kimia klinik
-
Upload
syaharani-rani -
Category
Documents
-
view
342 -
download
3
description
Transcript of kimia klinik
BAB II
ISI
Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat
digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia
darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal,
lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan dapat pula dipakai
beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
anemi.
Uji fungsi hati meliputi pemeriksaan kadar protein total & albumin,
bilirubin total & bilirubin direk, serum glutamic oxaloacetate transaminase
(SGOT/AST) & serum glutamic pyruvate transaminase (SGPT/ALT), gamma
glutamyl transferase (γ-GT), alkaline phosphatase (ALP) dan cholinesterase
(CHE). Pemeriksaan protein total dan albumin sebaiknya dilengkapi dengan
pemeriksaan fraksi protein serum dengan teknik elektroforesis. Dengan
pemeriksaan elektroforesis protein serum dapat diketahui perubahan fraksi protein
di dalam serum. Pemeriksaan elektroforesis protein serum ini menunjukkan
perubahan fraksi protein lebih teliti dari hanya memeriksa kadar protein total dan
albumin serum.
Uji fungsi jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK),
isoenzim creatine kinase yaitu CKMB, N-terminal pro brain natriuretic
peptide (NT pro-BNP) dan Troponin-T. Kerusakan dari otot jantung dapat
diketahui dengan memeriksa aktifitas CKMB, NT pro-BNP, Troponin-T dan
hsCRP. Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung, karena hasil
yang meningkat dapat dijumpai pada beberapa kerusakan jaringan tubuh seperti
hati, pankreas, keganasan terutama dengan metastasis, anemia hemolitik dan
leukemia.
Uji fungsi ginjal terutama adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin. Ureum
adalah produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang diproduksi
oleh hati dan dikeluarkan lewat urin. Pada gangguan ekskresi ginjal, pengeluaran
ureum ke dalam urin terhambat sehingga kadar ureum akan meningkat di dalam
darah. Kreatinin merupakan zat yang dihasilkan oleh otot dan dikeluarkan dari
tubuh melalui urin. Oleh karena itu kadar kreatinin dalam serum dipengaruhi oleh
besar otot, jenis kelamin dan fungsi ginjal. Di Laboratorium Klinik Utama Bio
Medika pemeriksaan kadar kreatinin dilaporkan dalam mg/dl dan estimated GFR
(eGFR) yaitu nilai yang dipakai untuk mengetahui perkiraan laju filtrasi
glomerulus yang dapat memperkirakan beratnya kelainan fungsi ginjal.
Beratnya kelainan ginjal diketahui dengan mengukur uji bersihan kreatinin
(creatinine clearance test/CCT).Creatinine clearance test/CCT memerlukan urin
kumpulan 24 jam, sehingga bila pengumpulan urin tidak berlangsung dengan baik
hasil pengukuran akan mempengaruhi nilai CCT. Akhir-akhir ini, penilaian fungsi
ginjal dilakukan dengan pemeriksaan cystatin-C dalam darah yang tidak
dipengaruhi oleh kesalahan dalam pengumpulan urin. Cystatin adalah zat dengan
berat molekul rendah, dihasilkan oleh semua sel berinti di dalam tubuh yang tidak
dipengaruhi oleh proses radang atau kerusakan jaringan. Zat tersebut akan
dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu kadar Cystatin dipakai sebagai
indikator yang sensitif untuk mengetahui kemunduran fungsi ginjal.
Pemeriksaan lemak darah meliputi pemeriksaan kadar kolesterol total,
trigliserida, HDL dan LDL kolesterol. Pemeriksaan tersebut terutama dilakukan
pada pasien yang memiliki kelainan pada pembuluh darah seperti pasien dengan
kelainan pembuluh darah otak, penyumbatan pembuluh darah jantung, pasien
dengan diabetes melitus (DM) dan hipertensi serta pasien dengan keluarga yang
menunjukkan peningkatan kadar lemak darah. Untuk pemeriksaan lemak darah
ini, sebaiknya berpuasa selama 12 - 14 jam. Bila pada pemeriksaan kimia darah,
serum yang diperoleh sangat keruh karena peningkatan kadar trigliserida
sebaiknya pemeriksaan diulang setelah berpuasa > 14 jam untuk mengurangi
kekeruhan yang ada. Untuk pemeriksaan kolesterol total, kolesterol HDL dan
kolesterol LDL tidak perlu berpuasa. Selain itu dikenal pemeriksaan lipoprotein
(a) bila meningkat dapat merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung
koroner.
