atau obstruksi pada duktus sistikus karena inflamasi perikolestatik sebagai akibat dari impaksi batu pada infundibulum kandung empedu yang secara mekanis mengakibatkan obstruksi duktus sistikus ( Mirizzi syndrome). Pemeriksaan penunjang USG abdomen merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang paling bermanfaat dalam mendiagnosa adanya kolesistitis akut dengan sensitivitas dan spesifisitas sebesar 95 %. Pada USG abdomen didapatkan gambaran berupa penebalan dinding kandung empedu disertai dengan cairan perikolestatik. Nyeri tekan pada daerah kandun empedu saat probe USG menekan daerah tersebut juga mengindikasikan adanya kolesistitis akut (sonographic Murphy sign positif). Selain USG abdomen juga dapat dilakukan CT scan abdomen dengan gambaran yang didapatkan berupa adanya penebalan dinding kandung empedu disertai dengan cairan perikolestatik, dan batu empedu. b. Kolesistitis KronikSekitar dua per tiga pasien dengan kolelitiasis juga mengalami kolesistitis yang dikarakteristikan dengan adanya serangan nyeri berulang dan keadaan ini sering juga dinamakan dengan kolik bilier. Nyeri terjadi ketika batu empedu menyumbat duktus sistikus sehingga menghasilkan peningkatan tekanan dinding kandung empedu yang progresif. Secara patologi terjadi perubahan kandung empedu mulai dari keadaan yang normal dengan hanya sedikit inflamasi kronik pada mukosa menjadi kandung empedu yang mengkerut dengan fibrosis transmural serta adhesi ke struktur sekitarnya. Manifestasi klinis Keluhan utama pasien biasanya berupa nyeri terus menerus dan makin makin dirasa nyeri selama 1 jam pertama dan biasanya berlangsung selama 1-5 jam. Nyeri dirasakan terutama pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas dan seringkali menyebar ke punggung kanan diantara skapula. Nyeri ini bisa sangat hebat dan muncul tiba-tiba, biasanya muncul pada malam hari atau stelah pasien mengkonsumsi makanan berlemak. Keluhan ini dapat juga disertai dengan mual dan muntah. Nyeri juga dapat bersifat episodik, pasien dapat mengeluhkan adanya serangan nyeri yang menyebar diselingi dengan keadaan normal tanpa gejala. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas pada saat timbul episode nyeri. Jika pasien sedang dalam keadaan bebas nyeri, maka pemeriksaan fisik dapat meberikan hasil yang normal. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan hasil tes fungsi hati dan leukosit yang normal pada pasien kolesistitis yang tidak memiliki komplikasi. Kondisi kolelitiasis yang atipikal juga sering muncul. Pada keadaan ini biasanya tidak ditemukan nyeri abdomen kanan atas meskipun terdapat batu di dalam kandung empedu nya. Jika nyeri berlangsung selama lebih dari 24 jam, harus segera dicurigai terjadinya impaksi batu di dalam duktus sistikus atau terjadi kolesistitis akut. Imapksi batu tersebut akan mengakibatkan kondisi yang dinamakan dengan hydrops kandung empdu dimana terjadi keadaan berikut yaitu cairan empdu diabsorbsi namun epitel kandung empedu terus menerus menghasilkan sekret mukus sehingga terjadi distensi kandung empedu oleh mukus. 2. KoledokolitiasisBatu pada duktus sistikus komunis dapat memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari ukuran kecil, besar, dengan jumlah tunggal maupun multipel dan dapat ditemukan pada 6 12 % pasien dengan kolelitiasis dan insidennya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Adanya batu pada duktus sistikus ini disebabkan karena migrasi batu dari duktus sistikus. Manifestasi Klinis Koledokolitiasis dapat bersifat asimptomatik dan seringkali ditemukan secara tidak sengaja. Koledokolitiasis dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi total maupun parsial dan dapat juga bermanifestasi sebagai kolangitis atau pankreatitis bilier. Nyeri yang ditemukan pada pasien relatif sama dengan nyeri yang dirasakan pada keadaan kolik bilier. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hasil yang normal namun dapat juga ditemukan adanya nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas atau pada daerah epigastrium disertai juga dengan adanya ikterus. Keluhan yang dirasakan bisa hilang timbul biasanya berupa nyeri dan ikterus hilang timbul yang diakibatkan karena adanya batu yang secara sementara mengimpaksi ampulla dan kemudian berpindah. Untuk batu yang kecil, maka batu ini dapat melewati ampulla secara spontan disertai dengan menghilangnya gejala-gejala klinis namun lambat laun batu akan mengimpaksi secara total dan mengakibatkan ikterus progresif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan bilirubin serum, fosfatase alkali, dan transaminase.Pemeriksaan penunjangUSG abdomen merupakan pemeriksaan radiologis pertama yang berguna untuk mengidentifikasi adanya batu pada kandung empedu dan menentukan ukuran duktus sistikus komunis. Pada USG abdomen didapatkan gambaran berupa pelebaran duktus sistikus komunis > 8 mm. Selain USG abdomen juga dapat dilakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiography (MRC) yang dapat memberikan gambaran anatomis yang detail dalam mendeteksi koledokolitiasis dengan nilai sensitivitas dan spesivisitas sebesar 95 dan 89 %. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan Endoscopic Cholangiography yang merupakan gold standard untuk mendeteksi adanya koledokolitiasis. Dengan Endoscopic Cholangiography bisa didaptakan keuntungan yaitu selain dapat digunakan sebagai sarana diagnostik, juga berguna sekaligus sebagai sarana terapi.3. KolangitisKolangitis merupakan satu dari dua komplikasi utama dari batu duktus koledokus, sedangkan komplikasi lainnya lagi berupa pankreatitis bilier. Kolangitis akut merupakan suatu infeksi bakteri yang menyebar dari bawah ke atas yang disebabkan karena adanya obstruksi parsial maupun total dari duktus biliaris. Dalam keadaan normal, cairan empedu yang dihasilkan oleh hati bersifat steril, demikian pula dengan kondisi steril cairan empedu yang disimpan di dalam kandung empedu dipertahankan dengan aliran empedu yang berkesinambungan disertai dengan substansi antibakterial yang terdapat di dalam cairan empedu itu sendiri berupa imunoglobulin. Gabungan antara infeksi bakteri disertai dengan obstruksi bilier yang umumnya disebabkan karena batu empedu merupakan faktor yang penting dalam terjadinya kolangitis. Organisme-organisme yang umumnya menyebabkan kolangitis yaitu antara lain Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis, dan Bacteroides fragilis.Manifestasi KlinisKolangitis dapat bermanifestasi sebagai suatu kondisi yang bervariasi mulai dari keadaan klinis yang ringan, sedang, dapat sembuh spontan sampai dengan suatu keadaan berat dan mengancam jiwa seperti pada keadaan septikemia. Gejala yang paling umum muncul adalah gejala-gejala yang dikenal sebagai Charcot triad dan muncul pada dua pertiga dari pasien-pasien yaitu berupa demam, nyeri epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas, dan disertai dengan ikterus. Gejala klinis yang muncul dapat berkembang secara progresif disertai sepsis dan keadaan ini dikenal sebagai Reynolds pentad (adanya demam, ikterus, nyeri abdomen kuadran kanan atas, syok septik dan perubahan status mental). Namun demikian keadaan ini juga bisa bermanifestasi sebagai suatu keadaan yang atipikal yaitu berupa demam yang tidak terlalu tinggi, ikterus atau nyeri abdomen kanan atas. Keadaaan ini biasanya terjadi pada orang dewasa yang bila mengalami infeksi ini tidak memberikan gejala yang bermakna sampai suatu saat jatuh kedalam kondisi sepsis. Pada pemeriksaan abdomen, hasil yang ditemukan tidak dapat dibedakan dari keadaan kolesistitis akut. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan adanya leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali serta transaminase. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan USG abdomen berguna untuk mendeteksi adanya kolangitis apabila pada pasien tersebut belum pernah didiagnosa memiliki batu empedu sebelumnya karena dalam pemeriksaan akan nampak adanya batu empedu disertai dengan duktus yang berdilatasi. Pemeriksaan radiologis definitif yang juga berguna untuk diagnosa adalah Endoscopic Retrograde Cholangiopangcreatography (ERCP), namun apabila ERCP tidak tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC). Dengan ERCP dan PTC dapat ditentukan level sereta penyebab obstruksi, memungkinkan pengambilan cairan empedu untuk dikultur, pengambilan batu empedu apabila terdapat batu empedu, dan drainase cairan empedu dengan kateter drainase atau dengan stent. CT scan dan MRI juga dapat berguna untuk menetukan apakah terdapat masssa periampular sebagai penyebab dari dilatasi duktus.

BAB IIIKESIMPULAN

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lainadalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.Hasil pemeriksaan diagnostik : Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut). Bilirubin dan amilase serum: Meningkat. Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi bilier. Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbsi vitamin K Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal). Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanualasi duktus koledukus melalui deudenum. Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ). Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut. CT scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi. Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

DAFTAR PUSTAKASchwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip ilmu bedah (principles of surgery). Edisi 6. Jakarta: EGC.Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2003. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.Marieb, E. & Hoehn, K., 2007. Human Anatomy & Physiology. 7th ed. s.l.:Benjamin CummingsNurman, A., n.d. Penatalaksanaan batu empedu. Diakses dari : http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.1_1.pdf pada 23 Mei 2014