KOLELITIASIS askep

45
BAB I KONSEP DASAR MEDIS 1.1. Anatomi Fisiologi Empedu merupakan sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati sampai pinggir depannya, panjangnya 8-12 cm, berkapasitas 60 cm 3 . Lapisan empedu terdiri dari lapisan luar serosa (parietal), lapisan otot bergaris, lapisan dalam mukosa (visceral/membrane mukosa). Fungsi Empedu : - Empedu membantu dalam emulsi dan saponifikasi lemak di dalam usus halus oleh sifat alakalinya. Dengan cara ini area permukaan dan kerja enzim di tingkatkan - Empedu merangsang peristaltis usus, sehingga empedu bekerja sebagai laktasif alamiah - Empedu adalah saluran untuk ekskresi pigmen dan substansi toksik dari aliran darah, seperti alkhohol dan obat lain - Empedu berfungsi sebagai deodorant untuk feses, mengurangi bau yang menyengant. Hal ini semata- mata dihubungkan dengan kenyataan bahwa kekurangan empedu berarti pencernaan lemak buruk, sehingga lemak di dalam usus tetap berlebihan, melapisi makanan lain dan mencegah penceranaan dan absorpsi. Akibatnya protein yang tidak dicerna diserang oleh bakteri dan mengalami dekomposisi yang menghasilkan kelebihan hydrogen yang disulfultrasi, yaitu gas yang menyebabkan bau feses abnormal, drainase yang menyegat, dan berbau telur busuk. (Watson.2002: 351) 1

description

askep

Transcript of KOLELITIASIS askep

BAB IKONSEP DASAR MEDIS1.1. Anatomi FisiologiEmpedu merupakan sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati sampai pinggir depannya, panjangnya 8-12 cm, berkapasitas 60 cm3 . Lapisan empedu terdiri dari lapisan luar serosa (parietal), lapisan otot bergaris, lapisan dalam mukosa (visceral/membrane mukosa). Fungsi Empedu : Empedu membantu dalam emulsi dan saponifikasi lemak di dalam usus halus oleh sifat alakalinya. Dengan cara ini area permukaan dan kerja enzim di tingkatkan Empedu merangsang peristaltis usus, sehingga empedu bekerja sebagai laktasif alamiah Empedu adalah saluran untuk ekskresi pigmen dan substansi toksik dari aliran darah, seperti alkhohol dan obat lain Empedu berfungsi sebagai deodorant untuk feses, mengurangi bau yang menyengant. Hal ini semata-mata dihubungkan dengan kenyataan bahwa kekurangan empedu berarti pencernaan lemak buruk, sehingga lemak di dalam usus tetap berlebihan, melapisi makanan lain dan mencegah penceranaan dan absorpsi. Akibatnya protein yang tidak dicerna diserang oleh bakteri dan mengalami dekomposisi yang menghasilkan kelebihan hydrogen yang disulfultrasi, yaitu gas yang menyebabkan bau feses abnormal, drainase yang menyegat, dan berbau telur busuk.(Watson.2002: 351)Bagian-bagian dari kandung empedu:a. Fundus vesika felea, merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir setelah korpus vesika feleab. Korpus velea, bagian dari kandung empedu yang di dalamnya berisi getah empeduc. Leher kandung kemih, merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran pertama masuknya getah empedu ke kandung empedud. Duktus sistikus, panjananya 3 cm berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus, membentuk saluran empedu ke duodenum.e. Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leherf. Duktus koledoktus saluran yang membawa empedu ke duodenum(Syariffudin,2006: 95).1.2. DefinisiKolelitiasis terbentuknya unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. (Suzanne. 2001: 1205) Pembentukan batu pada empedu (Price, 2005: 502)1.3. Klasifikasi Ada dua tipe utama batu empedu:a. Batu yang terutama tersusun dari pigmen, merupkan invasi bakteri di saluran empedu dan dapat mengakibatkan pembentukan batu empedu terbentuk bila pigmen yang tak terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan).Batu pigmen ada 2 macam :1) Batu kalsium bilirubinat (Pigmen coklat)Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama. Batu ini bentuknya lebih besar, berlapis-lapis, ditemukan di sepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi.2) Batu pigmen hitamBerwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tidak terekstraksi. Batu ini terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi.

b. Batu yang terutama tersusun dari kolesterol, kolesterol merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air karena angguan pada sirkulasi enterohepatitis. (Suzanne, 2001: 1205-1206).