Pemeriksaan kadar gula darah dipakai untuk mengetahui adanya
peningkatan atau penurunan kadar gula darah serta untuk monitoring hasil
pengobatan pasien dengan Diabetes Melitus (DM). Peningkatan kadar gula darah
biasanya disebabkan oleh Diabetes Melitus atau kelainan hormonal di dalam
tubuh. Kadar gula yang tinggi akan dikeluarkan lewat urin yang disebut
glukosuria. Terdapat beberapa macam pemeriksaan untuk menilai kadar gula
darah yaitu pemeriksaan gula darah sewaktu, kadar gula puasa, kadar gula darah 2
jam setelah makan, test toleransi glukosa oral, HbA1c, insulin dan C-peptide
Insulin adalah merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas pada sel
beta pulau Langerhans. Berkurangnya aktifitas insulin akan menyebabkan
terjadinya Diabetes Melitus. Pemeriksaan aktifitas insulin bila diduga terdapat
insufisiensi insulin, peningkatan kadar insulin pada pasien dengan hipoglikemia.
Pengukuran aktifitas insulin ini tidak dipengaruhi oleh insulin eksogen. Insulin
berasal dari pro insulin yang mengalami proteolisis menjadi C-peptide. C-peptide
dipakai untuk mengetahui sekresi insulin basal.
Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain
dihasilkan oleh pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang
berfungsi mencerna amilum/karbohidrat. Kadar amilase di dalam serum
meningkat pada radang pankreas akut. Pada keadaan tersebut, keadaan amilase
meningkat setelah 2 – 12 jam dan mencapai puncak 20 – 30 jam dan menjadi
normal kembali setelah 2 – 4 hari. Gejala yang timbul berupa nyeri hebat pada
perut. Kadar amilase ini dapat pula meningkat pada penderita batu empedu dan
pasca bedah lambung.
Lipase adalah enzim yang dihasilkan oleh pankreas yang berfungsi
mencerna lemak. Lipase akan meningkat di dalam darah apabila ada kerusakan
pada pankreas. Peningkatan kadar lipase dan amilase terjadi pada permulaan
penyakit pankreatitis, tetapi lipase serum meningkat sampai 14 hari, sehingga
pemeriksaan lipase bermanfaat pada radang pankreas yang akut stadium lanjut.
Untuk pembentukan hemoglobin dibutuhkan antara lain besi, asam folat
dan vit. B12. Besi merupakan unsur yang terbanyak didapatkan di darah dalam
bentuk hemoglobin, serum iron (SI), total iron binding capacity(TIBC)
dan ferritin. Pemeriksaan SI bertujuan mengetahui banyaknya besi yang ada di
dalam serum yang terikat dengan transferin, berfungsi mengangkut besi ke
sumsum tulang. Serum iron diangkut oleh protein yang disebut transferin,
banyaknya besi yang dapat diangkut oleh transferin disebut total iron binding
capacity (TIBC). Saturasi transferin mengukur rasio antara kadar SI terhadap
kadar TIBC yang dinyatakan dalam persen. Ferritin adalah cadangan besi tubuh
yang sensitif, kadarnya menurun sebelum terjadi anemia. Pada anemia tidak selalu
terjadi perubahan pada SI, TIBC dan ferritin tergantung pada penyebab anemia.
Pada anemia defisiensi besi, kadar SI dan saturasi transferin menurun sedangkan
TIBC akan meningkat/normal dan cadangan besi tubuh menurun. Pengukuran
asam folat dan vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui penyebab anemia.
Natrium (Na) merupakan kation ekstraseluler terbanyak, yang fungsinya
menahan air di dalam tubuh. Na mempunyai banyak fungsi seperti pada otot,
saraf, mengatur keseimbangan asam-basa bersama dengan klorida (Cl) dan ion
bikarbonat. Kalium (K) merupakan kation intraseluler terbanyak. Delapan puluh –
sembilan puluh persen K dikeluarkan oleh urin melalui ginjal. Oleh karena itu,
pada kelainan ginjal didapatkan perubahan kadar K. Klorida (Cl) merupakan
anion utama didalam cairan ekstraseluler. Unsur tersebut mempunyai fungsi
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dan mengatur keseimbangan
asam-basa.
Kalsium (Ca) terutama terdapat di dalam tulang. Lima puluh persen ada
dalam bentuk ion kalsium (Ca), ion Ca inilah yang dapat dipergunakan oleh
tubuh. Protein dan albumin akan mengikat Ca di dalam serum yang
mengakibatkan penurunan kadar ion Ca yang berfungsi di dalam tubuh. Oleh
karena itu untuk penilaian kadar Ca dalam tubuh perlu diperiksa kadar Ca total,
protein total, albumin dan ion Ca.
Fosfor (P) adalah anion yang terdapat di dalam sel. Fosfor berada di dalam
serum dalam bentuk fosfat. Delapan puluh sampai delapan puluh lima persen
kadar fosfat di dalam badan terikat dengan Ca yang terdapat pada gigi dan tulang
sehingga metabolism fosfat mempunyai kaitan dengan metabolisme Ca. Kadar P
yang tinggi dikaitkan dengan gangguan fungsi ginjal, sedangkan kadar P yang
rendah mungkin disebabkan oleh kurang gizi, gangguan pencernaan, kadar Ca
yang tinggi, peminum alkohol, kekurangan vitamin D, menggunakan antasid yang
banyak pada nyeri lambung.
A. AMINOTRANSFERASE
Dalam biokimia, sebuah transaminase atau aminotransferase adalah
enzim yang mengkatalisis jenis reaksi antara asam amino dan asam α-keto.
Sebuah asam amino mengandung amina (NH 2) kelompok. Suatu asam keto
berisi keto (= O) kelompok. Dalam transaminasi , NH 2 kelompok pada satu
molekul dipertukarkan dengan kelompok O = pada molekul lain. Asam amino
menjadi asam keto, dan asam keto menjadi asam amino
Sebagai nama untuk enzim yang mengkatalisis perpindahan reversible satu
gugusan amino dari asam amino ke asam alfa-keto, sekarang lebih baik dipakai
aminotransferase. Istilah lama transferase tidak sesuai dengan rekomendasi dari
komisi mengenai enzim tentang aktivitas enzim. Kedua macam
aminotransferase yang paling sering dukur ialah alanine aminotransferase
(ALT) yang dulu disebut glutamate-piruvat transminase (GPT) dan aspartat
aminotransferase (AST) yang dulu bernama glutamate-oxaloasetat transminase
(GOT).
1. FISIOLOGI
Asam amino ikut serta dalam banyak reaksi dan aminotransferase
tersebar luas. Hati yang merupakan pusat sintesis protein dan penyaluran
asam amino ke dalam jalur-jalur biokimia lain, adalah salah satu organ
yang sangat banyak mengandung aminotransferase. Hanya sel-sel hati
yang memiliki konsentrasi ALT tinggi biarpun ginjal, jantung dan otot
bergaris mengandung ALT dalam jumlah sedang. Banyak ATS ada dalam
hati dan didalam sel miokard, sedangkan AST juga terdapat dalam
konsentrasi bermakna, biarpun kurang, dalam otot bergaris, ginjal, otak
dan pancreas. Hepatosit berisi 3-4 kali lebih banyak AST dari ALT. akan
tetapi kadar ALT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitive kea
rah kerusakan hati karena sangat sedikitnya kondisi bukan hati
berpengaruh kepada kadar ALT dalam serum.
.
Kegiatan transaminasi Beberapa ribosom telah ditemukan untuk
dikatalisis oleh apa yang disebut ribozim (RNA enzim). Contoh
menjadi ribozim martil , yang ribozim VS dan ribozim hairpin .
Enzim transaminase penting dalam produksi berbagai asam amino,
dan mengukur konsentrasi transaminase berbagai darah adalah penting
dalam banyak mendiagnosa dan pelacakan penyakit . Transaminase
memerlukan koenzim piridoksal - fosfat , yang diubah menjadi
pyridoxamine dalam tahap pertama reaksi, ketika asam amino diubah
menjadi asam keto. Enzim - terikat pyridoxamine pada gilirannya bereaksi
dengan piruvat , oksaloasetat , atau alpha - ketoglutarat ,
memberikan alanin , asam aspartat , atau asam glutamat , masing-
masing. Reaksi transaminasi Banyak terjadi pada jaringan, dikatalisis oleh
transaminase khusus untuk sepasang amino / asam keto tertentu. Reaksi
yang mudah reversibel, arah yang ditentukan oleh mana reaktan
lebih. Enzim spesifik diberi nama dari salah satu pasangan reaktan,
misalnya, reaksi antara asam glutamat dan asam piruvat untuk membuat
asam alpha keto glutarat dan alanin disebut glutamat - piruvat
transaminase atau GPT untuk pendek. Tissue kegiatan transaminase dapat
diselidiki dengan menginkubasi homogenat dengan berbagai amino / aci
dpairs keto. Transaminasi ditunjukkan jika asam amino yang sesuai baru
dan asam keto terbentuk, seperti yang diungkapkan oleh kromatografi
kertas. Reversibilitas ditunjukkan dengan menggunakan keto pelengkap /
asam amino pari sebagai awal reaktan. Setelah kromatogram telah dibawa
keluar dari pelarut kromatogram tersebut kemudian diobati dengan
ninhidrin untuk menemukan tempat.
Dua enzim transaminase penting adalah AST ( SGOT ) dan ALT
( SGPT ), kehadiran transaminase tinggi dapat menjadi indikator
kerusakan hati
SGOT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase) adalah enzim
yang terdapat di dalam sel hati. Fungsinya adalah mengkonversi senyawa
aspartat dan alfaketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamat, dan
sebaliknya. SGOT disebut juga dengan AST atau aspartate
aminotransferase.
SGPT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) juga
merupakan enzim yang terdapat di dalam sel hati. Fungsinya untuk
membantu pemindahan gugus amino dari alanin ke alfaketoglutarat. Nama
lain SGPT adalah ALT atau alanine aminotransferase.
Jika sel hati normal, maka SGOT dan SGPT tetap berada di dalam
sel. Tidak ada atau hanya sedikit yang keluar dari sel dan masuk ke
pembuluh darah.
SGOT / SGPT tinggi
Lain halnya jika sel hati rusak dan dindingnya pecah, SGOT dan
SGPT akan keluar sel dan masuk ke aliran darah. Akibatnya, kadar SGOT
dan SGPT yang harusnya tidak ada atau rendah dalam darah, menjadi
tinggi.