1.4. EtiologiEtiologinya Belum diketahuiFaktor predisposisi:a. gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan factor terpenpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu. b. statis empedu, statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia dan pengendapan unsure-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sphingter oddi atu keduanya dapat menyebabkan statis. c. infeksi kandung empedu, infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalm pembentukan batu. Mukus meningkatkan vikositas empedu dan unsur sel atu bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dati terbentuknya batu dibandingkan penyebab terbentuknya batu.Dan ada juga yang menyatakan bahwa batu empedu banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah usia lanjut (meningkat pada usia diatas 40 tahun), kegemukan (obesitas), diet tinggi lemak dan keturunan dan adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya. (Price, 1994: 453)

1.5. Pathofisiologia. Batu pigmenPigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak, sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.b. Batu kolestrolBatu ini berbentuk multifocal, oval atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Batu ini terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu. Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol di dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/01/kolelitiasis.html (12 NOV 2011/08.21)

1.6. Tanda dan Gejalaa. Nyeri dan Kolik bilierJika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.b. Nyeri menjalar ke epigasrtium dan kebelakang pinggangGangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng.c. Ikterus karena ada sumbatan batuIkterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledoktus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulitd. Teraba masae. Perubahan warna urine dan fesesAkibat adanya obstruksi saluran empedu menyebabkan ekskresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang disebut clay-colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum, ekskresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin diekskresikan oleh ginjal sehingga urine berwarna kuning bahkan kecoklatan.f. Defesiensi vitaminObstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal.http://hesa-andessa.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-kolelitiasis.html(12 nov 2011/08.35)

1.7. Penentuan Diagnosaa. Pemeriksaan sinar X abdomenDilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan gejala yang lain.b. UltrasografiPemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapatw dilakukan dengan cepat secara akurat dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ekterus. Pasien tidak terpajan oleh radiologi sinar ionisasi. Pemeriksaan USG dapat mendeteteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografiProsedurini menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena, preparat ini akan diambiloleh hepatosit dan dengan cepat diekresikan ke dalam bilier. d. KolesistografiDilakukan pemeriksaan kolesistografi ketika pemeriksaan USG diragukan.Kolangiodrafi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya berkontraksi serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekreksikan oleh hati dan di pekatkan dalam kandung empedu diberikan pada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu akan Nampak bayangan pada foto rontagene. Kolangiopankreatografi retrgrad endoskopik (ERCP; Endoskopc Retrograde Cholangiopancreatography)Pemeriksaan ERCP atau kolongiopankreatografi retrograde endoskopik memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam dktus koloedokus serta duktus pankreatikus , kemudian bahan kontras disuntukkna ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus ke dalam distal untuk mengambil batu empedu.f. Kolangiografi Transhepatik PerkutanPemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan yang disuntikan tersebut relative besar, maka semua komponen pada system bilier tersebut yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang duktus koledokus , duktus sistikus dan kandung empedu dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. Prosedur pemeriksaan ini dapat dilakukan bahkan dalam keadaan terdapatnya disfungsi hati dan ikterus. ERCP berguna untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler) dengan ikterus yang dsebabkan oleh obstruksi bilier, untuk menyelidiki gastrointestinal pada pasien yang kandung empedunya sudah diangkat , unuk menentukan batu dalam saluran empedu, dan untuk menegakkan diagnosis penyakit kanker yang mengenai system bilier. (Suzzane, 2001: 1207-1208).

1.8. Penatalaksanaan Medisa. Penatalaksanaan non bedah1. Penatalaksanaan pendukung dan dietKurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi : Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)2. FarmakoterapiAsam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodio;, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Mekanisme kerja untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getahempedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Terapi ini umumnya dilakukan pada psien yang menolak pembedahan yang dianggap terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan.

3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan1) Pelarutan batu empeduPelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.2) Pengangkatan non bedah,Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.3) ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)b. Penatalaksanaan bedahPenanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya :

1) Tindakan operatif meliputi : Sfingerotomy endosokopik PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

2) Penatalaksanaan pra operatif : Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu Foto thoraks Ektrokardiogram Pemeriksaan faal hati Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah) Terapi komponen darahPenuhi kebutuhan nutrisi pemberian glukosa secara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlukan untuk membantu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati (http : //perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html.

BAB IIKONSEP DASAR KEPERAWATAN2.1. Pengkajiana. Identitas Pasien1) Usia : resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda yaitu 20 tahun dan pada usia remaja.2) Jenis kelamin: wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadapa peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.kehamilan yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena koleilitiasis.penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone estrogen dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.3) Aktifitas fisik: kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya koleilitiasis ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi4) Keluhan utamaNyeri abdomen di bagian kanan atas, nyeri pada saat menarik nafas, mual dan muntah.5) Riwayat penyakit sekarang : - nyeri hebat yang timbul mendadak pada abdomen bagian atas, terutama di tengah epigastrium- berkeringat banyak, berjalan mondar-mandir - nausea dan muntah sering6) Riwayat penyakit dahuluDiabetes mellitus.7) Riwayat penyakit keluargaOrang dengan riwayat keluarga koleilitiasis mempunyai lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.

2.2. Pengkajian PsikologiRespon klien terhadap penyakitnya dan penangananya serta perilaku klien terhadap tindakan keperawatan.