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan sel hati
antara lain penyakit hepatitis virus, perlemakan hati, keracunan obat, dan
lain sebagainya. Keadaan ini, seringkali menyebabkan kadar SGOT dan
SGPT tinggi.
Selain di sel hati, SGOT dan SGPT juga ditemukan di otot jantung
dan beberapa sel tubuh lainnya. Kerusakan sel jantung akibat serangan
jantung juga dapat meningkatkan kadar keduanya.
Kadar normal SGOT adalah sekitar 3-45 u/L dan SGPT adalah 0-
35 u/L. Perlu dicatat bahwa nilai standar ini mungkin sedikit berbeda antar
laboratorium, tergantung dari teknik pemeriksaan yang digunakan.
Menjawab pernyataan di atas, maka ada kemungkinan telah terjadi
kerusakan sel-sel hati. Penyebabnya harus dicari lagi, apakah oleh virus
hepatitis atau lainnya. Jika dokter curiga karena virus hepatitis B, dokter
biasanya akan meminta pemeriksaan lain untuk mendeteksi virus tersebut,
misalnya HBsAg atau PCR.
2. KEGUNAAN AMINOTRASFERASE DALAM DIAGNOSTIK
(SELAIN PENYAKIT HATI)
Kadar aspartat aminotransferase meningkat pada banyak kejadian.
Bilat otot jantung menderita kerusakan oleh iaschemia, AST dalam serum
meningkat setelah 6-8 jam; puncak kadar di capai antara 24-48 jam.
Sedangkan pemulihan kepada normal terjadi antara 72- 96 jam.
Peningkatan AST terjadi dalam kurun waktu antara meningginya kreatine
fosfokinase (CPK ) yang sangat dini terjadi dan cepat pula menurun lagi,
yakni dalam dwaktu 48 jam dan meningginya laktat dehidrogenase (LDH)
yang baru mulai meningkat 12 jam atau lebih setelah terjadi infark dan
menetap pada nilai tinggi itu sampai seminggu atau lebih. Penigkatan
AAST tidak dapat dipakai selaku satu-satunya indicator enzimatik utnuk
adanya infark miokard karena ia meningkat juga pada kondisi-kondisi lain
yang perlu ikut dipertimbangkan dalam diagnosis banding serangan
jantung. AST dalam serum meninggi pada renjatan atau kolaps sirkulasi
darah apa juga sebabnya, mungkin sekali karena terjadi kerusakan hati.
Pancreatitis akut juga mendatangkan kadar AST yang sangat tinggi.
Peningkatan sedang mungkin muncul pada aritmia jantung dan pada
ischemia yang tidak berlanjut menjadi infark
B. AMILASE
Enzim amilase adalah enzim yang mengkatalis hidrolisis pada ikatan
1-4 glikosidik pada produk pati dengan berat molekul rendah, seperti
glukosa,maltosa,dan maltotriose.yang berfungsi sebagai pemecah ikatan
glikosida 1-4 pada senyawa polimer amilum. , industri enzim amylase
merupakan kelas industri yang memiliki kurang lebih 25% pasar enzim dunia.
Enzim tersebut dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti
tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme. Aktivitas enzim di pengaruhi
beberapa factor diantaranya suhu dan pH. Suhu dan pH yang digunakan
enzim agar bekerja secara maksimal biasa disebut kondisi maksimum.Setiap
enzyme memiliki kondisi optimum yang berbeda. Enzim amilase dihasilkan
oleh kelenjar ludah (parotis) di mulut dan kelenjar pankreas. Amilum sering
dikenal dengan sebutan zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat
atau sakarida yang memiliki molekul kompleks. Enzim amilase memecah
molekul amilum ini menjadi maltose.enzim amylase banyak digunakan
dalamindustri gula cair, makanan, industri tekstil, dan industri farmasi .
Enzim ini juga banyak digunakan pada industri minuman misalnya
pembuatan High Fructose Syrup (HFS) maupun pada industri tekstil, sebagai
food additive untuk memperbaiki tekstur bahan makanan
1. FISIOLOGIS
Amylase ialah enzim cerna yang memecahkan zat pati (amilum)
menjadi molekul-molekul karbohidrat yang lebih kecil, lokasi
berfungsinya adalah di luar sel. Enzim itu disekresikan ke dalam air liur
dan kedalam saluran cerna bagian atas dan mendepolimer zat-zat pati
dalam makanan mejadi potongan-potongan dapat diserap. Banyak jenis sel
mempunyai aktivitas amylase, tetapi yang bermakna dalam fisiologis dan
diagnosis adalah kelenjar ludah dan pancreas. Amylase yang terdapat pada
serum normal berasal dari kelenjar ludah dan dari pancreas; kalau terjadi
peningkatan patologis, itu hamper slalu dating dari pancreas.
Amilase pada saliva (air liur) berasal dari kelenjar parotis,
submandibular, dan sublingual. Kelenjar ini terbentuk dari unit lebih kecil
yang disebut acini (asinus), yang dilapisi oleh sel-sel yang menghasilkan
amilase. Selama produksi saliva, ditambahkan bikarbonat dan kalium
sedangkan natrium dan klorida diserap. Tubuh memproduksi saliva sekitar
50 ons setiap hari, terutama ketika menanggapi rangsangan parasimpatis.
2. KEGUNAAN UNTUK DIAGNOSIS
Amylase dalam serum meningkat pada radang pancreas.
Mungkin sekali karena sel-sel sekretorik pecah dan juga karena enzim
yang ada di luar sel diserap dari usus dan dari cairan asites melalui
saluransaluran limfe dalam peritoneum yang melebar dan lebih mudah
ditembus. Pada pancreatitis akut amylase dalam serum mulai meningkat
dalam waktu 6-24 jam. Amylase mudah menembus filter glomeluri,
sehingga beberapa jam setelah terjadi penigkatan dalam serum, urin juga
menunjukan kadar meningggi. Amylase dalam serum hanya meninggi
selama beberapa hari, dalam waktu 2-7 hari nilai menjadi normal kembali.
Jika tes diagnostic dilakukan setelah penyakit berlangsung beberapa hari,
ada kemungkinan kadar amylase telah menyusut kadar yang bersifat non-
diagnostik. Nilai yang meningkat dala urin masih dapat bertahan beberapa
hari lagi, jadi memeriksa urin berguna dalam evaluasi klinis.
3. PENYULIT PADA PENETAPAN
Beberapa hal berpengaruh kepada kadar amylase dalam serum.
Kadar itu memuncak apabila kepada pasien diberikan obat yang
melakukan konstriksisfinkter ductus pancreaticus. Yang paling sering
menyebabkan itu ialah morfin. Darah pasien harus di ambil sebelum
kepadanya deberikan morfin untuk meringankan nyeri abdomen yang
mungkin disebabkan oleh radang pancreas. Codein, chlorothiazide,
pancreozymin atau secretin juga mendatangkan kenaikan amylase dalam
serum. Kadar sedikit meningggi pada pasien dengan gagal ginjal karena
ekskresi terhambat. Kadar glukosa yang tinggi menekan nilai amylase
dalam serum, nilai amylase menurun sekali kalau darah untuk pemeriksaan
diambil dari pasien yang sedang diinfus glukosa. Keadaan patologis yang
berpengaruh kepada amylase dalam serum
C. CHOLINESTERASE
Terdapat 2 macam jenis :
a. Acethyl cholin esterase : terdapat pada jaringan syaraf dan sel darah merah
b. Pseudo esterase : terdapat pada darah, liver, usus, dan pancreas
Merupakan indicator terjadinya penyembuhan dan prognosa viral hepatitis.
Bila terjadi sirrhosis hepatic dengan penurunan kadar CHE
(cholinesterase) memberikan prognosa yang jelek. Dapat pula digunakan
untuk mendeteksi keracunan
1. FISIOLOGI
Cholinesterase itu lain dari enzim lain-lain oleh karena makna untuk
diagnosis terletak dalam menurunnya- bukan meningkatnya – kadar dalam
serum. Serum normal berisi banyak dari suatu enzim yang menghidrolisis
asetilcholine pekat dan juga menceraikan ester-ester choline. Enzim itu
sering dinamai pseudocholinesterase untuk membedakannya dari
asethilcholinesterase sejati yang substratnya sangat spesifik terbatas
kepada asetilcholine dan yang optimal bekerja terhadap asetilcholine
dalam konsentrasi rendah6 . asetilcholinesterase (AcCHS,
acetylcholinesterase) terutama ada pada ujung saraf dan di dalam eritrosit;
dalam keadaan normal hanya ada sedikit sekali dalam serum.
Pseudocholinesterase (CHS) dalam serum berasal dari hati. Biarpun CHS
dalam serum menurun pada banyak penyakit hepatoseluler, teristimewa
pada proses destruktif, mengukur CHS hanya dapat menambah sedikit saja
dalam diagnostic penyakit hati.
Kedua macam cholinesterase di hambat oleh senyawa organofosfor.
Menurunnya kadar CHS dalam seru merupakan petunjuk sensitive kepada
terkenanya seorang oleh insektisida jenis organofosfor. Kadar AcCHS
dalam eritrosit menurun kalau terkena secara berat, CHS dalam serum
berubah dini. Jika tidak terkena lagi, CHS dalam serum lebih dulu pulih
dari AcCHS dalam eritrosit. CHS dalam serum kurang berguna untuk
menunjuk seorang pernah terkena organofosfor dibandingkan AcCHS
dalam serum2 .
Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan cara
demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme
toksisitas memerlukan pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik
neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh). Reseptor muskarinik dan
nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat danperifer.
Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion
otonomik :
a. sinaps preganglion simpatik dan parasimpatik
b. sinaps postgamglion parasimpatik
c. neuromuscular junction pada otot rangka.