2.3. Pemeriksaan Fisika. B1 (Breath) :peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan di tandai oleh sesak nafas pendek, dan dangkal.b. B2 (Blood) : Takikardia dan berkeringatc. B3 (Brain) :nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, kolpk epigastrium tengah sehubungan dengan makanan, nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas di tekan, tanda Murphy positif.d. B4 (Blader): perubahan warna urin dan fesesTanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.e. B5 (Bowel) :anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.Tanda : adanya penurunan berat badan.f.B6 (Bone) : Lemah

2.4. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan sinar X abdomenDilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan gejala yang lain.b. UltrasografiPemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapatw dilakukan dengan cepat secara akurat dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ekterus. Pasien tidak terpajan oleh radiologi sinar ionisasi. Pemeriksaan USG dapat mendeteteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografiProsedurini menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena, preparat ini akan diambiloleh hepatosit dan dengan cepat diekresikan ke dalam bilier.

d. KolesistografiDilakukan pemeriksaan kolesistografi ketika pemeriksaan USG diragukan.Kolangiodrafi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya berkontraksi serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekreksikan oleh hati dan di pekatkan dalam kandung empedu diberikan pada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu akan Nampak bayangan pada foto rontagene. Kolangiopankreatografi retrgrad endoskopik (ERCP; Endoskopc Retrograde Cholangiopancreatography)Pemeriksaan ERCP atau kolongiopankreatografi retrograde endoskopik memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam dktus koloedokus serta duktus pankreatikus , kemudian bahan kontras disuntukkna ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus ke dalam distal untuk mengambil batu empedu.f. Kolangiografi Transhepatik PerkutanPemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan yang disuntikan tersebut relative besar, maka semua komponen pada system bilier tersebut yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang duktus koledokus , duktus sistikus dan kandung empedu dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. Prosedur pemeriksaan ini dapat dilakukan bahkan dalam keadaan terdapatnya disfungsi hati dan ikterus. ERCP berguna untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler) dengan ikterus yang dsebabkan oleh obstruksi bilier, untuk menyelidiki gastrointestinal pada pasien yang kandung empedunya sudah diangkat , unuk menentukan batu dalam saluran empedu, dan untuk menegakkan diagnosis penyakit kanker yang mengenai system bilier. (Suzzane, 2001: 1207-1208).

2.5. Penatalaksanaan Medisa. Penatalaksanaan non bedah1. Penatalaksanaan pendukung dan dietKurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi :a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi proteinb. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.c. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital signd. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.e. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)2. FarmakoterapiAsam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodio;, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Mekanisme kerja untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getahempedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Terapi ini umumnya dilakukan pada psien yang menolak pembedahan yang dianggap terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan. 3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan1) Pelarutan batu empeduPelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.2) Pengangkatan non bedah,Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.3) ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)b. Penatalaksanaan bedahPenanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya :

1) Tindakan operatif meliputi : Sfingerotomy endosokopik PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

2) Penatalaksanaan pra operatif : Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu Foto thoraks Ektrokardiogram Pemeriksaan faal hati Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah) Terapi komponen darahPenuhi kebutuhan nutrisi pemberian glukosa secara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlukan untuk membantu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati (http : //perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html.2.6. Diagnosa Keperawatan pra-opa. Diagnosa I: Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis ditandai dengan laporan nyeri, kolik bilier (gelombang nyeri), wajah menyeringai dengan skala nyeri 7-8 , perilaku berhati-hati, respons otonomik (perubahan TD, nadi), fokus pada diri sendiri. Tujuan:untuk menghilangkan rasa nyeri pasienKriteria hasil: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dengan skala nyeri 2-3 , wajah rileks, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi .IntervensiRasional

MandiriObservasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik)

Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan / perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi

Catat respon terhadap obat , dan laporkan pada dokter bila nyeri hilangNyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut

Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyamanTirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen; namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah

Gunakan sprei halus/katun; cairan kalamin; minyak mandi (Alpha Keri);kompres dingin/lembab sesuai imdikasiMenurunkan iritasi/ kulit kering dan sensasi gatal

Control suhu lingkunganDingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan kulit

Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam. Berikan aktivitas senggangMeningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat meningkatkan koping

Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan pasien seringMembantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri

KolaborasiPertahankan status puasa, masukan/ pertahanan penghisapan NG sesuai indikasi. Berikut obat sesuai indikasi:Membuang secret gaster yang merangsang pengurangan kolesistokinin dan kontraksi kandung empedu

Antikolinergik, contoh atropine, propantelin (Pro-Ban thine)Menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan membatu dalam nenejemen nyeri.

Sedatif, contoh fenobarbitatMeningkatkan istirahat dan merileksasikan otot halus, menghilangnkan nyeri

Narkotik, contoh neperidin hidroklorida (Demerol) morfin sulfatMemberikan penurunan nyeri hebat. Morfin diberikan dengan waspada karena dapat meningkatkan sfingter oddi, walaupun nitrogliserin dapat diberikan untuk menurunkan spasme karena morfin

Monoktanoid (Moctanin)Obat ini dapat dicoba setelah kolesistektomi untuk menahan batu, atau untuk membentuk batu baru yang lebih besar dalam duktus empedu. Ini merupakan pengobatan jangka panjang (1-3 minggu) dan diberikan melalui selang nasal bilierkolangiogram dilakukan secara periodic untuk memantau penghancuran batu.

Relaksan otot halus contoh papaverin (pavabid), nitrogliserin, amil nitratMenghilangkan spasme duktus

Asam senodeoksikolik (chenix), asam ursodeoksikolik (UCDA, Actigall)Asam empedu alamiah ini menurunkan system kolesterol, menghancurkan batu empedu. Keberhasilan pada pengobatan ini tergantung pada jumlah dan ukuran batu empedu ( 3 atau lebih sedikit batu yang berdiameter di bawah 20 mm)

Antibiotic, siapkan untuk prosedur, contoh endoskopi papilotomi (pengangkatan batu duktus)

Untuk mengobati proses infeksi menurunkan inflamasi. Prosedur pilihan ditentukan oleh kondisi pasien

Syok gelombang ekstrakorporeal litotripsi (extracorporeal shoch wave lithotripsy [ESWL])Pengobatan dengan gelomnag syok diindikasikan bila pasien mengalami gejala ringan atau sedang., batu kolesterol pada kandung empedu 0,5 mm atau lebih besar dan tidak ada obstruksi traktus bilier. Tergantung pada mesin yang digunakan , pasien akan duduk pada tangki air atau tidur tengkurap pada tempat yang berisis air. Pengobatan memerlukan waktu 1-2 jam dan 75% - 95% berhasil.

Endoskopi sfingteroProsedur dilakukan untuk memperlebar mulut duktus koleduktus di mana bagian ini mengosongkan duodenum. Prosedur ini juga dapat juga termasuk pengambilan batu manual dari duktus dengan keranjang kecil atau balon pada akhir endoskop. Batu harus lebih kecil dari 15 mm

intervensi bedahKolesistektomi dapat diindikasikan sehubungan dengan ukuran batu dan derajad kerusakan jaringan/adanya nekrosis

b. Diagnosa II: Ansietas berhubungan dengan gangguan berulang dengan nyeri terus-menerus yang ditandai dengan ketakutan , gelisah.Tujuan: untuk menghilangkan rasa cemas pasienCriteria hasil: Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.

Intervensi

Rasional

MandiriKaji tingkat ansietas pasien. Tentukan bagaimana pasien mengalami masalahnya dimasa yang lalu dan bagaimana pasien melakukan koping dengan masalah yang dihadapinya sekarangMembantu dalam mengidentifikasikan kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang dan atau kemungkinan lain untuk memberikan bantuan yang sesuai

Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujurMemungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan atas pengetahuannya

Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapainya, seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan dalam pekerjaan atau financial, perubahan peran atau tanggung jawabKebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan diberi respon dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya

Kaji adanaya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh, dan mungkin menghalangi proses penyembuhannyaPasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan seperti terlepas dari tanggung jawab, perhatian, dan kontrrol dari yang lain. Ini perlu untuk dikerjakan secara positif untuk meningkatkan penyembuhan

Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkanperan sakit pasien.Orang terdekat atau keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri mampu melakukannya tanpa bantuan orang lain

KolaborasiRujuk pada kelompok penyokong yang ada, pelayanan social, konselor finasial atau konselor kerja, psikoterapi atau sebagainya.Memberikan dukungan untuk beradaptasi pada perubahan dan memberikan sumber-sumber untuk mengatasi masalah.

Doengoes.1999:325

c. Diagnosa III: Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan pengobatan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan/mengingat, salah interpretasi informasi tidak mengenal sumber informasi yang ditandai dengan , pertanyaan, minta informasi, pernyataan salah konsepsi, tidak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.Tujuan: pasien dapat mengetahui kondisi penyakitnyaKriteria hasil: menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, prognosis, melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatanIntervensiRasional

Mandiri:Berikan penjelasan /alasan tes persiapannyaInformasi menurubkan cemas dan rangsangan simpatisnya

Kaji ulang proses penyakit/prognosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan, dorong pertanyaan dan ekspresi masalahMemberikan dasar pengetahuan di mana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukngan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan

Kaji ulang program obat, kemungkinan efek sampingBatu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang. Terjadinya diare/kram selama skit senodiol dapat dihubungkan dengan dosis/dapat diperbaiki. Catatan: wanita yang bar melahirkan harus berkonsultasi tentang KB untuk mencegah kehamilan dan resiko kerusakan hepatic fetal

Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikanKegemukan adalah factor resiko yang dihubungkan dengan kolesistisis, dan penurunan berat badan menguntungkan dalam menejemen medic terhadap kondisi kronis

Anjurkan pasien untuk menghindari makana/minuman (susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan, kacang polong, bawang, minuman karbonat) atau zat iritan gaster (makanan pedas, kafein, sitrunMencegah / membatasi terulangnhya serangan kandung empedu