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting
toksisitasinsektisitada organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan
pusat vasomotor.Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya melepaskan
neurotransmiter untuk memperbanyak konduksi saraf perifer dan saraf
pusat atau memulai kontraksi otot. Efekasetilkolin diakhiri melalui
hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AChE). Ada dua
bentuk AChE yaitu true cholinesterase atau asetilkolinesterase yangberada
pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction. Pseudo cholinesterase
atauserum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan
hati.Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi
bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel.
Aktivitas AChE tetapdihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu
reaktivator kolinesterasediberikan. Dengan berfungsi sebagai
antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang
berfugnsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh)menjadi kolin
yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada
sinapssinapskolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala
keracunan organofosfat
Pada pseudo cholinestrase (CHe) aktifitasnya dapat diukur dari
serum. Terdapat pada 11 aktivitas isoenzym yang disintesis dihepar yang
kemudian dilepaskan ke dalam darah. Fungsi Pseudocholinesterase belum
dapat dipahami.
Pseudo cholinesterase (CHe) mengkatalisa proses hidrolisa
dari cholinesterase dan bereaksi pada benzocholine, acetylthiocholine,
butyrylthiocholine, dll. Pseudocholinesterase (CHe) membelah
Butyrylthiocholine, tetapi Acetylcholinesterase (AcChE) dari eritrosit yang
terdapat pada serum setelah hemolisis tidak bereaksi dengan senyawa ini.
Metode ini diperkenalkan oleh KNEDEL dan BOTTGER, yang kemudian
digunakan sebagai prosedur klinikal kimia untuk mendiagnosa kelainan
hepar. Thiocholine yang dibebaskan dari substrat iodida. S-
butyrythiocholine akan mengurangi indikator 5,5-dithiobis-2-nitrobenzoate
untuk memberikan warna kuning pada senyawa 5-merkapto-2-
nitrobenzoate. Aktivitas. Pseudocholinesterase (CHe) ditentukan dengan
mengukur laju pembentukan warna pada 450 nm.
2. RESISTENSI TERHADAP DUBUCAINE
CHS mempunyai variant genetic. Pada orang yang homozigot
dalam variant itu ditemukan aktifitas total yang menurundalam serum,
sedangkan enzimnya mempunyai enzim berlainan. CHS normal dihambat
oleh dibucaine; yang abnormal resistant terhadap dibucaine. Variant
abnormal itu tidak menginaktifkan suksinilcholine, yakni semacam
inhibitor asetilchiline yang sering dipakai untuk merintis anesthesia.
Orrang yang homozigot dalam variant abnormal itu, mengalami depresi
pernapasan yang berkepanjangan kalau diberikan suksinilcholine.
Resistensi terhadap dibucaine dapat dipakai untuk menyatakan adanya
CHS abnormal.
D. KREATIN
Kreatin (metilguanidin asam asetat) merupakan senyawa yang
terkandung dalam bahan makanan protein hewani, seperti daging, ikan, dan
produk hewani lainnya. Bahan makanan tersebut berfungsi sebagai sumber
kraetin oksigen. Kreatin dalam tubuh berfungsi sebagai substrat sumber
energi tinggi, yang menghasilkan adenosine tri fosfat (ATP) dan siap
dipakai dalam waktu cepat.
Kreatin banyak digunakan para atlit untuk membentuk otot. Selain
itu, kreatin juga mampu meningkatkan kemampuan otak dan daya ingat
Anda. Kreatin juga berfungsi sebagai zar ergogenik, yaitu zat yang mampu
memberikan peningkatan pada kapasitas performa olahraga. Kreatin dapat
meningkatkan massa otot apabila diimbangi dengan olahraga.
Penelitian Persky dan Brazeau pada olahragawan angkat berat
membuktikan bahwa pengkonsumsian kreatin selama 12 minggu menaikkan
massa bebas lemak masing-masing 4,3 kg. Sedangkan pada kelompok yang
tidak mengkonsumsi kreatin hanya mengalami kenaikan 2,4 kg.
Membesarnya serat otot diduga disebabkan meningkatnya sintesis protein
disertai hipertofi serat otot akibat kontraksi dan degradasi protein tidak
mengalami perubahan. Penelitian lain membuktikan bahwa suplementasi
kreatin tidak meningkatkan sintesis protein.
Penelitian lain, yang dilakukan oleh Hultman, mengungkapkan
bahwa kadar kreatin yang meningkat di dalam sel otot selama suplementasi,
akan mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik sel otot sehingga
menyerap air masuk ke dalam sel dan serat otot akan menjadi lebih besar.
Hal tersebut diketahui melalui produksi urin yang menurun selama
suplementasi. Pada keadaan ini, katabolisme protein akibat latihan juga akan
menurun. Pendapat ini didukung oleh Berneis dkk yang mengatakan bahwa
hiperhidrasi ini akan menyebabkan keadaan hipoosmolalitas, dan ini akan
memberikan sinyal untuk menurunkan proses degradasi protein.