Kaji ulang yanda/gejala yang memerlukan intervensi medic contoh demam berulang, mual/muntah menetap, atau nyeri, ikterik pada kulit atau mata, gatal urin gelap, feses seperti tana liat, darah pada urin, feses, muntah atau perdarahan dari membrane mukosaMenunjukkan kemajuan proses penyakit/ terjadinya komplikasi yang memerlukan intervensi lanjut

Anjurkan istirahat pada posisi semi-fowler setelah makanMeningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses pencernaan awal

Anjurkan pasien membatasi mengunyah permen karet, menghisap permen keras/jerami, atau merokokMeningkatkan pembentukan gas, yang dapat meningkatkan distensi/ketidaknyamanan gaster

Diskusikan penghindaran produk mengandung aspirin, meniup lewat hudung keras-keras, gerakan tegang pada usus, olahraga kotak. Anjurkan pasien menggunakan sikat gigi halus, pencukur, elektrikMenurunkan resiko perdarahan sehubungandengan peubahan waktu koagulasi, iritasi mukosa dan trauma

Doengoes . 1999: 523-528

d. Diagnosa IV: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sekresi getah empedu yang tidak adekuat yang ditandai dengan penurunan berat badan pada pasien.Tujuan: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhiKriteria hasil: menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi, menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat untuk meningkatkan/mempertahankan berat badan, dan menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu.IntervensiRasional

Buat tujuan berat badan minimum dan kenutuhan nutrisi minimalMalnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi, agitasi, dan mempengaruhi fungsi kongnitif atau pengambilan keputusan. Perbaikan status nutrisi meningkatkan kemampuan berfikir dan kerja psikologis.

Gunakan pendekatan konsisten. Duduk dengan pasien saat makan sediakan dan buang makanan tanpa persuasi dan / atau komentar. Tingkatkan lingkungan nyaman dan catat masukan.Pasien mendeteksi pentingnya dan dapat beraksi terhadap tekanan. Komentar apapun yang dapat terlihat sebagai paksaan memberikan focus pada makanan bila staf berespon secara konsisten, pasien dapat mulai mempercayai respon staf. Area tunggal dimana pasien mempunyai kekuatan berlatih adalah makanan atau makan, dan ia mengalami rasa bersalah dan berontak bila ia di paksakan makan. Penyusunan makanan dan penurunan diskusi tentang makan akan menurunkan kekuatan upaya pada pasien dan menghindari mainan manipulative.

Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat.Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode puasa.

Buat pilihan menu yang ada dan diijinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin.Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa megontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk makan.

Sadari pilihan-pilihan makanan rendah kalori atau minuman, menimbun makanan, membuang makanan dalam berbagai tempat seperti saku atau kantung pembuangan.Pasien akan mencoba menghindari mengambil makanan bila tampak mengandung banyak kalori dan mau makan lama untuk menghindari makan.

Pertahankan jadwal penimbangan berat badan teratur, seperti minggu, rabu dan jumat sebelum makan pagi pada pakaian yang sama, dan gambarkan hasilnya.Memberikan catatan lanjut penurunan dan/ atau peningkatan berat badan yang akaurat. Juga menurunkan obsesi tentang peningakatan dan/ atau penurunan.

Timbang dengan timbangan yang sama (tergantung pada program protocol)Meskipun beberapa program memungkinkan melihat hasil timbale balik, ini memaksa isu kepercayaan pada pasien yang biasanya tidak mempercayai orang lain.

Hindari pemeriksaan ulangan dan alat control lain kapanpun.

Menguatkan perasaan tak berdaya dan biasanya tak menolong.

Berikan pengawasan 1-1 dan biarkan pasien dengan bulimia tetap tinggal diruangan tanpa kamar mandi selama beberapa periode (misalnya 2 jam). Setelah makan, bila perjanjian tak berhasil.Mencegah muntah selama/ setelah makan. Pasien dapat menginginkan makanan dan menggunakan sindrom pembersihan pesta untuk mempertahankan berat badan. Catatan : pembersihan dapat terjadi pertama kali pada pasien sebagai respon terhadapa pengadaan program peningkatan berat badan.

Awasi program latihan dan susun batasan aktifitas fisik. Tulis aktifitas atau tingkat kerja (jalan-jalan dsb)Latihan sedang membantu dalam mempertahankan tonus otot/berat badan dan melawan depresi. Namun pasien dapat latihan terlalu berlebihan untuk membakar kalori.

Pertahankan pernyataan, perilaku tak menilai bila memberikan makanan perselang, hiperalimentasi, dsb.Persepsi hukuman berakibat buruk pada kepercayaan diri pasien dan meyakini kemampuan sendiri untuk mengontrol tujuan.

Sadari kemungkinan pasien mencabut selang dan mengosongkan hiperalimentasi bila digunakan. Periksa pengukuran dan plester selang dengan ketat.Perilaku sabotase umum terjadi pada upaya mencegah peningkatan berat badan.

KolaborasiBerikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi. Perwatan dirumah sakit memberikan control dimana masukan makanan, muntah/eliminasi, obat, dan aktifitas dapat dipantau. Ini juga memisahkan pasien dari orang terdekat (yang dapat sebagai factor pemberat) dan memberikan pemajanan pada orang lain dengan masalah yang sama, suasana lingkungan untuk saling berbagi.

Libatkan pasien dalam penyusunan atau melakukan program perubahan perilaku. Berikan penguatan untuk peningkatan berat badan seperti dinyatakan oleh penentuan individu, abaikan penurunan.Memberikan situasi terstruktur untuk makan sementara memungkinkan pasien mengontrol beberapa pilihan. Perubahan perilaku dapat efektif pada kasus ringan atau untuk peningkatan berat badan jangka pendek.

Beriakan diet dan makanan ringan dengan tambahan makanan yang disukai bila ada.Memungkinkan variasi sediaan makanan akan memampukan pasien untuk mempunyai pilihan terhadap makanan yang dapat dinikmati.

Berikan diet cair dan/ atau makanan selang atau hiperalimentasi bila diperlukan.Bila masukan kalori gagal untuk memenuhi kebutuhan metabolic, dukungan nutrisi dapat digunakan untuk mencegah malnutrisi/kematian sementara terapi dilanjutkan. Makanan cair tinggi kalori dapat diberikan sebagai obat, pada susunan waktu terpisah dari makanan, sebagai alternative peningkatan masukan kalori.

Hancurkan dan beri makan melalui selang apapun yang tertinggal pada nampan setelah periode waktu pemberian sesuai indikasi.Mungkin digunakan sebagai bagian program perubahan perilaku untuk memberikan masukan total kalori yang dibutuhkan.

Hindari pemberian laksatif Penggunaannya beralibat buruk karena digunakan sebagai pembersih makanan/kalori tubuh oleh pasien.

Berikan obat sesuai indikasi : Siprofeptadin (periactin)Antagonis serotonin dan histamine yang digunakan dalam dosis tinggi untuk merangsang nafsu makan, menurunkan penolakan makanan, dan melawan depresi. Tidak tampak efek samping, meskipun penurunan mental kesadaran dapat terjadi.

Antidepresan trisiklik, misalnya amitriptilin (alavin, endep)Menghilangkan depresi dan merangsang nafsu makan.

Agen antiansietas, contoh aprasola (xanax)Menurunkan tegangan , cemas/gugup dan dapat membantu pasien untuk berpartisipasi dalam pengobatan.

Trenquiliser utama, contoh klorpromazin (thorazine)Meningkatkan berat badan dan kerja sama pada program psikoterapi. Tranhuiliser utama digunakan bila benar-benar perlu, karena efek samping ekstra pyramidal.

Siapkan untuk/bantu ECT bila diindikasikan. Bantu pasien memahami ini bukan sebagai hukuman. Pada kasus jarang dan sulit dimana malnutrisi berat mengancam hidup seri ECT jangka pendek dapat memampukan pasien untuk mulai makan dan memungkinkan dapat mengikuti psikoterapi.

Doengoes, 1999: 426-429. 2.7 diagnosa keperawatan post-opDP 1 : nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan) yang ditandai dengan wajah pasien menyiringai karena kesakitan dan skala nyeri 7-8.Tujuan: penurunan terhadap nyeriCriteria hasil: pasien melaporkan nyerinya berkurang intervensirasional

Kaji skala nyeri klien (0-10)Berguna dalam membedakan ketidaknyamanan pasca operasi dari terjadinya komplikasi dan evaluasi keefekyifan intervensi

Monitor nyeri pasienMengetahui perkembangan kondisi pasien

Ukur tanda-tanda vitalTanda-tanda vital yang normal menunjukan kondisi pasien membaik.

Anjurkan dan lakukan teknik distraksi seperti membaca Koran,buku dllDengan adanya teknik ini berguna untuk mengalihkan perhatian pasien sehingga pasien tidak merasa nyeri.

Ajarkan dan lakukan teknik relaksasi nafas dalam pengubahan posisi,massage punggung, sentuhan,dllMeningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan kemampuan koping dan dapat menurunkan terjadinya nyeri.

Atur posisi pasien nyaman :semi fowlerPosisi fowler untuk menurunkan tekanan intraabdominal

Berikan analgetik

antimetik sedative sesuai programMenghilangkan refluks spasme atau kontraksi otot halus dan membantu dalam menejemen nyeri.

Meningkatkan istirahat dan menghilangkan nyeri

Monitor respon pasien terhadap obat yang diberikanUntuk menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan

Monitor efek samping obat yg diberikan dan laporkan kepada dokterEfek samping obat dapat membahayakan pasien

Jelaskan tentang efek samping obat kepada pasien dan keluarganyaKeluarga juga ikut berpatisipasi dalam pemberian obat

DP 2 : pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan nyeri yang ditandai dengan perubahan kedalaman pernapasan,takipnea,menolak untuk batuk.Tujuan: pola napas pasien jadi afektif.Criteria hasil: tak ada gangguan atau komplikasi pernapasan.intervensiRasional

mandiriObsevasi frekuensi atau kedalaman pernapasan.Nafas dangkal,distress pernafasan,menahan napas dapat mengakibatkan hipoventilasi/atelektasis.

Auskultasi bunyi napasArea yg menurun/tak ada bunyi napas diduga atelektasis, sedangkan bunyi adventisius (mengi ,ronchi) menunjukan kongesti

Bantu pasien untuk membalik,batuk,dan napas dalam secara periodic.tunjukan pasien cara menekan insisi.anjurkan melakukan teknik batuk efektif.Meningkatakan ventilasi semua segmen paru dan memobilisasi serta mengeluarkan secret.

Tinggikan kepala tempat tidur,pertahankan posisi fowler rendah.dukung abdomen saat batuk,ambulasi.Memudahkan ekspansi paru.penekanan memberikan sokongan pada insisi atau menurunkan tegangan otot untuk meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan.

KolaborasiBantu pengobatan pernapasan,contoh spirometri insentifMemaksimalkan ekspansi paru untuk mencegah atau memperbaiki atelektasis

Berikan analgesik sebelum pengobatan pernafasan/aktifitas terapi.Memudahkan batuk lebih efektif,nafas dalam,dan aktifitas

DP 3 : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan invasi pada tubuh (selang T) yang ditandai dengan gangguan kulit.Tujuan: penurunan kerusakan integritas kulitCriteria hasil: menunjukan prilaku untuk meningkatkan penyembuhan luka.intervensiRasional

MandiriPeriksa selang T dan drein insisi,yakinkan alira bebasSelang T dapat dimasukan keduktus koleduktus selama 7-10 hari untuk membunag batu yg tertahan.drain sisi insisi dugunakan untuk membuang cairan yg terkumpul dari empedu.memperbaiki posisi mencegah aliran balik empedu kearea operasi.

Pertahankan selang T pada sistem penampung tertutupMencegah iritasi kulit dan memudahkan pengukuran haluaran.menurunkan resiko kontaminasi.

Observasi warna dan karakter drainase.gunakan kantong ostomi sekali pakai intuk menampung drainasePada awalanya,drainase mengandung darah dan campuran darah dengan air,secara normal berubah menjadi coklat kehijauan (warna empedu) setelah jam-jam pertama.kantong ostomi digunakan untuk menampung drainase besar untuk pengukuran lebih akurat tentang haluaran dan melindungi kulit.

Benamkan selang drainase,biarkan selnag bebas bergerak,dan hindari lipatan dan terplintirMenghindari terlepas dan/ hambatan lumen

Observasi adanya cekungan,distensi abdomen atau tanda peritonitis ,pangkreatitis.Perubahan posisi selang T dapat mengakibatkan iritasi diafragma/komplikasi lebih serius bila empedu mengalir kedalam abdomen atau duktus pankreas terhambat

Ganti balutan sesering mungkin bila perlu.bersihkan kulit dengan sabun dan air.gunakan kasa berminyak steril seng oksida atau bedak karaya sekitar insisi.Mempertahankan kulit sekitar insisi bersih dan memberikan pertahanan dari penyembuhan kulit dari ekskoriasi

Gunakan pengikat montgomeryMemudahkan mengganti balutan yg sering dan meminimalkan trauma kulit.

Observasi kulit,sklera,urine terhadap perubahan warna.Terjadinya ikteris mengindiksikan adanya obstruksi aliran empdu

Catat warna dan konsistensi fesesFese warna tanah liat terjadi bila empedu tidak ada dalam usus

Selidiki laporan peningkatan /tidak hilangnya nyeri pada kuadran kanan atas,terjadinya demam,takikardia: kebocoran drainase empedu sekitar selang atau dari luka.Tanda dugaan adanya abses atau pembentukan fistula yang memerlukan intervensi medic.

KolaborasiBerikan antibiotic sesuai indikasiPerlu untuk pengobatan abses atau infeksi

Klem selang T per jadwalMengetes kepatenan duktus koledukus sebelum selang dilepas

Siapkan untuk intervensi bedah untuk indikasiI&D atau fistulektomi diperlukan untuk mengobati abses atau fistula

Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh darah lengkapLeukosistosis menunjukan proses inflamasi ,contoh pembentukan abses atau terjadinya peritonitis atau penkreatitis

DP 4 : kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan:salah informasi ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan salah konsepsi,permintaan informasi,tidak akurat mengikuti instruksi.Tujuan: pasien dapat mengetahui kondisi penyakitnyaCriteria hasil: menyatakan pemahamaan proses penyakit /prognosis dan pengobatan,melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan mejelaskan alsan tindakan,melakukan perubahan pola hidup dan berpatisipasi dalam program pengobatan..intervensiRasional

MandiriKaji ulang proses penyakit, prosedur bedah atau prognosis.

Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi

Tunjukkan perawatan insisi/balutan dan dreinMeningkatkan kemandirian dalam perawatan dan menurunkan resiko komplikasi (contoh, infeksi, obstruksi bilier)

Anjurkan membuang tampungan drainage selang T dan catat haluaran Menurunkan resiko refluks, regangan selang/pnggunaan lapisan. Memberikan informasi tentang perbaikan edema, duktus/ kembalinya fungsi duktus.

Tekankan pentingnya mempertahankan diet rendah lemak. Makan sedikit dan sering, pengenalan makanan atau minuman yang mengandung lemak secara bertahap lebih dari 4-6 bulan.Selama 6 bulan pertama setelah pembedahan, diet rendah membatasi kebutuhan terhadap empedu dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan tidak adekuatnya pencernaan lemak.

Diskusikan penggunaan florantiron (sancho)/asam dehidrokolik (decholin)Penggantian garam empedu oral diperlukan untuk memudahkan absorbs lemak

Hindari minuman beralkoholMeminimalkan resiko kerusakan pankreas

Informasikan pasien bahwa feses encer dapat terjadi selama beberapa bulanUsus memerlukan waktu untuk menyesuaikan pada rangsangan pengeluaran kontinu empedu

Anjurkan pasien untuk mencatat dan menghindari makanan yang tampaknya meningkatkan diare.Meskipun perubahan diet tidak selalu perlu, pembatasan tertentu dapat membantu, contoh lemak dalam jumlah kecil biasanya ditoleransi. Setelah periode perbaikan, pasien biasanya tidak akan mengalami masalah dengan kebanyakan jenis makanan

Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan pelaporan ke dokter, contoh urin gelap, warna ikterik pada mata, atau kulit, warna feses tanah liat, feses banyak, atau sakit uluhati berulang, bertahap.Indicator obstruksi aliran empedu/saluran pencernaan, memerlukan evaluasi lanjut dan intervensi

Kaji ulang pembatasan aktivitas tergantung pada individu.Memulai kembali aktifitas biasa secara normal dapat diselesaikan dalam 4-6 minggu

DP 5: resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan secara medic.Tujuan: menghilangkan adanya resiko terhadap kehilangan volume cairanCriteria hasil: menunjukan keseimbangan cairan adekuat (dibuktikan dengan tanda vital stabil,membrane mukosa lembab,turgor kulit atau pengisian kapiler baik dan haluaran urine individu adekuat)intervensiRasional

MandiriAwasi masukan dan haluaran ,termasuk drainase dari NG ,selang-T,dan luka.timbang pasien secara periodikMemberikan informasi tentang penggantian kebutuhan dan fungsi organ .awalnya,200-500ml drainase empedu diharapkan ,penurunan karena lebih banyak masuk ke usus.jumlah yg banyak terus menerus dari drainase empedu dapat mengindikasi obtruksi atau,kadang-kadang fistula bilier.

Awasi tanda vital.kaji membrane mukosa,turgor kulit,nadi perifer dan pengisian kapilerIndicator keadekuatan volume sirkulasi atau perfusi.

Observasi tanda perdarahan,contoh hematemesis,melena,petekie,ekimosisProtombrin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat,peningkatan resiko perdarahan atau hemoragi.

Gunakan jarum kecil untuk injeksi , dan lakukan penekanan lebih lanjut dari biasanya pada bekas suntikan.Menurunkan trauma ,resiko perdarahan atau hematoma

Anjurkan pasien memiliki pembersih dari katun atau spon dan pemberih mulut untuk sikat gigiMenghindari trauma dan perdarahan pada gusi.

KolaborasiAwasi pemeriksaan laboratorium,contoh HB/HT,elektrolit,kadar protombrin atau waktu embekuan,Memberikan informasi tentang volume sirkulasi,keseimbangan elektrolit,dan keadekuatan factor pembekuan.

Berikan cairan intravena,produk darah sesuai indikasi:

Elektrolit

vitaminMempertahankan volume sirkulasi yg adekuat dan membantu dalam factor pembekuanMemperbaiki ketidakseimbangan akibat luka berlebihanMemberikan penggantian factor yg diperlukan untuk proses pembekuan.

Doengoes. 1999: 521-528

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Merlin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perncanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien. Alih bahasa:Mi M ade Kariasa, Ni Made Suwarti. Editor: Monica Ester. Judul Asli: Nursing Care Plans. Guidelinesfor Planing and Documenting Patient Care. Jakarta: EGC.

Perawat. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis, (Online), (http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html, diakses 12 November 2011 pkl. 08.33)

Price, Sylvia A.1994.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 4. Alih bahasa: Peter Anugrah. Editor: Caroline Wijaya. Judul asli: Pathophysiology Clinical Concepts Disease Prosses. Jakarta : EGC.

Saputra, Heri. 2011. Asuhan Keperawatan Kolelitiasis, (Online), (http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html, diakses 15 Oktober 2011 pkl. 08.35)

Syariffudin, 2006. H. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.Ed 3. Editor: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Ed 10 Alih bahasa: Siti Syabaryah. Editor: Komalasari. Jakarta: EGC.

1