Peneliti lain adalah Robinson, yang memberikan suplemen kreatin
20 gram/hari pada 48 orang (usia 22-24 tahun) selama 5 hari sampai 9
minggu. Hasil penelitian ini adalah bahwa pengkonsumsian kreatin (jangka
panjang dan jangka pendek) tidak menimbulkan gangguan pada gambaran
hematologi, fungsi hati, fungsi ginjal, dan tidak mengakibatkan kerusakan
otot.
Pengonsumsian kreatin perlu dijaga pada dosis yang sudah tertera
karena pada dosis tinggi akan menimbulkan beberapa efek samping seperti
mual dan muntah. Kreatin bisa menjadi suplemen yang membantu untuk
meningkatkan prestasi olahraga. Namun, harus diperhatikan dosis
pemakaianya.
1. FISIOLOGI
Kreatine fosfokinase (CPK, creatinephosphokinase) yang juga
dinamai kreatinekinase mengkatalis pertukaran fosfat secara reversibel
antara kreatine dan adenosinetrifosfat (ATP, adenosinetriphosphate).
Ia memainkan perananpenting dalam menyimpan dan melepaskan
energy dalam sel dan didapat hamper secara eksklusif dalam otot
bergaris, otot jantung dan dalam berjumlah kecil juga dalam otak.
Kadar CPK dalam serum memuncak tegas setelah terjadi kerusakan
pada otot; kerusakan otak tidak terlalu berpengaruh kepada kadar CPK
dalam serum, mungkin karena hanya sedikit dari enzim itu dapat
melintasi sawar (barrier) darah-otak.
2. KEGUNAAN DALAM DIAGNOSTIK
Kerusakan macam apapun pada otot bergaris atau otot jantung
meningkatkan kadar CPK dalam serum. Nilai-nilai 2-5 kali dari yang
normal di temukan setelah rangsangan minimal seperti olahraga berat,
injeksi intramuscular, delirium tremens dan pada tindakan bedah yang
menyayat atau menindas otot bergaris.
Peningkatan CPK yang sunguh-sunguh menyolok
didapat pada tahap ini distrofia otot (progresif muscular dystrophy),
tetapi penigkatan ini berkurang penyakit berlanjut dan masa otot
menyusut. Kalau penyakit itu sudah tahap akhir, kadar CPK mungkin
normal. Wanita yang heterozigotdalam gen yang menjadi sebab
distrofia otot Duchenne itu, mempunyai kadar CPK yang rata-rata
lebih tinggi dari wanita normal, tetapi selisih itu tidak terlalu menonjol
sehingga tidak miungkin atas dasar nilai itu mengambil kesimpulan
apakah seorang wanita itu seoran gkarier atau tidak.
Infark miokard akut melepaskan CPK ke dalam serum dalam
48 jam setelah kejadian dan nilai menjadi normal lahi lewat kira-kira 3
hari. Kalau kemudian nilai itu meninggi lagi, itu menjadi petunjuk
terjadi infark baru atau peluasan kerusakan pertama, asal saja tidk ada
otot lain yang menjadi sumber lain CPK dalam serum. Didalam hati
tidak ada CPK, nilai CPK meniggi menolong utuk membedakan infark
miokard dari gagal jantung kongesti dan kondisi-kondisi lain yang
mengganggu hati. Hipotiroidisme menyebabkan nilai CPK dalam
serum menjadi tinggi. Dalam table 3 terpampang sebab-sebab kadar
CPK meninggi.
E. FOSFATASE
Dalam serum ada bermacam-macam enzim yang melepaskan fosfat
dari senyawa-senyawa yang berisi satu gugus fosfat; enzim-enzim itu secara
kolektif diberi namaortofosfat ester monohidrolase, tetapi masing-masing
enzim mempunyai substrat dan pH optimal sehari-hari. Telah menjasi
kebiasaan untuk menggolongka semua enzim yang optimal aktip pada pH 5
sebagai fosfatase asam (ACP, acid Phosphatase) dan yang paling aktif pada
pH 9 sebagai fosfatase alkalis (ALP, alkalin phospatase). Enzim-enzim itu
sudah bertahun-tahun dipelajari dan dalam literature dipakai banyak macam
teknik, substrat dan nilai rujukan.
1. FOSFATASE ASAM
Banyak jaringan berisi ACP, tetapi yang paling banyak
mengandung adalah kelenjar prostat, eritrosit, dan trombosit. ACP dalam
serum diukur terutama untuk menemukan adanya dan luas menyebarnya
karsinoma prostet. Peningkatan ACP dari eritrosit tidak mempunyai
makna diagnostik , biarpun pada penyakit gaucher dan bermacam-macam
penyakit tulang metabolic ditemukan kadar yang tinggi.
a. ACP dari Eritrosit dan Prostat
ACP dari eritrosit berlainan dari ACP dari prostat karena
substret yang paling sesuai untuk masing-masing jenis itu berbeda
dan karena zat yang menghambat enzim masing-masing berbeda
juga. Cara menetapkan menurut Bodansky yang memakai beta-
gliserofosfat sebagai substrat lebih sesuai denga ACP dari prostat;
sedangkan cara Gutman dan King-Amstrong mengukur ACP dari
eritrosit dan prostat bersama-sama. Serum normal mengandung
lebih banyak ACP dari eritrosit dibandingkan ACP dari prostat;
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam fraksi ACP dari
prostat sukar ditemukan. Asam tartrat menghambat ACP dari
prostat, banyak laboratorium melaporkan banyaknya ACP yang
dapat dihambat oleh tartrat di samping ACP total; itu dilakukan
untuk menonjolkan banyaknya enzim dari prostat/
b. Karsinoma Prostat
ACP dari prostat meningkat pada 50-75% dari pasien
karsinoma prostat yang telah meluas sampai du luar
prostat.2 karsinoma itu biasanya menyebarkan metastasisnyake
tulang, tetapi berluasan dalam pinggul juga meningkatkan ACP.
Kalau kanker itu masi ada dalam kelenjar, peningkatan ACP hanya
ditemukan pada 10-25% dari pasien. ACp kembali menjadi normal
3-44 hari setelah berhasilnya terapi estrogen. Jika kemudian nilai
itu meninggi lagi, itu petunjuk kuat kearah metastasis di tulang
yang akltif. Hyperplasia prostat yang jinak, radang atau ischemia
hamper tak pernah mengubah kadar ACP.
Tehnik radioimmunoassay pernah dipakai untuk
meningkatkan identifikasi dan penilaian banyaknya ACP dari
prostat, tetapi hasilnya tidak mantap. Penelitian-penelitian telah
membuktikan bahwa adanya karsinoma prostat dluar kelenjar tetap
masih paling bagus dilakukan perabaan jari seorang klinikus yang
berpengalaman. Penepatan kadar ACP tidak dapat menentukan
dengan pasti apakah kanker prostat ada atau tidak ada, tetapi
penetapan ldapat memperkuat diagnosis dan berguna juga untuk
menguji hasil terapi.
Specimen tidak bole mngalami hemolisis dan serum harus
segera dipisahkan dari sel-sel darah. Bila tes tidak dapat dilakukan
selang beberapa jam, serum harus dibekukan.
2. FOSFATASE ALKALIS
Fosfatase alkalis (ALP, alkaline phosphatase) dibuat oleh
bermacam-macam jaringan. Hati, tulang dan usus adalah sumber-
sumber paling penting ; dalam kehamilan plasenta menjadi sumber
yang subur juga. Beberapa jenis kanker tertentu memuat sedikit ALP
yang khusus dan yang disebut enzim mregan18 . dalam serum normal
yang paling banyak terdapat adalah ALP dari tulang, di samping itu
ada sedikit isoenzim yang berasal dari hati. Kadar ALP dari usus
berbeda-beda dari seorang kepada yang lain, kebanyakan orang
mempunyai kadar yang relative rendah, tetapi kadang-kadang orang
yang menunjukan kadar isoenzim itu meningkat. ALP dari usus
sepintas masuk ke dalam darah pada waktu lemak dicerna dandiserap,
tetapi penyakit intestinal jarang berpengaruh, kepada kadar ALP dalam
serum.
a. Makna patofisiologis
Mengukur ALP bermanfaat pada penyakit hati dan tulang.
Kegiatan osteoblastik dan osteoklastik meninggikan Alp dalam
serum, kadar itu bertambah pada waktu terjadi pertumbuhan tulang,
perombakan tulang dan kalau tidak ada keseimbangan antara kedua
prose itu. ALP hati terutama berasal dari epitel saluran empedu
intrahepatik; ,masih tidak jelas sampai di mana aktifitas sel hati
beperan dalam prose itu. Pada penyakit haptobiliar perembesan
ALP ke dalam cairan interstisial mempunyai efek sama atau lebih
besar dari pada obstruksi atau peradangan pada saluran-saluran
hepatobiliar. Penyakit parenkrim biasanya tidak menyebabkan
peningkatan begitu tinggi.
b. Pemisahan Isoenzim
Biasanya tidak ada kesulitan untuk membedakan antara ALP
dari hati dan dari tulang pada keadaan yang di sertai peningkatan
ALP; tetapi ada kalanya itu susah juga. Elektoforesis pernah
diterapkan dalam upaya memisahkan isoenzim ALP, tetapi
suksesnya kurang baik, memisahkan isoenzim hati dan isoenzim
usus lebih mudah dari membedakan isoenzim hati dari isoenzim
tulang. Memanaskan serum sampai 560 C adalah cara yang paling
biasa pada upaya fraksionasi; ALP dari hati lebih tahan panas dari
ALP dari tulang. Peningkatan kadar enzim-enzim lain lyang juga
mempunyai kaitan dengan hati dapat membantu untuk menentukan
apakah sumber meningkatnya ALP itu hepatobiliar. Untuk tujuan
itu dipakai penetapan GGT, leucine aminopeptidase (LAP) dan 5-
nukleutidase (5”- N).